ABSES MAKSILLA
OLEH:
LUH ERLINA RAHAYUNI
2114901173
FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAN STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
3. Patofisiologi
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan
terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga
yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak
ke dalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses
dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme
tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suatu abses
pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar ke dalam tubuh
maupun di bawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat
mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan.
Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan
peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan
lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT
Scan, atau MRI.
6. Penatalaksanaan Medis
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam
anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat
pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari
sampai gejala dan tanda infeksi reda.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu
abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki
aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik
biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan
untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.
B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
1) Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
2) Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
1) Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
1) Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang
atau dramatis)
2) Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
1) Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
1) Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan
selera makan.
2) Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
1) Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
1) Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
2) Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
1) Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
2) Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu
pernapasan/ otot aksesoris.
i. Keamanan
1) Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
2) Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan
rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
b. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area
rahang dan luka operasi.
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya
peradangan di area mulut.
3. Intervensi Keperawatan
N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
O
1. Nyeri berhubungan 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Untuk mengetahui tingkat
Setelah dilakukan
dengan adanya proses dialami klien dan lokasinya skala nyeri yang dialami
peradangan, luka insisi tindakan keperawatan
klien
pembedahan ...x... jadi
2. Kaji tanda-tanda vital, 2. Dapat mengindikasi rasa
harapkan pasien mampu
perhatikan takikardia, sakit akut dan
untuk: Menunjukkan
hipertensi dan peningkatan ketidaknyamanan
kontrol nyeri dengan
pernafasan, bahkan jika
indikator :
pasien menyangkal adanya
1. Mengenali faktor
rasa sakit
penyebab dari sekala
3. Berikan lingkungan yang 3. Agar klien dapat
2 jarang menjadi
tenang. beristirahat, karena kurang
sekala 4 sering
tidur/istirahat dapat
melakukan
meningkatkan persepsi
2. Mengenali omset
nyeri dan kemampuan
lamanya sakit dari
koping menurun
sekala 2 jarang
4. Dorong penggunaan teknik 4. Lepaskan tegangan
menjadi sekala 4
sering melakukan relaksasi, misalnya latihan emosional dan otot :
3. Menggunakan metode nafas dalam, bimbingan tingkatkan perasaan
pencegahan dari imajinasi, visualisasi. kontrol yang mungkin
sekala 2 jarang dapat meningkatkan
menjadi sekala 4 kemampuan koping
sering melakukan 5. Kolaborsi obat sesuai 5. Analgesik IV akan dengan
4. Menggunakan metode petunjuk . (analgesik IV) segera mencapai pusat
non analgetik untuk rasa sakit, menimbulkan
mengurangi nyeri penghilangan yang lebih
dari sekala 2 jarang efektif dengan obat dosis
menjadi sekala 4 kecil. Pemberian IM akan
sering melakukan memakan waktu lebih
5. Menggunakan lama dan keefektifannya
analgetik sesuai bergantung kepada tingkat
kebutuhan dari sekala dan absorbsi sirkulsi.
2 jarang menjadi
sekala 4 sering
melakukan
2 Hipertermi yang setelah dilakukan asuhan 1. Observasi saat timbulnya 1. Untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan
proses penyakit keperawatan ..x.. demam. pola demam
diharapkan hipertermi
pasien menurun dengan 2. Observasi tanda–tanda vital 2. Tanda-tanda vital
kriteria hasil : setiap 3 jam/lebih sering. merupakan acuan untuk
1. Kilit kemerahan mengetahui keadaan
menurun umum pasien
2. Suhu tubuh membaik
3. Suhu kulit membaik 3. Berikan kompres hangat 3. Kompres hangat dapat
(pada daerah axilla dan merangsang kerja
dahi). hipotalamus untuk
menstabilkan suhu tubuh.
Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.