OLEH :
201820461011107
PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
DEPARTEMEN RUANG
Mahasiswa,
(.....................................)
............................... ...............................
1.DEFINISI
Mual berasal dari bahasa Latin naus (kapal), merupakan sensasi yang sangat
tidak enak pada perut yang biasanya terjadi sebelum keinginan untuk muntah, untuk
segera muntah. Penyebab mual dan muntah disebabkan oleh pengaktifan pusat muntah di
otak.
Muntah merupakan aktivitas / kontraksi langsung otot perut, dada dan GI yang
mengarah ke pengeluaran isi perut melalui mulut. Muntah adalah aksi dari pengosongan
lambung secara paksa dan merupakan suatu cara perlindungan alamiah dari tubuh.
2. ETIOLOGI
Mual muntah dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
a. Gangguan GI track
Adanya agen yang menyerang atau mengiritasi lapisan lambung, seperti
infeksi bakteri H. Pylori, gastroentritis, keracunan makanan , agen iritan lambung
(alkohol, rokok, dan obat NSAID). Penyakit peptic ulcer dan GERD juga dapat
menyebabkan mual muntah.
b. Sinyal dari otak
• Luka pada kepala, pembengkakan otak (gegar otak atau trauma kepala), infeksi
(meningitis atau encephalitis), tumor, atau keseimbangan abnormal dari
elektrolit dan air dalam aliran darah.
• Noxious stimulus: bau-bau atau suara-suara
• Kelelahan karena panas, terik matahari yang ekstrem, atau dehidrasi.
c. Terkait dengan penyakit lain
Misalnya pada pasien diabetes dapat mengalami gastroparesis, yaitu kondisi
dimana lambung gagal mengosongkan diri secara tepat dan kemungkinan
disebabkan generized neuropathy (kegagalan dari syaraf untuk mengirim sinyal
yang tepat ke otak).
d. Obat dan perawatan medis
• Terapi radiasi: mual dan muntah dihubungkan dengan terapi radiasi.
• Efek samping obat, seperti pada obat nyeri narkotik, anti-inflamasi
(prednisone dan ibuprofen), dan antibiotik yang dapat menyebabkan mual dan
muntah.
e.Kehamilan
Muntah pada kehamilan terutama pada trisemester pertama yang disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh.
3. KLASIFIKASI
a. Regurgitasi – sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke dalam mulut.
Regurgitasi terjadi dengan gastroesophageal reflux atau penyumbatan esofagus.
b. Ruminasi – gangguan makan yang sering dibingungkan dengan kondisi muntah.
Ruminasi terjadi berulang-ulang setelah makan, tidak diawali dengan mual, dan
tidak terkait dengan fenomena fisik biasanya yang menyertai muntah.
c. Dispepsia – nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan yang berpusat di
perut bagian atas. Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia
struktural (berhubungan dengan asam) dan fungsional (terkait dismotilitas).
Dispepsia fungsional pada pasien kanker disebut sindrom dispepsia yang terkait
kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome), ditandai dengan mual, cepat
kenyang, merasa penuh post-prandial, dan nyeri.
4. PATOFISIOLOGI
5.MANIFESTASI KLINIK
Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) dan memiliki tanda-tanda seperti : pucat, berkeringat, air liur berlebihan,
pada beratnya penyakit pasien mulai dari muntah ringan sampai parah.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap
Hemoglobin (Hb)
Adanya tingkat hemoglobin yang tidak normal, menandakan tubuh
mengalami anemia atau kelainan darah seperti talasemia. Hemoglobin berada di dalam
sel darah merah, tugasnya adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh.
Hematrokrit (Ht)
Trombosit
Tingkat trombosit yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan pada proses
pembekuan darah. Gangguan ini bisa berupa terlalu banyak pembekuan sehingga terjadi
penggumpalan darah, atau justru kurangnya pembekuan yang dapat menimbulkan
perdarahan. Dengan sifatnya yang membekukan darah, trombosit berfungsi untuk
menutup atau menyembuhkan luka serta menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan darah lengkap tentu saja juga melibatkan pemeriksaan sel darah
merah. Fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen dan nutrisi lain ke seluruh
tubuh. Tingkat sel darah merah yang tidak normal, terlalu sedikit atau terlalu banyak,
adalah pertanda penyakit tertentu. Misalnya, anemia, perdarahan, kekurangan cairan atau
dehidrasi, dan penyakit lain.
Tingkat sel darah putih yang tidak normal, kemungkinan adalah gejala terjadinya
infeksi, gangguan sistem kekebalan tubuh, bahkan mungkin kanker darah (leukemia).
Untuk memastikan, umumnya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui jenis sel darah putih yang abnormal.
Gula darah
Tes ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Kadar gula darah
yang tinggi menandakan Anda mungkin mengalami diabetes. Tes ini mungkin meminta
Anda untuk puasa sebelumnya.
b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau
kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya
penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas
penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai
ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar
lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari
setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis
atau infeksi parasit.
2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi
akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi
anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak
spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma
menandakan adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan
bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi
pada pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, tanpa menimbulkan efek samping.
Terapi non farmakologi:
c. Butyrophenones
Dua senyawa butyrophenone yang memiliki aktivitas antiemetik adalah
haloperidol dan droperidol. Keduanya bekerja dengan memblokir stimulasi
dopaminergik di CTZ. Meskipun setiap agen efektif dalam mengurangi mual dan
muntah, haloperidol tidak dianggap sebagai terapi lini pertama untuk mual dan
muntah tanpa komplikasi tetapi digunakan untuk perawatan keadaan paliatif.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid telah menunjukkan efikasi antiemetik sejak adanya pasien
yang menerima prednisone sebagai prosedur awal penanganan penyakit Hodgkin
untuk mengurangi mual dan muntah. Methyl prednisolone juga telah digunakan
sebagai antiemetik. Deksametason telah terbukti efektif dalam pengelolaan mual
dan muntah akibat kemoterapi dan pasca operasi baik sebagai obat tunggal
maupun dalam kombinasi dengan selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI).
Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada
muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan
sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis
pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis
IV 3 -4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi
obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti
reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro
merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan
efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan
etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang
disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan
antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis.
Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari
tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular
atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6
mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area
postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak
efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–
18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam
setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis
pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.
8. PENCEGAHAN
Menghindari pemicu mual dapat membantu mencegah muntah. Oleh karena itu, Anda harus menghindari:
Sedangkan minum obat mual (skopolamin) sebelum perjalanan dapat mencegah mabuk perjalanan. Jika Anda rentan mual te
yang dalam dan jernihkan pikiran dan jangan berpikir tentang muntah, karena hal ini dapat membuat mual lebih bur
9. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi. Pada saat muntah, maka isi perut yang kebanyakan adalah cairan akan
keluar, sehingga membuat tubuh kehilangan cairan yang tadinya penting untuk
berperan dalam homeostasis. Dehidrasi ini akan berimplikasi hipovolemik pada
tubuh, kulit kering, rasa haus, lemas, anak gelisah. Bila berat dapat terjadi napas
cepat, tekanan darah turun, gangguan jantung, kejang, penurunan kesadaran,
Pengkajian :
1. keluhan utama
adalah keluhan yang dirasakan pertama kali dan sedang dirasakan oleh pasien seperti
ketidaknyamanan pada perut mual dan muntah bahakan hingga pusing disertai dengan
peningkatan tekanan intrakarnial sampai lemas.
2. riwayat penyakit sekarang
adalah keluhan pasien dari sebelum terjadi penyakit mual muntah hingga mual muntah
terjadi. Seperti makanan yang di makan, adakah keluhan sebelum mual muntah, penyakit
bawaan, penyakit yang di derita sekarang dengan resiko mual muntah hingga yang
dirasakn seperti mulut kering keinginan muntah dan pusing karena tekanan intrakranial.
3. riwayat penyakit dahulu
adalah riwayat yang pernah di derita pasien seperti kejang dan demam ssat sebelum mual
muntah terjadi atau riwayat penyakit terdahulu seperti pernah dirawat di rs dengan
diagnosa khusus seperti gea, gangguan pencernaan, maag dan lain sebagainya.
4. riwayat penyakit alergi
pasien ditanya apakah pasien mempunyai riwayat alergi makan yaatau obat-obatan untuk
mengetahui penyebab dan untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai penatalaksanaan
agar tidak terjadi penambahan keluhan pada pasien dan menghindari sindrom stefen
junktion.
5. riwayat imunisasi
imunisasi yang terjadwal dan terlaksana.
• Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan
vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB
monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas
yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal
pemberian pada usia 2,3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan
DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,4, dan 6 bulan.
• Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di
sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian
OPV-3.
• Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan,
optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu
dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
• Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2,4, dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan diberikan
vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12
tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
• Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
• Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama
diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
usia ≥ 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
• Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL.
• Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
• Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9
bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6
bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR.
• Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada
usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
• Vaksin human papilloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV tetravalent dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12
bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis.
• Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada
daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut.
Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
berikutnya.
• Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan.