Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

EPIDURAL HEMATOMA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Epidural Hematoma
Beberapa pengertian mengenai epidural hematoma (EDH) sebagai
berikut:
a. Epidural hematom adalah salah satu akibat yang ditimbulkan dari sebuah
trauma kepala (Greenbergetal, 2002).
b. Epidural hematom adalah hematom/perdarahan yang terletak antara
durameter dan tubulainterna/lapisan bawah tengkorak, dan sering terjadi pada
lobus temporal dan paretal (Smeltzer&Bare, 2001).
c. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang
lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan (Anderson, 2005).

2. Etiologi
Epidural hematom terjadi karena laserasi atau robekan pembuluh darah yang ada
diantaradurameter dan tulang tengkorak akibat benturan yang menyebabkan
fraktur tengkorak seperti kecelakaan kendaraan dan trauma (Japardi, 2004).
Perdarahan biasanya bersumber dari robeknya arteri meningica media (paling
sering), vena diploica (karena fraktur kalvaria), vena emmisaria, dan sinus
venosusduralis (Bajamal, 1999).

3. Epidemiologi

4. Patofisiologi
Epidural hematom secara khas timbul sebagai akibat dari sebuah luka atau trauma
atau fraktur pada kepala yang menyebabkan laserasi pada pembuluh darah arteri,
khususnya arteri meningea media dimana arteri ini berada diantaradurameter dan
tengkorak daerah temporal. Rusaknya arteri menyebabkan perdarahan yang
memenuhi epidural. Apabila perdarahan terus mendesak durameter, maka darah
akan memotong atau menjauhkan daerah durameter dengan tengkorak, hal ini
akan memperluas hematoma. Perluasan hematom akan menekan hemisfer otak
dibawahanya yaitu lobus temporal ke dalam dan ke bawah. Seiring terbentuknya
hematom maka akan memberikan efek yang cukup berat yakni isi otak akan
mengalami herniasi. Herniasi menyebabkan penekanan saraf yang ada
dibawahnya seperti medulla oblongata yang menyebabkan terjadinya penurunan
hingga hilangnya kesadaran. Pada bagian ini terdapat nervusokulomotor yang
menekan saraf sehingga menyebabkan peningkatan TIK, akibatnya terjadi
penekanan saraf yang ada diotak (Japardi, 2004 dan Mcpheeetal, 2006).

5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang biasanya dijumpai pada orang yang menderita epidural
hematom diantaranya adalah mengalami penurunan kesadaran sampai koma
secara mendadak dalam kurun waktu beberapa jam hingga 1-2 hari, adanya suatu
keadaan “lucid interval” yaitu diantara waktu terjadinya trauma kepala dan waktu
terjadinya koma terdapat waktu dimana kesadaran penderita adalah baik, tekanan
darah yang semakin bertambah tinggi, nadi semakin bertambah lambat, sakit
kepala yang hebat, hemiparesis, dilatasi pupil yang ipsilateral, keluarnya darah
yang bercampur CSS dari hidung (rinorea) dan telinga (othorea), susah bicara,
mual, pernafasan dangkal dan cepat kemudian irregular, suhu meningka,
funduskopi dapat memperlihatkan papil edema (setelah 6 jam kejadian), dan foto
rontgen menunjukan garis fraktur yang jalannya melintang dengan jalan arteri
meningea media atau salah satu cabangnya (Greenbergetal, 2002).

6. Pemeriksaan Diagnostik Penunjang


Menurut Doengoes (2004), pemeriksaan penunjang yang biasa dilakukan pada
kasus epidural hematom yaitu sebagai berikut:
1. CT Scan : untuk mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler pergeseran otak. CT Scan merupakan pilihan primer dalam hal
mengevaluasi trauma kepala. Sebuah epidural hematom memiliki batas yang
kasar dan penampakan yang bikonveks pada CT Scan dan MRI. Tampakan
biasanya merupakan lesi bikonveks dengan densitas tinggi yang homogen,
tetapi mingkin juga tampok sebagai ndensitas yang heterogen akibat dari
pencampuran antara darah yang menggumpal dan tidak menggumpal.
2. MRI : memberikan foto berbagai kelainan parenkim otak dengan lebih jelas
karena mampu melakukan pencitraan dari berbagai posisi apalagi dalam
pencitraan hematom dan cedera batang otak.
3. Angiografi serebral : untuk menunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak karena edema dan trauma.
4. EEG : untuk memperlihatkan gelombang patologis.
5. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur),
pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan/edema), dan adanya
fragmen tulang.
6. BAER (brainauditoryevoked respons) : untuk menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
7. PET (positron emmisiontopography): untuk menunjukan metabolisme otak.
8. Pungsi lumbal : untuk menduga kemungkinan perdarahan subarachnoid.
9. AGD : untuk melihat masalah ventilasi/oksigenasi yang meningkatkan TIK.

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan epidural hematom terdiri dari :
a. Terapi Operatif
Terapi operatif bisa menjadi penanganan darurat yaitu dengan melakukan
kraniotomi. Terapi ini dilakukan jika hasil CT Scan menunjukan volume
perdarahan/hematom sudah lebih dari 20 CC atau tebal lebih dari 1 cm atau
dengan pergeseran garis tengah (midlineshift) lebih dari 5 mm. Operasi yang
dilakukan adalah evakuasi hematom untuk menghentikan sumber perdarahan
sedangkan tulang kepala dikembalikan. Jika saat operasi tidak didapatkan
adanya edema serebri sebaliknya tulang tidak dikembalikan (Bajamal, 1999).
b. Terapi Medikamentosa
Terapi medikamentosa dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Mengelevasikan kepala pasien 30o setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau posisikan trendelenburg terbalik untuk mengurangi TIK.
2) Berikan dexametason (pemberian awal dengan dosis 10 mg kemudian
dilanjutkan dengan dosis 4 mg setiap 6 jam).
3) Berikan manitol 20% untuk mengatasi edema serebri.
4) Berikan barbiturat untuk mengatasi TIK yang meninggi.

8. Komplikasi
9. Prognosis
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

EPIDURAL HEMATOMA

A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas istirahat
Lemah, lelah, hilang keseimbangan, kaku, perubahan kesadaran, letargi, hemiparesis,
tetraplegi, dan kehilangan tonus otot.
2. Sirkulasi
Perubahan tekanan darah (hipertensi), bradikardi. Takilardi yang diselingi bradikardi.
3. Integritas ego
Perubahan tingkah laku/kepribadian, cemas, delirium, bingung, dan depresi.
4. Eliminasi
Inkontinensia kemih atau usus.
5. Neurosensori
Kehilangan kesadaran sementara, amnesia kejadian, vertigo, sinkop, hilang
pendengaran, baal ekstremitas, gangguan penglihatan dan pengecapan, penciuman,
perubahan pupil, reflex tendon lemah dan tak ada.
6. Nutrisi
Mual, muntah (muntah proyektil).
7. Nyeri
Sakit kepala, gelisah, tak bisa istirahat, dan merntih.
8. Pernafasan
Mengi (+), ronkhi (+), perubahan pola nafas.
9. Interaksi sosial
Afasia motorik sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sputum
3. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan edema otak
4. Keterbatasan aktifitas berhubungan dengan penurunan kesadaran (soporos – coma)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1. Tidak efektifnya Tujuan : 1. Hitung 1. pernapasan yang
pola napas Mempertahankan pernapasan cepat dari pasien
sehubungan pola napas yang pasien dalam dapat
dengan depresi efektif melalui satu menit menimbulkan
pada pusat napas ventilator. 2. Cek alkalosis
di otak Kriteria Hasil : pemasangan respiratori dan
Penggunaan otot tube pernapasan
bantu napas tidak 3. Perhatikan lambat
ada, sianosis tidak kelembaban meningkatkan
ada atau tanda- dan suhu tekanan Pa Co2
tanda hipoksia pasien dan menyebabkan
tidak ada dan gas 4. Cek selang asidosis
darah dalam batas- ventilator respiratorik
batas normal setiap waktu 2. untuk
(15 menit) memberikan
5. Siapkan ventilasi yang
ambubag tetap adekuat dalam
berada di dekat pemberian tidal
pasien volume
3. keadaan dehidrasi
dapat
mengeringkan
sekresi / cairan
paru sehingga
menjadi kental
dan
meningkatkan
resiko infeksi
4. adanya obstruksi
dapat
menimbulkan
tidak adekuatnya
pengaliran
volume dan
menimbulkan
penyebaran udara
yang tidak
adekuat
5. membantu
membarikan
ventilasi yang
adekuat bila ada
gangguan pada
ventilator
2. Tidak efektifnya Tujuan : 1. Kaji dengan 1. Obstruksi dapat
kebersihan jalan Mempertahankan ketat (tiap 15 disebabkan
napas jalan napas dan menit) pengumpulan
sehubungan mencegah aspirasi kelancaran sputum,
dengan Kriteria Hasil : jalan napas perdarahan,
penumpukan Suara napas 2. Evaluasi bronchospasme
sputum bersih, tidak pergerakan atau masalah
terdapat suara dada dan terhadap tube
sekret pada selang auskultasi 2. Pergerakan yang
dan bunyi alarm dada (tiap 1 simetris dan suara
karena peninggian jam ) napas yang bersih
suara mesin, 3. Lakukan indikasi
sianosis tidak ada pengisapan pemasangan tube
lendir dengan yang tepat dan
waktu kurang tidak adanya
dari 15 detik penumpukan
bila sputum sputum
banyak 3. Pengisapan lendir
4. Lakukan tidak selalu rutin
fisioterapi dan waktu harus
dada setiap 2 dibatasi untuk
jam mencegah
hipoksia
4. Meningkatkan
ventilasi untuk
semua bagian
paru dan
memberikan
kelancaran aliran
serta pelepasan
sputum
3. Gangguan Tujuan : 1. Monitor dan 1. Refleks
perfusi jaringan Mempertahankan catat status membuka mata
otak sehubungan dan memperbaiki neurologis menentukan
dengan edema tingkat kesadaran dengan pemulihan
otak fungsi motorik. menggunakan tingkat kesadaran
Kriteria Hasil : metode GCS - Reaksi pupil
Tanda-tanda vital 2. Monitor tanda- digerakan oleh
stabil, tidak ada tanda vital tiap saraf
peningkatan 30 menit kranialoculusmot
intrakranial 3. Pertahankan orius dan untuk
posisi kepala menentukan
yang sejajar refleks batang
dan tidak otak
menekan - Respon motorik
4. Observasi menentukan
kejang dan kemampuan
lindungi pasien berespon
dari cedera terhadap stimulus
akibat kejang eksternal dan
5. Berikan indikasi keadaan
oksigen sesuai kesadaran yang
dengan kondisi baik
pasien - Pergerakan mata
membantu
menentukan area
cedera dan tanda
awal peningkatan
tekanan
intracranial
adalah
terganggunya
abduksi mata
2. Peningkatan
sistolik dan
penurunan
diastolik serta
penurunan tingkat
kesadaran dan
tanda-tanda
peningkatan
tekanan
intrakranial.
- Adanya
pernapasan yang
irreguler indikasi
terhadap adanya
peningkatan
metabolisme
sebagai reaksi
terhadap infeksi.
- Untuk mengetahui
tanda-tanda
keadaan syok
akibat perdarahan.
3. Perubahan kepala
pada satu sisi
dapat
menimbulkan
penekanan pada
vena jugularis dan
menghambat aliran
darah otak, untuk
itu dapat
meningkatkan
tekanan
intrakranial.
4. Kejang terjadi
akibat iritasi otak,
hipoksia, dan
kejang dapat
meningkatkan
tekanan
intrakranial
5. Dapat menurunkan
hipoksia otak
4. Keterbatasan Tujuan : 1. Berikan 1. Penjelasan dapat
aktifitas Kebutuhan dasar penjelasan tiap mengurangi
berhubungan pasien dapat kali melakukan kecemasan dan
dengan terpenuhi secara tindakan pada meningkatkan
penurunan adekuat. pasien. kerja sama yang
kesadaran Kriteria Hasil : 2. Beri bantuan dilakukan pada
(soporos – coma) Kebersihan untuk pasien dengan
terjaga, kebersihan memenuhi kesadaran penuh
lingkungan kebersihan diri. atau menurun
terjaga, nutrisi 3. Berikan 2. Kebersihan
terpenuhi sesuai bantuan untuk perorangan,
dengan kebutuhan, memenuhi eliminasi,
oksigen adekuat kebutuhan berpakaian, mandi,
nutrisi dan membersihkan
cairan. mata dan kuku,
4. Jelaskan pada mulut, telinga,
keluarga merupakan
tindakan yang kebutuhan dasar
dapat dilakukan akan kenyamanan
untuk menjaga yang harus dijaga
lingkungan oleh perawat untuk
yang aman dan meningkatkan rasa
bersih. nyaman,
5. Berikan mencegah infeksi
bantuan untuk dan keindahan
memenuhi 3. Makanan dan
kebersihan dan minuman
keamanan merupakan
lingkungan. kebutuhan sehari-
hari yang harus
dipenuhi untuk
menjaga
kelangsungan
perolehan energi.
Diberikan sesuai
dengan kebutuhan
pasien baik
jumlah, kalori, dan
waktu.
4. Keikutsertaan
keluarga
diperlukan untuk
menjaga hubungan
klien – keluarga.
Penjelasan perlu
agar keluarga
dapat memahami
peraturan yang ada
di ruangan.
5. Lingkungan yang
bersih dapat
mencegah infeksi
dan kecelakaan

D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai