Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.

A DENGAN
DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO
Disusun untuk memenuhi Tugas Praktik Klinik Mata Kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing: Agus Sarwo Prayogi, S.Kep.Ns., M.H.Kes.

Disusun oleh

Septiyanti Suryaning P. P07120215036


Wiwien Winarni P07120215042

JURUSAN D IV KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN YOGYAKARTA


2017
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A DENGAN


DUCHENNE MUSCULAR DYSTROPHY DI RUANG MELATI 4 RSUP DR SARDJITO

Disusun Oleh:

Septiyanti Suryaning P P07120215036


Wiwien Winarni P07120215042

Diajukan untuk disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Tempat :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Lapangan

Agus Sarwo Prayogi, S.Kep.Ns., M.H.Kes.


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
asuhan keperawatan dengan judul “Asuhan Keperawatan pada An. A dengan Duchenne
Muscular Dystrophy di Ruang Melati 4 RSUP Dr. Sardjito.” Laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Anak.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada :

1. Tri Prabowo, S. Kp, M. Sc. selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes Kementerian
Kesehatan Yogyakarta.
2. Ns. Umi Istianah, M.Kep, Sp.MB selaku Ka.Prodi D IV Keperawatan Poltekkes
Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
3. Agus Sarwo Prayogi, S.Kep.Ns., M.H.Kes. selaku pembimbing akademik, yang telah
memberikan bimbingan demi terselesainya laporan ini.
4. Ambarwati S.Kep.,Ns selaku pembimbing lapangan di Ruang Melati 4
5. Rekan-rekan yang telah memberikan bantuan dalam proses menyelesaikan
penyusunan laporan ini.
Kami berharap semoga laporan ini dapat membantu pembaca untuk lebih
mengetahui tentang asuhan keperawatan tentang DMD di Ruang Melati 4 RSUP Dr.
Sardjito. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini, masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharap saran dari berbagai pihak agar laporan ini
lebih sempurna.

Yogyakarta, November 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Sampul.................................................................................................1

Lembar Pengesahan............................................................................................2

Kata Pengantar....................................................................................................3

Daftar Isi..............................................................................................................4

BAB I Pendahuluan

A. Latar belakang...........................................................................................5
B. Tujuan........................................................................................................5

BAB II Tinjauan Pustaka....................................................................................7

BAB III Tinjauan Kasus......................................................................................14

BAB IV Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Duchenne muscular dystrophy (DMD) merupakan penyakit distrofi muskular
progresif, bersifat herediter, dan mengenai anak laki-laki. Insidensi penyakit itu relatif
jarang, hanya sebesar satu dari 3500 kelahiran bayi laki-laki. Penyakit tersebut diturunkan
melalui X-linked resesif, dan hanya mengenai pria, sedangkan perempuan hanya sebagai
karier.
Pada DMD terdapat kelainan genetik yang terletak pada kromosom X, lokus
Xp21.22-4 yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin. Perubahan
patologi pada otot yang mengalami distrofi terjadi secara primer dan bukan disebabkan oleh
penyakit sekunder akibat kelainan sistem saraf pusat atau saraf perifer. Distrofin merupakan
protein yang sangat panjang dengan berat molekul 427 kD, dan terdiri dari 3685 asam
amino.
Penyebab utama proses degeneratif pada DMD kebanyakan akibat delesi pada
segmen gen yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein distrofin pada
membrane sel otot, sehingga menyebabkan ketiadaan protein tersebut dalam jaringan otot.
pada tahun 1884 untuk pertama kali memakai istilah dystrophia muscularis progressiva.
Pada tahun 1855, Duchenne memberikan deskripsi lebih lengkap mengenai atrofi muskular
progresif pada anak-anak.Becker mendeskripsikan penyakit muscular dystrophy yang dapat
diturunkan secara autosomal resesif, autosomal dominant atau X-linked resesif. Hoffman et
al2,5 menjelaskan bahwa kelainan protein distrofin merupakan penyebab utama DMD.
Biasanya anak- anak yang menderita distrophya jenis Duchene dibawa ke dokter
karena sering jatuh, dan kalau sudah jatuh tidak dapat berdiri dengan cepat. Kelemahan otot-
otot tungkai pada anak- anak tersebut tidak memungkinkan mereka bangkit secara wajar.
Dari sikap duduk di lantai dan kemudian berdiri dilakukannya dengan cara yang khas,
pertama mereka menempatkan lengan di lantai sebagaimana anak hendak merangkak,
kemudian tungkai diluruskan dan tangan bergerak setapak demi setapak kea rah kaki, setelah
kaki terpegang, kedua tangan memanjat tungkai, demikianlah akhirnya tubuh dapat
digerakkan.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan gangguan muskular, muskular
distrophi

