Bronkopneumonia 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3 mm. Pembentukan paru di
mulai dari sebuah Groove yang berasal dari Foregut. Selanjutnya pada Groove ini terbentuk dua
kantung yang dilapisi oleh suatu jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal
Pada perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung bud.
Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-cabangnya. Bronchial-tree
terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu, sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi
lahir dan jumlahnya terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Ukuran alveol bertambah
besar sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan perkembangan paru
Saluran pernafasan terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, dan
paru. Laring membagi saluran pernafasan menjadi 2 bagian, yakni saluran pernafasan atas dan
saluran pernafasan bawah. Pada pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan external, oksigen
di pungut melalui hidung dan mulut. Pada waktu bernafas, oksigen masuk melalui trakea dan
pipa bronchial ke alveoli dan dapat erat hubungan dengan darah didalam kapiler pulmunaris.
Hanya satu lapis membran yaitu membran alveoli, memisahkan oksigen dan darah
oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung. Dari sini dipompa didalam arteri kesemua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru-paru
pada tekanan oksigen 100 mm hg dan tingkat ini hemoglobinnya 95%. Di dalam paru-paru,
Bronkopneumonia 3
karbon dioksida, salah satu hasil buangan. Metabolisme menembus membran alveoli, kapiler dari
kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial, trakea, dinafaskan keluar melalui
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat
antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding
toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
Bronkopneumonia 4
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat
iga-iga (Price,1994)
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding
dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan
lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks
berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan
intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membrane
alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk
pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen
dalam atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen
diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai
sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air.
Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di kapiler darah
paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total waktu kontak selama 0,75
detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu
difusi. Pada beberapa penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat
Bronkopneumonia 5
sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu
kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Beberapa
1. Filtrasi udara
Partikel debu yang masuk melalui organ hidung akan :
- Yang berdiameter 5-7 µ akan tertahan di orofaring.
- Yang berdiameter 0,5-5 µ akan masuk sampai ke paru-paru
- Yang berdiameter 0,5 µ dapat masuk sampai ke alveoli, akan tetapi dapat pula di
keluarkan bersama sekresi.
2. Mukosilia
Baik mucus maupun partikel yang terbungkus di dalam mucus akan digerakkan oleh silia
keluar menuju laring. Keberhasilan dalam mengeluarkan mucus ini tergantung pada
kekentalan mucus, luas permukaan bronkus dan aktivitas silia yang mungkin terganggu oleh
iritasi, baik oleh asap rokok, hipoksemia maupun hiperkapnia.
3. Sekresi Humoral Lokal
zat-zat yang melapisi permukaan bronkus antara lain, terdiri dari :
Lisozim, dimana dapat melisis bakteri
Laktoferon, suatu zat yang dapat mengikat ferrum dan bersifat bakteriostatik
o Interferon, protein dengan berat molekul rendah mempunyai kemampuan dalam
membunuh virus.
o Ig A yang dikeluarkan oleh sel plasma berperan dalam mencegah terjadinya
infeksi virus. Kekurangan Ig A akan memudahkan terjadinya infeksi paru yang
berulang.
Bronkopneumonia 6
4. Fagositosis
Gerakan mukosiliar.
Faktor humoral lokal.
Reaksi sel.
Virulensi dari kuman yang masuk.
Reaksi imunologis yang terjadi.
Berbagai faktor bahan-bahan kimia yang menurunkan daya tahan paru, seperti
alkohol, stress, udara dingin, kortekosteroid, dan sitostatik.
Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2
(oksigen) kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon
dioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan
1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk
mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa
oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
Bronkopneumonia 7
3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di
alveolus paru-paru. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara
timbal balik (pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler
dinding alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru
merupakan jalur masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja
(WHO, 1993).
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :
1. Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.
2. Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
3. Transportasi gas melalui darah.
4. Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
5. Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan
seluler.
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal
(intra alveol) lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar
antara -1 mmHg sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat
mencapai -30 mmHg. Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal
Bronkopneumonia 8
lebih tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya
tekanan di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses
Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi
biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg sampai dengan + 3 mmHg (Alsagaff,
2002).
Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah menguap
dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk mencegah
masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi bila
berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan
Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring
(penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk ke dalam paru-paru dapat menyebabkan
bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para pekerja menjadi toleran terhadap paparan
iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi mucus, suatu mekanisme yang khas pada
Bronkopneumonia 9
Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang biasanya mulai di broncioli
terminal, tersumbat oleh sekunder mukopurulent yang membentuk bercak-bercak
konsolidasi dilobuli yang terdekat (Dorland,1996). Dari beberapa pengertian diatas
penulis menyimpulkan bahwa pengertian Bronkopneumonia adalah suatu peradangan
pada paru-paru dimana peradangan tidak hanya terjadi pada paru-paru , tetapi juga pada
broncioli.
Penyakit Bronkopneumonia sering terjadi pada anak-anak, sehingga jika tidak
ditangani akan menyebabkan komplikasi seperti empisema, otitis ateletaksis, emfisema,
dan meningitis, sehingga dapat juga menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak.
Gambar 1. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia 10
Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10%. Di Amerika dengan cara
invasif pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit
ditemukan dan memerlukan waktu beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan
pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada
pengobatan awal pneumonia diberikan antibiotika secara empiris.6
Bronkopneumonia 11
Faktor Infeksi
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
CMV
HMV
3 miggu – 3 Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
bulan
Streptococcus Haemophillus influenza
pneumonia tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza Virus
Parainfluenza 1,2,3 CMV
Bronkopneumonia 12
Influenza
Parainfluenza
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk terjadinya
Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-penderita penyakit yang berat
seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi dan anak
merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.
Faktor Resiko
Bronkopneumonia 13
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua
keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang
lain (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi phatogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang tergangu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut
adalah status gizi.
Riwayat penyakit terdahulu
Penyakit terdahulu yang sering muncul dan bertambah parah karena penumpukan sekresi
yang berlebih yaitu influenza. Pemasangan selang NGT yang tidak bersih dan tertular
berbagai mikrobakteri dapat menyebakan terjadinya bronkopneumonea.
2. Faktor Lingkungan
Rumah
Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat
berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan,
perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaanan sosialnya
yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat
diduga merupakan faktor resiko penularan pneumonia.
Status sosioekonomi
Kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang
erat dengan kesehatan masyarakat.
Bronkopneumonia 14
a. Pneumonia yg didapat di masyarakat (Community-acquired pneumonia.)
1.) Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama pada orang dewasa
2.) Haemophilus influenzae merupakan penyebab yang sering pada anak-anak
3.) Mycoplasma sering bisa menjadi penyebab keduanya (anak & dewasa)
b. Pneumonia yg didapat di RS (Hospital-acquired pneumonia )
1.) Terutama disebabkan kerena kuman gram negatif
2.) Angka kematiannya > daripada CAP (Community-acquired pneumonia.)
3.) Prognosis ditentukan ada tidaknya penyakit penyerta
c. Pneumonia aspirasi
1.) Sering terjadi pada bayi dan anak-anak
2.) Pada orang dewasa sering disebabkan oleh bakteri anaerob
d. Pneumonia Immunocompromise host
1.) Macam kuman penyebabnya sangat luas, termasuk kuman sebenarnya mempunyai
patogenesis yang rendah
2.) Berkembang sangat progresif menyebabkan kematian akibat rendahnya pertahanan
tubuh
Bronkopneumonia 15
Beberapa mikroba cenderung menyerang individu yang peka, misal; Klebsiella pada
penderita alkoholik, Staphylococcus menyerang pasca influenza
a. Pneumonia Atipikal
Disebabkan: Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia
Sering mengenai anak-anak dan dewasa muda
b. Pneumonia yang disebabkan virus
Sering pada bayi dan anak-anak
Merupakan penyakit yang serius pada penderita dengan pertahanan tubuh yang lemah
c. Pneumonia yang disebabkan oleh jamur atau patogen lainnya
Seringkali merupakan infeksi sekunder
Predileksi terutama pada penderita dengan pertahanan tubuh yang rendah
Bronkopneumonia 16
Pneumonia akut
Pneumonia persisten
Pada keadaan normal, saluran respiratorik mulai dari area sublaring sampai
parenkim paru adalah steril. Saluran napas bawah ini dijaga tetap steril oleh mekanisme
pertahanan bersihan mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme
pertahanan imunologik yang membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag
yang terdapat di alveolus dan bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain. 4
Umumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui
saluran respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah
proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema,
dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah.
Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di
alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi
kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami
Bronkopneumonia 17
degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium
resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.4
Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang jalan
napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan obstruksi jalan
napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler. Diameter jalan napas yang
kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi berat. Atelektasis, edema
interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch menyebabkan hipoksemia yang sering
disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral pada traktus respiratorius juga dapat
meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri sekunder dengan mengganggu mekanisme
pertahanan normal pejamu, mengubah sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.4
Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik bervariasi
tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel pada epitel
respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi seluler dan memicu
respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut, debris seluler yang terlepas,
sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi jalan napas, dengan penyebaran
infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang bronkial, seperti pada pneumonia viral. S.
pneumoniae menyebabkan edema lokal yang membantu proliferasi mikroorganisme dan
penyebarannya ke bagian paru lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagai bercak-
bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru.5,6
Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan infeksi yang
lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak lazim. Lesi terdiri atas
nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan
sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke
sekat interalveolar dan melibatkan fasa limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus
adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang
lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus
menyebabkan penggabungan bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok
pada satu sisi ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak
teratur.1
Bronkopneumonia 18
Riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan
nyeri dada. Anak sangat gelisah, dispnu, pernapasan cepat dan dangkal disertai
pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang-kadang disertai
muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin
terdapat batuk setelah beberapa hari mula-mula kering kemudian menjadi produktif. Pada
stadium permulaan sukar dibuat diagnosis dengan pemeriksaan fisik, tetapi dengan
adanya nafas cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar mulut dan
hidung baru dipikirkan kemungkinan pneumonia. Penyakit ini sering ditemukan
bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak besar
dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk dengan
nyeri dada.1,3,4,8
Bagan patoflow brobkopneumonia terlampir di belakang
Bronkopneumonia 19
Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas normal.
Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 –
40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat anemia ringan dan laju
endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum, hasil pemeriksaan darah perifer
lengkap dan LED tidak dapat membedakan antara infeksi virus dan bakteri secara pasti.
3. Pemeriksaan Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin
dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang positif. Untuk
pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret
nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis dikatakan definitif bila kuman
ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi paru.4
4. Pemeriksaan serologis
Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik
mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis infeksi
Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer antibodi seperti
antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik IgM dan IgG antara fase
akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi pneumonia oleh Chlamydia pneumonia
dan Mycoplasma pneumonia memiliki hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada
keadaan pneumonia berat yang memerlukan penanganan yang cepat.
Bronkopneumonia 20
5. Pemeriksaan Roentgenografi
Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama
pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya
direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis berupa
takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto rontgen toraks
pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis. Umumnya
pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia hanyalah
pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto
rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:
Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat terjadi pachy consolidation
karena atelektasis.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.
Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau
terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas
yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut sebagai round
pneumonia
Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
Foto rontgen tidak dapat menentukan jenis infeksi bakteri, atipik, atau virus.
Tetapi gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan
etiologi. Penebalan peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung
terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar,
bronkopneumoni dan air bronchogram sangat mungkin disebabkan oleh bakteri.
Bronkopneumonia 21
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau serologis
merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak
selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Tidak ada
gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan dapat
menyingkirkan dugaan pneumonia. Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan
suprasternal merupakan indikasi tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercak-
bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga
menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks
atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-
bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin
biasanya normal atau sedikit menurun.4,6
Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya
penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana yang
sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan gejala klinis
yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan menentukan penatalaksanaan.
Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun adalah tidak dapat minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, mengi, demam, atau menggigil. 4
Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut.
Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :
Pneumonia berat
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun
≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
- Sianosis
- Anak tidak mau minum
- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)
- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik
Pneumonia
- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun
≥ 40 x/menit
- Adanya retraksi
Bronkopneumonia 22
- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik
Bronkopneumonia 23
- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa
komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi
antibiotik yang optimal
2. Penatalaksaan suportif
- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak
nafas hilang atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena
dengan dosis awal 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang
analisis gas darah setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka
dosis awal bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).
- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi
Bronkopneumonia 24
antibiotik awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu
tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak
efektif).5
3. Penatalaksanaan bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks atau pneumomediastinum.7
Bronkopneumonia 25
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus 1
Seorang bayi berusia 10 bulan masuk ke ruang rawat anak Asoka dengan keluhan batuk 3 hari ,
demam tinggi 2 hari, dan tidak mau menyusu. Klien tampak sesak napas dan mendapat O2
(2litr/mnt). Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan data : riwayat ASI tidak eksklusif, sejak usia
4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur beras merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x
sehari sepertiga piring, ASI jika ibu ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari. Imunisasi sudah
lengkap. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan:
RR : 52x/menit, ronchi positif kanan atas, HR 132x/menit, chest indrawing positif.
BB/TB=7 KG/85 CM. T : 38,2 C. LK : 49 cm.
Bronkopneumonia 26
Hasil lab : Hb=14,2. HT=42. Leukosit=19.000. Trombosit=267000. Albumin=2,3.
Hasil Rongten : bronkopneumonia.
Terapi yang diberikan : ceftriakson 3x250mg. infuse KaEn3B+ aminopilin 1amp dalam 24 jam,
nebulizer+fisioterapi dada 3x sehari dengan kombivent ½ ampul.
I. IDENTITAS
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 10 bulan
Alamat : Kertamukti
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 28 Mei 2012
Ruang Perawatan : Ruang asoka
II. ANAMNESA
a. Keluhan Utama : batuk-batuk sudah 3 hari
b. Keluhan Tambahan : demam tinggi sejak 2 hari suhu 38,2 0C, tidak mau menyusu
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat ASI tidak ekslusif, sejak usia 4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur beras
merah. Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x sehari sepertiga piring, ASI jika ibu
ada dirumah, dan susu formula 4-6x sehari. An. A tampak sesak napas.
d. Riwayat penyakit dahulu
An. A tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien.
f. Nutrisi
Anak tidak mau menyusu, anoreksia, mual dan muntah
Bronkopneumonia 27
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : T = 38,2º C , Nadi = 132 x/menit , RR = 52x/menit
Berat badan = 7 kg
Tinggi badan = 85 cm
LK : 49 cm
Status nutrisi : IMT= 9,7 (N= 14,6 – 20,1)
BB/U= < -2 SD (Gizi kurang)
KEPALA
Mata : Mata cekung (-/-), conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), reflek pupil (+)
normal, isokor
Telinga : Discharge (-/-), deformitas (-/-)
Hidung : Discharge (+/+) warna keputihan (sumber: Wong, 2008), deformitas (-/-),
deviasi septum (-/-), nafas cuping hidung (+)
Mulut : Bibir kering, sianosis sentral, lidah kotor (-)
Leher : pembesaran thyroid (-), kaku kuduk (-)
THORAX
PULMO
Inspeksi : dinding dada simetris,chest indrawing positif (Tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam), pernapasan cuping hidung
Palpasi : fremitus vokal menurun, massa abnormal (-), lesi kulit (-)
Perkusi : redup pada lapang paru kanan
Auskultasi : suara napas bronchial, Ronkhi (+)
JANTUNG
Inspeksi : Ictus kordis tidak tampak.
Auskultasi : S1 S2 murni, bising (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Datar
Auskultasi : peristaltik, suara abnormal (-)
Palpasi : hepatomegali (-), splenomegali (-)
Bronkopneumonia 28
Perkusi : Tympani diseluruh regio abdomen
EKSTREMITAS
Atas : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (+/+)
Bawah : Edema (-/-), hambatan gerak (-/-), akral dingin (+/+)
Terapi yang sudah diberikan:
Ceftriakson 3x250mg
Infuse KaEn3B+ aminopilin 1ampul dalam 24 jam
Nebulizer + Fisioterapi dada 3x sehari dengan kombivent ½ ampul
Pengelompokan Data
Data Subjektif Data Objektif
Orang tua mengatakan: Klien tampak:
An. A batuk 3 hari Sesak napas dan mendapat O2 (2 litr/mnt)
Demam tinggi 2 hari Imunisasi sudah lengkap
Tidak mau menyusu dan makan chest indrawing positif
Memuntahkan makanan RR : 52x/menit, ronchi positif kanan atas
Pemberian ASI tidak eksklusif, sejak usia HR 132x/menit, chest indrawing positif.
4 bulan sudah diberikan MP ASI bubur BB/TB=7 kg/85 cm.
beras merah. Status nutrisi:
Sebelum sakit biasanya makan MP ASI 2x IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1)
sehari sepertiga piring, BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2 SD
susu formula 4-6x sehari (Gizi kurang)
ibu bekerja T : 38,20C
keluarga mengatakan tidak tahu apa yang LK : 49 cm.
terjadi pada anaknya Hasil Rongten : bronkopneumonia.
keluarga klien mengatakan sangat Anak tidak mau menyusu, anoreksia, mual
khawatir dengan kondisi anaknya dan muntah
orang tua mengatakan menyesal karena Ketidakadekuatan suplai ASI
tidak dapat merawat anaknya dengan baik akral dingin
Orang tua mengatakan dari hidung anak bayi terlihat lemas
keluar lendir suara napas bronchial
Bronkopneumonia 29
penggunaan otot aksesoris pernapasan
S1 S2 murni, bising (-), gallop (-)
conjungtiva anemis
sklera anikterik
reflek pupil (+) isokor
Discharge hidung (+/+) warna keputihan
Orang tua terlihat gelisah
Wajah orang tua tegang
Reflex batuk kurang
Pemeriksaan lab:
Hb = 14,2 gr/dl
HT = 42 %
Leukosit = 19.000 µ/L
Trombosit = 267000 µ/L
Albumin = 2,3 gr/dl (N Bayi=4,4 - 5,4
gr/dl)
Hasil Rongten : bronkopneumonia.
Bronkopneumonia 30
Sesak napas
suara napas bronchial
penggunaan otot aksesoris
pernapasan
DS:
Orang tua mengatakan dari hidung anak
keluar lendir
Risiko kekurangan volume berhubungan dengan DO:
cairan demam, menurunnya Akral dingin
intake T : 38,20C
Anak tidak mau menyusu,
anoreksia, mual dan muntah
Klien muntah 100 cc/hari
DS: keluarga mengatakan
Demam tinggi 2 hari
Tidak mau menyusu dan makan
Memuntahkan makanan
Bronkopneumonia 31
adekuat BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2
SD (Gizi kurang)
Albumin = 2,3 gr/dl
(N Bayi=4,4 - 5,4 gr/dl)
Anak tidak mau menyusu,
anoreksia, mual dan muntah
Membrane mukosa pucat
DS: Orang tua mengatakan
Tidak mau menyusu dan makan
Memuntahkan makanan
Risiko tinggi terhadap berhubungan dengan DO:
penyebaran Infeksi penurunan kerja silia, Discharge hidung (+/+) warna
perlengketan sekret keputihan
pernafasan, malnutrisi. Reflex batuk kurang
Hasil Rongten : bronkopneumonia
Anak tidak mau menyusu,
anoreksia, mual dan muntah
Ketidakadekuatan suplai ASI
Leukosit = 19.000µ/L
BB/TB=7 kg/85 cm.
IMT = 9,7 (N= 14,6 – 20,1)
BB/U = - 3 SD sampai dengan < -2
SD (Gizi kurang)
RR : 52x/menit, ronchi positif
kanan atas
HR 132x/menit, chest indrawing
positif
Bronkopneumonia 32
Wajah orang tua tegang
DS:
keluarga mengatakan tidak tahu apa
yang terjadi pada anaknya
keluarga klien mengatakan sangat
khawatir dengan kondisi anaknya
orang tua mengatakan menyesal
karena tidak dapat merawat
anaknya dengan baik
Ketidakefektifan pemberian Bayi menerima makanan DO:
ASI Ekslusif tambahan Ketidakadekuatan suplai ASI
DS:
Pemberian ASI tidak eksklusif,
sejak usia 4 bulan sudah diberikan
MP ASI bubur beras merah.
Sebelum sakit biasanya makan MP
ASI 2x sehari sepertiga piring,
susu formula 4-6x sehari
ibu bekerja
Bronkopneumonia 33
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnose keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
Bersihan jalan nafas tidak Tujuan: 1. Auskultasi area paru, catat Penurunan aliran udara terjadi pada area
efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi area penurunan/tak ada konsolidasi dengan cairan, bunyi nafas
proses inflamasi pembentukan keperawatan selama 1x 24 aliran udara dan bunyi bronchial ( normal pada bronchus ) dapat juga
edema, peningkatan produksi jam menunjukkan jalan nafas, misalnya : krekels, terjadi pada area konsolidasi. Krekels dan
sputum ditandai dengan nafas efektif mengi. ronchi dan mengi terdengar pada inspirasi dan
DO: / atau ekspirasi pada respon terhadap
RR : 52x/menit, ronchi KH: pengumpulan cairan, secret kental dan spasme
positif kanan atas Suara nafas bersih jalan nafas / obstruksi.
HR 132x/menit, chest tidak ada ronkhi atau
indrawing positif. rales, wheezing 2. Posisikan kepala lebih Posisi kepala lebih tinggi meningkatkan
akral dingin Sekret di jalan nafas tinggi ekspansi paru
Discharge hidung (+/+) Cuping hidung tidak 3. Pengisapan secret (suction) Merangsang batuk atau pembersihan jalan
warna keputihan ada sesuai indikasi nafas secara mekanik pada pasien yang tak
Anak tidak mau menyusu, Tidak ada tanda aminopilin 1 ampul dalam
Bronkopneumonia 35
muntah Suhu tubuh normal
DS: keluarga mengatakan 36,5-37 0C 3. Pantau tanda vital (TD, Peningkatan suhu/memanjangnya demam
Demam tinggi 2 hari Kelopak mata tidak HR, RR, suhu) tiap 6 jam meningkatkan laju metabolic dan kehilangan
Tidak mau menyusu dan cekung cairan melalui evaporasi. TD ortostastik
makan Turgor kulit baik berubah dan peningkatan takikardia
Memuntahkan makanan Akral hangat menunjukkan kekurangan cairan sistemik
Risiko tinggi terhadap Tujuan: 1. Pantau tanda vital selama periode waktu ini, potensial
penyebaran Infeksi Setelah dilakukan tindakan dengan ketat, khusus komplikasi fatal dapat terjadi.
Bronkopneumonia 36
berhubungan dengan penurunan keperawatan selama 1x24 selama awal terapi.
kerja silia, perlengketan sekret jam infeksi tidak terjadi
pernafasan, malnutrisi. Ditandai 2. Monitor adanya Menentukan tindakan yang tepat untuk
dengan: KH: tanda-tanda infeksi, baik mencegah penyebaran infeksi
DO: Tidak ada tanda – tanda akibat patologi penyakit
Discharge hidung (+/+) infeksi (demam, ataupun tindakan invasif
warna keputihan edema, nyeri, 3. Anjurkan keluarga Pengeluaran sputum amat penting, perubahan
Reflex batuk kurang kemerahan) terjadi pasien memperhatikan karakteristik sputum menunjukkan perbaikan
Hasil Rongten : Suhu tubuh dalam batas pengeluaran sekret dan pneumonia atau terjadinya infeksi sekunder.
bronkopneumonia normal melaporkan perubahan
muntah 4. Tunjukkan / dorong Teknik cuci tangan yang baik, terutama ketika
Leukosit = 19.000 µ/L tehnik mencuci tangan kontak dengan klien Efektif menurunkan
yang baik kepada anggota penyebaran / tambahan infeksi
BB/TB=7 kg/85 cm.
keluarga dan tenaga
IMT = 9,7 (N= 14,6 –
kesehatan
20,1)
Meningkatkan pengeluaran sekret
BB/U = - 3 SD sampai
5. Lanjutkan
dengan < -2 SD (Gizi
pemberian postural
kurang)
drainase yang sesuai lokasi
RR : 52x/menit, ronchi
terdapatnya sputum, untuk
Bronkopneumonia 37
positif kanan atas mempermuda mobilisasi
HR 132x/menit, chest sputum keluar menurunkan pemajanan terhadap patogen
indrawing positif 6. Batasi pengunjung infeksi dari orang lain serta menciptakan
sesuai indikasi lingkungan yang nyaman bagi anak untuk
beristirahat
Bronkopneumonia 38
Bagan Patoflow Bronkopneumonia
Pneumokokus, streptococcus
pneumonia, stapilococus aureus,
haemopillus influenza, candida
albican, dan virus
DAFTAR PUSTAKA
Bronkopneumonia 40
Behrman RE, Vaughan VC. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak. Bagian II. Edisi 15. EGC,
Jakarta: hal: 883-889.
Guyton, Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 2. EGC, Jakarta: hal 554.
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3. 2000. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
UI, Jakarta: hal 465.
Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2010.
Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 6,
Penerbit EGC, Jakarta. hal: 804.
Soeparman, Waspadji S. 1999. Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
hal: 695-705.
Buku Saku Antopometri 2010. http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2011/11/buku-sk-
antropometri-2010.pdf diakses pada 2 juni 2012
WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit hal: 86 - 93.
www.ichrc.org/pdf/pocketbookbahasa.pdf diakses pada 2 juni 2012
Doenges, marylinn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien Edisi 3. Jakarta. EGC
NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta:
EGC. 2010
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak cetakan ke-3. Jakarta :
Salemba Medika
Bronkopneumonia 41