Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

NAUSEA VOMITING (MUAL MUNTAH)

OLEH :

PANJI KUSUMO WILISETIADI

201820461011107

PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG

LEMBAR KONSULTASI LP, ASKEP DAN

RESUME DENGAN KASUS

DEPARTEMEN RUANG

RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

Tanggal Saran pembimbing Tanda tangan

......................... , ......................... , 2019

Mahasiswa,

(.....................................)

Telah direvisi dan disetujui,

Pembimbing klinik pembimbing akademik

............................... ...............................
1.DEFINISI

Mual berasal dari bahasa Latin naus (kapal), merupakan sensasi yang sangat
tidak enak pada perut yang biasanya terjadi sebelum keinginan untuk muntah, untuk
segera muntah. Penyebab mual dan muntah disebabkan oleh pengaktifan pusat muntah di
otak.
Muntah merupakan aktivitas / kontraksi langsung otot perut, dada dan GI yang
mengarah ke pengeluaran isi perut melalui mulut. Muntah adalah aksi dari pengosongan
lambung secara paksa dan merupakan suatu cara perlindungan alamiah dari tubuh.
2. ETIOLOGI
Mual muntah dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
a. Gangguan GI track
Adanya agen yang menyerang atau mengiritasi lapisan lambung, seperti
infeksi bakteri H. Pylori, gastroentritis, keracunan makanan , agen iritan lambung
(alkohol, rokok, dan obat NSAID). Penyakit peptic ulcer dan GERD juga dapat
menyebabkan mual muntah.
b. Sinyal dari otak
• Luka pada kepala, pembengkakan otak (gegar otak atau trauma kepala), infeksi
(meningitis atau encephalitis), tumor, atau keseimbangan abnormal dari
elektrolit dan air dalam aliran darah.
• Noxious stimulus: bau-bau atau suara-suara
• Kelelahan karena panas, terik matahari yang ekstrem, atau dehidrasi.
c. Terkait dengan penyakit lain
Misalnya pada pasien diabetes dapat mengalami gastroparesis, yaitu kondisi
dimana lambung gagal mengosongkan diri secara tepat dan kemungkinan
disebabkan generized neuropathy (kegagalan dari syaraf untuk mengirim sinyal
yang tepat ke otak).
d. Obat dan perawatan medis
• Terapi radiasi: mual dan muntah dihubungkan dengan terapi radiasi.
• Efek samping obat, seperti pada obat nyeri narkotik, anti-inflamasi
(prednisone dan ibuprofen), dan antibiotik yang dapat menyebabkan mual dan
muntah.
e.Kehamilan
Muntah pada kehamilan terutama pada trisemester pertama yang disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh.

3. KLASIFIKASI
a. Regurgitasi – sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke dalam mulut.
Regurgitasi terjadi dengan gastroesophageal reflux atau penyumbatan esofagus.
b. Ruminasi – gangguan makan yang sering dibingungkan dengan kondisi muntah.
Ruminasi terjadi berulang-ulang setelah makan, tidak diawali dengan mual, dan
tidak terkait dengan fenomena fisik biasanya yang menyertai muntah.
c. Dispepsia – nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan yang berpusat di
perut bagian atas. Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia
struktural (berhubungan dengan asam) dan fungsional (terkait dismotilitas).
Dispepsia fungsional pada pasien kanker disebut sindrom dispepsia yang terkait
kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome), ditandai dengan mual, cepat
kenyang, merasa penuh post-prandial, dan nyeri.

4. PATOFISIOLOGI

Terdapat tiga fase emesis, yaitu:


• Nausea, berupa kebutuhan untuk segera muntah atau mual. Mual biasanya terkait
dengan penurunan motilitas lambung dan peningkatan tonus di usus kecil. Selain
itu, sering terjadi pembalikan gerakan peristaltik di usus kecil proksimal.
• Retcing , yaitu gerakan yang diusahakan otot perut dan dada sebelum muntah
• Nafas kering (dry heaves) mengacu pada gerakan pernapasan spasmodik
dilakukan dengan glotis tertutup. Sementara ini terjadi, antrum kontrak perut dan
fundus dan kardia relax. Studi dengan kucing telah menunjukkan bahwa selama
muntah-muntah terjadi herniasi balik esofagus perut dan kardia ke dalam rongga
dada karena tekanan negatif yang ditimbulkan oleh upaya inspirasi dengan glotis
tertutup.
Emesis adalah ketika isi usus lambung dan sering dalam jumlah kecil didorong
sampai dan keluar dari mulut.
Vomiting atau muntah, yaitu pengeluaran isi lambung yang disebabkan oleh retroperistalsis GI.
Muntah di pacu oleh impuls aferen ke pusat muntah pada medulla oblongata. Impuls diterima dari pusat muntah di medul
utama bagi emesis dan biasanya terkait dengan muntah akibat rangsangan kimiawi.

5.MANIFESTASI KLINIK
Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) dan memiliki tanda-tanda seperti : pucat, berkeringat, air liur berlebihan,
pada beratnya penyakit pasien mulai dari muntah ringan sampai parah.

Tanda dan gejala nausea dan vomiting antara lain:


1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Nyeri perut
4. Akral teraba dingin
5. Wajah pucat
6. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
7. Pengeluaran saliva yang meningkat
8. Bisa disertai dengan pusing

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a) Darah lengkap

Hemoglobin (Hb)
Adanya tingkat hemoglobin yang tidak normal, menandakan tubuh
mengalami anemia atau kelainan darah seperti talasemia. Hemoglobin berada di dalam
sel darah merah, tugasnya adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Hematrokrit (Ht)

Adanya tingkat hematrokrit yang tinggi menandakan Anda kemungkinan


mengalami dehidrasi. Sebaliknya, jika hematokrit rendah, mungkin Anda mengalami
kekurangan darah (anemia). Tingkat hematokrit yang tidak normal ini juga bisa
menandakan adanya gangguan pada darah atau sumsum tulang. Hematokrit sendiri
merupakan jumlah persentase perbandingan sel darah merah terhadap volume darah.

Trombosit

Tingkat trombosit yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan pada proses
pembekuan darah. Gangguan ini bisa berupa terlalu banyak pembekuan sehingga terjadi
penggumpalan darah, atau justru kurangnya pembekuan yang dapat menimbulkan
perdarahan. Dengan sifatnya yang membekukan darah, trombosit berfungsi untuk
menutup atau menyembuhkan luka serta menghentikan perdarahan.

Sel darah merah

Pemeriksaan darah lengkap tentu saja juga melibatkan pemeriksaan sel darah
merah. Fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen dan nutrisi lain ke seluruh
tubuh. Tingkat sel darah merah yang tidak normal, terlalu sedikit atau terlalu banyak,
adalah pertanda penyakit tertentu. Misalnya, anemia, perdarahan, kekurangan cairan atau
dehidrasi, dan penyakit lain.

Sel darah putih

Tingkat sel darah putih yang tidak normal, kemungkinan adalah gejala terjadinya
infeksi, gangguan sistem kekebalan tubuh, bahkan mungkin kanker darah (leukemia).
Untuk memastikan, umumnya akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk
mengetahui jenis sel darah putih yang abnormal.
Gula darah

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah. Kadar gula darah
yang tinggi menandakan Anda mungkin mengalami diabetes. Tes ini mungkin meminta
Anda untuk puasa sebelumnya.

b) Elektrolit serum pada bayi dan anak yang dicurigai mengalami dehidrasi.
c) Urinalisis, kultur urin, ureum dan kreatinin untuk mendeteksi adanya infeksi atau
kelainan saluran kemih atau adanya kelainan metabolik.
d) Asam amino plasma dan asam organik urin perlu diperiksa bila dicurigai adanya
penyakit metabolik yang ditandai dengan asidosis metabolik berulang yang tidak jelas
penyebabnya.
e) Amonia serum perlu diperiksa pada muntah siklik untuk menyingkirkan
kemungkinan defek pada siklus urea.
f) Faal hepar, amonia serum, dan kadar glukosa darah perlu diperiksa bila dicurigai
ke arah penyakit hati.
g) Amilase serum biasanya akan meningkat pada pasien pankreatitis akut. Kadar
lipase serum lebih bermanfaat karena kadarnya tetap meninggi selama beberapa hari
setelah serangan akut.
h) Feses lengkap, darah samar dan parasit pada pasien yang dicurigai gastroenteritis
atau infeksi parasit.

2. Ultrasonografi
Dilakukan pada pasien dengan kecurigaan stenosis pilorik, akan tetapi dua pertiga bayi
akan memiliki hasil yang negatif sehingga menbutuhkan pemeriksaan barium meal.
3. Foto polos abdomen
a) Posisi supine dan left lateral decubitus digunakan untuk mendeteksi malformasi
anatomik kongenital atau adanya obstruksi.
b) Gambaran air-fluid levels menandakan adanya obstruksi tetapi tanda ini tidak
spesifik karena dapat ditemukan pada gastroenteritis
c) Gambaran udara bebas pada rongga abdomen, biasanya di bawah diafragma
menandakan adanya perforasi.
4. Barium meal
Tindakan ini menggunakan kontras yang nonionik, iso-osmolar, serta larut air. Dilakukan
bila curiga adanya kelainan anatomis dan atau keadaan yang menyebabkan obstruksi
pada pengeluaran gaster.
5. Barium enema
Untuk mendeteksi obstrusi usus bagian bawah dan bisa sebagai terapi pada intususepsi.

7. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, tanpa menimbulkan efek samping.
Terapi non farmakologi:

• Pasien dengan keluhan sederhana, menghindari makanan tertentu atau


moderasi asupan makanan yang lebih baik.
• Pasien dengan gejala penyakit sistemik sebaiknya mengobati kondisi yang
mendasarinya.
• Antisipasi mual atau muntah pada pasien terapi kanker dengan memberi profilaksis
antiemetik.
• Intervensi perilaku dan termasuk relaksasi, biofeedback, self-hypnosis.
Terapi farmakologi
Faktor pemilihan terapi :
• Gejala berdasarkan etiologi
• Frekuensi, durasi, and tingkat keparahan
• Kemampuan pasien pada penggunaan obat secara oral, rektal, injeksi atau transdermal
• Obat telah berhasil digunakan sebagai antiemetik
sebelumnya Obat-obat yang dapat digunakan yaitu:
a. Antasida
Dapat diberikan dalam dosis tunggal atau kombinasi, terutama yang
mengandung magnesium hydroxide, aluminum hydroxide, calcium carbonate.
Kerjanya yaitu dengan membantu menetralisasi asam lambung. Dosis untuk
membantu memulihkan mual dan muntah akut atau intermitten yaitu 15 sampai
30 mL dari produk dengan dosis tunggal atau kombinasi.
b. Antihistamine–Antikolinergik
Obat antiemetik dari kategori antihistamin-antikolinergik ini bekerja
dengan menghambat berbagai jalur aferenviseral yang merangsang mual dan
muntah di otak. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu mengantuk, gelisah,
penglihatan kabur, mulut kering, retensi urin, dan takikardia, terutama pada
pasien usia lanjut.

c. Butyrophenones
Dua senyawa butyrophenone yang memiliki aktivitas antiemetik adalah
haloperidol dan droperidol. Keduanya bekerja dengan memblokir stimulasi
dopaminergik di CTZ. Meskipun setiap agen efektif dalam mengurangi mual dan
muntah, haloperidol tidak dianggap sebagai terapi lini pertama untuk mual dan
muntah tanpa komplikasi tetapi digunakan untuk perawatan keadaan paliatif.
d. Kortikosteroid
Kortikosteroid telah menunjukkan efikasi antiemetik sejak adanya pasien
yang menerima prednisone sebagai prosedur awal penanganan penyakit Hodgkin
untuk mengurangi mual dan muntah. Methyl prednisolone juga telah digunakan
sebagai antiemetik. Deksametason telah terbukti efektif dalam pengelolaan mual
dan muntah akibat kemoterapi dan pasca operasi baik sebagai obat tunggal
maupun dalam kombinasi dengan selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI).

Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi


keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut dengan
muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi dehidrasi.
Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya adalah
dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang nasogastic tube yang
dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini memerlukan konsultasi
dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui penyebab
yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak dengan
gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal yang merupakan
kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS), apendisitis, batu ginjal,
obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial. Hanya pada keadaan tertentu
antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif, misalnya pada mabuk perjalanan
(motion sickness), mual dan muntah pasca operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik,
gastroparesis, dan gangguan motilitas saluran gastrointestinal.

Terapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut :
1. Antagonis dopamin
Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena
biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan pada
muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh obat-obatan
sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya Metoklopramid dengan dosis
pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari. Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis
IV 3 -4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi
obat ini sekarang sudah jarang digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti
reaksi distonia dan diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat
dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang secara invitro
merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks esophagus berdasarkan
efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonisme terhadap histamine (AH1)
Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan
etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral: 1-1,5mg/kgBB/hari
dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam 4 dosis.
3. Prokloperazin dan Klorpromerazin
Merupakan derivate fenotiazin. Dapat mengurangi atau mencegah muntah yang
disebabkan oleh rangsangan pada CTZ. Mempunyai efek kombinasi antikolinergik dan
antihistamin untuk mengatasi muntah akibat obat-obatan, radiasi dan gastroenteritis.
Hanya boleh digunakan untuk anak diatas 2 tahun dengan dosis 0.4–0.6 mg/kgBB/hari
tiap dibagi dalam 3-4 dosis, dosis maksimal berat badan <20>
4. Antikolinergik
Skopolamine dapat juga memberikan perbaikan pada muntah karena faktor vestibular
atau stimulus oleh mediator proemetik. Dosis yang digunakan adalah 0,6
mikrogram/kgBB/ hari dibagi dalam 4 dosis dengan dosis maksimal 0,3mg per dosis.
5. 5-HT3 antagonis serotonin
Yang sering digunakan adalah Ondanasetron. Mekanisme kerjanya diduga
dilangsungkan dengan mengantagonisasi reseptor 5-HT yang terdapat pada CTZ di area
postrema otak dan mungkin juga pada aferen vagal saluran cerna. Ondansentron tidak
efektif untuk pengobatan motion sickness. Dosis mengatasi muntah akibat kemoterapi 4–
18 tahun: 0.15 mg/kgBB IV 30 menit senelum kemoterapi diberikan, diulang 4 dan 8 jam
setelah dosis pertama diberikan kemudiansetiap 8jam untuk 1-2 hari berikutnya. Dosis
pascaoperasi: 2–12 yr <40>40 kg: 4 mg IV; >12 yr: dosis dewasa8 mg PO/kali.

8. PENCEGAHAN

Menghindari pemicu mual dapat membantu mencegah muntah. Oleh karena itu, Anda harus menghindari:

Kerlip lampu, yang dapat memicu sakit kepala migrain.


Panas dan kelembapan.
Pelayaran laut.
Bau menyengat, seperti bau parfum dan asap dapur.

Sedangkan minum obat mual (skopolamin) sebelum perjalanan dapat mencegah mabuk perjalanan. Jika Anda rentan mual te
yang dalam dan jernihkan pikiran dan jangan berpikir tentang muntah, karena hal ini dapat membuat mual lebih bur

9. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi. Pada saat muntah, maka isi perut yang kebanyakan adalah cairan akan
keluar, sehingga membuat tubuh kehilangan cairan yang tadinya penting untuk
berperan dalam homeostasis. Dehidrasi ini akan berimplikasi hipovolemik pada
tubuh, kulit kering, rasa haus, lemas, anak gelisah. Bila berat dapat terjadi napas
cepat, tekanan darah turun, gangguan jantung, kejang, penurunan kesadaran,

bahkan dapat mengancam jiwa.


2. Acidosis metabolik, akibat kekurangan H+ pada lambung.
3. Kerusakan gigi akibat tergerus asam lambung (perimylolysis). Pada saat muntah,
asam lambung akan keluar bersamaan dengan isi perut. Ketika asam lambung
keluar dan berada di dalam mulut, maka akan merusak email gigi sehingga gigi
karies.
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian :
1. keluhan utama
adalah keluhan yang dirasakan pertama kali dan sedang dirasakan oleh pasien seperti
ketidaknyamanan pada perut mual dan muntah bahakan hingga pusing disertai dengan
peningkatan tekanan intrakarnial sampai lemas.
2. riwayat penyakit sekarang
adalah keluhan pasien dari sebelum terjadi penyakit mual muntah hingga mual muntah
terjadi. Seperti makanan yang di makan, adakah keluhan sebelum mual muntah, penyakit
bawaan, penyakit yang di derita sekarang dengan resiko mual muntah hingga yang
dirasakn seperti mulut kering keinginan muntah dan pusing karena tekanan intrakranial.
3. riwayat penyakit dahulu
adalah riwayat yang pernah di derita pasien seperti kejang dan demam ssat sebelum mual
muntah terjadi atau riwayat penyakit terdahulu seperti pernah dirawat di rs dengan
diagnosa khusus seperti gea, gangguan pencernaan, maag dan lain sebagainya.
4. riwayat penyakit alergi
pasien ditanya apakah pasien mempunyai riwayat alergi makan yaatau obat-obatan untuk
mengetahui penyebab dan untuk melakukan tindakan selanjutnya sebagai penatalaksanaan
agar tidak terjadi penambahan keluhan pada pasien dan menghindari sindrom stefen
junktion.
5. riwayat imunisasi
imunisasi yang terjadwal dan terlaksana.
• Vaksin hepatitis B (HB). Vaksin HB pertama (monovalent) paling baik
diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan
vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB
monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif,
diberikan vaksin HB dan imunoglobin hepatitis B (HBIg) pada ekstrimitas
yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal
pemberian pada usia 2,3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan
DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2,4, dan 6 bulan.
• Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di
sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk
polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling
sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian
OPV-3.
• Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan,
optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu
dilakukan uji tuberculin terlebih dahulu.
• Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu.
Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain.
Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin
tersebut yaitu usia 2,4, dan 6 bulan. Untuk usia lebih dari 7 bulan diberikan
vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12
tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun.
• Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun
diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau
minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV
diberikan cukup satu kali.
• Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama
diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada usia ≥ 15
minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali,
dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertama tidak diberikan pada
usia ≥ 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
• Vaksin influenza. Vaksin influenza diberikan pada usia lebih dari 6 bulan,
diulang setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization)
pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL.
• Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan
apabila sudah mendapatkan MMR.
• Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9
bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6
bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
dapat diberikan vaksin MMR/MR.
• Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada
usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
• Vaksin human papilloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan;
vaksin HPV tetravalent dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada
remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12
bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis.
• Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada
daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut.
Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
berikutnya.
• Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan.

* Berdasarkan Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017

6. Riwayat tumbuh kembang


a) prenatal : Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang
diperlukan. Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik
bersifat genetik atau tidak. Kemudian riwayat kehamilan seperti gangguan
saat kehamilan dan saat melahirkan.
b) Natal : riwayat melahirkan seperti kpd, ketuban keruh dan cara melahirkan.
Perkembangan alat-alat tubuh bayi prematur kerap memicu kerusakan salah
satu fungsi organ. Hal ini sering menyebabkan berbagai masalah salah satu
organ dan kekebalan dalam tubuh, selain sulitnya mengurai proteindan
energi yang di butuhkan oleh tubuh
c) Post natal :
• Berat dan tinggi badan (fisik)
Cara paling mudah dan mendasar dalam memantau tumbuh kembang
anak adalah melihat perkembangan fisiknya. Secara umum, berat badan
anak usia 1 tahun berkisar 3 kali dari berat lahirnya. Bila Mam ingin
melakukan perhitungan yang lebih rinci, lihat rumusnya di sini. Cara
menghitung perkiraan tinggi badan normal anak usia 1 tahun adalah:
1,5 x tinggi badan saat lahir.
• Kemampuan motorik
Kemampuan motorik adalah kemampuan si Kecil dalam menggerakkan
bagian-bagian tubuhnya. Pada anak usia 1 tahun, perkembangan
motorik ditandai dengan kemampuannya berdiri sendiri, membolak-
balik buku, belajar melangkah, dan lain-lain.
• Selain itu, salah satu cara memantau perkembangan motorik anak 1
tahun adalah melihat kemampuannya makan sendiri. Pada usia ini, si
Kecil semestinya sudah bisa makan menggunakan jemarinya sendiri,
walaupun belum sempurna dan masih berantakan. Minimal, si Kecil
sudah dapat menggenggam makanan dan memasukkannya ke dalam
mulut. Sebagian anak bahkan sudah dapat makan menggunakan sendok
di usia ini.
• Kemampuan sosial dan emosional
Kemampuan ini berkaitan dengan bagaimana si Kecil berinteraksi
dengan orang lain. Umumnya, salah satu ciri tumbuh kembang anak
usia 1 tahun adalah ia senang memeluk orang tua, meniru aktivitas di
rumah, dan mulai berbagi mainan dengan anak lain.
• Kemampuan berbahasa
Umumnya, anak usia 1 tahun sudah dapat memproduksi dan memahami
kata-kata tunggal, mampu menunjuk bagian-bagian tubuh,
perbendaharaan kata meningkat pesat, dan mampu mengucapkan
kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih.
• Kemampuan kognitif
Anak usia 1 tahun umumnya sudah bisa diajari untuk memecahkan
masalah sangat sederhana. Misalnya, mencari mainan yang Mam
sembunyikan di dalam genggaman, merespons instruksi sederhana,
meniru gerakan-gerakan Mam, menunjuk sesuatu yang ia inginkan,
atau memintanya mengeluarkan benda yang ditaruh di dalam wadah.
7. Pemeriksaan fisik
a) Tanda-tanda vital sign
b) Tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, mukosa mulut kering, kelopak mata cekung,
produksi urine berkurang).
c) Tanda- tanda shock
d) Penurunan berat badan
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium : analisis urine dan darah
b) Foto polos abdomen meupun dengan kontras
c) USG
d) Pyelografi intravena/ sistrogram
e) Endoskopi dengan biopsy/ monitoring PH esophagus

NANDA, NOC DAN NOC


1. Mual berhubungan dengan tepajan toksik
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
Muntah
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
absorbs
5. ansietas berhubungan dengan prosedur invasiv
6. resiko ketidakstabilan suhu tubuh berhubungan dengan
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa :
1. Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

output cairan yang berlebihan.


Tujuan : Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteriahasil : setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam dengan intake cairan dengan kriteria
hasil :
1. Tanda-tanda dehidrasi tidak ada (skala 5)
2. mukosa mulut (skala 5)
3. bibir lembab (skala 5)
4. balan cairan seimbang (skala 5)
Intervensi : Management Cairan
- Observasi tanda-tanda vital.
- Observasi tanda-tanda dehidrasi.
- Ukur infut dan output cairan (balanc ccairan).
- Berikan dan anjurkan keluarga untuk memberikan minum yang
banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therafi cairan,
pemeriksaan lab elektrolit.
- Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian cairan rendah sodium.
Diagnosa :
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual
dan muntah
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan.
Kriteria Hasil : setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam dengan intake cairan dengan
kriteria hasil :
1. mual (skala 5)
2. muntah (skala 5)
3. nyeri dada (skala 5)
4. dehidrasi (skala 5)
Intervensi :
- Monitortanda-tanda vital
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
- Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan
kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi
dan membutuhkan peningkatan cairan.
- Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya
cairan.
Diagnosa :
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu
makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual
muntah. Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan 1 x 24 jam dengan intake cairan dengan
kriteria hasil :
1. makan (skala 5)
2. minum (skala 5)
3. intake cairan (skala 5)
4. output cairan (skala 5)
5. intake output makanan (skala 5)
Intervensi :
- Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien
Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.
- Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang
nafsu makan sampai Minimal
Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada
masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.
- Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengawasi keefektifan secara
diet.
- Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
- Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
- Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
- Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang
menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
- Memberi makanan yang bervariasi
Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Anda mungkin juga menyukai