Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

COMBUSTIO (LUKA BAKAR)

I. Konsep Luka Bakar


1.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan adanya kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid
(misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat
menimbulkan luka bakar dan menyebabkan kerusakan organ. Bahan kimia
terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi jaringan
sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan proses
penyembuhan. Lama kontak jaringan dengan sumber panas menentukan luas
dan kedalaman kerusakan jaringan. Semakin lama waktu kontak, semakin
luas dan dalam kerusakan jaringan yang terjadi (Moenadjat, 2003).

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah
yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula
yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan
cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang
terbentuk pada luka bakar derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng
luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya
mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari
20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan
produksi urin berkurang.

1.2 Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari
matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar.
Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
a. Paparan api (Flame)
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan
menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat membakar
pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung
meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera
kontak.
b. Benda panas (kontak)
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi
atau peralatan masak.
c. Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
d. Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
e. Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
f. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.

2
g. Zat kimia (asam atau basa)
h. Radiasi
i. Sunburn (sinar matahari).

1.3 Tanda dan Gejala


Menurut Wong and Whaley’s 2003, tanda dan gejala pada luka bakar adalah :
1. Grade I
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar), kulit kering kemerahan,
nyeri sekali, sembuh dalam 3 - 7 hari dan tidak ada jaringan parut.

Gambar 1. Luka bakar derajat I

2. Grade II
Kerusakan pada epidermis (kulit bagian luar) dan dermis (kulit bagian
dalam), terdapat vesikel (benjolan berupa cairan atau nanah) dan oedem
sub kutan (adanya penimbunan dibawah kulit), luka merah dan basah,
mengkilap, sangat nyeri, sembuh dalam 21 - 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.

Gambar 2. Luka Bakar derajat II

3
3. Grade III
Kerusakan pada semua lapisan kulit, nyeri tidak ada, luka merah keputih-
putihan (seperti merah yang terdapat serat putih dan merupakan jaringan
mati) atau hitam keabu-abuan (seperti luka yang kering dan gosong juga
termasuk jaringan mati), tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri (perlu skin graf).

Gambar 3. Luka bakar derajat III

Kedalaman dan Bagian Kulit Gejala Penampilan Perjalanan


Penyebab Luka yang luka kesembuhan
Bakar Terkena
Derajat Satu Epidermis  Kesemutan,  Memerah,  Kesembuhan
(Superfisial): hiperestesia menjadi putih lengkap
Tersengat (supersensivitas ketika ditekan dalam waktu
matahari, ), rasa nyeri minimal atau satu minggu,
terkena api mereda jika tanpa edema terjadi
dengan didinginkan pengelupasan
intensitas rendah kulit
Derajat Dua (Par Epidermis dan  Nyeri,  Melepuh,  Kesembuhan
tial- bagian hiperestesia, dasar luka dalam waktu
Thickness): Ters dermis. sensitif terhadap berbintik- 2-3 minggu,
iram air udara yang bintik merah, pembentukan
mendidih, dingin. epidermis parut dan
terbakar oleh retak, depigmentasi
nyala api permukaan , infeksi
luka basah, dapat
terdapat mengubahny
edema. a menjadi
derajat-tiga.
2a = Superficial  Epidermis  Nyeri dan  Kulit tampak  Akan sembuh
partial thickness dan lapisan sangat sensitif kemerahan, dengan
atas dari oleh tekanan oedem dan sendirinya
dermis rasa nyeri dalam 3
lebih berat minggu (bila
daripada luka tidak terkena
bakar grade I, infeksi ),
ditandai Tapi warna

4
dengan bula kulit tidak
yang muncul akan sama
beberapa jam seperti
setelah terkena sebelumnya.
luka, bila bula
disingkirkan
akan terlihat
luka bewarna
merah muda
yang basah,
Luka sangat
sensitive dan
akan menjadi
lebih pucat
bila terkena
tekanan.
2b = Deep  Epidermis  Nyeri dan  Disertai juga  Luka akan
partial thickness dan lapisan sensitif. dengan bula, sembuh
dalam dari permukaan dalam 3-9
dermis luka berbecak minggu.
merah muda Organ-organ
dan putih kulit seperti
karena variasi folikel-
dari folikel
vaskularisasi rambut,
pembuluh kelenjar
darah ( bagian keringat,
yang putih kelenjar
punya hanya sebasea
sedikit sebagian
pembuluh besar masih
darah dan utuh
yang merah
muda
mempunyai
beberapa
aliran darah.

Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan


(Full- keseluruhan nyeri, syok, bakar berwarna skar,
Thickness): dermis dan hematuria putih seperti diperlukan
Terbakar nyala kadang- (adanya darah bahan kulit atau pencangkokan,
api, terkena kadang dalam urin) dan gosong, kulit pembentukan
cairan mendidih jaringan kemungkinan retak dengan parut dan
dalam waktu subkutan pula hemolisis bagian lemak hilangnya
yang lama, (destruksi sel yang tampak, kontur serta
tersengat arus darah merah), terdapat edema. fungsi kulit,
listrik kemungkinan hilangnya jari
terdapat luka tangan atau
masuk dan keluar ekstrenitas
(pada luka bakar dapat terjadi
listrik)

5
1.4 Perhitungan Persentase Luka Bakar
a. Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total
(Body surface Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :

1. Kepala dan leher : 9%


2. Ekstremitas atas kanan : 9%
3. Ekstremitas atas kiri : 9%
4. Ekstremitas bawah kanan : 18%,
5. Ekstremitas bawah kiri : 18%
6. Badan bagian depan : 18%
7. Badan bagian belakang : 18%
8. Genetalia :1%
Total : 100%

Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total


(Body surface Area : BSA) untuk orang anak-anak adalah :

1. Kepala dan leher : 18%


2. Ekstremitas atas kanan : 9%
3. Ekstremitas atas kiri : 9%
4. Ekstremitas bawah kanan : 14%,
5. Ekstremitas bawah kiri : 14%
6. Badan bagian depan : 18%
7. Badan bagian belakang : 18%
8. Genetalia :1%
Total : 100%

6
b. Kartu Penilaian Luka Bakar menurut Nelson (1992)
Usia (Tahun)
Bagian Tubuh
1-4 5-6 10-14 Dewasa
Kepala 19 % 15% 13% 10%
Lengan kanan 9 '/2 % 9 '/2 % 9 '/2 % 9%
Lengan kiri 9 '/2 % 9 '/2 % 9 '/2 % 9%
Badan depan 32 % 32 % 32 % 36%
dan belakang
Kaki kanan 15% 15% 17% 18%
Kaki kiri 15% 15% 17% 18%

c. Berdasarkan berat / ringan luka bakar, diperoleh beberapa kategori


penderita (Yefta Moenadjat, 2003) :
1. Luka bakar berat / kritis (major burn)
 Derajat II-III > 20% pada klien berusia di bawah 10 tahun atau
di atas usia 50 tahun.
 Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan
pada butir pertama.
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki dan perineum.
 Adanya trauma pada jalan napas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar.
 Luka bakar listrik tegangan tinggi.
 Disertai trauma lainnya (misal fraktur iga / lain-lain).
 Klien-klien dengan risiko tinggi.

2. Luka bakar sedang (moderate burn)


 Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka
bakar derajat III < 10%.
 Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun
atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III < 10%.
 Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan
perineum.

7
3. Luka bakar ringan (mild burn)
 Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa.
 Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut.
 Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia; tidak
mengenai muka, tangan, kaki dan perineum.

1.5 Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh.
Panas tersebutmungkin dipindahkan melalui konduksi atau radiasi kulit
dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis, dermis,
maupun jaringan subcutan. Tergantung faktor penyebab dan lamanya kulit
kontak dengan sumber panas (Effendi, 1999). Cidera luka bakar
mempengaruhi semua system organ. Besarnya respon patofisiologis ini
adalah berkaitan erat dengan luasnya luka bakar mencapai massa stabil ketika
terjadi luka bakar kira-kira 60% seluruh luas permukaan tubuh (Hudak &
Gallo, 1996). Tingkat keperawatan perubahan tergantung kepada luas dan
kedalaman luka bakar yang menimbuljan kerusakan dimulai dari terjadinya
luka bakar dan berlangsung sampai 48-72 jam pertama.

