Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

IRRITABEL BOWEL SYNDROME (IBS)

I. Definisi
Sindrom Iritable Bowel atau Irritable Bowel Syndrome (IBS) merupakan
gangguan sistem gastrointestinal bersifat kronis yang ditandai oleh nyeri atau
sensasi tidak nyaman pada abdomen, kembung dan perubahan kebiasaan buang air
besar. Penyakit ini didasari oleh perubahan psikologis dan fisiologis yang
mempengaruhi regulasi sistem gastrointestinal, persepsi viseral dan integritas
mukosa.

II. Klasifikasi
Menurut (Danny, 2014) klasifikasi Sindrom Iritable Bowel (IBS) antara lain :
1) IBS dengan diare (IBS-D)
Feses lembek/cair, feses padat/bergumpal <25%, Lebih umum ditemui pada
laki-laki.
2) IBS dengan konstipasi (IBS-C)
Feses padat/bergumpal 25% dan feses lembek/cair < 25% lebih umum
ditemui pada wanita.
3) IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M)
Feses padat/bergumpal dan lembek/cair 25%.

III. Etiologi
IBS (Irritable bowel syndrome) merupakan penyakit yang terjadi akibat
beberapa penyakit yang berhubungan dengan usus besar. Kemungkinan
penyebab irritable bowel syndrome, yaitu gangguan dimana terdapat
kumpulan gejala-gejala nyeri perut yang hilang lalu timbul, konstipasi atau
diare. Selain itu, gejala ini mungkin juga timbul karena adanya kanker kolon
(Dhiara dan Inggiani, 2012). Sedangkan untuk sebab sesungguhnya dari
sindrom ini belum diketahui. Namun berdasarkan beberapa kasus IBS yan
terjadi, faktor yang membawanya antara lain sebagai berikut :
1) Mikroorganisme seperti bakteri, virus, kuman.
2) Stres
Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus dan
kolon, baik pada orang normal maupun pasien IBS. Sampai 60% pasien pada
pusat rujukan memiliki gejala psikiatri seperti somatisasi, depresi, dan cemas.
Pasien dengan diagnosis IBS lebih sering memiliki gejala tersebut. Ada atau
tidaknya riwayat abuse pada masa anak-anak (seksual, fisik, atau keduanya)
dihubungkan dengan beratnya gejala pada pasien dengan IBS. Hal ini telah
diusulkan bahwa pengalaman awal pada hidup dapat mempengaruhi sistem
saraf pusat dan memberikan predisposisi untuk keadaan kewaspadaan yang
berlebihan.

3) Intoleransi makanan
Beberapa orang dengan IBS cenderung memiliki alergi makanan.
Sementara itu, banyak pasien IBS percaya bahwa mereka memiliki beberapa
bentuk intoleransi makanan. Satu studi melaporkan bahwa tes antibodi IgG
efektif dalam menentukan sensitivitas makanan pada pasien IBS, pasien
dengan diet eliminasi mengalami gejala penurunan 10% lebih besar daripada
mereka yang diet semu. Tidak ada bukti bahwa pencernaan makanan atau
penyerapan nutrisi yang bermasalah bagi mereka dengan IBS pada tingkat
yang berbeda dari mereka yang tidak IBS. Namun, tindakan makan atau
minum yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi yang berlebihan pula dari
respon gastrocolic pada beberapa pasien dengan IBS karena kepekaan yang
meningkat, hal ini yang dapat mengakibatkan sakit perut, diare, sembelit
dan/atau konstipasi
.
4) Abnormalitas aktifitas usus
Dalam 50 tahun terakhir, perubahan pada kontraktilitas kolon dan
usus halus telah diketahui pada pasien IBS. Hal ini terjadi akibat stres
psikologis atau fisik dan makanan yang dapat merubah kontraktilitas kolon.
Selain itu motilitas abnormal dari usus halus selama puasa, seperti
kehilangan dari komplek motor penggerak dan adanya kontraksi yang
mengelompok dan memanjang.

