BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia jumlah lansia mengalami peningkatan dari tahun 2000 sebanyak
15.262.199 jiwa dengan presentase (7,28%),tahun 2005 menjadi 17.767.709 jiwa dengan
presentase (7,97%), dan pada tahun 2010 meningkat juga menjadi 19.936.895 jiwa dengan
presentase (8,48%), (Padila, 2013).
Kemajuan dalam bidang medis dan ilmu kedokteran telah dapat meningkatkan
umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk
beradaptasi dengan stres lingkungan lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan
seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stres fisiologis.
Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta
peningkatan kepekaan secara individual (Azizah, 2011). Salah satu kegagalan berkaitan
dengan fungsi penurunan daya kemampuan pada lansia adalah penurunan fungsi kognitif
yaitu demensia.
Menurut penelitian Graff (2007), salah satu cara untuk mengoptimalkan fungsi
kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi okupasi. Terapi okupasi merupakan
suatu bentuk psikoterapi suportif berupa aktivitas-aktivitas yang membangkitkan
kemandirian secara manual, kreatif dan edukasional untuk penyesuaian diri dengan
lingkungan dan meningkatkan derajat kesehatan fisik dan mental pasien. Terapi okupasi
bertujuan mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan atau mengupayakan
kompensasi/adaptasi untuk aktifitas sehari-hari, produktivitas dan luang waktu melalui
pelatihan, remediasi, stimulasi dan fasilitasi. Terapi okupasi meningkatkan kemampuan
individu untuk terlibat dalam bidang kinerja berikut: aktivitas hidup sehari-hari dan
kegiatan instrumental hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk membahas
lebih lanjut mengenai terapi okupasi khususnya terapi okupasi pada lansia.
1
2
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami Terapi Okupasi Pada Lansia.
2. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep terapi okupasi pada lansia
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam makalah ini adalah metode
deskriptif melalui studi pustaka yang menguraikan tentang terapi okupasi pada lansia. Pada
studi pustaka, kami mengumpulkan data dari beberapa jurnal penelitian dan juga beberapa
artikel yang membahas tentang terapi okupasi pada lansia
D. Sistematika penulisan
Sistematika penulisan makalah disusun dalam 3 bab, di tiap 3 bab tersebut akan dibagi
menjadi sub-sub yang akan dibahas secara terperinci. Berikut merupakan sistematika dari
masing-masing bab dan keterangan singkatnya.
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas tentang gambaran umum makalah, diantaranya adalah latar
belakang penulisan, tujuan, metode pengumpulan data, serta sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Yang akan dibahas pada bab ini adalah teori-teori dasar yang menjadi acuan dan teori-teori
pendukung yang berhubungan dengan penulisan makalah ini.
Bab III : Penutup
Bab ini berisikan simpulan yang didapat selama pembuatan makalah.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Lansia
a. Pengertian
Pengertian lansia sendiri adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang
berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses
menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar
tubuh, seperti di dalam Undang-Undang No 13 tahun 1998 yang isinya menyatakan
bahwa pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945, telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang makin membaik dan usia
harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lanjut usia makin bertambah.
Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan
kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai
keagamaan dan budaya bangsa (Kholifah,2016).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam
kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya
dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga
tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006).
Usia lanjut dilanjutkan sebagai tahap akhir perkembangan pada daun
kehidupan manusia (Keliat,1999). Sedangkan menutur Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU
No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang
yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Sehingga dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia adalah
seseorang yang sudah menginjak usia 60 tahun dalam artian orang tersebut telah
mengalami penuaan yang merupaka proses alami yang terjadi pada setiap makhluk
hidup dan tidak dapat dihindarkan.
3
4
b. Batasan Lansia
WHO (1999) menjelaskan batasan lansia adalah sebagai berikut :
a. Usia lanjut (elderly) antara usia 60-74 tahun,
b. Usia tua (old) :75-90 tahun, dan
c. Usia sangat tua (very old) adalah usia > 90 tahun.
Depkes RI (2005) menjelaskan bahwa batasan lansia dibagi menjadi tiga
katagori, yaitu:
a. Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun,
b. Usia lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas
c. Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas atau usia 60 tahun ke atas
dengan masalah kesehatan.
c. Ciri-ciri Lanjut Usia
Menurut Hurlock (2000), ciri- ciri lansia antara lain :
a. Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran yang terjadi pada lansia berupa kemunduran fisik dan juga
mental. Kemunduran tersebut sebagian datang dari faktor fisik dan sebagian
lagi dari faktor psikologis. Penyebab kemunduran fisik merupakan suatu
perubahan pada sel- sel tubuh bukan karena penyakit khusus tapi karena proses
menua. Penyebab kemunduran psikologis karena sikap tidak senang terhadap
diri sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya.
b. Perbedaan individual pada efek menua
Individu menjadi tua secara berbeda karena mereka mempunyai sifat
bawaan yang berbeda, sosial ekonomi, dan latar belakang pendidikan yang
berbeda, serta pola hidup yang berbeda. Perbedaan terlihat diantara individu-
Individu yang mempunyai jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila
pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang
berbeda pada masing- masing jenis kelamin yang sama, dan semakin nyata bila
pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi dengan laju yang
berbeda pada masing- masing jenis kelamin.
c. Usia tua dinilai dengan kriteria yang berbeda
5
Arti usia itu sendiri tidak jelas serta tidak dapat dibatasi pada anak muda,
maka individu cenderung menilai tua itu dalam hal penampilan dan kegiatan
fisik.
d. Berbagai stereotipe lansia
Banyak stereotipe lansia dan banyak pula kepercayaan tradisional tentang
kemampuan fisik dan mental. Stereotipe dan kepercayaan tradisional muncul
dari berbagai sumber, ada yang menggambarkan bahwa usia pada lansia
sebagai usia yang tidak menyenangkan, diberi tanda sebagai orang tidak
menyenangkan, diberi tanda sebagai orang yang tidak menyenangkan oleh
berbagai media massa.
e. Sikap sosial terhadap lansia
Pendapat klise tentang lansia mempunyai pengaruh besar terhadap sikap
sosial terhadap lansia. Kebanyakan pendapat klise tersebut tidak
menyenangkan, sehingga sikap sosial tampaknya cenderung menjadi tidak
menyenangkan.
Selain itu, pada lansia juga kerap kali mengalami penurunan fungsi kognitif.
Menurut penelitian Graff (2007), salah satu cara untuk mengoptimalkan fungsi
kognitif lansia adalah dengan menggunakan terapi okupasi.
individu untuk terlibat dalam bidang kinerja seperti aktivitas hidup sehari-hari dan kegiatan
instrumental hidup sehari-hari.
Terapi kerja atau terapi okupasi adalah suatu ilmu dan seni pengarahan partisipasi
seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan. Terapi ini berfokus
pada pengenalan kemampuan yang masih ada pada seseorang, pemeliharaan dan
peningkatan bertujuan untuk membentuk seseorang agar mandiri, tidak tergantung pada
pertolongan orang lain (Riyadi dan Purwanto, 2009).
Terapi okupasi adalah seni dan ilmu yang memungkinkan keterlibatan dalam
kehidupan sehari-hari, melalui pekerjaan (okupasi) yang memungkinkan orang untuk
melakukan pekerjaan yang mendorong kesehatan dan kesejahteraan, dan memungkinkan
masyarakat yang adil dan inklusif sehingga semua orang dapat berpartisipasi untuk potensi
mereka dalam pendudukan hidup sehari-hari”. (Townsend & Polatajko, 2013).
Terapi okupasi adalah prosedur rehabilitasi yang di dalam aturan medis
menggunakan aktivitas-aktivitas yang membangkitkan kemandirian secara manual, kreatif,
rekreasional, edukasional, dan sosial serta industrial untuk memperoleh keuntungan yang
diharapkan atas fungsi fisik dan respon-respon mental pasien (Willard and Spackman’s,
2013)
Terapi Okupasi (Occupational Therapy) adalah suatu ilmu dan senidalam
mengarahkan partisipasi seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu yang telah
ditentukan dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat,dan meningkatkan
kemampuan dan mempermudah belajar keahlian atau fungsiyang dibutuhkan dalam proses
penyesuaian diri dengan lingkungan. Juga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi
atau memperbaiki ketidaknormalan(kecacatan), serta memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatannya”. (Budiman & Siahan, 1993).
Menurut dari beberapa ahli diatas bahwa terapi okupasi dapat disimpulkan adalah
suatu seni dengan mengarahkan seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu untuk
membangkitkan kemandirian, yang mendorong kesehatan .
Dengan bekerja seseorang akan menggunakan otot-otot dan pikirannya, misalnya dengan
melakukan permainan (game), latihan gerak badan, kerajina tangan dan lain-lain, dan hal
ini akan mempengaruhi kesehatannya juga.
Pada tahun 2600SM orang-orang di cina berpendapat bahwa penyakit timbul
karena ketidak aktifan organ tubuh dengan jiwa. Hypoocrates selalu menganjurkan
pasiennya untuk melakukan latihan gerak badan sebagai salah satu cara pengobatan
pasiennya. Di mesir dan yunani (2000 SM) dijelaskan bahwa rekreasi dan permainan
adalah salah satu media terapi yang ampuh, misalnya menari, bermain musik, bermain
boneka untuk anak-anak bermain bola. Pekerjaan diketahui sangat bermanfaat bagi
perkembangan jiwa maupun fisik manusia. Socrates berkata bahwa seseorang harus
membiasakan diri dengan selalu bekerja secara sadar dan jangan bermalas-malasan.
Pekerjaan dapat juga 41 digunakan sebagai pengalihan perhatian atau pikiran sehingga
menjadi segar kembali untuk memikirkan hal-hal yang lain. Berdasarkan hal-hal tersebut
di atas maka okupasi terapi mulai berkembang dan diterapkan pada abad 19. Philipina pinel
memperkenalkan terapi kerja pada tahun 1786 disuatu rumah sakit jiwa di paris. .
dengan perkembangan pasien yang ada. Dari hasil evaluasi dapat direncanakan
kemudian mengenai peneyesuain jenis aktivitas yang kan diberikan Namun dalam
hal tertentu penyesuain aktivitas dapat dilakukan setelah bebrapa waktu setelah
melihat bahwa tidak ada kemajuan atau kurang efektif terhadap pasien Hal-hal yang
perlu dievaluasi antara lain adalah sebagi berikut:
1) Kemampuan membuat keputusan
2) Tingkah laku selam bekerja
3) Kesadaran adanya orang lain yang bekerja bersama dia dan yang
mempunyai kebutuhan sendiri
4) Kerjasama
5) Cara memperlihatkan emosi (spontan, wajar, jelas dan lain-lain).
6) Inisiatif dan tanggung jawab
7) Kemampuan untuk diajak atau mengajak berunding
8) Menyatakan perasaan tanpa agresi
9) Kompetisi tanpa permusuhan
10) Menerima kritik dari atasan atau teman sekerja
11) Kemampuan menyatakan pendapat sendiri dan apakah bertanggung jawab
atas pendapatnya tersebut
12) Menyadari keadaan dirinya dan menerimanya
13) Wajar dalam penampilan
14) Orientasi, tempat, waktu, situasi orang lain
15) Kemampuan menerima instruksi dan mengingatnya
16) Kemampuan bekerja tanpa terus menerus diawasi
17) Kerapian bekerja
18) Kemampuan merencanakan suatu pekerjaan
19) Toleransi terhadap frustasi
20) Lambat atau cepat
13
BAB III
PENUTUP
13
14
DAFTAR PUSTAKA
14