Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA LANSIA Ny.

K DENGAN

HIPERTENSI DI DESA LEMBANG RT 04 RW 05

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :

Kethleen.Riupassa 1853064

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS KEPRAWATAN

UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA


BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih

karuniaNya pada kita semua sehinga kita masih di berikan nadas hidup, kesehatan dan kekuaatan

pada kita semua terlebih khusus pada kami penulis sehingga Ddapat menyelesaikan masalah

makalah ini tepat waktu.

penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing kami Masta

Haro, S.Kep,Ners.,M.H.Kes atas bimbingan yang sudah diberikan pada saya sehingga saya

dapat meneyelesaikan makalah ini dengan baik. Tak lupa juga kami mengucapkan terimah kasih

kepada Puskesmas Lembang serta Ibu Tanti karena telah mengayomi saya.

Saya menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya ada banyak kekurangan dan

kesalahan baik dalam penyusunan maupun segi penulisan, untuk itu, kritik dan saran yang

membangun dari pembaca sangat kami perlukan untuk perbaikan di masa akan datang.

Bandung, 13 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR. ..........................................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………….
1.4 Manfaat ................................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS ...........................................................................................
2.1 Lanjut Usia…………………………………………………………………………
2.1.1 Pengertian Lanjut……………………………………………………………
2.1.2 Batas Lansia ………………………………………………………………...
2.1.3 Perubahan – perubahan yang terjadi pada lansia……………………………
2.2 Hipertensi………………………………………………………………………….
2.2.1 Pengertian Hipertensi……………………………………………………….
2.2.2 klasifikasi Hipertensi………………………………………………………..
2.2.3 Jenis Hipertensi……………………………………………………………..
2.2.4 Gejala Hipertensi……………………………………………………………
2.2.5 Patofisiologi Hipertensi…………………………………………………….
2.2.6 Pathway Hipertensi…………………………………………………………
2.2.7 Komplikasi Hipertensi………………………………………………………
2.2.8 Cara Pecegahan Hipertensi……………………………………………….....
2.2.9 Pemeriksaan penunjang……………………………………………………..
2.2.10 Penatalaksanaan…………………………………………………………...
BAB III ISI…………………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………...........
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipertensi menjadi momok bagi sebagian besar penduduk dunia termasuk Indonesia. Hal

ini karena secara statistik jumlah penderita yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Berbagai

faktor yang berperan dalam hal ini salah satunya adalah gaya hidup modern. Pemilihan makanan

yang berlemak, kebiasaan aktifitas yang tidak sehat, merokok, minum kopi serta gaya hidup

sedetarian adalah beberapa hal yang disinyalir sebagai faktor yang berperan terhadap hipertensi

ini. Penyakit ini dapat menjadi akibat dari gaya hidup modern serta dapat juga sebagai penyebab

berbagai penyakit non infeksi. Hal ini berarti juga menjadi indikator bergesernya dari penyakit

infeksi menuju penyakit non infeksi, yang terlihat dari urutan penyebab kematian di Indoensia.

Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke dan gagal ginjal. Disebut

sebagai “pembunuh diam-diam” karena orang hipertensi sering tidak menampakkan gejala.

Institute Nasional Jantung, Paru dan Darah memperkirakan separuh orang yang menderita

hipertensi tidak sadar akan kondisinya. Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus

dipantau teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup.

Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka

menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya.

Misalnya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder),

seperti penyempitan arteri renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ,

tumor dan kehamilan.

Hipertensi merupakan risiko morbiditas dan mortalitas premature, yang meningkat sesuai

dengan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik. Laporan Joint Nationale Committee on
Detection Evaluation and Treatment of High Blood Presure (1993) yang kelima mengeluarkan

panduan baru mengenai deteksi, evaluasi dan penanganan hipertensi. Komite ini juga

memberikan klasifikasi tekanan darah pada individu berumur 18 tahun ke atas, yang akan sangat

berguna sebagai kriteria tindak lanjut bila digunakan berdasarkan pemahaman bahwa diagnosis

didasarkan pada rata-rata dua pengukuran yang dilakukan secara terpisah.