.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa keperawatan dapat :
a. Menjelaskan pengertian dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
b. Menjelaskan etiologi dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
c. Menjelaskan patofisiologi dan pohon masalah (pathways) dari Duchenne muscular
dystrophy (DMD)
d. Menjelaskan manifestasi klinik dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
e. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
f. Menjelaskan penatalaksanaan dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
g. Menjelaskan komplikasi dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
h. Menjelaskan asuhan keperawatan dari Duchenne muscular dystrophy (DMD)
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Muscular dystrophy (MD) adalah suatu kelompok kolektif dari gangguan otot non
inflamasi namun progresif tidak disertai kelainan saraf sentral atau perifer. Penyakit ini
mempengaruhi otot dengan degenerasi serabut yang pasti namun tanpa tanda kelainan
morfologis (Twee, 2017).
Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa bentuk
yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih. Gangguan-
gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan kelemahan ototnya
(ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung), onset usia, tingkat
progresifitas, dan pola pewarisannya.
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana penderitanya
semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10- 12 tahun penderita tidak dapat bergerak
lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada tahap terminal ini seluruh
otot skeletal sudah atrofik (Mardjono Mahar, 2008).
Duchenne muscular distrophy (DMD) pertama kali dideskripsikan oleh ahli saraf
Perancis Guillaume Benjamin Amand Duchenne pada 1860-an distrofi otot Becker. (BMD)
dinamai setelah Petrus Jerman Emil dokter Becker, yang pertama kali menggambarkan ini
varian dari DMD pada 1950-an. Duchenne muscular distrophy (DMD) adalah bentuk
progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama pada anak laki-laki.
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD yang
dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam DMD, anak-
anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3 tahun.
DMD memiliki angka insidensi 1 : 3500 pada bayi laki- laki baru lahir dan belum ada
penelitian lebih lanjut mengenai epidemiologinya secara nyata (Wikipedia, 2010).
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan juga
mungkin dapat terpengaruh, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade kedua, dan
biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit ini dapat
dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin. Tindakan
pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih lama berjalan dan
duduk (Wedantho, 2007).

B. ETIOLOGI
Kondisi ini diturunkan, dan masing-masing MD mengikuti pola pewarisan yang
berbeda. Tipe yang paling dikenal, Duchenne muscular dystrophy (DMD), diwariskan
dengan pola terkait X resesif, yang berarti bahwa gen yang bermutasi yang menyebabkan
penyakit ini terletak pada kromosom X, dan oleh karenanya terkait seks. Pada pria satu
salinan yang berubah dari gen ini pada masing-masing sel sudah cukup untuk menyebbkan
kelainan ini. Pada wanita mutasinya harus terdapat pada kedua kopi dari gen untuk
menyebabkan gangguan ini (pengecualian yang jarang, pada kariier yang menunjukkan
gejala, bisa terjadi karena kompensasi dosis/inaktivasi X). Pada pria oleh karenanya terkena
penyakit terkait X resesif jauh lebih sering dibandingkan wanita (Wedantho, 2007).
Suatu ciri khas dari pewarisan terkait X adalah ayah tidak dapat mewariskan sifat
terkait X pada anak laki-laki meraka. Pada sekitar dua pertiga kasus DMD, pria yang terkena
penyakit mewarisi mutasinya dari ibu yang membawa satu salinan gen DMD. Sepertiga
yang lain mungkin diakibatkan karena mutasi baru pada gen ini. Perempuan yang membara
satu salinan dari satu mutasi DMD mungkin memiliki tanda dan gejala terkait kondisi ini
(seperti kelemahan otot dan kramp), namun biasanya lebih ringan dari tanda dan gejala pada
pria. Duchenne muscular dystrophy dan Becker's muscular dystrophy disebabkan oleh
mutasi pada gen untuk protein dystrophin dan menyebabkan suatu kelebihan pada enzyme
creatine kinase. Gen dystrophin adalah gen terbanyak kedua pada mamalia (Wedantho,
2007).
DMD adalah bentuk tersering dari MD dan terutama menyerang anak laki-laki.
Dikarenakan karena kurangnya dystrophin, suatu protein yang mempertahankan integritas
otot. Onsetnya dimulai pada usia 3 dan 5 tahun dan kelainan ini memburuk dengan cepat.
Kebanyakan anak laki-laki yang terkena akan kehilangan kmmampuan berjalan pada usia
12, dan selanjutnya memerlukan bantuan respirator untuk bernafas. Anak perempuan pada
keluarga memiliki kemungkinan 50% mewarisi dan menurunkan gen yang rusak pada anak-
anak mereka.

C. PATOFISIOLOGI
1. Proses Penyakit
Beberapa bentuk dari MD muncul pada masa bayi atau anak-anak, beberapa
bentuk yang lain mungkin tidak akan timbul sampai usia pertengahan atau lebih.
Gangguan-gangguan ini berbeda-beda dalam nama dan distribusinya dan perluasan
kelemahan otonya (ada beberapa bentuk dari MD yang juga menyerang otot jantung),
onset usia, tingkat progresifitas, dan pola pewarisannya.
Pada kelainan ini terlihat pseudohipertropi pada betis dan pantat, dimana
penderitanya semua dari golongan umur kanak- kanak. Dalam 10- 12 tahun penderita
tidak dapat bergerak lagi dan hidupnya terpaksa di tempat tidur atau di kursi roda. Pada
tahap terminal ini seluruh otot skeletal sudah atrofik.
Duchenne muscular distrofi (DMD) pertama kali dideskripsikan oleh ahli saraf
Perancis Guillaume Benjamin Amand Duchenne pada 1860-an distrofi otot Becker.
(BMD) dinamai setelah Petrus Jerman Emil dokter Becker, yang pertama kali
menggambarkan ini varian dari DMD pada 1950-an. Duchenne muscular distrofi
(DMD) adalah bentuk progresif cepat distrofi otot yang terjadi terutama pada anak laki-
laki.
Hal ini disebabkan oleh perubahan (mutasi) pada gen, yang disebut gen DMD
yang dapat diwariskan dalam keluarga dengan cara yang resesif X-linked. Dalam DMD,
anak-anak mulai menunjukkan tanda-tanda kelemahan otot sejak usia 3 tahun.
Penyakit ini secara bertahap melemahkan kerangka otot, yang di lengan, kaki dan
punggung. Pada remaja awal atau bahkan lebih awal, otot jantung dan otot pernafasan
juga mungkin dapat terpengaruh, munculnya kelemahan berjalan pada awal dekade
kedua, dan biasanya akan meninggal pada usia 20 tahun. Diagnosis pasti dari penyakit
ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan analisis DNA atau pemeriksaan distrofin.
Tindakan pembedahan dan rehabilitasi, dapat membantu pasien untuk mampu lebih
lama berjalan dan duduk.

2. Gejala Klinis
DMD dapat menyerang semua orang dari segala usia. Meskipun beberapa jenis
pertama kali pada bayi atau anak-anak, yang lainnya mungki tidak akan muncul sampai
usia pertengahan.
Gejala yang paling tersering adalah kelemahan otot (sering jatuh, gangguan
berjalan, kelopak mata yang jatuh), kelainan rangka dan otot. Pemeriksaan neurologis
seringkali menemukan hilangnya jaringan otot (wasting), kontraktur otot,
pseudohypertrophy dan kelemahan. Beberapa jenis dari MD dapat timbul dengan
tambahan kelainan jantung, penurunan intelektual dan kemandulan (Twee, 2009).
Berikut gejala-gejala yang dapat ditemukan :
a. Kelemahan otot yang progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot
b. Gangguan keseimbangan
c. Mudah merasa lelah
d. Kesulitan dalam aktifitas motorik
e. Peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot panggul
f. Sering jatuh
g. Kesulitan berjalan, cara berjalan yang aneh
h. Waddling Gait
i. Calf Pain
j. Deformitas jaringan ikat otot
k. pseudohipertrophy (mengalami pembesaran pada lidah dan betis), dimana terjadi
pengisisan oleh jar ikat dan jaringan lemak.
l. Mengalami kesulitan belajar
m. Jangkauan gerak terbatas
n. Kontraktur otot (biasanya pada tendon Achilles dan kerusakan otot hamstring)
karena serat otot memendek dan mengalami fibrosis yang muncul pada jaringan
ikat.
o. Gangguan respiratori
p. Ptosis
q. Atrofi Gonad
r. Scoliosis
s. Beberapa jenis MD dapat menyerang jantung, menyebabkan cardiomyopathy atau
aritmia

D. DIAGNOSIS
Diagnosis dari MD didasarkan terutama pada hasil biopsi otot. Dalam beberapa kasus,
suatu tes darah DNA mungkin cukup membantu. Pemeriksaan lainnya yang dapat membantu
antara lain, peningkatan kadar CK serum dan pemeriksaan electromyography, yang
konsisten dengan keterlibatan miogenik.
Pemeriksaan fisik dan anamnesa yang tepat akan membantu dalam menentukan jenis
dari MD. Kelompok otot tertentu berkaitan dengan jenis tertentu MD (Wedantho, 2007).
Seringkali, terdapat kehilangan jaringan otot, yang sulit untuk dilihat karena pada
beberapa jenis MD menyebabkan penumpukan jaringan lemak dan jaringan ikat yang
membuat otot tampak lebih besar. Ini disebut dengan pseudohipertrofi.
Tes yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis DMD adalah sebagai berikut :
1. Positif Gower Sign menunjukkan banyaknya kerusakan yang lebih pada otot- otot di
ekstremitas bawah.
2. Creatin Kinase (CPK – MM) , dimana kadar keratin kinase pada aliran darah tinggi.
3. EMG (electromyography) menunjukkan kelemahan yang disebabkan oleh kerusakan
pada jaringan otot dibandingkan pada sel syarafnya.
4. Genetic Testing, dapat menampilkan bahwa kerusakan genetik pada gen Xp21 .
5. Biopsy otot (imunohistokimia atau imunobloting), atau bisa juga pemeriksaan genetic
dengan tes darah untuk mengkonfirmasi keberadaan distropin

E. PENATALAKSANAAN
Tidak ada pengobatan spesifik yang diketahui untuk MD. inaktivitas (seperti tirah
baring atau bahkan duduk dalam jangka waktu lama) dapat memeprberat penyakit.
Fisioterapi dan instrumentasi ortopedik (cth. kursi roda) dapat membantu. Pembedahan
ortopedi korektif mungkin diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup dalam beberapa
kasus. Masalah pada jantung yang ditemui pada Emery-Dreifuss MD dan myotonic MD
mungkin memerlukan alat pacu jantung. Myotonia yang terjadi pada myotonic MD dapat
diterapi dengan obat-obatan seperti phenytoin atau quinine (Wedantho, 2007).
Terapi fisik lebih ditujukkan agar penderita dapat memaksimalkan potensi fisik, yaitu :
1. Meminimalisir perkembangan kontraktur dan deformitas dengan mengembangkan
program stretching( peregangan) dan latihan yang diperlukan .
2. Mencegah dan meminimalisir komplikasi sekunder lain dari kecacatannya .
3. Memonitor fungsi pernafasan dengan menyarankan teknik yang dapat membantu untuk
latihan pernafasan dan metode pembersihan saluran nafas .
4. Penjadwalan mulai dari seminggu sampai satu bulan untuk terapi pijat untuk
mengurangi nyeri yang timbul.

F. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Kaji riwayat keperawatan
Kaji apakah adanya riwayat keluarga yang mengalami muskular distropi,
Meningginya kadar CK (Creatine Kinase), terjadinya kelemahan pada otot yang
progresif bahkan dapat terjadi kehilangan masa otot, kesulitan dalam aktifitas
motorik, peningkatan lumbal lordosis yang berakibat pada pemendekan otot panggul.
b. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
2) Pemeriksaan laboratorium darah tepi
3) Pemeriksaan histopatologis otot

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kelemahan.
b. Kurang kemampuan merawat diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan
neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot.

3. Perencanaan
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
kelemahan.
Kriteria hasil :
1) tidak ada kontraktur atau foot drop
2) kontraksi otot membaik
3) mobilisasi bertahap
Intervensi :
1) Pantau tingkat kemampuan mobilisasi klien
2) Pantau kekuatan otot
3) Rubah posisi tiap 2 jam
4) Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai kemampuan dan jika TTV stabil
5) Libatkan keluarga dalam memobilisasi klien
6) Kolaborasi: fisioterapi
b. Kurang kemampuan merawat diri berhubungan dengan kelemahan, gangguan
neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot.
Tujuan : Kemampuan merawat diri meningkat.
Kriteria hasil :
1) mendemonstrasikan perubahan pola hidup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari
2) Melakukan perawatan diri sesuai kemampuan
Intervensi :
1) Pantau tingkat kemampuan klien dalam merawat diri
2) Berikan bantuan terhadap kebutuhan yang benar-benar diperlukan saja
3) Buat lingkungan yang memungkinkan klien untuk melakukan ADL mandiri
4) Libatkan keluarga dalam membantu klien
5) Motivasi klien untuk melakukan ADL sesuai kemampuan
6) Sediakan alat bantu diri bila mungkin
7) Kolaborasi: konsultasi dengan ahli okupasi atau fisioterapi

4. Pelaksanaan
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
a. Tindakan Keperawatan Mandiri
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri
dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang,
mengompres hangat saat klien demam.
b. Tindakan Keperawatan Kolaboratif
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan
untuk mengatasi masalah klien

5. Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap
tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi
kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien.
Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau
kemajuan dalam diagnose keperawatan.
Pada saat akan melakukan pendokumentasian, menggunakan SOAP, yaitu :
S : Data subyektif merupakan masalah yang diutarakan klien
O : Data obyektif merupakan tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
diagnose keperawatan
A : Analisis dan diagnose
P : Perencanaan merupakan pengembangan rencana untuk yang akan datang dari
intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar, dan Shidarta Priguna. 1978. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Twee Do. 2017. Muscular Dystrophy. https://emedicine.medscape.com/article/1259041-
overview
----------.. 2009. Muscular Dystrophy. www.e-medicine.com
Wedhanto, S, dan Paruhum, U. 2007. Duchenne Muscular Dystrophy. Divisi Orthopaedi &
Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/view/537

Anda mungkin juga menyukai