5) Infeksi atau inflamasi


Sekitar 3-35% pasien gejala IBS muncul dalam 6 sampai 12 bulan
setelah infeksi sistem gastrointestinal. Secara khusus ditemukan sel inflamasi
mukosa terutama sel mast di beberapa bagian duodenum dan kolon.
Peningkatan pelepasan mediator seperti nitric oxide, interleukin, histamin,
dan protease menstimulasi sistem saraf enterik; mediator yang dikeluarkan
menyebabkan gangguan motilitas, sekresi serta hiperalgesia sistem
gastrointestinal. Inflamasi dikatakan dapat mengganggu reflex
gastrointestinal dan mengaktivasi sistem sensori visceral meskipun jika
respon inflamasi yang minimal. Selain itu, kelainan pada interaksi neuroimun
dapat berperanan pada perubahan fisiologi dan hipersensitivitas
gastrointestinal yang mendasari IBS.

IV. Patofisiologi
IBS belum sepenuhnya dipahami, dapat disebabkan oleh berbagai faktor
meliputi diet, mutasi gen, faktor psikososial (streskronis), infeksi enterik, dan
sistem kekebalan tubuh. Respons stress akan mengaktivasi aksis hipotalamus
pituitari-adrenal (HPA) dan sistem autonom. Ansietas kronis akan
meningkatkan aktivitas amygdala untuk menstimulasi aksis HPA yang
menginduksi hiperalgesia visceral. Hipersensitivitas visceral merupakan
salah satu faktor utama yang mencetuskan gejala pada IBS dan berperan
pada patofisiologi IBS. Beberapa penelitian menunjukkan
ketidakseimbangan fungsi 5HT (hidroksi-triptamin) karena gangguan sekresi
dan ambilan kembali oleh SERT (serotonin reuptake transporter) pada
gangguan gastrointestinal fungsional, terutama pada pasien IBS. Serotonin
disintesis dan disekresi oleh selenterokromafin sistem gastrointestinal dan
berperan pada regulasi motilitas, sensasi, dan sekresi gastrointestinal.
Pelepasan serotonin yang berlebihan akan diangkut oleh sistem SERT.

Efekfisiologis serotonin subtipe 5HT3 dan 5HT4 memicu perbaikan


pasien IBS-C, sedangkan 5HT3 sendiri memiliki efek antidiare yang akan
berguna pada IBS-D. Pada sekitar 3-35% pasien gejala IBS muncul dalam 6
sampai 12 bulan setelah infeksi sistem gastrointestinal. Secara khusus
ditemukan sel inflamasi mukosa terutama sel mast di beberapa bagian
duodenum dan kolon. Peningkatan pelepasan mediator seperti nitric oxide,
interleukin, histamin, dan protease menstimulasi sistem saraf enterik;
mediator yang dikeluarkan menyebabkan gangguan motilitas, sekresi serta
hiperalgesia sistem gastrointestinal.

Jumlah flora Lactobacillus dan Enterococci di lambung hingga kolon


ascenden tidak sebanyak di bagian distal kolon yang mencapai 1012 per mL.
Beberapa penelitian menyebutkan adanya hubungan antara flora microbial
pada sistem gastrointestinal dan IBS. Perubahan kuantitas dan kualitas
bakteri dapat memberikan efek disfungsi motorik sensorik, perubahan ini
dapat dipengaruhi oleh malabsorbsi asam bilier, iritasi mukosa, inflamasi,
peningkatan fermentasi makanan, danproduksi gas. Peningkatan jumlah
Lactobacilli coliform dan Bifido bacteria pada feses dilaporkan pada pasien
IBS, hal ini dapat menjadi alasan penggunaan probiotik pada pentalaksanaan
IBS.

Peran faktor genetik pada prevalensi IBS di tunjukkan pada beberapa


penelitian. Anggota keluarga pasien IBS juga mempunyai keluhan
gastrointestinal yang mirip. IBS lebih rentan pada kembar monozigot
daripada kembar di zigot. Adanya gangguan regulasi akibat polimorfisme
genetic pada SERT merupakan peran genetik yang signifikan dalam IBS.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa faktor genetik dapat mengendalikan
produksi faktor imunologi seperti T-Helper, IL-4, IL-6, dan IL-10 yang
meningkatkan kerentanan seseorang terhadap IBS pascainfeksi. Zuccheli et
al mengidentifikasi hubungan antara gen yang mengkode Tumor Necrosis
Factor (TNF) Super Family member 15 (TNFSF15) dan fenotipe IBS pada
populasi pasien di Swedia dan Amerika Serikat yang menunjukkan ada
kaitan kuat dengan IBS tipe konstipasi. Variasi genetik KLB (klotho-β)
berkaitan dengan IBS-D dan percepatan transit feses di kolon.
Pathway:
Stress, Pola makan tidak benar, Virus,
Bakteri/Amoeba, Infeksi Enterik

Fasestidak dapat keluar


Aktivasi asksis hipotalamus pituitary-
adrenal (HPA) dan Sistem Autonom
Akumulasi usus pada usus
Ansietas kronis

Obstruksi/distensi saluran cerna


Aktivitas amygdala meningkat

MK. Konstipasi
Stimulasi aksis HPA

Induksi hiperalgesia visceral Refluks paristaltik

Hipersensitivitas viseral Menekan lambung

Irritable bowel syndrome


Merangsang reflek mual muntah

Infeksi gastrointestinal
Mual muntah

Inflamasi mukosa sel mast duodenum


dan kolon Nafsu makan menurun; BB
menurun

Pelepasan mediator nitric oxide,


interleukin, histamin, dan protoase
meningkat MK. Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan

Stimulasi system saraf entrerik

Reflek spasme otot sekunder


Gangguan motilitas, sekresi serta akibat gangguan visceral usus
hiperalgasisistem gastrointestinal
menurun
Ketidaknyamanan abdomen

Pergerakan makanan di usus (-)

MK. Nyeri kronis

Sphincter rectum tidak dapat berelaksasi


V. Diagnosa yang mungkin muncul
1. Nyeri berhubungan dengan proses defaksi yang menyakitkan
2. Devisit volume cairan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan
nafsu makan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri akut
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan dehidrasi dan meningkatnya
frekuensi defaksi
VI. Manifestasi Klinis
Menurut (Anonim, 2010), ada beberapa gejala yang pada umumnya
menyertai irritable bowel syndrome antara lain :
- Ketidak normalan frekuensi defeksi.
- Kelainan bentuk feses.
- Ketidaknormalan proses defekasi (harus dengan mengejan,
inkontenensia defekasi, atau rasa defekasi tidak tuntas).
- Adanya mukus atau lendir.
- Kembung atau merasakan distensi abdomen dan sangat bervariasi.
- Ditemukan keluhan diare dengan lendir, darah, kembung, nyeri abdomen
bawah.
- Sembelit.
- Sering buang angin.
- Sendawa.
- Konstipasi

VII. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan penunjang untuk Irritable Bowel Syndrom meliputi
pemeriksaan darah lengkap, LED, biokimia darah dan pemeriksaan
mikrobiologi dengan pemeriksan telur, kista dan parasit pada kotoran.
Pemeriksaan lanjutan yang dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis
diferensial, yaitu:

1) Pemeriksaan darah lengkap.


2) Pemeriksaan biokimia darah.
3) Pemeriksaan hormon tiroid.
4) Sigmoidoskopi.
5) Kolonoskopi.

VIII. Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
Target terapi IBS adalah mengurangi gejala sehingga meningkatkan
kualitas hidup pasien. Beberapa penelitian merekomendasikan perubahan
pola diet. Harus diperhatikan bahwa asupan makanan tertentu tidak
menyebabkan IBS, tetapi kontak makanan dengan jaringan gastrointestinal
akan menghasilkan reaksi imunologis, fisiologis, dan biokimia pada pasien
IBS (Vahedi dkk, 2010).
1) Management Pola Makan
Berikut ini rekomendasi pola makan berdasarkan beberapa panduan :
- Mengurangi proses inflamasi saluran gastrointestinal dengan
menghindari stimulan alergen atau zat kimia seperti benzoat, alkohol,
metilxantin, dan kafein yang memicu keluarnya mediator inflamasi
(Vahedi dkk, 2010).
- Makan tiga kali dalam sehari, tidak mengkonsumsi makanan olahan,
makan makanan segar yang mengandung biji-bijian, serat, vitamin
dua hingga tiga kali sehari (Hasler and Owyang, 2003).
- Pasien IBS dan defisiensi lactase harus menghindari produk
mengandung susu. Pasien yang kembung dan peningkatan gas (flatus)
harus menghindari makanan seperti kacang, bawang, wortel, pisang.
Direkomendasikan makanan yang mengandung vinegar, mustard,
tomat. (Mertz, 2003 ; Hasler and Owyang, 2003; Saberi-Firoozi,
2007).

- Membatasi konsumsi makanan tinggi lemak, dan meningkatkan


aktivitas fisik (Mertz, 2003).
2) Psikososial
Anxietas dan depresi merupakan kondisi psikologis yang paling
sering ditemukan pada pasien IBS. Pemberian terapi perilaku dapat
dipertimbangkan pada pasien IBS dengan gejala stres. Hipnosis,
biofeedback, dan psikoterapi dapat membantu mengurangi tingkat ansietas
(Gholamrezaei, 2006). Terapi fisik seperti masase dan akupunktur pada
beberapa penelitian dapat mengurangi gejala dan tanda emosional
(Schneider, 2006).
3) Psikoterapi
Karena stress diketahui membuat IBS bertambah buruk, manajemen
stress sangat bermanfaat. Terapi kognitif-perilaku adalah suatu bentuk
psikoterapi yang membantu Anda mengganti pikiran negative dengan
yang lebih positif atau realistis. Hal ini dapat mengurangi stres, yang pada
gilirannya, mengurangi gejala nyeri dan pencernaan yang terkait dengan
IBS. Terapi juga dapat membantu anda mempelajari strategi coping untuk
anda lakukan bila gejala timbul.
4) Hipnoterapi
Hipnotis memasukkan pasien kedalam kondisi kesadaran yang bias
dikontrol, di mana mereka menerima perintah untuk membuat rasa sakit
memudar. Beberapa penelitian menunjukkan hipnotis dapat mengurangi
rasa sakit, gejala pencernaan, dan kecemasan terkait dengan IBS.
5) Biofeedback
Biofeedback mengajarkan pasien untuk mengenali dan mengubah
respons tubuh mereka terhadap stres. Setelah beberapa sesi, banyak orang
yang mampu memperlambat detak jantung mereka dan memasuki
keadaan yang lebih santai. Hal ini dapat berguna dalam menghilangkan
stress dan gejala IBS.
6) Terapi Relaksasi
Banyak orang bias belajar untuk menenangkan diri melalui meditasi,
pemanduan citra, pernapasan dalam, atau terapirelaksasilainnya. Studi
menunjukkan teknik ini dapat membantu meringankan berbagai gejala
IBS, termasuk nyeri, diare, dan sembelit. Dengan latihan, itu mungkin
untuk menggunakan teknik relaksasi hampir di mana saja.

2. Farmakologi
a. Manajemen IBS dengan gejala predominan nyeri adalah sebagai
berikut :
1) Antispasmodik
Agen antikolinergik terbukti dapat mengurangi kram abdominal
yang terkait spasme intestinal. Agen ini lebih efektif sebagai profilaksis
nyeri perut akibat spasme. Mekanisme kerjanya adalah menghambat
refleks gastrokolik. Biasanya diberikan 30 menit sebelum makan agar
mencapai konsentrasi optimum sebelum nyeri timbul.
2) Antidepresan
Antidepresan trisiklik (tricyclic antidepressant, TCA) dapat
digunakan sebagai terapi IBS karena efek hiperalgesianya. Pada pasien
IBS-D, penggunaan TCA imipramine memperlambat migrasi di
jejunum dan memberikan efek inhibisi motorik. SSRI paroxetine atau
fluoxetine mempercepat transit makanan orocaecal, sehingga sangat
berguna pada pasien dengan gejala utama konstipasi. Tinjauan
sistematik dan metaanalisis efikasi TCA dan SSRI pada terapi IBS
hasilnya efektif mengatasi gejala IBS (Gershon, 2004).
3) Probiotik
Mekanisme kerja probiotik pada IBS belum sepenuhnya diketahui.
Salah satu hipotesis menyatakan kerapatan epitel intestinal mencegah
bakteri patogen masuk ke celah intersel dan melakukan invasi;
produksi substansi antimikroba dapat mencegah invasi bakteri
patogenik; perubahan mikroflora intestinal dapat berdampak pada
fungsi motorik dan sekretorik intestinal; dan menjadi signal epitel

b. Manajemen IBS dengan kembung.


Kembung merupakan gejala yang sering dijumpai pada pasien
IBS-C. Kemungkinan mekanisme kembung meliputi masalah
psikososial, kelemahan otot abdominal, relaksasi paradoksal otot
abdomen, dan perubahan sensitivitas viseral. Pada beberapa kasus
dengan pertumbuhan bakteri berlebih, terapi antibotik sangat efektif
mengatasi gejala kembung. Antibotik jangka pendek direkomendasikan
untuk mengatasi kembung pada IBS. Penggunaan antibotik
nonabsorbent seperti rifaksimin mengatasi sensasi tidak nyaman
abdomen, namun penggunaan rifaksimin jangka pendek menunjukkan
relaps tinggi. Pada penelitian dengan plasebo, SSRI (seperti fluoksetin)
dapat meringankan gejala kembung. Obat jenis ini memberikan efek
antidepresi dan antiansietas.
c. Manajemen IBS-C (Predominan Konstipasi)
Diet tinggi serat direkomendasikan bagi pasien IBS-C. Konsumsi
serat 12 gram/hari efektif mengurangi keluhan. Namun, konsumsi serat
juga dapat meningkatkan kejadian kembung. Laksatif osmotik sering
digunakan untuk konstipasi, penggunaan jangka panjang terbukti aman
dan efektif. Magnesium, fosfat, dan emolien mengandung polietilen
glikol juga efisien. Anti depresan efektif mengatasi nyeri abdomen.
SSRI menstimulasi sekresi endorfin endogen dan memblokade ambilan
norepinefrin yang memicu berkurangnya sensasi nyeri. Pada IBS-C
SSRI (missal fluoksetin 20 mg/hari) dapat membantu mengatasi
keluhan nyeri perut (Tack dkk, 2006).
d. Manajemen IBS-D (Predominan Diare)
Agen antidiare secara umum efektif mengatasi diare. Konsumsi
agen antidiare dosis rendah (misalnya loperamide setiap pagi) terbukti
efektif pada sebagian pasien. Penelitian double blind alosetron
(antagonis reseptor 5-HT3) 2 kali 1 mg selama 12 minggu mengurangi
frekuensi dan urgensi defekasi, selain itu juga mengurangi nyeri
abdomen, yang meningkatkan kualitas hidup pasien (Bradesi S, 2006).
Antidepresan efektif mengontrol nyeri abdomen dan mengatasi
keluhan diare pada IBS.

IX. Komplikasi
Komplikasi Sindrom Iritable Bowel antara lain :
1) Inflammatory bowel disease.
2) Kanker kolorektal.
3) Divertikulitis.
4) Obstruksi mekanik pada usus halus atau kolon.
5) Infeksi usus.
6) Maldigesti dan malabsorbsi.
7) Endometriosis pada pasien yang mengalami nyeri saat menstruasi.

Anda mungkin juga menyukai