Lansia adalah mereka yang telah berusia 65 tahun ke atas. Masalah yang biasa dialami

lansia adalah hidup sendiri, depresi, fungsi organ tubuh menurun dan mengalami menopause.

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan

akan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat, dan ada pula yang mengidap penyakit kronis. Di

samping itu, sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri, sementara sebagian lansia

sangat bergantung pada “belas kasihan” orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka yang tergolong

aktif biasanya tidak berbeda dengan orang dewasa sehat. Namun penuaan sangat berpengaruh

terhadap kesehatan jika asupan gizi tidak dijaga.

Di Indonesia, prevalensi penyakit degeneratif sangat rentan terkena pada lansia.

Prevalensi hipertensi pada tahun 2030 diperkirakan meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi

tahun 2010. Data tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak 81,5% penderita hipertensi

menyadari bahwa bahwa mereka menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan

52,5% pasien yang tekanan darahnya terkontrol (tekanan darah sistolik). Sekitar 69% pasien

serangan jantung, 77% pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita

hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg. Hipertensi menyebabkan kematian pada 45%

penderita penyakit jantung dan 51% kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008

(WHO, 2013).
menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, tingkat prevalensi beberapa penyakit tidak

menular di Jawa Barat mendekati bahkan lebih tinggi dibandingkan prevalensi PTM

nasional.Penyakit tersebut antara lain hipertensi 29,4 persen dibandingkan nasional 25,8 persen,

diabetes melitus 2,0 persen dibandingkan nasional 2,3 persen, penyakit jantung koroner 1,6

persen dibandingkan nasional 1,5 persen, gagal ginjal kronis 0,3 persen dibandingkan nasional

0,2 persen, stroke 12,0 persen dibandingkan nasional 12,1 persen, dan obesitas 15,2

perbandingkan nasional 15,4 persen.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat kami ambil, yaitu:

1. Apa penyebab, patofisiologi etiologi dan tanda serta gejala dari hipertensi?

2. Bagaimana penerapan gizi pada penderita hipertensi?

Bagaimana asuhan keperawatan keluarga pada pasien dengan penyakit hipertensi?

1.3 TUJUAN

1. Tujuan Umum

Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit hipertensi.

2. Tujuan Khusus

a. mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami gangguan

rasa nyaman (nyeri).

b. mampu memberikan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami risiko jatuh.

1.4 MANFAAT

1. Manfaat Teoritis
2. Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hipertensi seperti kualitas

tidur sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam mengembangkan terapi

hipertensi non farmakologi agar tidak meningkaktan nyeri pada lansia.

3. Bagi Petugas Kesehatan

Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan informasi bagi

petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada lansia terhadap tingkat

kekambuhan pada pasien hipertensi.

4. Bagi lansia

Dapat meningkatkan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan kontrol untuk

meningkatkan rasa nyaman.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Pengertian lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan

manusia. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang

kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih

dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Berdasarkan defenisi secara umum, seseorang

dikatakan lanjut usia (lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu

penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai

dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.

Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan

keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual

(Efendi, 2009).

2.1.2 Batasan lansia

Departemen Kesehatan RI (dalam Mubarak et all, 2006) membagi lansia sebagai

berikut:

a. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas

b. Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium

c. Kelompok usia lanjut (65 tahun >) sebagai senium

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang

mencakup batasan umur lansia adalah sebagai berikut:


a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun

ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat

kriteria berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia

(elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua

(very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase

inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase

presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia. d.

Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65

tahun atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga

batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80

tahun) (Efendi, 2009).

2.1.3 Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Mubarak et all (2006), perubahan yang terjadi pada lansia meliputi

perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan

kognitif dan perubahan spiritual.

a. Perubahan kondisi fisik meliputi perubahan tingkat sel sampai ke semua organ

tubuh, diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler,

sistem pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genitourinaria, endokrin

dan integumen.

1) Keseluruhan
Berkurangnya tinggi badan dan berat badan, bertambahnya fat-to-lean body

mass ratio dan berkuranya cairan tubuh.

b. Sistem integumen

Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis

karena menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adiposa, kulit pucat dan terdapat

bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya sel-sel

yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan

rapuh, pada wanita usia > 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis atau

botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.

Fungsi kulit sebagai proteksi sudah menurun

1) Temperatur tubuh

Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun,

keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak

diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.

2) Sistem muskular

Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang, pengecilan otot

akibat menurunnya serabut otot, pada otot polos tidak begitu terpengaruh.

3) Sistem kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa

darah menurun 1% per tahun. Berkurangnya cardiac output, berkurangnya

heart rate terhadap respon stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan

darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer,


bertaTn. Sanjang dan lekukan, arteria termasuk aorta, intima bertambah tebal,

fibrosis.

4) Sistem perkemiha

Ginjal mengecil, nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal menurun

sampai 50 %, filtrasi glomerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus

berkurang akibatnya kurang mampu mempekatkan urin, BJ urin menurun,

proteinuria, BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,

kapasitas kandung kemih menurun 200 ml karena otot-otot yang melemah,

frekuensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan pada pria

akibatnya retensi urin meningkat, pembesaran prostat (75% usia di atas 65

tahun), bertambahnya glomeruli yang abnormal, berkurangnya renal blood

flow, berat ginjal menurun 39-50% dan jumlah nephron menurun, kemampuan

memekatkan atau mengencerkan oleh ginjal menurun.

5) Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya

aktifitas cilia, berkurangnya elastisitas paru, alveoli ukurannya melebar dari

biasa dan jumlah berkurang, oksigen arteri menurun menjadi 75 mmHg,

berkurangnya maximal oxygen uptake, berkurangnya reflek batuk.

6) Sistem gastrointestinal

Kehilangan gigi, indera pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar

menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan lambung menurun,

peristaltik melemah sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan


absorbsi menurun, produksi saliva menurun, produksi HCL dan pepsin

menurun pada lambung.

7) Rangka tubuh

Osteoartritis, hilangnya bone substance.

8) Sistem penglihatan

Korne lebih berbentuk sferis, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya

respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang pengamatan

sinar (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat cahaya

gelap), berkurangnya atau hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang

pandang (berkurangnya luas pandangan, berkurangnya sensitivitas terhadap

warna yaitu menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala

dan depth perception).

9) Sistem pendengaran

Presbiakusis atau penurunan pendengaran pada lansia, membran timpani

menjadi atropi menyebabkan otoklerosis, penumpukan serumen sehingga

mengeras karena meningkatnya keratin, perubahan degeneratif osikel,

bertambahnya obstruksi tuba eustachii, berkurangnya persepsi nada tinggi.

10) Sistem syaraf

Berkurangnya berat otak sekitar 10-20%, berkurangnya sel kortikol, reaksi

menjadi lambat, kurang sensitiv terhadap sentuhan, berkurangnya aktifitas sel

T, hantaran neuron motorik melemah, kemunduran fungsi saraf otonom.


11) Sistem endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun, berkurangnya ATCH, TSH, FSH

dan LH, menurunnya aktivitas tiroid akibatnya basal metabolisme menurun,

menurunnya produksi aldosteron, menurunnya sekresi hormon gonads yaitu

progesteron, estrogen dan aldosteron. Bertambahnya insulin, norefinefrin,

parathormon.

12) Sistem reproduksi

Selaput lendir vagina menurun atau kering, menciutnya ovarie dan uterus,

atropi payudara, testis masih dapat memproduksi, meskipun adanya penurunan

berangsur-angsur dan dorongan seks menetap sampai di atas usia 70 tahun, asal

kondisi kesehatan baik, penghentian produksi ovum pada saat menopause.

13) Daya pengecap dan pembauan

Menurunnya kemampuan untuk melakukan pengecapan dan pembauan,

sensitivitas terhadap empat rasa menurun yaitu gula, garam, mentega, asam,

setelah usia 50 tahun.

c. Perubahan kondisi mental

Pada umumnya usia lanjut mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor.

Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan

tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan

timbulnya suatu penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. Faktor

yang mempengaruhi perubahan kondisi mental yaitu:

1) Perubahan fisik, terutama organ perasa

2) Kesehatan umum
3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan

8) Kehilangan hubungan dengan teman dan famili

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri,

perubahan konsep diri.

d. Perubahan psikososial

Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja mendadak

diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup

beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk pensiun dengan menciptakan

minat untuk memanfaatkan waktu, sehingga masa pensiun memberikan kesempatan

untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari

lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk di

rumah. Perubahan psikososial yang lain adalah merasakan atau sadar akan

kematian, kesepian akibat pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan hubungan

dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik, perubahan

konsep diri dan kematian pasangan hidup.

e. Perubahan kognitif

Perubahan fungsi kognitif di antaranya adalah:

1) Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan

dan tugas tugas yang memerlukan memori jangka pendek.


2) Kemampuan intelektual tidak mengalami kemunduran.

3) Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap bila

tidak ada penyakit.

f. Perubahan spiritual

1) Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

2) Lanjut usia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini terlihat dalam

berfikir dan bertindak dalam sehari-hari.

Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menurut Fowler: universalizing,

perkembangan yang dicapai pada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan

cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan

2.2 Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam

arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak

pernah konstan. Tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik dan

menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson,dkk,2012). Hipertensi

atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit kronik akibat

desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan

dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan dengan

meningkatnya tekanan pada arterial sistemik baik diastolik maupun sistolik atau kedua-

duanya secara terus-menerus (Sutanto,2010).


2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of

Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut:

Tabel 1.1. Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO – ISH

Kategori Tekanan darah Tekanan darah

sistol (mmHg) diastol (mmHg)

Optimal <120 <80

Normal <130 <85

Normal-tinggi 130-139 85-89

Grade 1 (hipertensi ringan) 140-149 90-99

Sub group (perbatasan) 150-159 90-94

Grade 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109

Grade 3 (hipertensi berat) >180 >110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Sub-group (perbatasan) 140-149 <90

Sumber: (Suparto, 2010)

2.2.3 Jenis Hipertensi

Menurut Herbert Benson, dkk, berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi

dua, yaitu:

a. Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) adalah hipertensi yang tidak

jelas penyebabnya. Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung

akibat penyempitan pembuluh darah tepi. Lebih dari 90% kasus hipertensi termasuk
dalam kelompok ini. Penyebabnya adalah multifaktor, terdiri dari faktor genetik,

gaya hidup, dan lingkungan.

b. Hipertensi sekunder, merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sistemik

lain yaitu, seperti renal arteri stenosis, hyperldosteronism, hyperthyroidism,

pheochromocytoma, gangguan hormon dan penyakit sistemik lainnya (Herbert

Benson, dkk, 2012).

2.2.4 Gejala Hipertensi

Gejala-gejala hipertensi, yaitu: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar-debar,

sering buang air kecil di malam hari, sulit bernafas, mudah lelah, wajah memerah,

telinga berdenging, vertigo, pandangan kabur. Pada orang yang mempunyai riwayat

hipertensi kontrol tekanan darah melalui barorefleks tidak adekuat ataupun

kecenderungan yang berlebihan akan terjadi vasokonstriksi perifer yang akan

menyebabkan terjadinya hipertensi temporer (Kaplan N.M, 2010).

2.2.5 Patofisiologi Hipertensi

Pada stadium permulaan hipertensi hipertrofi yang terjadi adalah difusi

(konsentik). Pada masa dan volume akhir diastolik ventrikel kiri. Pada stadium

selanjutnya, karena penyakit berlanjut terus, hipertrofi menjadi tak teratur dan akhirnya

akibat terbatasnya aliran darah koroner menjadi eksentrik, berkurangnya rasio antara

masa dan volume jantung akibat peningkatan volume diastolik akhir adalah khas pada

jantung dengan hipertrofi eksentrik. Hal ini diperlihatkan sebagai penurunan secara

menyeluruh fungsi pompa (penurunan fraksieleksi) penigkatan tegangan dinding

ventrikel pada saat sistolik peningkatan konsumsi oksigen ke otot jantung serta
penurunan efek-efek mekanik pompa jantung. Diperburuk lagi bila disertai dengAn

penyakit dalam jantung koroner.

Walaupun tekanan perkusi koroner meningkat, tahanan pembumluh darah koroner

juga meningkat sehingga cadangan aliran darah koroner berkurang. Perubahan

hemodinamik sirkulasi koroner pada hipertensi berhubungan erat dengan derajat hipertrofi

otot jantung.

Ada 2 faktor utama penyebab penurunan cadangan aliran darah koroner yaitu :

1. Penebalan arteriol koroner, yaitu bagian dari hipertrofi otot polar dalam resitensi

seluruh badan. Kemudian terjadi valensi garam dan air mengakibatkan berkurangnya

compliance pembuluh ini dan meningkatnya tahanan perifer.

2. Peningkatan hipertrofi mengakibatkan berkurangnya kepadatan kapiler per unit otot

jantung bila timbul hipertrofi menjadi faktor utama pada stadium lanjut dan gambaran

hemodinamik ini

Jadi faktor koroner pada hipertensi berkembang menjadi akibat penyakit meskipun tampak

sebagai penyebab patologis yang utama dari gangguan aktivitas mekanik ventrikel kiri.

(Arif Manjoer. 2001 : h 441)


2.2.6 Pathway Hipertensi

otak

2.2.7 Komplikasi Hipertensi

a. Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak atau akibat embolus

yang terlepas dari pembuluh non otak yang terkena tekanan darah.

b. Dapat terjadi infrak miokardium apabila arteri koroner yang aterosklerotik tidak

menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang

menghambat aliran darah melalui pembuluh tersebut.


c. Dapat terjadi gagal ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada

kapiler-kapiler ginjal, glomelurus. Dengan rusaknya glomelurus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut

menjadi hipoksik dan kematian.

d. Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna.

Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan

kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang interstisium di seluruh susunan saraf

pusat (Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

2.2.8 Cara Pencegahan Hipertensi

a. Penurunan berat badan

b. Mengurangi tingkat stress

c. Olahraga

d. Mengontrolkan diri rutin jika mempunyai riwayat hipertensi keturunan(Huda

Nurarif & Kusuma H, 2015).

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan

(viscositas) dan dapat mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas,

anemia.

2) BUN/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/ fungsi ginjal.

3) Glukosa: hiperglikemi ( DM adalah pencetus hipertensi) dapat di akibatkan

oleh pengeluaran kadar ketokolamin.


4) Urinalisa: darah, protein, glucosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan adanya

DM.

b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. RKG: dapat menunjukan pola regangan dimana luas, peninggian gelombang P

adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.

d. IUP: mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti batu ginjal, perbaikan ginjal.

e. Photo dada: menunjukan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran

jantung(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

2.2.10 Penatalaksanaan Hipertensi

Penanganan hipertensi dibagi menjadi dua yaitu:

a. Penanganan secara farmakologi

Pemberian obat deuretik, betabloker, antagonis kalsium, golongan penghambat

konversi rennin angiotensi(Huda Nurarif & Kusuma H, 2015).

b. Penanganan secara non-farmakologi

1) Pemijatan untuk pelepasan ketegangan otot, meningkatkan sirkulasi darah, dan

inisiasi respon relaksasi. Pelepasan otot tegang akan meningkatkan

keseimbangan dan koordinasisehingga tidur bisa lebih nyenyak dan sebagai

pengobat nyeri secara non-farmakologi.

2) Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas).

3) Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik.

4) Mengurangi asupan natrium.

5) Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol (Widyastuti, 2015).


BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK

A. PENGKAJIAN

1. Identitas klien

a. Nama : Ny. K

b. Umur : 77 Tahun

c. Alamat : Desa Lembang Rt 04 Rw 05

d. Pendidikan : SD

e. Tanggal pengkajian : 10 april2019

f. Jenis kelamin : Perempuan

g. Suku : Jawa

h. Agama : Islam

i. Status perkawinan : Janda

2. Status kesehatan saat ini

a. Klien mengatakan memiliki penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi.

b. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat antihipertensi secara rutin.

c. Klien mengatakan sering terbangun pada malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.

d. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang, karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.

e. Klien mengatakan kakinya terkadang gemetar saat berjalan.

f. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada bagian

tengkuknya.

g. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu aktivitasnya.


h. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan aktivitas (P)

i. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)

j. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)

k. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)

l. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

m. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.

3. Riwayat kesehatan dahulu

a. Penyakit : Masa kanak-kanak Ny. K tidak pernah dirawat di rumah sakit dan jika sakit

panas hanya di rawat jalan, dan pada masa tua pasien mengalami tekanan darah tinggi

sejak usia 55 tahun.

b. Alergi : Ny. K mengatakan alergi dengan udang, jika makan udang seluruh badannya

gatal-gatal seperti biduran.

c. Kebiasaan : Ny. K tidak merokok, tidak minum kopi, dan tidak minum alcohol.

4. Riwayat kesehatan keluarga

Ny. K mengatakan bahwa ada anggota keluarganya yang mempunyai sakit

hipertensi atau darah tinggi dan strok yaitu adiknya yang bungsu.

5. Tinjauan sistem

a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6)

b. TTV TD : 180/90 mmHg

Pulse : 85 x/mnt

Respirasi : 21 x/mnt

Suhu : 36,5 0C

c. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo matang.


d. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata, warna hitam

keputihan.

e. Mata : Simetris, sklera berwarna putih, konjungtiva tidak

Anemis.

f. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik, tidak ada

benjolan, tidak cairan yang keluar.

g. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang tanggal tersisa

tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,

mukosa kering.

h. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.

i. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.

j. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah

k. Sistem kardiovaskuler : TD 180/90 mmHg

l. Sistem gastrointestinal : klien susah makan , terdengar suara bising usus, makan

2x sehari hanya bisa menghabiskan ¼ sampai ½ porsi,

BAB 1x

sehari.

m. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x lebih sehari, tidak ada inkontinensia urin.

6. Pengkajian Psikososial dan spritual

a. Psikososial

Kemampuan bersosialisasi saat ini baik kadang saling ngobrol dengan keluarga maupun

tetangga
b. Masalah emosional

Klien mengatakan mengalami susah tidur, gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.

c. Spiritual

Klien beragama islam dan melakukan sholat lima waktu sehari dirumah.

d. Pola aktivitas

No. Pola Aktivitas Dirumah


1. Pola Nutrisi
Makan Nasi + sayuran + lauk pauk
Jenis ¼ sampai 1/2 porsi habis
Porsi 2 x sehari
Frekuensi
Minum Air putih + air teh
Jenis  5-6 gelas / hari
Frekuensi Sendiri
Cara
2. Pola Eliminasi
a. B A B 1 x sehari
Kuning kecoklatan
Frekuensi Khas Feces

Warna
Bau 4 x / hari
Kuning jernih
b. B A K Sendiri
Frekuensi
Warna
Cara
3. Personal Higiene
Mandi 1 x / hari
Gosok gigi 2 x / hari
Ganti pakaian 1 x / hari
4. Pola istirahat tidur
Tidur siang Tidak pernah
Tidur malam 6-8 jam / hari
Keluhan Tidak ada keluhan, kadang suka susah tidur.
B. ANALISA DATA

No Data Fokus Etiologi Problem

1 Ds : Proses Nyeri kronis

1. Klien mengatakan sering pusing, masuk penyakit

angin dan merasa sakit pada bagian

tengkuknya.

2. Klien mengatakan rasa nyeri yang

dirasakan terkadang mengganggu

aktivitasnya.

3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat

terlalu banyak melakukan aktivitas (P)

4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)

5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)

6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)

7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)

Do :

1. Wajah klien tampak meringis saat menahan

nyeri.

2. TD : 180/90

3. Pulse : 85x/ menit

4. Respirasi : 21x/ menit

5. Temperature : 36,5
Data Fokus Etiologi Problem

2 Ds: Resiko jatuh

1. Klien mengatakan kakinya terkadang

gemetar saat berjalan

Do:

1. Klien tampak gemetar saat memegang

gelas berisi susu yang mau dipindahkan ke

kamar.

2. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat

satu kaki klien hanya melakukan sebentar

dan kembali duduk.

DS : Proses gangguan

- Klien mengatakan tidak nafsu makan menua pemenuhan

- Klien .jarang minum.  nutrisi kurang

- Klien mengatakan makan hanya sehari 3 x tetapi Pungsi dari kebutuhan

tidak habis. system tubuh

DO : gastrointesti

- Klien makan sedikit, porsi ¼ samapai ½ porsi nal menurun

- Mukosa kering 

Tidak nafsu

makan
C. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit

2. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak nafsu

makan

3. Risiko jatuh berhubungan dengan kesulitan berjalan.

D. NURSING CARE PLAN

No/ Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Implementasi Evaluasi

Tanggal

1 Nyeri kronis Setelah dilakukan tindakan At. 09: 30 At 01 : 30


asuhan keperawatan selama 1x 3 1.Lakukan 1.dilakukan S:
10/04/19 berhubungan dengan jam nyeri dapat berkurang pengkajian pengkajian P: klien
dengan kriteria hasil : nyeri secara nyeri secara mengataka
proses penyakit Pain level komprehensif. komprehensif. n masih
1. Nyeri berkurang dari 5 nyeri
DS : “ nyeri sus di menjadi 2 dengan mengg 2.Observasi 2.Observasi Q: nyeri
unakan menejemen nyeri. reaksi non reaksi non terasa
tengkuk sama suka 2. Pasien merasa nyaman verbal dari verbal dari mencengk
setelah nyeri berkurang. ketidak ketidak ram
pusing” 3. TTD dalam batas normal nyamanan. nyamanan. R: nyeri di
TD sekitar 130/80 tengkuk
DO: Wajah klien mmHg, Nadi: 60- 3.Monitor TTV S: skala 5
100x/menit, R:20- 3.Monitor TTV T: hilang
tampak meringis saat 24x/menit, S:36,5-37°C. 4.Ajarkan timbul
tehnik non 4.Ajarkan
menahan nyeri. farmakologi tehnik non O: TD:
(relaksasi farmakologi 170/90
1. TD : 180/90 dengan tarik (relaksasi mmHg,
nafas dalam dan dengan tarik Nadi:
2. Pulse : 85x/ senam nafas dalam dan 85x/menit
ergonimis) senam
menit ergonimis) RR:
21x/menit.
3. Respirasi : A:
Masalah
21x/ menit nyeri
kronis
belum
Temperature : 36,5 teratasi

St. keth-

2 DS : Dalam 1 x 3 jam gangguan 1. Anjurkan klien 1. dianjurkan At 01: 30


untuk makan klien untuk
10/04/19 “gahabis sus pemenuhan nutrisi kurang dari S: “belum
kebutuhan tubuh dapat teratasi dengan porsi makan dengan
makannya” sedikit tapi porsi sedikit tapi nafsu sus”
dengan kriteria hasil :
DO : sering. sering.
1.Nafsu makan bertambah O : klien
1.Klien makan sedikit, 2.Porsi makan klien habis hanya
2.Anjurkan klien
porsi ¼ samapai ½ untuk memakan 2.Anjurkan klien
makan ¼
porsi makanan yang di untuk memakan
sukainya makanan yang di porsi
2. Mukosa kering
sukainya A:
3.Sajikan
masalah
3.disajikan
makanan dengan
makanan dengan belum
hangat.
hangat. teratasi

