Di Susun Oleh :
SAMARINDA
2020
A. PENGERTIAN
Hipoglikemia merupakan suatu kegagalan dalam mencapai batas normal kadar
glukosa darah (Kedia,2011).
Hipoglikemia merupakan suatu keadaan dimana kadar glukosa darah <60 mg/dl.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, hipoglikemia merupakan kadar glukosa darah
dibawah normal yaitu <60 mg/dl (McNaughton,2011)
Hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah merupakan keadaan dimana kadar
glukosa darah berada di bawah normal, yang dapat terjadi karena ketidakseimbangan
antara makanan yang dimakan, aktivitas fisik dan obat-obatan yang digunakan. Sindrom
hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis antara lain penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan menjadi kabur dan gelap, berkeringat dingin, detak jantung
meningkat dan terkadang sampai hilang kesadaran (syok hipoglikemia) (Nabyl, 2009).
Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang komplek berawal dari suatu
gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa menurun sampai tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolisme sistem saraf. Hipoglikemia merupakan keadaan
dimana kadar gula darah rendah secara abnormal, terjadi jika gula darah turun dibawah
50-60mg/dl (2,7 sampai 3,3 mmol/L) (Smelltzer & Bare, 2009).
B. ETIOLOGI
1. Usia, Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut yang sehat dan
memiliki fungsi yang baik.
2. Kelebihan (ekses) Insulin, Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu
tinggi, konsumsi glukosa yang berkurang, produksi glukosa endogen berkurang
misalnya setelah konsumsi alkohol, peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh
misalnya setelah berolahraga, peningkatan sensitivitas terhadap insulin, penurunan
ekskresi insulin misalnya pada gagal ginjal.
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan terganggunya
mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin saja belum tentu
menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi kadar gula darah yang
rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih rendah
daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja meningkatkan sekresi
insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya hipoglikemia. Obat- obat
tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4 inhibitor, glucagon-like peptide-1,
golongan glinide, golongan sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin yang
distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang normal dan
pasien diabetes
7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar gula darah turun
melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi penurunan kadar insulin dan pelepasan
glukagon, dan juga refleks simpato adrenal.
8. Aktivitas Fisik/ Olahraga
Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan diabetes.
Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan sensitivitas insulin
pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan pemakaian glukosa, dan kesehatan
sistem kardiovaskuler.
9. Keterlambatan Asupan Glukosa
Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia karena
terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi dosis obat – obatan
antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena berkurangnya asupan glukosa dari
saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh penurunan
glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya asupan kalori.
(Lefebvre PJ & Scheen AJ, 2003; Soeatmadji, 2008; Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN, 2011)
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala hipoglikemia menurut (Setyohadi, 2012) antara lain:
1. Adrenergik seperti: pucat, keringat dingin, takikardi, gemetar, lapar, cemas,
gelisah, sakit kepala, mengantuk.
2. Neuroglikopenia seperti bingung, bicara tidak jelas, perubahan sikap perilaku,
lemah, disorientasi, penurunan kesadaran, kejang, penurunan terhadap stimulus
bahaya.
D. PATOFISIOLOGI
Dalam diabetes, hipoglikemia terjadi akibat kelebihan insulin relative ataupun
absolute dan juga gangguan pertahanan fisiologis yaitu penurunan plasma glukosa.
Mekanisme pertahanan fisiologis dapat menjaga keseimbangan kadar glukosa darah,
baik pada penderita diabetes tipe I ataupun pada penderita diabetes tipe II. Glukosa
sendiri merupakan bahan bakar metabolisme yang harus ada untuk otak. Efek
hipoglikemia terutama berkaitan dengan sistem saraf pusat, sistem pencernaan dan
sistem peredaran darah (Kedia, 2011).
Glukosa merupakan bahan bakar metabolisme yang utama untuk otak. Selain itu
otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya menyimpan cadangan glukosa
(dalam bentuk glikogen) dalam jumlah yang sangat sedikit. Oleh karena itu, fungsi
otak yang normal sangat tergantung pada konsentrasi asupan glukosa dan sirkulasi.
Gangguan glukosa dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat sehingga terjadi
penurunan suplai glukosa ke otak. Karena terjadi penurunan suplai glukosa ke otak
dapat menyebabkan terjadinya penurunan suplai oksigen ke otak sehingga akan
menyebabkan pusing, bingung, lemah (Kedia, 2011).
Konsentrasi glukosa darah normal, sekitar 70-110 mg/dL. Penurunan konsentrasi
glukosa darah akan memicu respon tubuh, yaitu penurunan kosentrasi insulin secara
fisiologis seiring dengan turunnya konsentrasi glukosa darah, peningkatan
konsentrasi glucagon dan epineprin sebagai respon neuroendokrin pada kosentrasi
glukosa darah di bawah batas normal, dan timbulnya gejala- gejala neurologic
(autonom) dan penurunan kesadaran pada kosentrasi glukosa darah di bawah batas
normal (Setyohadi, 2012). Penurunan kesadaran akan mengakibatkan depresan pusat
pernapasan sehingga akan mengakibatkan pola nafas tidak efektif (Carpenito, 2007).
Batas kosentrasi glukosa darah berkaitan erat dengan system hormonal,
persyarafan dan pengaturan produksi glukosa endogen serta penggunaan glukosa oleh
organ perifer.Insulin memegang peranan utama dalam pengaturan kosentrasi glukosa
darah. Apabila konsentrasi glukosa darah menurun melewati batas bawah
konsentrasi normal, hormon-hormon konstraregulasi akan melepaskan. Dalam hal ini,
glucagon yang diproduksi oleh sel α pankreas berperan penting sebagai pertahanan
utama terhadap hipoglikemia. Selanjutnya epinefrin, kortisol dan hormon
pertumbuhan juga berperan meningkatkan produksi dan mengurangi penggunaan
glukosa. Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian
hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja dalam hati. Glukagon mulamula
meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis, sehingga terjadi
penurunan energi akan menyebabkan ketidakstabilan kadar glukosa darah (Herdman,
2010).
Penurunan kadar glukosa darah juga menyebabkan terjadi penurunan perfusi
jaringan perifer, sehingga epineprin juga merangsang lipolisis di jaringan lemak
serta proteolisis di otot yang biasanya ditandai dengan berkeringat, gemetaran, akral
dingin, klien pingsan dan lemah (Setyohadi, 2012).
Pelepasan epinefrin, yang cenderung menyebabkan rasa lapar karena rendahnya
kadar glukosa darah akan menyebabkan suplai glukosa ke jaringan menurun sehingga
masalah keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dapat muncul.(Carpenito,
2007).
E. PATHWAY
Glukosa meningkat
HIPOGLIKEMIA
Glukagon meningkat Epineprin meningkat
Glikogenolisis
Dispnea
Hiperventilasi
G. KOMPLIKASI
Komplikasi dari hipoglikemia pada gangguan tingkat kesadaran yang berubah
selalu dapat menyebabkan gangguan pernafasan, selain itu hipoglikemia juga dapat
mengakibatkan kerusakan otak akut. Hipoglikemia berkepanjangan parah bahkan dapat
menyebabkan gangguan neuropsikologis sedang sampai dengan gangguan
neuropsikologis berat karena efek hipoglikemia berkaitan dengan sistem saraf pusat
yang biasanya ditandai oleh perilaku dan pola bicara yang abnormal (Jevon, 2010)
dan menurut Kedia (2011) hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan
kerusakan otak yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai
kematian.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Kedia (2011), pengobatan hipoglikemia tergantung pada keparahan dari
hipoglikemia. Hipoglikemia ringan mudah diobati dengan asupan karbohidrat seperti
minuman yang mengandung glukosa, tablet glukosa, atau mengkonsumsi makanan
rigan. Dalam Setyohadi (2011), pada minuman yang mengandung glukosa, dapat
diberikan larutan glukosa murni 20- 30 gram (1 ½ - 2 sendok makan). Pada
hipoglikemia berat membutuhkan bantuan eksternal, antara lain (Kedia, 2011) :
1. Dekstrosa
Untuk pasien yang tidak mampu menelan glukosa oral karena pingsan,
kejang, atau perubahan status mental, pada keadaan darurat dapat pemberian
dekstrosa dalam air pada konsentrasi 50% adalah dosis biasanya diberikan
kepada orang dewasa, sedangkan konsentrasi 25% biasanya diberikan kepada
anak-anak.
2. Glukagon
Sebagai hormon kontra-regulasi utama terhadap insulin, glucagon adalah
pengobatan pertama yang dapat dilakukan untuk hipoglikemia berat. Tidak
seperti dekstrosa, yang harus diberikan secara intravena dengan perawatan
kesehatan yang berkualitas profesional, glucagon dapat diberikan oleh
subkutan (SC) atau intramuskular (IM) injeksi oleh orang tua atau pengasuh
terlatih. Hal ini dapat mencegah keterlambatan dalam memulai pengobatan
yang dapat dilakukan secara darurat.
I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN :
1. Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bernafas dengan bebas,ataukah ada
secret yang menghalangi jalan nafas. Jika ada obstruksi, lakukan :
· Chin lift/ Jaw thrust
· Suction
· Guedel Airway
· Instubasi Trakea
2. Breathing
Mengkaji fungsi pernafasan dengan menilai frekuensi nafas, apakah ada penggunaan
otot bantu pernafasan, retraksi dinding dada dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suaran nafas, kaji adanya suara napas tambahan, dan
kaji adanya trauma pada dada.
Bila jalan nafas tidak memadai, lakukan :
· Beri oksigen
· Posisikan semi Flower
3. Circulation
Menilai sirkulasi / peredaran darah
· Cek capillary refill
· Pemberian infus
· Auskultasi adanya suara nafas tambahan
· Segera Berikan Bronkodilator, mukolitik.
· Cek Frekuensi Pernafasan
· Cek adanya tanda-tanda Sianosis, kegelisahan
· Cek tekanan darah
Penilaian ulang ABC diperlukan bila kondisi pasien tidak stabil
4. Disability
Menilai tingkat kesadaran menurut GCS, ukuran dan reaksi pupil, serta fungsi
neuromuskuler.
5. Exposure
Mengkaji kontrol terhadap lingkungan, lihat adanya luka/ jejas.
(Thim, Krarup, Grove, Rohde, & Lofgren, 2012)
J. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keluhan utama
sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan
diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang,
sepsis.
2. Penampilan umum
3. Pengkajian nyeri (PQRST)
4. Riwayat penyakit/ pengkajian SAMPLE
a. S (Signs and Symptoms), Tanda dan gejala terjadinya hipoglikemia.
b. A (Allergies), Memastikan ada atau tidaknya alergi pada klien, seperti obat-
obatan, plester dan makanan tertentu.
c. M (Medications), Obat-obatan yang dikonsumsi seperti sedang menjalani
pengobatan penyakit tertentu, dosis atau penyalahgunaan obat.
d. P (Past Illness), Riwayat kesehatan klien misalnya penyakit yang pernah diderita,
obat yang pernah dikonsumsi, dan pengalaman penggunaan obat-obat herbal.
e. L (Last meal), Obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, rentang waktu
konsumsi dengan kejadian, dan periode menstruasi bagi perempuan.
f. E (Event leading to injury or illness), Hal-hal yang berasal dari luar dan
bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang menyebabkan adanya keluhan
utama)
5. Pemeriksaan fisik (Head to toe)
a. Kepala : mesochepal, tidak ada lesi, tidak ada hematoma, tidak adanyeri tekan
b. Rambut : warna hitam, kusut, tidak ada kebotakan
c. Mata : pengelihatan normal, diameter pupil 3, sclera ikterik, konjungtiva
anemis, pupil isokor
d. Hidung : bentuk simertis, tidak ada perdarahan, tidak ada secret, terpasang O2
nasal 5 liter/menit
e. Telinga : bentuk normal, pendengaran normal, tidak ada secret,tidak ada
perdarahan
f. Mulut dan gigi : mukosa kering, mulut bersih
g. Leher : tidak ada pembesaran tyroid, nadi karotis teraba, tidak ada
pembesaran limfoid
h. Thorax :
I : ekspansi dada tidak simetris, tidak ada luka, frekuensi nafas tidak teratur
P : tidak ada udema pulmo
P : ada nyeri tekan dada kiri
A : bunyi jantung S1,S2 tunggal, bunyi paru ronchi
i. Abdomen :
I : tidak ada luka, tidak ada asites
A : bising usus normal 10 x/menit
P : suara timpani
P : ada pembesaran hati, tidak ada nyeri tekan
j. Ekstermitas : kekuatan otot 3 3
k. ROM : akral hangat, tidak terdapat edem dan lesi
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
2. Penurunan curah jantung
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif
4. Ketidaksetabilan kadar glukosa darah
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
SDKI SLKI SIKI
Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
efektif Kode : L.01011 Kode : I.01011
Kode : D.0001 Difinisi : Difinisi :
Kategori : fisiologis Kemampuan membersihkan Mengidentifikasi dan
Definisi : ketidak mampuan secret atau obstruksi jalan mengelola kepatenan jalan
membersihkan secret atau napas untuk napas.
obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan Tindakan :
mempertahankan jalan napas tetap paten Observasi :
napas tetap paten 1.Monitori bunyinapas
Penyebab : Sekresi yang Kriteria hasil : tambahan (mis, gurling,
tertahan 1.Frekuensi napas (4) mengi, wheezing ronkhi
Gejala dan tanda mayor : 2. pola napas (4) kering)
Subjektif : 2. monitori pola napas
- Terapeutik :
Objektif : 1. Lakukan pengisapan
Sputum lendir kurang dari 15
berlebihan/obstruksi di jalan detik
napas 2.Berikan oksigen
Gejala dan tanda minor :
Objektif :
1. Pola napas berubah
2. Frekuensi napas berubah
Penurunan curah jantung Perfusi serebral Pemantauan tanda vital
Kode : D.0008 Kode : L.02014 Kode : I.02060
Definisi : ketidakadekuatan Definisi : keadekuatan Definisi : mengumpulkan
jantung memompa darah aliran darah serebral untuk dan menganalisis data hasil
untuk memenuhi kebutuhan menunjang fungsi otak pengukuran fungsi vital
metabolism tubuh Kriteria hasil : kardiovaskuler, pernapasan
1.Tingkat kesadaran (4) dan suhu tubuh
2.Tekanan darah sistolik Tindakan :
(4) Observasi :
3.Tekanan darah diastolic 1. Monitor TD
(4) 2. Monitor nadi
3. Monitor pernapasan
4. Identifikasi penyebab
perubahan tanda vital
Resiko perfusi serebral Perfusi serebral Pemantauan tekanan
tidak efektif Kode : L.02014 intracranial
Kode : D.0017 Definisi : keadekuatan Kode : I.06198
Definisi : beresiko aliran darah serebral untuk Definisi : mengumpulkan
mengalami penurunan menunjang fungsi otak dan menganalisis data
sirkulasi darah ke otak Kriteria hasil : terkait regulasi tekanan di
1.Tingkat kesadaran (4) dalam ruang intracranial
2.Tekanan darah sistolik Tindakan :
(4) Observasi :
3.Tekanan darah diastolic 1. Monitor peningkatan
(4) TD
2. Monitor iregulasi irama
napas
Terapeutik :
3. Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
Ketidakstabilan kadar Kestabilan kadar glukosa Manajemen hipoglikemia
glukosa darah darah Kode : I.03115
Kode : D.0027 Kode : L.05022 Definisi : mengidentifikasi
Kategori : hipoglikemia Definisi : Kadar glukosa dan mengelola kadar
Definisi : variasi kadar darah dalam rentang normal glukosa darah rendah
glukosa darah naik/turun Kriteria hasil : Tindakan :
dari rentang normal 1. Kesadaran (4) Observasi :
Penyebab : penggunaan 2. Pusing (2) 1. Identifikasi tanda dan
obat glikemik oral 3. Kesulitan bicara (2) gejala hipoglikemia
Gejala tanda mayor : Kadar glukosa dalam darah Terapeutik :
Subjektif : pusing (4) 2. Pertahankan kepatenan
Gejala tanda minor : jalan napas
Objektif : kesadaran 3. Pertahankan akses IV
menurun Edukasi :
4. Ajarkan perawatan
mandiri untuk
mencegah hipoglikemia
Kolaborasi :
5. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
6. Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
M. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 6. Jakarta : EGC
Eko, Wahyu. 2012. Penyakit Penyebab Kematian Tertinggi di Indonesia. diakses tanggal 12 Oktober
2012. Jam 19.30. http://www.kpindo.com/artikel
Herdman, Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-
2011. Jakarta: EGC
Jevon, Philip. 2010. Basic Guide To Medical Emergencies In The Dental Practice. Inggris: Wiley
Blackwell
Kedia, Nitil. 2011. Treatment of Severe Diabetic Hypoglycemia With Glucagon: an Underutilized
Therapeutic Approach. Dove Press Journal
McNaughton, Candace D. 2011. Diabetes in the Emergency Department: Acute Care of Diabetes
Patients. Clinical Diabetes
RA, Nabyl. 2009. Cara mudah Mencegah Dan Mengobati Diabetes Mellitus. Yogyakarta : Aulia Publishing
Setyohadi, Bambang. 2011. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam
Dochterman, J. M. (2008). Nursing Interventions Classification (NIC) (5th ed.). Mosby: Elseiver.
Graham, C. ., & Parke, T. R. . (2004). Critical Care in The Emergency Department: Shock and Circulatory
Support. Emerg Med, 22(1), 17–21.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.
Lefebvre PJ, & Scheen AJ. (2003). Hypoglycemia (6th ed.). New York: Mc Graw Hill.
Morton, P. ., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2013). Keperawatan Kritis (8th ed.). Jakarta: EGC.
Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.
Rubenstein, D., Wayne, D., & Bradley, J. (2007). Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.
Smelltzer, S. ., & Bare, B. . (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing. Lippincot: Williams & wilkins.
Soeatmadji, D. (2008). Hipoglikemia Iatrogenik (5th ed.). Jakarta: Pusat Penerbitan Depa rtemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
Thim, T., Krarup, N. ., Grove, E. ., Rohde, C. ., & Lofgren, B. (2012). Initial Assesment and Treatment with
the Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure (ABCDE) Approach.
Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN. (2011). Exercise-Related Hypoglycemia in Diabetes
Mellitus. Expert Review End Ocrinology Metabolism, 6, 93–108.
LAPORAN PRESENTASI ASKEP DAN JURNAL STASE KEPERAWATAN KRITIS
Di Susun Oleh :
SAMARINDA
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dengan limpahan rahmad dan karunia-
nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini dengan judul “Laporan Presentasi Askep dan
Jurnal”.
Laporan ini dibuat berdasarkan bermacam sumber buku – buku refrensi, media elektronik,
dan dari hasil pemikiran penyusun sendiri.
Selama penyusunan laporan ini penyusun banyak mendapatkan masukan dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu penyusunan mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ns. Marina Kristi Layun Rining, S.Kep., M.Kep. Selaku dosen koordinator dan
pembimbing keperawatan Gawat darurat dan kritis di Institut Teknologi Kesehatan
dan Sains Wiyata Husada Samarinda.
2. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan kepada penyusun
Baik bersifat moril maupun material.
3. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat dijadikan acuan
terhadap penyusunan laporan berikut-berikutnya.
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB V KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling sering muncul pada penderita
diabetes mellitus. Hipoglikemia adalah menurunnya kadar glukosa darah yang
menyebabkan kebutuhan metabolik yang diperlukan oleh sistem saraf tidak cukup
sehingga timbul berbagai keluhan dan gejala klinik (Admin, 2012). Hipoglikemia
berdampak serius pada morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup. The diabetes Control
and Complication Trial (DCCT) melaporkan diperkirakan 2-4% kematian orang dengan
diabetes tipe 1 berkaitan dengan hipoglikemia. Hipoglikemia juga umum terjadi pada
penderita diabetes tipe 2, dengan tingkat prevalensi 70-80% (Setyohadi, 2011).
Hipoglikemia merupakan penyakit kegawatdaruratan yang membutuhkan pertolongan
segera, karena hipoglikemia yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak
yang permanen, hipoglikemia juga dapat menyebabkan koma sampai dengan kematian
(Kedia, 2011). Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil kasus tentang
hipoglikemia di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
Protokol perawatan hipoglikemia yang disahkan oleh Perkumpulan Endokrinologi
Indonesia (PERKENI) untuk memberikan 20% dekstrosa (D) sebanyak 50 mL (jika
dipaksa, D40% dapat diberikan sebanyak 25 mL), diikuti oleh D5 % atau D10% infus. 6
Faktanya, ada dua cara berbeda yang ditemukan dalam pemberian D40%, sebagai satu-
satunya solusi dekstrosa yang tersedia di Indonesia, untuk pasien hipoglikemik, melalui
infus dan bolus intravena (iv).
B. Tujuan
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antara infus intravena dan bolus intravena
terhadap respon gula darah pascakoreksi dalam pemberian dextrose 40% pada pasien
yang mengalami penurunan kesadaran akibat hipoglikemia.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
DO : didapatkan suaran
nafas tambahan gurgling,
dinding dada pasien bergerak
cepat dan teratur RR
24X/menit
c. Diagnosa Keperawatan
Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penggunaan obat glikemik oral
Resiko perfusi perifer tidak efektif b.d hipertensi
Bersihan jalan napas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan
d. Intervensi Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Ketidakstabilan kadar Kestabilan kadar Manajemen hipoglikemia
glukosa darah glukosa darah Kode : I.03115
Kode : D.0027 Kode : L.05022 Definisi : mengidentifikasi
Kategori : hipoglikemia Definisi : Kadar glukosa dan mengelola kadar
Definisi : variasi kadar darah dalam rentang glukosa darah rendah
glukosa darah naik/turun normal Tindakan :
dari rentang normal Kriteria hasil : Observasi :
Penyebab : penggunaan 4. Kesadaran (4) 7. Identifikasi tanda dan
obat glikemik oral 5. Pusing (2) gejala hipoglikemia
Gejala tanda mayor : 6. Kesulitan bicara (2) Terapeutik :
Subjektif : pusing 7. Kadar glukosa dalam 8. Pertahankan
Gejala tanda minor : darah (4) kepatenan jalan napas
Objektif : kesadaran 9. Pertahankan akses IV
menurun Edukasi :
10. Ajarkan perawatan
mandiri untuk
mencegah
hipoglikemia
Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian
dekstrose, jika perlu
12. Kolaborasi pemberian
glucagon, jika perlu
Resiko perfusi perifer Perfusi perifer Perawatan sirkulasi
tidak efektif Kode : L.02011 Kode : I.02079
Kode : D.0015 Definisi : keadekuatan Definisi : mengidentifikasi
Definisi : beresiko aliran darah pembuluh dan merawat area local
mengalami penurunan darah distal untuk dengan keterbatasan
sirkulasi darah pada level mempertahankan jaringan sirkulasi perifer
kapiler yang dapat Kriteria hasil : Tindakan :
mengganggu metabolism 1. Kelemahan otot (4) Observasi :
tubuh 2. Tekanan darah 1. Periksa sirkulasi
Penyebab : hipertensi sistolik (4) perifer
3. Tekanan darah 2. Identifikasi factor
diastolic (4) resiko gangguan
sirkulasi
3. Monitor panas,
kemerahan, nyeri, atau
bengkak pada
ekstermitas
Edukasi :
4. Anjurkan berolahraga
rutin
Bersihan jalan napas Bersihan jalan napas Manajemen jalan napas
tidak efektif Kode : L.01011 Kode : I.01011
Kode : D.0001 Difinisi : Difinisi :
Kategori : fisiologis Kemampuan Mengidentifikasi dan
Definisi : ketidak membersihkan secret atau mengelola kepatenan jalan
mampuan membersihkan obstruksi jalan napas napas.
secret atau obstruksi jalan untuk mempertahankan Tindakan :
napas untuk jalan napas tetap paten Observasi :
mempertahankan jalan 1.Monitori bunyinapas
napas tetap paten Kriteria hasil : tambahan (mis, gurling,
Penyebab : Sekresi yang 1.Frekuensi napas (4) mengi, wheezing ronkhi
tertahan 2. pola napas (4) kering)
Gejala dan tanda mayor 2. monitori pola napas
: Terapeutik :
Subjektif : 3. Lakukan
- pengisapan lendir
Objektif : kurang dari 15
Sputum detik
berlebihan/obstruksi di 4.Berikan oksigen
jalan napas
Gejala dan tanda minor :
Objektif :
1. Pola napas berubah
2. Frekuensi napas berubah
BAB III
ANALISIS JURNAL
A. Deskripsi Topik Jurnal
Hipoglikemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan kerusakan irreversibel dari
otak sampai kematian, oleh karena itu setelah kadar glukosa darah bebas (GDS) sudah
didapatkan (GDS < 70 mg/dL) penangananan yang difokuskan untuk meningkatkan kadar
glukosa plasma harus segera dilaksanakan, baik dengan asupan makanan oral, dekstrosa
intravena, atau glukagon intramuscular (McNaughton, 2011). Penanganan secara oral
harus sebisa mungkin dilakukan. Jumlah asupan oral yang dianjurkan pada orang dewasa
adalah sekitar 20 gram, setiap 5 gram glukosa meningkatkan sekitar 15 mg/dL kadar
glukosa darah (Gabriely, 2004). Asupan oral yang dapat diberikan antara lain, pisang,
madu, permen, tablet glukosa atau 100-150 ml minuman manis (non-diet cola, teh manis,
atau minuman berglukosa lainnya). Konsumsi protein bukan penanganan yang efektif
untuk hipoglikemia dan konsumsi makanan manis yang juga tinggi lemak (seperti es
krim) dapat menghambat absorbs karbohidrat, oleh karena itu sebaiknya yang diberikan
adalah glukosa murni.
Intravena dekstrosa merupakan terapi lini pertama pada pasien dengan penurunan
kesadaran yang tidak dapat menerima asupan oral. Pemberian glukosa secara intravena
harus diberikan dengan perhatian.
Pasien hipoglikemia yang menerima larutan pekat dekstrosa 40% (D40%) dalam
proses koreksinya perlu menghindari lonjakan gula darah yang berlebih. Cara pemberian
D40% diberikan dengan dua cara yang berbeda yaitu melalui intravena infus (iv infus)
dan intravena bolus (iv bolus), dan efek dari kedua jenis pemberian tersebut belum
diketahui. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan efek protokol manajemen
hipoglikemia dengan larutan pekat D40% secara iv infus dan iv bolus terhadap respon
gula darah pascakoreksi di dua rumah sakit dengan protokol yang berbeda. Penelitian
analitik komparatif secara potong lintang ini dilakukan secara retrospektif di RS St.
Carolus (kelompok iv infus D40%) dan RS Bella (kelompok iv bolus D40%).
Respon gula darah, dalam bentuk koefisien variasi dan derajat overkoreksi,
dibandingkan antara kedua kelompok. Median kenaikan gula darah pada kelompok iv
infus D40% 69,5 (3–195) mg/dL (n=60 pasien) dan kelompok iv bolus D40% 77 (15–
249) mg/dL (n=62 pasien) (p=0,259). Koefisien variasi dengan iv infus adalah 47,18%
dan iv bolus 52,75%. Median derajat overkoreksi iv infus D40% lebih rendah
dibandingkan iv bolus D40%, dengan masing-masing 10% (0–138%) dan 23% (0–195%).
Kedua cara pemberian D40% tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat
overkoreksi (uji Mann-Whitney; p=0,099). Pemberian iv infus dan bolus D40% tidak
memiliki pengaruh terhadap respon gula darah pascakoreksi.
B. Tabel Summary
NO Judul Jurnal Terkait Pembahasan Hasil Metode
1. Yuriani, Retnosari Andarajati, “Perbandingan Efek Ini adalah studi cross-
Laurentius A. Pramono. (2019). Protokol Manajemen
sectional komparatif yang
Comparison of Effects of the Hipoglikemia dengan
Hypoglycemia Management Larutan Pekat Dekstrosa dilakukan di Rumah Sakit
Protocol with 40% Dextrose 40% secara Intravena Infus
St. Carolus (kelompok
Concentrated Solution to the dan Intravena Bolus
Post-correction Blood Sugar terhadap Respon Gula infus D40% iv) dan
Response through Intravenous Darah Pascakoreksi”
Rumah Sakit Bella
Infusion and Intravenous Bolus Penelitian ini dilakukan di 2
DOI : rumah sakit berbeda, yaitu (kelompok D40% iv
10.15416/ijcp.2019.8.2.99 di Rumah Sakit St. Carolus
bolus). Penelitian ini telah
ISSN : 2252-6218 (kelompok infus D40% iv)
dan Rumah Sakit Bella disetujui secara etis oleh
(kelompok bolus D40% iv).
Komite Etika Penelitian
Hasil dari penelitian ini
menyatakan bahwa, dari Fakultas Kedokteran
Kedua protokol D40% Universitas Indonesia
tidak memiliki korelasi
yang signifikan dengan (10343 / UN2.F1 / ETIK /
tingkat overcorrection 2018).
(uji Mann-Whitney; p = Pasien dewasa
0,099). D40% iv infus
dan pemberian bolus dimasukkan jika mereka
tidak berpengaruh dirawat di gawat darurat
terhadap respon gula
(UGD) atau ruang rawat
darah pasca koreksi.
inap dengan hipoglikemia
menerima D40%. Untuk
kelompok infus iv, D40%
harus diencerkan dengan
NaCl 0,9% untuk
memastikan jumlah
dekstrosa yang sama
diberikan antara
kelompok. Pengenceran
dengan NaCl 0,9%
menghasilkan larutan
dekstrosa yang kurang
terkonsentrasi. Oleh
karena itu, diakui bahwa
larutan tidak lagi
konsentrasi 40%, tetapi
jumlah total dekstrosa
yang diberikan, 20 gram,
masih sama antara
kelompok yang
dibandingkan.
2. Mesa Sukmadani Rusdi, “Pengaruh Hipoglikemia Desain penelitian ini
Helmice Afriyeni. (2019). pada Pasien Diabetes
adalah cross sectional
Effects of Hypoglycemia on Melitus Tipe 2 terhadap
Patients with Type 2 Diabetes Kepatuhan Terapi dan study atau studi potong
Mellitus on Therapy Adherence Kualitas Hidup” Data yang
lintang dengan subyek
and Quality of Life diperoleh akan diolah
ISSN : 2656-3088 secara statistik dengan penelitian pasien DM Tipe
menggunakan Uji Chi
2 dewasa yang memiliki
Square. Pada penelitian ini
belum bisa membuktikan riwayat hipoglikemia dan
hubungan hipoglikemia
menggunakan obat Anti
terhadap kepatuhan terapi
(p = 0,756; p>0,05) dan Diabetes Oral (ADO) lebih
kualitas hidup pasien
dari 6 bulan. Pasien
(p=0.143; p> 0,05).
Ketakutan terhadap tersebut dibagi menjadi 3
kejadian hipoglikemia bisa
grup.
berpengaruh terhadap
kepatuhan terapi, dan teknik penarikan sampel
kualitas hidup, serta
pada penelitian ini
komplikasi DM di masa
datang. consecutive sampling,
yaitu proses penarikan
sampel berdasarkan
kriteria yang telah
ditetapkan oleh peneliti
sampai pada kurun waktu
tertentu. Selama periode
tersebut, terdapat 100
sampel pasien yang masuk
ke dalam kriteria inklusi.
C. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian
Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke
vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium),
nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. (Wahyuningsih, 2005 : 68)
Infus adalah tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada
pasien untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan
pengobatan dan pemberian makanan.
Dextrose atau glukosa adalah obat dengan fungsi untuk menyediakan cairan yang
membawa gula ke dalam tubuh saat anda tidak dapat meminum cairan yang cukup
atau saat cairan tambahan dibutuhkan. Obat ini juga dapat digunakan untuk
memberikan obat suntik lainnya.
Glukosa, atau gulamonosakarida, adalah salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi seluruh makhluk hidup. Glukosa merupakan
salah satu hasil utama fotosintesis dan awal bagi respirasi. Bentuk alami (D-glukosa)
disebut juga dekstrosa, terutama pada industri pangan.
2. Infuse Dekstrosa
a. Komposisi
Glukosa = 50 gr/l (5%), 100 gr/l (10%), 200gr/l (20%).
Komposisinya adalah glukosa anhydrous dalam air untuk injeksi. Larutan dijaga
pada ph antara 3,5 sampai 6,5 dengan natrium bikarbonat.
b. Kemasan : 100, 250, 500 ml
c. Indikasi
Sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk keperluan hidrasi
selama dan sesudah operasi. Diberikan pada keadaan oliguria ringan sampai
sedang.
d. Kontraindikasi
Hiperglikemia. Adverse Reaction : injeksi glukosa hipertonikdengan Ph rendah
dapat menyebabkan iritasi pada pembuluh darah dan tromboflebitis.
e. Sub kelas terapi : parenternal
f. Kelas terapi : larutan, elektrolit, nutrisi, dll
g. Dosis pemberian
Larutan dextrose 10% adalah hipertonik dan sebaliknya diberikan dengan kateter pada
vena sentral yang besar. Jia digunakan vena perifer, dipilih vena besar pada lengan dan
bila memungkinkan tempat infuse harus dipindah-pindah tiap hari. Kecuali pada
penanganan emergency hipoglikemia berat, konsentrasi dextrose yang lebih tinggi (20%
keatas) harus diberikan melalui vena sentral dan hanya setelah dilakukan dilusi yang
tepat.
3. Tata laksana Hipoglikemia, sebagaimana dikutip langsung dari buku Clinical Pathway yang
diterbitkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) tahun
2015 adalah pemberian gula murni sebesar 30 gram (2 sendok makan) atau sirup-permen gula
murni pada pasien sadar atau stadium permulaan, dan penggunaan protokol sebagai berikut
untuk pasien tidak sadar:
Pemberian larutan Dekstrosa 40% sebanyak 50 ml dengan bolus intravena (IV)
Pemberian cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf (500 cc).
Periksa GDS, bila :
GDS < 50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
Periksa GDS setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%, bila:
GDS <50 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 50 ml IV
GDS <100 mg/dl, berikan bolus Dekstrosa 40% 25 ml IV
GDS 100-200 mg/dl, tanpa bolus Dekstrosa 40%
GDS >200 mg/dl, pertimbangkan menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%
Setelah poin no (4), dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl, lakukan
pemantauan GDS setiap 2 jam dengan protokol no (4).
Setelah poin no (5) dilakukan 3 kali berturut-turut hasil GDS > 100 mg/dl, lakukan
pemantauan GDS setiap 4 jam dengan protokol no (5).
Bila GDS > 100 mg/dl sebanyak 3 kali berturut-turut, sliding scale setiap 6 jam: GDS <
200 mg/dl, jangan berikan insulin
GDS 200-250 mg/dl, berikan 5 unit insulin
GDS 250-300 mg/dl, berikan 10 unit insulin
GDS 300-350 mg/dl, berikan 15 unit insulin
GDS > 350 mg/dl, berikan 20 unit insulin
Bila hipoglikemia belum teratasi, pertimbangka pemberian antagonis insulin, seperti:
Deksametason 10 mg IV bolus, dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Manitol 1,5-2 g/KgBB
IV setiap 6-8 jam. Cari penyebab lain penurunan kesadaran.
BAB IV STANDAR OPERASIONAL
Cairan dekstrose adalah cairan hipertonik yang tersusun atas Glukosa = 50 gr/l (5%), 100
gr/l (10%), 200gr/l (20%). Komposisinya adalah glukosa anhydrous dalam air untuk injeksi.
Cairan dekstrosa digunakan sebagai cairan resusitasi pada terapi intravena serta untuk
keperluan hidrasi selama dan sesudah operasi. Kontraindikasi pemberian cairan dekstrosa
adalah keadaan hiperglikemia dan koma diabetikum.
Cairan dekstrosa sebaiknya diberikan dngan kateter pada vena sentral yang besar.
Kecepatan infuse pada orang sehat adalah 0,5g/kg/jam untuk tanpa menimbulkan glikosuria.
Kecepatan maksimum pemberian infuse dekstrosa tidak boleh melebihi 0,8 g/kg/jam. Dosis
dekstrose tergantung pada usia, berat badan dan keseimbangan cairan, elektrolit, glukosa dan
asam basa dari pasien.
Efek samping yang sering terjadi : injeksi dekstrose, khususnya jika hipertonik dapat
menurunkan ph dan dapat menyebabkan iritasi vena dan trombophlebitis. Hiperglikemia dan
glukosuria dapat terjadi pada pemberian dengan kecepatan lebih dari 0,5 g/kg/jam.
Penggunaan jangka lama dapat menimbulkan gangguan keseimbangan cairan dan asam basa
serta pengenceran konsentrasi elektrolit, yang dapat menimbulkan udem, hipoglikemia,
hipomegnesia, dan hipofosfatemia. Dapat juga terjadi defisiensi vitamin B kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Haditama, M., 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan Hipoglikemia Pada Pasien
DM di Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi. Surakarta
Huang, I., 2016. Tatalaksana Penurunan Kesadaran Pada Penderita Diabetes Mellitus.
Tanggerang. ISSN : 1978-3094
Sukmadani, M., 2019. Effects of Hypoglycemia on Patients with Type 2 Diabetes Mellitus on
Therapy Adherence and Quality of Life. ISSN : 2656-3088
Wahyuningsih, E. and Subekti, N.B., 2005. Pedoman Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
Yuriani. 2019. Comparison of Effects of the Hypoglycemia Management Protocol with 40%
Dextrose Concentrated Solution to the Post-correction Blood Sugar Response through
Intravenous Infusion and Intravenous Bolus. DOI : 10.1541/ijcp.2019.8.2.99