Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Penyakit
Ulkus adalah luka terbuka ada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah
kematian jaringan yang luas saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalan penyakit DM dengan
neuropati perifer (andyagreeni, 2017)
Ulkus manus merupakan abses yang terjadi dibagian tangan, abses dapat terjadi di
ruang telapak tangan atau salah satu komponennya sebagai kelanjutan infeksi dari
daerah tangan yang dapat menimbulkan nyeri, bengkak pada tangan, kemerahan dan
demam (Rinnoni, 2019)
B. Etiologi
Menurut (Putri, 2020) dapat disebabkan karena adanya :
a. Infeksi Microbial Salah satu penyebab yang paling sering ditemukan pada proses
radang infeksi microbial. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara
multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan eksotokin yang spesifik yaitu suatu
sintesis kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau
melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel
b. Reaksi Hipersentivitas Reaksi hipersentivitas terjadi bila perubahan kondisi
respons imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun
yang akan merusak jaringan.
c. Agen Fisik Kerusakan jaringan yang terjadi pada proses radang dapat melalui
trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebih
(frosbite).
d. Bahan kimia iritan dan korosif Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan
oksidan, asam basa) akan merusak jaringan yang kemudian akan memprovokasi
terjadinya proses radang. Disamping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan
bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi dan langsung mengakibatkan radang.
e. Nekrosis jaringan Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan
berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan
mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri
merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi infark sering
memperlihatkan suatu respons radang akut.
C. Tanda dan gejala klinis
biasanya terbentuk diseluruh bagian tubuh. Menurut (Longso, 2018). Gejala
tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya biasanya berupa:
a. Nyeri (Dolor) Nyeri merupakan respon yang bersifat subyektif terhadap adanya
stressor fisik dan psikologik. Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan
jaringan. Nyeri disebabkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan
terutama tekanan pus di dalam rongga abses. Beberapa mediator kimiawi pada
radang akut termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin, diketahui juga
dapat mengakibatkan nyeri.
b. Nyeri tekan Nyeri tekan timbul di daerah yang terjadi kerusakan jaringan.
c. Pembengkakan (Tumor) Pembengkakan sebagai hasil adanya edema merupakan
suatu akumulasi cairan di dalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian
dari cairan eksudat dan dalam jumlah sedikit, kelompok sel radang yang masuk
dalam daerah tersebut.
d. Kemerahan (Rubor) Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, sebagai
contoh kulit yang terkena sengatan matahari, warna kemerahan ini terjadi akibat
adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
e. Panas (calor) Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer atau tepi tubuh,
seperti pada kulit. Peningkatan suhu ini diakibatkan oleh peningkatan aliran darah
(hiperemia) yang hangat pada daerah tersebut, mengakibatkan system vaskuler
dilatasi dan mengalirkan darah hangat pada daerah tersebut. Demam sistemik
sebagai hasil dari beberapa mediator kimiawi proses radang juga ikut
meningkatkan temperatur lokal.
f. Hilangnya fungsi Kehilangan fungsi yang diketahui merupakan konsekuensi dari
satu proses radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik yang dilakukan
secara sadar ataupun secara reflek akan mengalami hambatan oleh rasa sakit.
Pembengkakan yang hebat secara fisik mengakibatkan berkurangnya gerak
jaringan.
D. Clinical Pathways

Infeksi

Sebagian sel mati dan hancur Meninggalkan rongga


berisi sel-sel terinfeksi

Leukosit bergerak kedalam rongga tersebut .

Menelan bakteri kemudian mati

Membentuk pus dalam rongga

Akumulasi neutrophil yang telah mati dan terlokalisir

ABSES

Proses inflamasi

Kurangnya informasi pelepasan mediator bradikin pelepasan zatpirogen dan


mengenai penyakit ↓ endogen
↓ ↓
Rasa cemas dengan Merangsang ujung saraf Merangsang sel endotel
penyakit bekas hipotalamus –
↓ ↓ menegeluarkan asam
arakhidona – memicu
pengeluaran prostaglandin
ansietas nyeri Mempengaruhi kerja
Tremostat hipotalamus

hipertermia

E. Data fokus pengkajian

1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat

Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.

Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera


(trauma).

b. Sirkulasi

Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,


hiperventilasi, dll).

c. Integritas ego

Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis)

Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.

d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan

Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera makan.


Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.

f. Neurosensori

Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.


Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

g. Nyeri dan kenyamanan

Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak

Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.

h. Pernafasan

Data Subyektif : Perubahan pola nafas.

Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot


aksesoris.

i. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.

Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak

2. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : untuk mengetahui lokasi dan penyebaran abses
2. Pemeriksaan darah :
 Leokosit : adanya peningkatan jumlah leokosit sebagai indikasi
infeksi
 HE : meningkat pada hipovolemik pada hemokonsentrasi
 Elektrolit : untuk mengetahui ketidakseimbangan elektrolit
 LED : meningkat sebagai indikasi infeksi
 Trombosit : penurunan oleh karena agregasi trombosit
 Gula Darah : hiperglikemi menunjukan glukoneogenesis meningkat
3. Kultur pus dan darah
Untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi
F. Etiologi dan Masalah Keperawatan
Data Etiologi Masalah keperawatan
Data Subjektif : Prosese inflamasi Gangguan rasa nyaman
- Klien mengeluhkan rasa nyeri ↓ nyeri
- Meringis karena Mengeluarkan mediator kimia
nyeri (facial mask ( bradikinin, serotinin,
of pain) prostaglandin, dll)
Data Objektif : ↓
- Klien tampak meringis Merangsang saraf
kesakitan dan gelisah ↓
- Skala nyeri (1-10) Nyeri
Data Subjektif : Proses penyakit Hipertermi
- Klien mengatakan menggigil ↓
- Klien mengatakan keluar Merangsang pusat suhu /
keringat dingin hipotalamus
Data Objektif : ↓
 Suhu > 380 C Hipertermi
 Kulit kemerahan
 Peningkatan kedalaman
pernapasan
 Menggigil / merinding
 Malaise, keletihan, kelemahan
 Berkeringat

Data Subjektif : - Nekrosis jaringan Gsngguan integritas kulit


Data Objektif : ↓ Pen
hem
Kerusakan epitel

 Adanya Lesi
Ulkus
 Edema

 Kekeringan membran mukosa
Gangguan integritas kulit
 Lidah tampak kotor

G. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi
2. Hipertermi b.d proses penyakit
3. Gangguan integritas kulit b.d nekrosis jaringan
H. Nursing Care Plan
Tujuan
Dx. Keperawatan Intervensi Rasional
Tupan Tupen
Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah mendapatkan Setelah mendapatkan perawatan 1. Kaji riwayat nyeri seperti - Informasi merupakan data
b.d proses inflamasi perawatan selama 2 hari selama 2x24 jam, masalah lokasi; frekwensi ; durasi dasar untuk evaluasi atau
masalah gangguan rasa gangguan rasa nyaman nyeri dan intensitas (skala 1 – 10) efektifitas intervensi yang
nyaman nyeri teratasi dapat teratasi dengan kriteria : dan upaya untuk dilakukan. Pengalaman
nyeri setiap individu
mengurangi nyeri.
- Melaporkan rasa nyeri bervariasi karena
yang sudah teratasi (rasa mengganggu fisik dan
nyeri berkurang) psikologi.
- Dapat mongontrol ADLs
seminimal mungkin.
2. Beri kenyamanan dengan - Menolong dan
- Dapat mendemontrasikan
mengatur posisi klien dan meningkatkan relaksasi dan
keterampilan relaksasi
aktivitas diversional refocus
dan aktivitas diversional
sesuai situasi individu.
- Melibatkan dan
3. Dorong penggunaan stress memberikan partisipasi
management seperti tehnik aktif untuk meningkatkan
relaksasi, visualisasi, control
komunikasi therapeutik
melalui sentuhan.
- Tujuan umum/maksimal
4. Evaluasi/Kontrol
mengomtrol tingkat
berkurangnya rasa nyeri.
Sesuaikan pemberian nyeri dan minimum ada

medikasi sesuai keterlibatan dalam ADLs.


kebutuhannya

- Nyeri merupakan
5. Kolaborasi : Beri analgetik
dampak/komplikasi
sesuai indikasi dan dosis
yang tepat. suatu tindakan atau

keadaan penyakit serta

perbedaan respon
Hipertermi b.d proses Setelah mendapatkan Setelah dilakukan intervensi 1. Observasi saat - untuk mengidentifikasi
penyakit perawatan selama 2 hari selama 2 X 24 masalah timbulnya demam. pola demam
masalah hipertermi eratasi hipertermi dapat teratasi 2. Observasi tanda–tanda - tanda-tanda vital
kriteria evaluasi vital merupakan acuan untuk
0
- Suhu tubuh normal 36 C – mengetahui keadaan
3760C umum pasien
- Kulit kemerahan hilang 3. Berikan penjelasan - Keterlibatan keluarga
- Tubuh di sentuh tidak kepada pasien/keluarga sangat berarti dalam
hangat lagi tentang hal–hal yang proses penyembuhan
dapat dilakukan untuk pasien dirumah sakit.
mengatasi demam dan
menganjurkan pasien/
keluarga untuk
kooperatif.
4. Berikan penjelasan - Penjelasan tentang kondisi
tentang penyebab pasien dapat membantu
demam atau pasien/keluarga
peningkatan suhu mengurangi kecemasan
tubuh. yang timbul.
5. Anjurkan pasien untuk - Peningkatan suhu tubuh
banyak minum mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan
6. Berikan kompres asupan cairan yang banyak
hangat (pada daerah - Kompres hangat dapat
axilla dan dahi). merangsang kerja
hipotalamus untuk
menstabilkan suhu tubuh.
- Pemberian cairan bagi
7. Berikan terapi cairan pasien sangat penting bagi
intravena dan obat– pasien dengan suhu tubuh
obatan sesuai dengan tinggi. Pemberian cairan
program dokter merupakan wewenang
(masalah kolaborasi). dokter sehingga perawat
perlu berkolaborasi dalam
hal ini.
Gangguan integritas kulit b.d Setelah mendapatkan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji kondisi kulit dari efek - Efek-efek reaksi kulit dapat
nekrosis jaringan perawatan selama 3 hari selama 3 X 24 jam masalah samping: robekan, berupa kemerahan, gatal,
masalah resiko tinggi; resiko tinggi; gangguan penyembuhan lambat. kering, kelembaban
gangguan integritas jaringan/ integritas jaringan/ kulitdapat 2. Dorong klien untuk tidak berkurang,
kulit teratasi teratasi dengan kriteria : menggaruk area yang hiperpigmentasi, koloid,
terkena gangguan. cikatriks.
- Indentifikasi intervensi 3. Sarankan klien untuk - Mencegah trauma / gesekan
pada kondisi-kondisi menghindari pemakaian pada kulit.
khusus. cream kulit, salep dan - Iritasi / reaksi pada kulit
- Partisipasi aktif dalam powder jika bukan dapat meningkat.
tehnik guna pencegahan order/ijin dari dokter atau - Meningkatkan sirkulasi dan
komplikasi / perawatnya. pencegahan tekanan pada
meningkatkan 4. Atur posisi sesuai jaringan / kulit.
penyembuhan. kebutuhan.
I. Daftar Pustaka

 Mehta, Ninfa. MD. Peritonsillar Abscess. Available from. www.emedicine.com. Accessed at


maret 2020.
 E, Steyer, Terrence, M.D, Peritonsiller Abscess: Diagnosis and Treatment. Available at:
www.aafp.org/afp, Accesed on maret 2020

 Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai