Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPOGLIKEMIA

A. Pengertian
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek berawal
dari suatu gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa
menurun sampai tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme sistem saraf.
Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah rendah secara
abnormal, terjadi jika gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7 sampai 3,3
mmol/L) (Smelltzer & Bare, 2009).

B. Etiologi
1. Usia
Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut yang
sehat dan memiliki fungsi yang baik.
2. Kelebihan (ekses) Insulin
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi, konsumsi
glukosa yang berkurang, produksi glukosa endogen berkurang misalnya
setelah konsumsi alkohol, peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh
misalnya setelah berolahraga, peningkatan sensitivitas terhadap insulin,
penurunan ekskresi insulin misalnya pada gagal ginjal.
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang
Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja
belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi kadar gula
darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah
yang lebih rendah daripada orang normal
5. Obat - Obatan yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara
kerja meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan
terjadinya hipoglikemia. Obat- obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-

1
4 inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin
yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada pasien
diabetes.
7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar
gula darah turun melampaui batas normal ( 60 mg/dl ), tidak terjadi
fisiologi penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks
simpato adrenal.
8. Aktivitas Fisik/ Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan
diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan
pemakaian glukosa, dan kesehatan sistem kardiovaskuler.
9. Keterlambatan Asupan Glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia
karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi
dosis obat – obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena
berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori. (Davis SN, 2014).

2
C. Patofisiologi
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative

ataupun absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan

plasma glukosa. Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan

kadar glukosa darah, baik pada penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita

diabetes tipe II. Glukosa sendiri merupakan bahan bakar metabolisme yang

harus ada untuk otak. Efek hipoglikemia terutama berkaitan dengan sistem saraf

pusat, sistem pencernaan dan sistem peredaran darah (Kedia, 2011).

Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak.

Selain itu otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan

glukosa (dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena

itu, fungsi otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa

dan sirkulasi. Gangguan pasokan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem

saraf pusat sehingga terjadi penurunan suplay glukosa ke otak. Karena terjadi

penurunan suplay glukosa ke otak dapat menyebabkan terjadinya penurunan

suplay oksigen ke otak sehingga akan menyebabkan pusing, bingung, lemah

(Kedia, 2011).

Price (2010) mengutarakan bahwa hipoglikemia terjadi karena

ketidakmampuan hati memproduksi glukosa yang dapat disebabkan karena

penurunan bahan pembentuk glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan

hormonal. Pada pasien hipoglikemi, terdapat defisit sel β langerhans,

pengeluaran kedua hormon pengatur insulin dan glukagon benar-benar

terputus. Respon epinefrin terhadap hipoglikemi juga semakin melemah.

Frekuensi hipoglikemia berat, menurunkan batas glukosa sampai ke tingkat

plasma glukosa yang paling rendah.

3
Kombinasi dari ketiadaan glukosa dan respon epinefrin yang lemah

dapat menyebabkan gejala klinis ketidak sempurnaan pengaturan glukosa

yang meningkatkan resiko hipoglikemi berat. Penurunan respon epinefrin pada

hipoglikemi adalah sebuah tanda dari lemahnya respon saraf otonom yang

dapat menyebabkan gejala klinis ketidaksadaran pada hipoglikemi

Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi

jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak

serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran,

akral dingin, klien pingsan dan lemah (Shafiee, 2012).

Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system

hormonal, persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta

penggunaan glukosa oleh organ perifer. Insulin memegang peranan utama

dalam pengaturan kosentrasi glukosa darah. Apabila konsentrasi glukosa

darah menurun melewati batas bawah konsentrasi normal ( 60 mg/dl ),

hormon-hormon konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini, glucagon yang

diproduksi oleh sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan utama

terhadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon

pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan mengurangi

penggunaan glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang

disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam

hati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian

glukoneogenesis, sehingga terjadi penurunan energi akan menyebabkan

ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman, 2010).

Selain itu, pada pasien dengan hipoglikemia terjadi kematian

jaringan yang disebabkan karena kekurangan oksigen pada jaringan tersebut

4
yang bahkan dapat mengancam kehidupan. Keadaan ini terjadi karena

adanya gangguan pada hematologi / hemoglobin yang berperan sebagai

transport oksigen. Hemoglobin yang menurun akan mengakibatkan

kekurangan glukosa yang mempengaruhi kualitas transport oksigen. Terapi

oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui

saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Narsih, 2009).

5
D. Pathways
Aktivasi hormone insulin yang meninggi, kerusakan
hati dan ginjal, Overdosis antidiabetik

Sel Beta pankreas rusak/ terganggu

Produksi insulin menurun

Glukosa meningkat

Dosis insulin terlalu tinggi Diabetes Melitus Puasa/ intake kurang

HIPOGLIKEMIA
Glukagon meningkat Epineprin meningkat

Glikogenolisis

Defisit glikogen pada hepar


Resiko
ketidaksetabilan
kadar glukosa darah Gula darah menurun <60 mg/dl

Penurunan nutrisi jaringan otak

Respon Sistem Saraf Pusat

6
\
Respon Otak Respon Vegetatif
Kortek serebri kurang suplai energi <50mg/dl Adrenalin

Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak

Takikardi, pucat, gemeteran

Penurunan cardiac output

Hb Menurun & O2 ke paru-paru 2

Dispnea

Hiperventilasi Ketidakefektifan
pola napas
E. Klasifikasi Klinis Hipoglikemia

1. Ringan
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas sehari- hari
yang nyata
2. Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas sehari-
hari yang nyata
3. Berat
Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri karena
adanya gangguan kognitif (Setyohadi, 2012)

F. Tanda dan Gejala (Manifestasi Klinis)


1. Adrenergik
Pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas, gelisah,
sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia
Bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku, lemah,
disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus
bahaya. (Setyohadi, 2012)
G. Pemeriksaan penunjang
1. Gula Darah Puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa sebelum
diberi glukosa 75 jam gram oral dan nilai normalnya antara 70-110mg/ dl
2. Hemoglobin Glikosilasi (HbAIc)
Memberikan indeks rata-rata pengendalian glukosa darah selama 2-
3 bulan sebelumnya, target 7% atau kurang
3. Glukosa darah 2 jam post prandial (normal < 140 mg/dl/2 jam), kreatinin
4. Skrining lipid, target kadar kolesterol total <5,2 mmol/L dan trigliserida
puasa <2,0 mmol/L
5. Urin untuk mencari albumin dan mikroalbumin, serta leukositosis
(Rubenstein, Wayne, & Bradley, 2009)
H. Pengkajian primer
Pengkajian primer merupakan pengkajian yang dilakukan untuk
menentukan masalah yang mengancam nyawa seseorang, dimana dalam
proses pengkajian harus dengan cepat. Tujuan dari pengkajian ini adalah
untuk mengidentifikasi dan memperbaiki dengan segera masalah yang
mengancam kehidupan (Fluide, 2009). Tahapan dalam pengkajian primer:
1. Airway
Menilai akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi atau sumbatan jalan nafas akibat penumpukan
sekret akibat dari kelemahan reflek batuk. Jika terdapat obstruksi
maka melakukan suction, chin lift/ jaw trust, intubasi trakhea dengan leher
ditahan. Lihat adanya edema tracheal atau faringeal, reflek menelan dan
batuk menurun. Selain itu dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas
tambahan seperti snoring.
2. Breathing
Mengkaji fungsi pernafasan dengan menilai frekuensi nafas, apakah
ada penggunaan otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada dan adanya
sesak nafas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suaran nafas, kaji
adanya suara napas tambahan, dan kaji adanya trauma pada dadi. Jika
napas tidak memadai maka lakukan pemberian oksigen dan posisi
semifowler.
3. Circulation
Pengkajian meliputi status hemodinamik, warna kulit, dan nadi.
4. Disability
Menilai tingkat kesadaran menurut GCS, ukuran dan reaksi
pupil, serta fungsi neuromuskuler.
5. Exposure
Mengkaji kontrol terhadap lingkungan, lihat adanya
luka/ jejas.
(Thim, Krarup, Grove, Rohde, & Lofgren, 2012)

I. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah melakukan pengkajian primer.
Pengkajian sekunder dilakukan ketika klien tidak mengalami syok atau
kondisinya mulai membaik. Pengkajian ini meliputi:
1. Keluhan utama
2. Penampilan umum
3. Pengkajian nyeri (PQRST)
4. Riwayat penyakit/ pengkajian SAMPLE
a. S (Signs and Symptoms)
Tanda dan gejala terjadinya hipoglikemia.
b. A (Allergies)
Memastikan ada atau tidaknya alergi pada klien, seperti obat-obatan,
plester dan makanan tertentu.
c. M (Medications)
Obat-obatan yang dikonsumsi seperti sedang menjalani pengobatan
penyakit tertentu, dosis atau penyalahgunaan obat.
d. P (Past Illness)
Riwayat kesehatan klien misalnya penyakit yang pernah diderita, obat
yang pernah dikonsumsi, dan pengalaman penggunaan obat-obat
herbal.
e. L (Last meal)
Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, rentang waktu
konsumsi dengan kejadian, dan periode menstruasi bagi perempuan.
f. E (Event leading to injury or illness)

Hal-hal yang berasal dari luar dan bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
5. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah b.d gangguan status
kesehatan fisik (ketidakmampuan ginjal mensekresi insulin) (00179)
2. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan (adanya depresan pusat
pernapasan (00032)
3. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Kurangnya
suplai oksigen ke otak (00201)
4. Penurunan curah jantung (cardiac output) b.d perubahan kontraktilitas
(00029)

K. Intervensi keperawatan
1. Resiko ketidaksetabilan kadar glukosa darah b.d gangguan
status kesehatan fisik (ketidakmampuan ginjal mensekresi insulin)
(00179)
Intevensi Keperawatan
a. Management Hipoglikemia (20130)
1) Mengenali pasien dengan resiko hipoglikemia
2) Memantau gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat,
gugup,
3) Takikardi, palpitasi, mengigil, perubahan perilaku, coma.
4) Memberikan karbohidrat sederhana yang sesuai
5) Memberikan glukosa yang sesuai
6) Melaporkan segera pada dokter
7) Memberikan glukosa melalui IV
8) Memperhatikan jalan nafas
9) Mempertahankan akses IV
10) Lindungi jangan sampai cedera
11) Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya
12) Memberikan umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia
13) Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor
resiko, pencegahan hipoglikemia, dan manajemen diabetes.
14) Menganjurkan pasien memakan karbohidrat yang simple setiap
waktu

2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Kurangnya


suplai oksigen ke otak (00201)
Setelah dilakukan tindakan 3x7 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria hasil :
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada ortostatikhipertensi
c. Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
d. Menunjukan fungsi sensori motori cranial yang utuh: tingkat
kesadaran membaik, tidak ada gerakan involunter
Intervensi Keperawatan
Peripheral Sensation Management (2660)
1) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/ tajam/ tumpul
2) Monitor adanya paretese
3) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau
laserasi
4) Batasi gerakan pada kepala, leher, dan punggung
5) Monitor kemampuan BAB
6) Kolaborasi pemberian analgetik
7) Monitor adanya tromboplebitis
8) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi

3. Ketidakefektifan pola napas b.d keletihan (adanya depresan pusat


pernapasan) (00032)
Setelah dilakukan tindakan 3 x 7 jam diharapkan pasien
menunjukkan pola napas yang efektif dengan kriteria hasil:
a. Frekuensi napas dalam rentang normal, RR 16-20 kali/ menit
b. Klien tidak kesulitan bernapas
c. Tidak ada otot bantu pernapasan
d. Tidak ada pernapasan cupping hidung
e. Saturasi oksigen dalam batas normal
f. Saat diauskultasi tidak terdengar bunyi napas tambahan
Interveni keperawatan:

1) Airway management (3140)


a) Buka jalan nafas
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
c) Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
d) Lakukan fisioterapi dada jika perlu
e) Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
f) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
2) Oxygen therapy (3320)
a) Bersihkan mulut, hidung dan sekret trakea
b) Pertahankan jalan nafas yang paten
c) Atur peralatan oksigenasi
d) Monitor aliran oksigen
e) Pertahankan posisi pasien
f) Observasi adanya tanda-tanda hipoventilasi
g) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
3) Vital signs monitoring (6680)
a) Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b) Catat adanya fluktuasi tekanan darah
c) Monitor kualitas dari nadi
d) Monitor frekuensi dan irama pernafasan
e) Monitor sianosis perifer
4. Penurunan curah jantung (cardiac output) b.d perubahan
kontraktilitas (00029)
Setelah dilakukan tindakan 3x7 jam diharapkan masalah
penurunan curah jantung teratasi dengan kriteria hasil:
1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
respirasi)
2. Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites
4. Tidak ada penurunan kesadaran
Intervensi Keperawatan:
Cardiac Care (4040)

1) Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, dan durasi)


2) Catat adanya distritmia jantung
3) Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac output
4) Monitor status kardiovaskular
5) Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung
6) Monitor abdomen sebagai indikator penurunan perfusi
7) Monitor balance cairan
8) Monitor adanya perubahan tekanan darah
9) Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia
10) Atur periode latihan dan sitirahat untuk menghindari kelelahan
11) Monitor toleransi aktivitas pasien
12) Monitor adanya dyspnea, fatigue, takipnea, dan ortopnea
13) Anjurkan untuk menurunkan stress.
(Dochterman, 2008; Nuararif & Kusuma, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, J. M. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) (5th ed.).


Mosby: Elseiver.

Fluide, G. (2009). Emergency Medicine (5th ed.). Australia: Elseiver.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Morton, P. ., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2013). Keperawatan


Kritis (8th ed.). Jakarta: EGC.

Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Setyohadi, D. (2012). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam ( Emergency in Internal


Medicine). Jakarta: pusat penerbit ilmu penyakit dalam interna publishing.

Smelltzer, S. ., & Bare, B. . (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing.


Lippincot: Williams & wilkins.

Thim, T., Krarup, N. ., Grove, E. ., Rohde, C. ., & Lofgren, B. (2012). Initial


Assesment and Treatment with the Airway, Breathing, Circulation, Disability,
Exposure (ABCDE) Approach.

Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN. (2014). Exercise-Related


Hypoglycemia in Diabetes Mellitus. Expert Review End Ocrinology Metabolism, 6,
93–108.

Anda mungkin juga menyukai