Anda di halaman 1dari 7

Gerontik

TEORI PENUAAN

Dahulu para ilmuan telah membuat teori tentang penuaan seperti Aristoteles dan
Hipocrates yang berisi tentang suatu penurunan suhu tubuh dan cairan secara umum.
Sekarang dengan seiring jaman banyak orang yang melakukan penelitian dan penemuan
dengan tujuan supaya ilmu itu dapat semakin jelas, komplek dan variatif. Ahli teori telah
mendeskripsikan proses biopsikososial penuaan yang kompleks. Tidak ada teori yang
menjelaskan teori penuaan secara utuh. Semua teori masih dalam berbagai tahap
perkembangan dan mepunyai keterbatasan. Namum perawat dapat menggunakannnya
untuk memahami fenomena yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan klien
lansia.

Proses menjadi tua itu pasti akan dialami oleh setiap orang dan menjadi dewasa
itu pilihan.penuaan bukan progresi yang sederhana, jadi tidak ada teori universal yang
diterima yang dapat memprediksi dan menjelaskan kompleksitas lansia.

Penuaan dapat dilihat dari 3 perspektif yaitu :

1. Usia biologis

Berhubungan dengan kapasitas fungsi system organ

2. Usia psikologis

Berhubungan dengan kapasitas perilaku adaptasi

3. Usia social

Berhubungan dengan perubahan peran dan perilaku sesuai usia manusia.


Peran teori dalam memahami penuaan adalah sebagai landasan dan sudut pandang untuk
melihat fakta, menjawab pertanyaan filosofi, dan dasar memberikan asuhan keperawatan
pada pasien. Penuaan pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa bagian seperti biologi,
psikologi, social, fungsional dan spiritual.

TEORI PSIKOLOGI (PSYCHOLOGIC THEORIES AGING)

Teori ini akan menjelaskan bagaimana seseorang berespon pada tugas


perkembangannya. Pada dasarnya perkembangan seseorang akan terus berjalan meskipun
orang tersebut telah menua.

1. Teori Hierarki Kebutuhan Manusia Maslow (Maslow’s Hierarchy of Human


Needs)

Dari hierarki Maslow kebutuhan dasar menusia dibagi dalam lima


tingkatan dari mulai yang terendah kebutuhan fisiologi, rasa aman, kasih sayang,
harga diri sampai pada yang paling tinggi yaitu aktualisasi diri. Seseorang akan
memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling rendah menuju ke
tingkat yang paling tinggi.

Menurut Maslow semakin tua usia individu maka individu tersebut akan
mulai berusaha mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai
aktualisasi diri maka individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan
kematangan dengan semua sifat yang ada di dalamnya; otonomi, kreatif,
independent dan hubungan interpersonal yang positif.

2. Teori Individualism Jung (Jung’s Theory of Individualism)

Menurut Carl Jung sifat dasar menusia terbagi menjadi dua yaitu
ekstrovert dan introvert. Individu yang telah mencapai lansia dia akan cenderung
introvert, dia lebih suka menyendiri seperti bernostalgia tentang masa lalunya.

Menua yang sukses adalah jika dia bisa menyeimbangkan antari sisi introvertnya
dengan sisi ekstrovertnya namun lebih condong kearah introvert. Dia tidak hanya
senang dengan dunianya sendiri tapi juga terkadang dia ekstrovert juga melihat
orang lain dan bergantung pada mereka.

3. Teori Delapan Tingkat Perkembangan Erikson (Erikson’s Eight Stages of


Life)

Menurut Erikson tugas perkembangan terakhir yang harus dicapai individu


adalah ego integrity vs disapear. Jika individu tersebut sukses mencapai tugas ini
maka dia akan berkembang menjadi individu yang arif dan bijaksana (menerima
dirinya apa adanya, merasa hidup penuh arti, menjadi lansia yang bertanggung
jawab dan kehidupannya berhasil). Namun jika individu tersebut gagal mencapai
tahap ini maka dia akan hidup penuh dengan keputusasaan (lansia takut mati,
penyesalan diri, merasakan kegetiran dan merasa terlambat untuk memperbaiki
diri).

1. Optimalisasi Selektif dengan Kompensasi (Selective Optimization with


Compensation)

Menurut teori ini, kompensasi terhadap penurunan tubuh ada 3 elemen yaitu:

a. Seleksi.

Adanya penurunan dari fungsi tubuh karena proses penuaan maka mau tidak mau
harus ada peningkatan pembatasan terhadap aktivitas sehari-hari.

b. Optimalisasi.

Lansia tetap menoptimalkan kemampuan yang masih dia punya guna


meningkatkan kehidupannya.

c. Kompensasi.
Aktivitas-aktivitas yang sudah tidak dapat dijalakan arena proses penuaan
diganti dengan aktifitas-aktifitas lain yang mungkin bisa dilakukan dan
bermanfaat bagi alnsia.

Hurlock (1991) menyebutkan bahwa PWB atau kebahagiaan pada lanjut usia
tergantung dipenuhi atau tidaknya “tiga A” kebahagiaan, yaitu acceptance (penerimaan),
affection (kasih sayang), dan achievement (pencapaian). Apabila seorang lanjut usia tidak
dapat memenuhi “tiga A” tersebut maka akan sulit baginya untuk dapat mencapai
kebahagiaan. Ryff dalam buku Human Development (2000) juga memberi definisi well-
being dalam adulthood dan menunjukkan bagaimana orang dewasa memandang diri
mereka sendiri yang berbeda pada beberapa hal di masa adulthood mereka Salah satu
dimensi dari Psychological Well-Being dalam skala Ryff yang sejalan dengan Hurlock
adalah dimensi Self-Acceptance (penerimaan diri). Nilai tinggi pada dimensi ini
menunjukkan bahwa lanjut usia memiliki sikap yang positif pada diri sendiri, menerima
diri baik aspek yang positif maupun negatif, memandang positif masa lalu. Sedangkan
nilai rendahnya menunjukkan bahwa lanjut usia merasa tidak puas terhadap diri sendiri,
kecewa dengan masa lalu, ingin menjadi orang yang berbeda dari dirinya saat ini.

Dalam buku ”Bunga Rampai Psikologi Perkembangan Pribadi dari bayi sampai
lanjut usia” (2001), aspek emosional yang terganggu, kecemasan, apalagi stres berat
secara tidak langsung dapat mengganggu kesehatan fisik yang akan berakibat buruk
terhadap stabilitas emosi. Pada lanjut usia permasalahan psikologis terutama muncul bila
lanjut usia tidak berhasil menemukan jalan keluar masalah yang timbul sebagai akibat
dari proses menua. Proses penuaan yang baik berkaitan dengan menolak penyakit,
banyak dari kemampuan yang menurun secara lebih perlahan, cara diet yang sesuai, olah
raga, stimulasi mental yang layak, serta relasi dan dukungan sosial yang baik. Dengan
mengedepankan suatu kehidupan yang aktif daripada pasif akan diperoleh keuntungan –
keuntungan fisik dan psikologis.

Perkembangan Emosional
Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang siap menghadapi dan
menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan para lanjut usia kurang dapat
menyesuaikan diri dan memecahkan masalah yang dihadapi (Widyastuti, 2000).
Munculnya rasa tersisih, tidak dibutuhkan lagi, ketidak ikhlasan menerima kenyataan
baru seperti penyakit yang tidak kunjung sembuh, kematian pasangan, merupakan
sebagian kecil dari keseluruhan perasaan yang tidak enak yang harus dihadapi lanjut usia.

Hal – hal tersebut di atas yang dapat menjadi penyebab lanjut usia kesulitan
dalam melakukan penyesuaian diri. Bahkan sering ditemui lanjut usia dengan
penyesuaian diri yang buruk. Sejalan dengan bertambahnya usia, terjadinya gangguan
fungsional, keadaan depresi dan ketakuatan akan mengakibatkan lanjut usia semakin sulit
melakukan penyelesaian suatu masalah. Sehingga lanjut usia yang masa lalunya sulit
dalam menyesuaikan diri cenderung menjadi semakin sulit penyesuaian diri pada masa-
masa selanjutnya.

Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan
orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan akibat perubahan perubahan fisik,
maupun sosial psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai keselarasan
antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan, yang disertai dengan
kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat
memenuhi kebutuhan– kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.

Pada orang – orang dewasa lanjut atau lanjut usia, yang menjalani masa pensiun
dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik merupakan lanjut usia yang sehat,
memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang
luas termasuk diantaranya teman – teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan
kehidupannya sebelum pensiun (Palmore, dkk, 1985). Orang – orang dewasa lanjut
dengan penghasilan tidak layak dan kesehatan yang buruk, dan harus menyesuaikan diri
dengan stres lainnya yang terjadi seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya,
memiliki lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun (Stull &
Hatch, 1984).
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan dimensi
emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan emosi yang
berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam
kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang
yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosinya akan mengalami
pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun
untuk memiliki pikiran yang jernih.

Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan kesimpulan


bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang
mungkin akan terjadi. Dorongan yang relevan dengan rasa takut menimbulkan reaksi
bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk
antisipasi datangnya hal tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis
individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa
takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak yang
dialami oleh orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut
bersumber dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran mental
terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi kemampuan memori, inteligensi,
dan sikap kurang senang terhadap diri sendiri.

Ditinjau dari aspek yang lain respon-respon emosional mereka lebih spesifik,
kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa daripada orang-orang muda.
Bukan hal yang aneh apabila orang-orang yang berusia lanjut memperlihatkan tanda-
tanda kemunduran dalam berperilaku emosional; seperti sifat-sifat yang negatif, mudah
marah, serta sifat-sifat buruk yang biasa terdapat pada anak-anak.

Orang yang berusia lanjut kurang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan


kehangatan dan persaan secara spontan terhadap orang lain. Mereka menjadi kikir dalam
kasih sayang. Mereka takut mengekspresikan perasaan yang positif kepada orang lain
karena melalui pengalaman-pengalaman masa lalu membuktikan bahwa perasaan positif
yang dilontarkan jarang memperoleh respon yang memadai dari orang-orang yang diberi
perasaan yang positif itu. Akibatnya mereka sering merasa bahwa usaha yang dilakukan
itu akan sia-sia. Semakin orang berusia lanjut menutup diri, semakin pasif pula perilaku
emosional mereka.

Anda mungkin juga menyukai