Kondisi ini ditandai dengan pergeseran cairan dari komponen vaskuler


keruang interstitium. Bila jaringan terbakar, vasodilatasi meningkatkan
permeabilitas kapiler, dan timbul perubahan permeabilitas sel pada yang luka
bakar dan disekitarnya. Dampaknya jumlah cairan yang banyak berada pada
ektra sel sodium chloride dan protein lewat melalui daerah yang terbakar dan
membentuk gelembung-gelembung dan oedema atau keluar melalui luka
terbuka. Akibat adanya oedema luka bakar lingkungan kulit mengalami
kerusakan.

Kulit sebagai barier mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri


yang penting, dari organism yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan
lingkungan kulit akan memungkinkan mikro organism masuk dalam tubuh
dan menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat proses
penyembuhan luka. Dengan adanya oedem juga berpengaruh terhadap
peningkatab peregangan pembukuh darah dan syarat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri juga dapat mengganggu mobilitas pasien.

8
Kehilangan cairan dari system vaskuler, terjadi peningkatan homokonsentrasi
dan hematokrit, cairan darah menjadi kurang lancer pada daerah luka bakar
dan nutrisi kurang. Adanya cedera luka bakar menyebabkan tahanan vaskuler
perifer meningkat sebagai akibat respon stress neurohormonal. Hal ini
meningkatkan afterlut jantung dan mengakibatkan penurunan curah jantung
lebih lanjut. Akibat penurunan curah jantung, menyebabkan metabolism
anaerob dan hhasil akhir produk asam ditahan karena rusaknya fungsi ginjal.
Selanjutnya timbul asidosis metabolic yang menyebabkan perfusi jaringan
terjadi tidak sempurna. Mengikuti periode pergeseran cairan, pasien tetap
dalam kondisi sakit akut. Periode ini ditandai dengan anemi dan malnutrisi.
Anemia berkembang akibat banyak kehilangan eritrosit. Keseimbangan
nitrogen negatif mulai terjadi pada waktu terjadi luka bakar dan disebabkan
kerusakan jaringan, kehilangan protein, dan akibat respon stress. Ini terus
berlangsung selama periode akut karena terus menerus kehilangan protein
melalui luka.

Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran napas bagian atas atau
karena efek syok hipovolemik. Obstruksi saluran napas bagian atas
disebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang terlalu
panas, menimbulkan iritasi kepada saluran napas, oedema laring dan
obstruksi potensial.

1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan penunjang pada luka bakar
yaitu :
1. Laboratorium Hitung darah lengkap :
 Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang
banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan
adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan
adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
 Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi.

9
 GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi
karbon monoksida.
 Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan
dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada
awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
 Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
 Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan
perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
 Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
 Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
 BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
 Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap
efek atau luasnya cedera.
2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk
penyembuhan luka bakar.

1.7 Komplikasi Luka Bakar


a. Sistem integument
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka bakar
tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang kecil
(smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area yang
mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas misalnya 25
% dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area) atau lebih
besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik dan
sesuai dengan luasnya injuri.

10
b. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif
(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari
jaringan yang mengalami injuri. Substansi – substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep)
kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai
pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang
langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya
tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular
dan interstitial yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan
volume cairan intravaskuler.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali
turunnya kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan
hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu
pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4- 20 kali lebih
besar dari normal. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada
perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan
intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita
luka bakar yang luas dapat terjadi.

Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler


menurun, tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu
setelah injuri. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat
untuk memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah
luka bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar
volume sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi
kenaikan hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal
dalam 3-4 hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan
kerusakan yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi
cairan edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.

11
c. Sistem renal dan gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan oliguri.
Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat
terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka
bakar yang lebih dari 25 %.
d. Sistem imun
Depresi pada aktivitas lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi
immunoglobulin, supresi aktivitas complement dan perubahan/gangguan
pada fungsi neutropil dan macrophage dapat terjadi pada klien yang
mengalami luka bakar yang luas. Perubahan-perubahan ini meningkatkan
resiko terjadinya infeksi dan sepsis yang mengancam kelangsungan hidup
klien.
e. Sistem respiratory
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan “lung compliance”.
1. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi
ini diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh
api.
2. Keracunan Carbon Monoxida.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi
organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih
besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen
digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin
sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan
pengantaran oksigen dalam darah.

1.8 Penatalaksanaan
Menurut Wim de Jong (2005) penatalaksanaan pada luka bakar yaitu:
a. Pertolongan pertama
1. Segera hindari sumber api dan matikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutu[ bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.

12
2. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
torniket karena jaringa yang terkena luka bakar akans egera menjadi
oedem.
3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya
lima belas menit. Akan tetapi, cara ini tidak dapat dipakai untuk luka
bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak
seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.
4. Evaluasi awal
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada
luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway,Breathing,
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar inhalasi. Biasanya ditemukan sputum karbonat,
rambut, dan atau bulu hidung yang gosong, luka bakar pada wajah,
oedem orofaring, perubahan suara, perubahan status mental. Bila
benar terdapat luka inhalasi maka lakukan intubasi endotracheal,
kemudian beri oksigen melalui face atau endotracheal tube. Meskipun
perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama
dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan
jumlah cairan pengganti. Anamnesis secara singkat dan cepat harus
dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu
terjadinya trauma.

b. Resusitasi cairan
Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan
mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan
cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi
maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip
dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler
dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48
jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5
sampai 1.5mL/kgBB/jam.

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah formula Parkland :


24 jam pertama : Cairan Ringer laktat : 4ml/ kgBB / %luka bakar
 contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25%
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24
jam pertama
 ½ jumlah cairan 4000ml diberikan dalam 8 jam, ½ jumlah cairan
sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

13
Cara lain adalah cara Evans:
1. Luas luka bakar dalam % x berat badan (kg) = jumlah Nacl/24jam.
2. Luas luka bakar dalam % x berat badan (kg) = jumlah
plasma/24jam.
(nomer 1 dan 2 pengganti cairan yang akibat oedem. Plasma untuk
mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan
tekanan osmosis hingga mengurangi pembesaran keluar dan
menarik kembali cairan yang telah keluar).
3. 2000cc Dextrose 5% / 24jam (untuk mengganti cairan yang hilang
akibat penguapan).
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah dari jumlah.

Cara lain yang banyak dipakai dan lebih sederhana adalah menggunakan
rumus Baxter yaitu :
Luka bakar (%) x BB x 4 cc

Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan
elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi defisit ion Na. Hari kedua
diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 %
permukaan kulit akan diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan
hari pertama dan 2000 cc pada hari kedua.

c. Penggantian darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai
tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah
yang bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran
sebagian sel yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang
tersisa. Karena plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah
terjadinya luka bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh
sebab itu, pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak

14
dianjurkan, kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat
luka. Setelah proses eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya
diperlukan.

d. Perawatan luka bakar


Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan
dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan
ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka
segera sembuh rasa sakit yang minimal.Setelah luka dibersihkan dan di
debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan
epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua,
luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak
hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar
pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit Pilihan
penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
 Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup
dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan
 Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap
harinya, pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian
dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik.
Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang
terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft
(homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane,
transcyte, integra)
 Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi
awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ).

e. Nutrisi
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda
dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami

15
keadaan hipermetabolik. Kondisi yang berpengaruh dan dapat
memperberat kondisi hipermetabolik yang ada adalah:
 Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh,
massa bebas lemak.
 Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat,
penyakit ginjal dan lain-lain.
 Luas dan derajat luka bakar. Suhu dan kelembaban ruangan (
mempengaruhi kehilangan panas melalui evaporasi)
 Aktivitas fisik dan fisioterapi
 Penggantian balutan
 Rasa sakit dan kecemasan
 Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.
Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal
adalah dengan mengukur kebutuhan kalori secara langsung menggunakan
indirek kalorimetri karena alat ini telah memperhitungkan beberapa faktor
seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan tubuh dan
adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus
ditambahkan faktor stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di
rumah sakit. Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan
kebutuhan kalori basal dengan formula HARRIS BENEDICK yang
melibatkan faktor BB,TB dan Umur. Sedangkan untuk kebutuhan kalori
total perlu dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan faktor
aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) – (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian
khusus karena kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka
yang lama dan juga meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi
lain, kelebihan asupan kalori dapat menyebabkan hiperglikemi,
perlemakan hati. Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan
dengan beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral. Untuk
menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini pada penderita luka
bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai
dengan 48 jam pascatrauma.

16
1.9 Pathway luka bakar

17
II. Rencana asuhan keperawatan pasien dengan luka bakar
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
Kaji luas, kedalaman luka bakar, asupan dan keluaran cairan serta
residu urine pertama kali dipasang kateter. Kaji berat jenis urine, warna
urine , pH, kadar glukosa, aseton, protein serta nilai hemoglobin.

2.1.2 Pemeriksaan fisik : data focus


Tingkat kesadaran : Composmentis
GCS : Eyes= 4 ; Verbal= 5 ; Motorik= 6
Vital sign : TD = 120/80 mmHg N= 60x/menit
R= 20x/menit T = 37˚C
Tingkat Nyeri :
 P = penyebab nyeri
 Q = keluhan nyeri (seperti ditusuk-tusuk/ tersayat-sayat)
 R = apakah nyeri menyebar
 S = Skala nyeri
 T = durasi terjadinya nyeri

SKALA NYERI
0 Tidak nyeri
1 Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut
2 Seperti melilit atau terpukul
3 Seperti perih
4 Seperti keram
5 Seperti tertekan atau tergesek
6 Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
7–9 Sangat nyeri tetapi dapat dikontrol
oleh klien dengan aktivitas yang biasa
dilakukan.
10 Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol
oleh klien.
Keterangan : 1 – 3 (Nyeri ringan)
4 – 6 (Nyeri sedang)
7 – 9 (Nyeri berat)
10 (Sangat nyeri)

18
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Menurut Doenges, 2000, diperlukan pemeriksaan diagnostik pada luka
bakar yaitu :
1. Laboratorium
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan
adanya pengeluaran darah yang banyak
sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada
Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan
dengan adanya infeksi atau inflamasi.
c. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan
oksigen (PaO2) atau peningkatan
tekanan karbondioksida (PaCO2)
mungkin terlihat pada retensi karbon
monoksida.
d. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan
dan penurunan fungsi ginjal, natrium
pada awal mungkin menurun karena
kehilangan cairan, hipertermi dapat
terjadi saat konservasi ginjal dan
hipokalemi dapat terjadi bila mulai
diuresis.
e. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L
Mengindikasikan kelebihan cairan ,
kurang dari 10 mEqAL menduga
ketidakadekuatan cairan.
f. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan
Dengan perpindahan cairan interstisial
atau gangguan pompa, natrium.
g. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum
menunjukkan respon stress.
h. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan
protein pada edema cairan.
i. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan
perfusi atau fungsi ginjal, tetapi
kreatinin dapat meningkat karena
cedera jaringan.
j. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif

19
terhadap efek atau luasnya cedera.

2. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda


Iskemia miokardial atau distritmia.
3. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk
penyembuhan luka bakar.

2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan luka
bakar
Diagnosa 1 : Kekurangan volume cairan
2.2.1 Definisi
Penurunan cairan intravascular, intertisial, atau intrasel.