P:

tingkatkan

intervensi

St. keth-
3 Risiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1.Berikan At. 09 :30 At. 01:30
keperawatan selama 1x 3 jam penyuluhan 1.diberikan
10/04/19 berhubungan dengan diharapkan tidak mengalami tentang apa saja penyuluhan S: “ saya
jatuh, dengan kriteria: bahaya tentang apa saja
kesulitan berjalan. 1. Mampu mengidentifikasi lingkungan bahaya sudah
bahaya lingkungan yang yang ada lingkungan
Ds: dapat meningkatkan cedera disekitar wisma yang ada paham
2. Mampu menggunakan alat yang dapat disekitar wisma
“ kadang kakinya bantu untuk menghindari menyebabkan yang dapat sus”
cidera resiko jatuh menyebabkan
gemetaran sus” Mampu mempraktekan gerakan resiko jatuh 0 : klien
2.Anjurkan
Do: latihan keseimbangan untuk memakai 2.dianjurkan mengerti
alat bantu jalan untuk memakai
1.Klien tampak (jika alat bantu jalan tentang
membutuhkan) (jika
gemetar saat membutuhkan) penyuluha
3.Ajarkan
memegang gelas 3.diajarkan nnya
gerakan latihan
berisi susu yang mau gerakan latihan A:
keseimbangan
dipindahkan ke keseimbangan Masalah

kamar. Teratasi

2.Pada saat diminta P : kaji

berdiri dan masalah

mengangkat satu kaki lain

klien hanya

melakukan sebentar

dan kembali duduk.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan Gerontik pada klien Ny. K dengan

insonsomnia dan risiko jatuh di Wisma A BPSTW Yogyakarta Unit Budhi Luhur selama 3 x

12 jam didapatkan hasil :

1. Nyeri kronis pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala 2.

2. Insomnia pada Ny. K di Wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan masih terbangun di malam hari karena

pipis.

3. Resiko jatuh pada Ny. K di wisma A BPSTW Kasongan Yogyakarta masalah teratasi

sebagian, ditunjukkan dengan klien mengatakan belum perlu menggunakan alat bantu

untuk berjalan.

B. Saran

a. Bagi petugas kesehatan

1) Bagi perawat dalam memiliki tanggung jawab untuk selalu memperbaharui

pengetahuan dan keterampilannya perawat juga harus memperhatikan dalam

pemberian asuhan keperawatan pada klien khususnya lansia yang mengalami

hipertensi untuk menerapkan terapi relakasi otot progresif untuk dilakukan sehari-

hari.

2) Petugas PSTW memperhatikan lingkungan kelayan sehingga dapat mengurangi

resiko jatuh
b. Bagi lansia

1) Bagi lansia relaksasi otot progresif ini di harapkan dapat menjadi terapi mandiri

untuk lansia saat lansia mengalami hipertensi.


DAFTAR PUSTAKA

Delta Agustin. 2015. Pemberian Massage Punggung Terhadap Kualitas Tidur Pada Asuhan

Keperawatan Ny.U dengan Stroke Non Haemorogik di Ruang Anggrek II RSUD dr.

Muwardi Surakarta. Surakarta : Karya Tulis Stikes Kusuma Husada.

Depkes. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Hipertensi. Jakarta.

Dinas Kesehatan Sleman. 2013. Kesehatan Usia Lanjut. http://dinkes.slemankab.

go.id/kesehatan-usia-lanjut. Dikutip pada tanggal 27 April 2016.

Herbert Benson, dkk. 2012. Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia.

Huda Nurarif & Kusuma H,. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

& NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 2. Jogja: Medi Action.

Kaplan N, M. 2010. Primary Hypertension: Patogenesis, Kaplan Clinical Hypertension. 10th

Edition: Lippincot Williams & Wilkins, USA.

Herdman, Heather. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta : EGC

Hidayat. 2009. Konsep Personal Hygiene diakses dalam http://hidayat2.wordpress.com diakses

tanggal 18 Juli 2013

PPNPSIK STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta. 2012. Buku Evaluasi Mahasiswa KeperawatanGerontik. Yogy

akarta: STIKES ‘Aisyiyah

Wilkinson, Judith M. 2007,Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil

NOC, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai