berkurang apabila beristirahat, apakah nyeri bertambah berat bila beraktivitas (agravation).
Faktor-faktor yang dapat meredakan nyeri (misalnya gerakan, kurang bergerak, pengerahan
tenaga, istirahat, obat-obat bebas, dan sebagainya) dan apa yang dipercaya klien dapat
membantu mengatasi nyerinya.
Quality or Quantity of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, tajam, atau menusuk.
Region: radiation, relief: di mana lokasi nyeri harus ditunjukkan dengan tepat oleh klien,
lapakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan di mana rasa sakit
terjadi. Tekanan pada saraf atau akar saraf akan memberikan gejala nyeri yang disebut
radiating pain misalnya pada skiatika di mana nyeri menjalar mulai dari bokong sampai
anggota gerak bawah sesuai dengan distribusi saraf. Nyeri lain yang disebut nyeri kiriman
atau referred pain adalah nyeri pada suatu tempat yang sebenarnya akibat kelainan dari
tempat lain misalnya nyeri lutut akibat kelainan pada sendi panggul.
Severity (scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
Sskala nyeri deskriptif (tidak ada nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, nyeri tak
tertahankan) dan klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan
fungsinya terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya tidur, nafsu makan, konsentrasi,
interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja, dan aktivitas-aktivitas santai). Nyeri akut
sering berkaitan dengan cemas dan nyeri kronis dengan depresi.
Time: berapa lama nyeri berlangsung (bersifat akut atau kronis), kapan, apakah ada waktu-
waktu tertentu yang menambah rasa nyeri.
perasaan takut. Kedua diagnosis tersebut memiliki batasan karakteristik yang sama. Perawat
menyeleksi pola data untuk mengidentifikasi nyeri sebagai diagnosis yang tepat.
Intervensi Keperawatan
Sebelum membahas apa yang dapat dilakukan perawat untuk mengintervensi klien
yang mengalami nyeri, peran perawat dalam penatalaksanaan nyeri harus ditinjau kembali.
Perawat membantu meredakan nyeri dengan memberikan intervensi penghilang nyeri
(termasuk pendekatan farmakologi dan nonfarmakologi), mengkaji keefektifan intervensi
tersebut, memantau efek yang merugikan, dan berperan sebagai advokat klien apabila
intervensi yang dianjurkan tidak efektif dalam meredakan nyeri.
Selain itu, perawat bertindak sebagai edukator bagi klien dan keluarganya untuk
memampukan mereka dalam menangani sendiri intervensi yang diharuskan jika
memungkinkan. Menurunkan nyeri sampai tingkat "yang dapat ditoleransi" pernah dianggap
sebagai tujuan dari penatalaksanaan nyeri. Namun begitu, klien yang menggambarkan
nyerinya telah hilang sekalipun, sering mengeluh mengalami gangguan tidur dan jelas
tertekan karena nyeri yang dialaminya.
Strategi penatalaksanaan nyeri terdiri atas intervensi yang bersifat independen atau
nonfarmakologi dan intervensi kolaboratif atau pendekatan farmakologi. Pendekatan ini
diseleksi berdasarkan kebutuhan dan tujuan klien secara individu. Analgesik yang tepat
digunakan sesuai yang diresepkan dan jangan dianggap hanya sebagai upaya terakhir ketika
tindakan pereda nyeri lainnya tidak berhasil. Semua intervensi akan sangat berhasil bila
dilakukan sebelum nyeri menjadi lebih parah, dan keberhasilan terbesar sering dicapai jika
beberapa intervensi diterapkan secara simultan.
Pengaturan posisi
Istirahat pada saat nyeri merupakan hal yang pertama dilakukan pada klien yang sedang
mengalami nyeri. Perawat perlu menekankan hal ini pada klien saat mulai datangnya nyeri
dengan harapan suplai darah dapat lebih banyak dikirimkan pada jaringan yang nyeri, baik
akibat iskemia jaringan atau sebab lain.
Pengaturan posisi secara fisiologis dengan prinsip back to nature sangat membantu dalam
menurunkan rasa nyeri. Pengaturan fisiologis akan membantu meningkatkan aliran darah
pada jaringan yang mengalami iskemia akibat penekanan atau kesalahan posisi. Perawat perlu
memahami hal yang mendasar.
tentang pengaturan posisi fisiologis. Pada klien yang mengalami nyeri pleuritik di dada
kanan maka pengaturan yang ideal adalah miring pada posisi berlawanan dengan sisi
yang sakit.
Pengaturan posisi fisiologis sangat menentukan penurunan resepsi nyeri yang
dirasakan klien dengan trauma pada tulang. Pengaturan posisi fisiologis dengan
melakukan pemasangan traksi efektif dalam menurunkan rasa nyeri.
Atur posisi dengan fiksasi atau imobilisasi
Pada beberapa kondisi klinik, pengaturan posisi dengan melakukan fiksasi atau
imobilisasi harus dilakukan. Hal ini disebabkan apabila tidak dilakukan maka respons
nyeri akan bertambah parah. Kondisi-kondisi akibat trauma muskuloskeletal dengan
kerusakan fragmen tulang harus dilakukan fiksasi sementara dengan menggunakan bidai
agar tidak terjadi kompresi atau penekanan dari serabut saraf yang sedang mengalami
trauma.
Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal.Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan
merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Ada banyak bukti yang
menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam meredakan nyeri punggung. Beberapa
penelitian, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam
menurunkan nyeri pascaoperasi (Smeltzer, 2002). Ini mungkin karena relatif kecilnya
peran otot-otot skeletal dalam nyeri pascaoperasi atau kebutuhan klien untuk melakukan
teknik relaksasi tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin dipraktikkan bila
hanya diajarkan sekali, segera sebelum operasi. Klien yang sudah mengetahui tentang
teknik relaksasi mungkin hanya perlu diingatkan untuk menggunakan teknik tersebut
untuk menurunkan atau mencegah meningkatnya nyeri. Relaksasi napas abdomen
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas abdomen dengan frekuensi lambat
dan berirama. Klien dapat memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam hati dan
lambat bersama setiap inhalasi ("hirup, dua, tiga") dan ekshalasi ("hembuskan, dua,
tiga"). Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat membantu bila
menghitung dengan keras bersama klien pada awalnya. Napas yang lambat, berirama
juga dapat digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga tindakan pereda
nyeri non-invasif lainnya, mungkin memerlukan latihan sebelum klien menjadi terampil
menggunakannya.
Kompres
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda nyeri yang efektif pada
beberapa keadaan namun keefektifan dan mekanisme kerjanya memerlukan studi lebih
lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak
nyeri (non-nosiseptor) dalam bidang reseptor yang sama seperti pada cedera. Terapi es
dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan
subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es
harus diletakkan pada tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Cohn, dkk (1989)
(dikutip dalam Smeltzer dan Bare, 2002) menunjukkan bahwa saat es diletakkan di
sekitar lutut segera setelah pembedahan dan selama 4 hari pascaoperasi, kebutuhan
analgesik menurun sekitar 50%. Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri
dengan mempercepat penyembuhan. Namun, menggunakan panas kering dengan lampu
pemanas tampak tidak seefektif penggunaan es. Baik terapi panas kering dan lembap
kemungkinan memberikan efek analgesik tetapi penelitian tambahan diperlukan untuk
memahami mekanisme kerja dan indikasi penggunaan yang sesuai. Baik terapi es
maupun panas harus digunakan dengan hati-hati dan dipantau dengan cermat untuk
menghindari cedera kulit.
Manajemen sentuhan
Stimulasi masase distraksi. Teori Gate Control Mechanism, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bertujuan menstimulasi serabut-serabut yang mentransmisikan sensasi tidak
nyeri memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri. Beberapa strategi penghilang
nyeri nonfarmakologi, termasuk menggosok kulit serta menggunakan panas dan dingin
adalah berdasarkan mekanisme ini.
Masase terapeutik perkutaneus
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum yang dipusatkan pada punggung
dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak nyeri pada bagian
reseptor yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui
sistem kontrol desenden (dapat dilihat pada pembahasan sebelumnya). Masase dapat
membuat klien lebih nyaman karena masase membuat otot berelaksasi.
Sentuhan terapeutik.
Sentuhan terapeutik berasal dari praktik kuno "meletakkan tangan" (Potter, 2006).
Pendekatan itu menyatakan bahwa pada individu yang sehat, terdapat ekuilibrium antara
aliran energi di dalam dan di luar tubuh. Penyakit mewakili ketidakseimbangan energi
yang dihasilkan. Sentuhan terapeutik meliputi penggunaan tangan untuk secara sadar
memberikan dampak distraksi dan dukungan perilaku pada klien yang mengalami nyeri.
Sifat analgesik pada sentuhan terapeutik yaitu menciptakan respons relaksasi yang
bersifar umum.
Distraksi
RAS menghambat stimulus yang menyakitkan jika seseorang menerima masukan
sensorik yang cukup ataupun berlebihan. Stimulus sensorik yang menyenangkan
menyebabkan pelepasan endorfin.
Klien yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri yang dirasakan
sehingga klien memersepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut. Distraksi mengalihkan
perhatian klien ke hal lain dan dengan demikian menurunkan kewaspadaan terhadap
nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap nyeri, Namun, ada satu kerugian, yaitu
apabila upaya distraksi itu berhasil, perawat atau keluarga dapat menanyakan tingkat
nyeri yang klien rasakan. Distraksi memberikan pengaruh paling baik pada jangka waktu
yang singkat, untuk mengatasi nyeri intensif hanya berlangsung beberapa menit,
misalnya selama pelaksanaan prosedur invasif atau saat menunggu kerja analgesik.
Manajemen lingkungan
Menurunkan stimulus eksternal selain dari stimulus nyeri merupakan intervensi dalam
manajemen lingkungan. Manajemen lingkungan tersebut meliputi:
• lingkungan yang tenang dapat membantu klien dalam meningkatkan pelaksanaan
metode distraksi secara efektif,
• pengaturan linen dan tempat tidur, dengan mengganiti linen yang basah atau kotor,
meluruskan linen yang berkerut di tempat tidur dapat membantu menurunkan stimulus
nyeri,
• pengaturan selang (drainase), dengan posisi yang tepat baik posisi klien berbaring
ataupun duduk akan mengurangi stimulus nyeri,
• pengaturan fiksasi dan balutan, dengan mengurangi fiksasi yang terlalu ketat kecuali
pada balutan atau fiksasi dengan indikasi untuk menekan dapat mengurangi stimulus
nyeri. Mengganti balutan yang basah atau kotor akan mengurangi sensasi bau dan rasa
yang kurang enak pada klien dengan adanya kerusakan integritas jaringan,
• lingkungan kondusif tidak panas, menurunkan stimulus nyeri lainnya. Kondisi
ruangan yang panas akan memberikan dampak pada peningkatan pada laju metabolisme
basal yang pada saat klien yeri sangat memerlukan energi tersebut dalam mengatasi
nyeri akibat dari iskemia lokal,
• lingkungan dengan privasi terkontrol, dapat membantu klien dalam meningkatkan
kemampuan distraksi efektif. Dukungan perilaku Dukungan perilaku atau biofeedback
merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan member darah atau ketegangan) dan
cara untuk melatih kontrol volunter terhadap klien informasi tentang respons fisiologis
(misalnya tekanan respons tersebut.
Dukungan perilaku
Dukungan perilaku atau biofeedbak merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan
memberikan klien informasi tentang respons fisiologis (misalnya tekanan darah atau
ketegangan) dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respons tersebut.
Imajinasi terbimbing
Imajinasi terbimbing (guided imaginary) adalah menggunakan imajinasi sese- orang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai efek positif tertentu.
Sebagai contoh, imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri dapat terdiri
atas menggabungkan napas berirama lambat dengan suatu bayangan mental relaksasi
dan kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu diinstruksikan untuk membayangkan
bahwa dengan setiap napas yang diekshalasi secara lambat ketegangan otot dan
ketidaknyamanan dikeluarkan, menyebabkan tubuh yang rileks dan nyaman. Setiap kali
menghirup napas, klien harus membayangkan energi penyembuh dialirkan ke bagian
yang tidak nyaman. Setiap kali napas dihembuskan, klien diinstruksikan untuk
membayangkan bahwa udara yang dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan.
Jika imajinasi terbimbing diharapkan efektif, dibutuhkan waktu yang banyak untuk
menjelaskan tekniknya dan waktu untuk klien mempraktikkannya. Biasanya, klien
diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama sekitar lima menit, tiga kali
sehari. Beberapa hari praktik mungkin diperlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi.
Banyak klien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi terbimbing saat pertama kali
mereka mencobanya. Nyeri mereda dapat berlanjut selama berjam-jam setelah imajinasi
digunakan. Klien harus diinformasikan bahwa imajinasi terbimbing dapat berfungsi
hanya pada beberapa orang. Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai
tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti, sampai riset telah menunjukkan
apakah dan bilakah teknik ini efektif.
Intervensi nyeri kolaboratif
Menangani nyeri yang dialami klien melalui intervensi nyeri kolaboratif dilakukan
dengan dokter atau pemberi perawatan utama lainnya dan klien. Obat-obat tertentu untuk
penatalaksanaan nyeri mungkin diresepkan atau kateter epidural mungkin dipasang
untuk memberikan dosis awal. Namun demikian, perawat yang mempertahankan
analgesik, mengkaji keefektifannya, dan melaporkan jika intervensi tersebut tidak efektif
atau menimbulkan efek samping. Penatalaksanaan nyeri memerlukan kolaborasi erat dan
komunikasi yang efektif di antara pemberi perawatan kesehatan.
Kolaboratif terapi nyeri farmakologi
Beberapa agen farmakologi digunakan untuk menangani nyeri. Semua agen tersebut
memerlukan resep dokter. Keputusan perawat, dalam penggunaan obat- obatan dan
penatalaksanaan klien yang menerima terapi farmakologi, membantu dalam upaya
memastikan penanganan nyeri yang mungkin dilakukan.
ANALGESIK
Analgesik merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri. Walaupun
analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan efektif, perawat dan dokter masih
cenderung tidak melakukan upaya analgesik dalam penanganan nyeri karena informasi
obat yang tidak benar, adanya kekhawatiran klien akan mengalami ketagihan obat,
cemas akan melakukan kesalahan dalam menggunakan analgesik narkotik, dan
pemberian obat yang kurang dari yang diresepkan. Perawat harus mengetahui obat-
obatan yang tersedia untuk menghilangkan nyeri dan efek-efek farmakologi obat-obatan
tersebut.
Analgesik terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Non-narkotik dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAIDS).
2. Analgesik narkotik atau Opiat.
3. Obat tambahan (adjuvan) atau ko-analgesik.
Terapi pada nyeri pascaoperasi ringan sampai sedang harus dimulai dengan
menggunakan NSAIDS kecuali kontraindikasi. Walaupun mekanisme kerja NSAIDS
tidak diketahui secara pasti, NSAIDS diyakini bekerja menghambat sintesis
prostaglandin dan menghambat respons selular selama inflamasi. Kebanyakan
NSAIDS bekerja pada reseptor saraf perifer untuk mengurangi transmisi dan resepsi
stimulus nyeri. Tidak seperti Opiat, NSAIDS tidak menyebabkan sedasi atau depresi
pernapasan, juga tidak mengganggu fungsi berkemih atau defekasi.
Rute untuk pemberian analgesik didasarkan pada kondisi klien dan efek obat yang
diinginkan. Analgesik dapat diberikan melalui rute parenteral (intravena,
intramuskular, atau subkutan), oral, rektal, transdermal (melalui kulit), dan melalui
kateter epidural atau intraspinal. Masing-masing dari metode pemberian ini
mempunyai keuntungan dan kerugian, jalur yang dipilih harus didasarkan pada
kebutuhan klien secara individual.
Rute parenteral
Rute intravena
Rute intravena (IV) adalah alternatif untuk suntikan analgesik opioid intramuskular
(IM). Rute IV adalah rute pemberian medikasi analgesik yang lebih dipilih.
Pemberian dengan rute ini lebih nyaman bagi klien dan puncak kadar serum serta
hilangnya nyeri terjadi lebih cepat. Karena mencapai puncak lebih cepat (biasanya
dalam beberapa menit) dan dimetabolisme dengan cepat, dosis IV yang dibutuhkan
akan lebih kecil dan diresepkan pada interval yang lebih pendek dibanding dosis IM.
Opioid (narkotik) IV mungkin diberikan melalui "dorongan" IV (atau "dorongan
lambat" misalnya dalam periode 5-10 menit) atau melalui infus kontinu dengan
pompa. Metode kontinu memberikan kadar analgesik yang tetap dan diindikasikan
bila nyeri terjadi lebih dari periode 24 jam, seperti pascaoperasi untuk hari
pertama/lebih atau pada klien dengan nyeri kanker berkepanjangan yang tidak dapat
memakai obat melalui jalur lain. Dosis analgesik dihitung dengan cermat untuk
menghilangkan nyeri tanpa menghasilkan depresi pernapasan dan efek samping lain.
Rute subkutan
Rute subkutan untuk infus analgesik opioid digunakan untuk klien dengan nyeri berat
seperti nyeri kanker. Rute ini khususnya berguna bagi klien dengan akses intravena
yang terbatas yang tidak mampu menggunakan medikasi oral dan klien-klien yang
menangani nyerinya di rumah. Dosis opioid yang dapat diinfuskan melalui jalur ini
terbatas karena volume kecil yang dapat diberikan pada satu waktu ke dalam jaringan
subkutan. Bagaimana pun, rute ini sering kali merupakan cara yang efektif dan tepat
untuk menangani nyeri.
Rute oral
Rute oral akan dipilih ketimbang pemberian parenteral jika klien mampu untuk
meminum obat melalui mulut. Cara pemberian seperti ini mudah, non-invasif, dan
tidak menyakitkan seperti pada injeksi. Nyeri berat dapat dihilangkan dengan narkotik
oral jika dosisnya cukup tinggi. Agar efektif, bagaimana pun, dosis harus diubah
karena obat-obat diabsorpsi pada kecepatan yang berbeda tergantung dari rute
pemberian. Pada klien dengan penyakit terminal dan nyeri berkepanjangan, dosis
secara bertahap dapat ditingkatkan sesuai dengan perkembangan penyakit dan
menyebabkan lebih nyeri atau seperti bila individu membentuk toleransi terhadap
obat. Jika dosis yang lebih tinggi ini ditingkatkan secara bertahap, obat ini biasanya
memberikan peredaan nyeri tambahan tanpa menyebabkan depresi pernapasan atau
sedasi. Jika rute pemberian diganti dari rute parenteral menjadi rute oral dengan dosis
yang tidak sebanding kekuatannya (ekuianalgesik), dosis oral yang lebih kecil dapat
mengakibatkan reaksi putus obat dan nyeri terjadi lagi (kambuh).
Rute rektal
Pemberian melalui rute rektal mungkin diindikasikan untuk klien yang tidak mampu
menggunakan obat-obat melalui rute lainnya. Supositoria rektal 10 mg Oximorfon
(Numorphan; dua suposituria, total 10 mg) memberikan pereda nyeri sebanding
dengan 10 mg Morfin IM atau 100 mg Meperidin IM. Rute rektal mungkin juga
diindikasikan bagi klien dengan masalah perdarahan seperti hemofilia.
Rute transdermal
Rute transdermal digunakan untuk mencapai kadar opioid konsisten melalui absorpsi
obat melalui kulit.
4.Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.