2.2.2 Batasan karakteristik


Subjektif
Haus
Objektif
 Perubahan status mental
 Penurunan turgor kulit dan lidah
 Penurunan haluaran urine
 Penurunan pengisian vena
 Kulit dan membrane mukosa kering
 Hematokrit meningkat
 Suhu tubuh meningkat
 Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah,
penurunan volume dan tekanan nadi.
 Konsentrasi urine meningkat
 Penurunan berat badan yang tiba-tiba
 Kelemahan

2.2.3 Faktor yang berhubungan


Kehilangan volume cairan aktif
Kegagalan mekanisme pengaturan (seperti, dalam diabetes insipidus,
hiperaldosteronisme)
(asupan cairan yang tidak adekuat sekunder akibat ___________)

Diagnosa 2: Kerusakan integritas kulit


2.2.4 Definisi
Perubahan atau gangguan epidermis atau dermis.

2.2.5 Batasan karakteristik


Kerusakan lapisan kulit (dermis)
Gangguan permukaan kulit (epidermis)
Invasi struktur tubuh

20
2.2.6 Faktor yang berhubungan
Eksternal
 Zat kimia, radiasi
 Usia yang ekstream
 Kelembapan
 Hipertermia, hipotermia
 Faktor mekanik (misalnya: gaya gunting)
 Medikasi
 Lembab
 Immobilitas fisik
Internal
 Perubahan status cairan
 Perubahan pigmentasi
 Perubahan turgor
 Faktor perkembangan
 Kondisi ketidak seimbangan nutrisi
 Penurunan immonologis
 Penurunan sirkulasi
 Kondisi gangguan metabolic
 Gangguan sensasi
 Tonjolan tulang.

Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola napas


2.2.7 Definisi
Inspirasi dan/ ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat.

2.2.8 Batasan karakteristik


Subjektif
Dispnea
Napas pendek
Objektif
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik tumpu (tripod)
Bradipnea
Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Napas dalam (dewasa Vt 500ml pada saat istirahat, bayi 6-8 ml/kg)
Peningkatan diameter anterior posterior
Napas cuping hidung
Ortopnea
Fase ekspirasi memanjang
Pernapasan bibir mencucu
Kecepatan respirasi

21
 Usia dewasa 14 tahun atau lebih: ≤11 atau > 24 (kali per
menit)
 Usia 5-14 : <15 atau >25
 Usia 1-4 : <20 atau >30
 Bayi : <25 atau >60
Takipnea
Rasio waktu
Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas

2.2.9 Faktor yang berhubungan


Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding dada
Penurunan energy dan kelelahan
Hiperventilasi
Sindrom hiperventilasi
Kerusakan muskuloskletal
Imaturitas neurologi
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeri
Kerusakan persepsi atau kognitif
Kelelahan otot-otot pernapasan
Cedera medulla spinalis.

Diagnosa 4 : Nyeri akut


2.2.10 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat
adanya
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, yang tiba-tiba atau
perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang
dapat
diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam
bulan.

2.2.11 Batasan karakteristik


Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot, respons
autonomik, perubahan selera makan, perilaku distraksi, perilaku
ekspresif, wajah topeng, perilaku menjaga atau sikap melindungi,
focus menyempit, bukti nyeri dapat diamati,berfokus pada diri sendiri
dan gangguan tidur.

22
2.2.12 Faktor Yang Berhubungan
Agen-agen penyebab cedera (misalnya biologis, kimia, fisik, dan
psikologis).

Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
2.2.13 Definisi
Mengalami peningkatan resiko terserang organisme patogenik

2.2.14 Faktor resiko


Penyakit kronis.
· Diabetes melitus
· Obesitas
Pengetahuan yang tidak cukup untuk
menghindari pemanjanan patogen.
Pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat.
- Gangguan peritalsis
- Kerusakan integritas kulit (pemasangan kateter intravena, prosedur
invasif)
- Perubahan sekresi pH
- Penurunan kerja siliaris
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lama
- Merokok
- Stasis cairan tubuh
- Trauma jaringan (mis, trauma destruksi jaringan)
Ketidakadekuatan pertahanan sekunder
· Penurunan hemoglobin
· Imunosupresi (mis, imunitas didapat tidak adekuat, agen
farmaseutikal termasuk imunosupresan, steroid, antibodi
monoklonal, imunomudulator)
· Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
· Wabah
Prosedur invasif
Malnutris

1.2 Perencanaan
Diagnosa 1 : Kekurangan volume cairan
2.2.13 Tujuan dan kriteria hasil
a. Pasien akan memiliki konsentrasi urine normal.

23
b. Memiliki hematokrit dan hemoglobin dalam batas normal.
c. Tidak mengalami haus yang tidak normal
d. Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam
24jam.
e. Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat.

2.2.14 Intervensi keperawatan dan rasional


a. Pengkajian :
- kaji warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan.
- Kaji orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu.
- Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
b. Observasi :
- Observasi terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit
(misalnya: diare, drainase luka, pengisapan nasogastric)
c. Mandiri :
- Pemantauan cairan : mengumpulkan dan menganalisis data
pasien untuk mengatur keseimbangan cairan.
- Managemen elektrolit : Meningkatkan keseimbangan cairan
dan mencegah komplikasi akibat kadar cairan yang
abnormal atau yang tidak diharapkan.
- Managemen hipovolemia :Mengembangkan volume cairan
intavaskuler pada pasien yang mengalami penurunan volume
cairan.
d. Kolaborasi
- Berikan terapi Intravena sesuai dengan program.

Diagnosa 2 : Kerusakan integritas kulit


2.2.15 Tujuan dan kriteria hasil
 Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membran mukosa yang
dibuktikan oleh indikator berikut (1-5 : gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, atau tidak ada gangguan):
Suhu, elastisitas, hidrasi dan sensasi
Perfusi jaringan
Keutuhan kulit

24
 Pasien/ keluarga menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau
perawatan luka yg optimal.
 Tidak ada lepuh atau maserasi kulit

2.2.16 Intervensi keperwatan dan rasional: NIC


1. Pemeliharaan akses dialisis.
R: memelihara area akses pembuluh darah (arteri vena)
2. Kewaspadaan lateks
R: Menurunkan risiko reaksi sistematik terhadap lateks
3. Pemberian obat
R : Mempersiapkan, memberikan dan mengevaluasi keefektifan
obat resep dan obat nonresep.
4. Perawatan area insisi
R : Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip, staples.
5. Manajemen area penekanan
R : Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh
6. Perawatan ulkus dekubitus
R : Memfasilitasi Penyebuhan ulkus dekubitus
7. Manajemen pruritus
R : Mencegah dan mengobati gatal
8. Surveilans kulit
R : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
9. Perawatan luka
R : Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan
luka.
Diagnosa 3 : Ketidakefektifan pola napas
2.2.17 Tujuan dan Kriteria hasil
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips)
- Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal

25
- Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)

2.5.6 Intervensi dan Rasional


Airway Management
- Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
- Pasang mayo bila perlu
- Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
- Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
- Lakukan suction pada mayo
- Berikan bronkodilator bila perlu
- Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
- Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
- Pertahankan jalan nafas yang paten
- Atur peralatan oksigenasi
- Monitor aliran oksigen
- Pertahankan posisi pasien
- Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
- Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
- Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
- Monitor kualitas dari nadi
- Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Monitor suara paru
- Monitor pola pernapasan abnormal
- Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,
bradikardi, peningkatan sistolik)
- Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

Diagnosa 4 : Nyeri akut

26
2.2.7 Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24
jam,
diharapakan nyeri berkurang dengan kriteria :
1. Tingkat Kenyamanan :
Tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik dan
psikologis
2. Pengendalian diri :
Tindakan individu untuk mengendalikan nyeri
3. Tingkat nyeri :
Keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
 Memperlihatkan pengendalian nyeri yang
dibuktikan oleh indicator sebagai berikut (sebutkan
1-5:tidak pernah, jarang,kadang-kadang,sering,
atau selalu)
 Menunjukkan tingkat nyeri , yang dibuktikan oleh
indicator sebagai berikut ( sangat berat, berat,
sedang, ringan atau tidak ada): Ekspresi nyeri pada
wajah, gelisah atau ketegangan otot, durasi nyeri,
merintih dan menangis, gelisah.

2.2.8 Intervensi dan rasional


a. Manajemen Nyeri: (Meringankan atau mengurangi nyeri sampai
pada tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien)
b. Pemberian Analgesik : (Menggunakan agens-agens farmakologi
untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri)
c. Manajemen Medikasi : Memfasilitasi penggunaan obat resep
atau obat bebas secara aman dan efektif
d. Bantuan Analgesia : Memudahkan pengendalian pemberian dan
pengaturan analgesic oleh pasien
e. Manajemen Sedasi : Memberikan sedatif, memantau respons
pasien, dan memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan
selama prosedur diagnostik atau terapeutik
Pengkajian

27
- Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama
untuk mengumpulkan informasi pengkajian
- Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan
pada skala 0 sampai 10 (0= tidak ada nyeri atau
ketidaknyamanan, 10 = nyeri hebat)
- Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri
oleh analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
- Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respons pasien
- Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai
usia dan tingkat perkembangan pasien
- Manajemen Nyeri (NIC)
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi
lokasi, karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas ,
intensitas atau keparahan nyerim dan faktor presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya
pada mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif
Penyuluhan untuk Pasien/Keluarga
- Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus
yang harus diminum , frekuensi pemberian, kemungkinan
efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengonsumsi obat tersebut (misalnya ,
pembatasan aktivitas fisik , pembatasan diet) dan nama
orang yang harus dihubungi bila mengalami nyeri
membandel
- Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada
perawat jika peredaan nyeri tidak dapat dicapai
- Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang
disarankan
- Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau
opioid (misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
- Manajemen Nyeri (NIC) : berikan informasi tentang nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur

28
- Manajemen Nyeri (NIC) :
Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya,
umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, atau kompres
hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika
memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri;
sebelum nyeri terjadi atau meningkat; dan bersama
penggunaan tindakan peredaan nyeri yang lain.
Aktivitas Lain
- Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian
nyeri dan efek samping
- Bantu pasien mengidentifikan tindakan kenyamanan yang
efektif di masa lalu, seperti , distraksi, relaksasi, atau
kompres hangat/dingin
- Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa
nyaman dan aktivitas lain untuk membantu relaksasi,
meliputi tidakan sebagai berikut :
- Lakukan perubahan posisi, masase punggung, dan relaksasi
Ganti linen tempat tidur, bila diperlukan
- Berikan perawatan dengan tidak terburu-buru, dengan sikap
yang mendukung
- Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut aktivitas perawatan
- Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan
pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan
pengalihan melalui televise, radio, tape dan interaksi dengan
pengunjung
- Gunakan pendekatan yang positif untuk mengoptimalkan
respons pasien terhadap analgesic (misalnya “Obat ini akan
mengurangi nyeri Anda”)

Diagnosa 5 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat ; kerusakan perlindungan kulit
2.3.9 Kriteria Hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi

29
2.3.10 Intervensi dan Rasional :
1. Implementasikan tehnik isolasi yang tepat sesuai indikasi
Rasional :
Tergantung tipe atau luasnya luka untuk menurunkan resiko
kontaminasi silang atau terpajan pada flora bakteri multiple.
2. Tekankan pentingnya tehnik cuci tangan yang baik untuk
semua individu yang datang kontak ke pasien
Rasional : Mencegah kontaminasi silang
3. Cukur rambut disekitar area yang terbakar meliputi 1 inci dari
batas yang terbakar
Rasional : Rambut media baik untuk pertumbuhan bakteri
4. Periksa area yang tidak terbakar (lipatan paha, lipatan leher,
membran mukosa )
Rasional :
nfeksi oportunistik (misal : Jamur) seringkali terjadi
sehubungan dengan depresi sistem imun atau proliferasi flora
normal tubuh selama terapi antibiotik sistematik.
5. Bersihkan jaringan nekrotik yang lepas (termasuk pecahnya
lepuh) dengan gunting dan forcep.
Rasional : Meningkatkan penyembuhan
6. Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

II. Daftar Pustaka


Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000.
Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC

Effendi, C., 1999, Perawatan Pasien Luka Bakar, 5-6; 25, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.

Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Jakarta :


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Nurarif A, dan Kusuma H. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosis Medis & Nanda NIC NOC, Edisi Revisi jilid 1 & 2.

Wilkinson. J. M dan Ahern.N.R .(2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan,


Edisi 9. Penerbit buku kedokteran :EGC

30

Anda mungkin juga menyukai