Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ABSES MAKSILLA

OLEH:
LUH ERLINA RAHAYUNI
2114901173

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAN STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2021
A. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian

Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil


yang telah mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena
adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri atau parasit) atau karena
adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum
suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang
lain. Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa
kantong berisi nanah.(Siregar, 2004).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai
akibat dari infeksi yang melibatkan organisme piogenik, nanah
merupakan suatu campuran dari jaringan nekrotik, bakteri, dan sel
darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh enzim autolitik.
(Morison,2003). Abses (misalnya bisul) biasanya merupakan titik
“mata”, yang kemudian pecah; rongga abses kolaps dan terjadi
obliterasi karena fibrosis, meninggalkan jaringan parut yang kecil.
(Underwood, 2000).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah
suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri / parasit atau karena
adanya benda asing (misalnya luka peluru maupun jarum suntik) dan
mengandung nanah yang merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan
oleh enzim autolitik. Sedangkan abses maksila odontogenik adalah
suatu infeksi pada rahang atas yang dimulai sebagai infeksi
dentoalveolar (infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya) yang
menghasilkan pus (Smeltzer dan Bare, 2001).
2. Etiologi
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama,
(2001), abses maksila sering disebabkan oleh infeksi di daerah rongga
mulut atau gigi. Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan
di daerah submaksila yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak
teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong lidah ke atas dan ke
belakang dapat menyebabkan trismus. Setelah dilakukan eksplorasi
diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman aerob dan anaerob.

3. Patofisiologi
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan
terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga
yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak
ke dalam rongga tersebut, dan setelah menelan bakteri, sel darah
putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang membentuk
nanah. Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya
akan terdorong jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses
dan menjadi dinding pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme
tubuh mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut jka suatu abses
pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa menyebar ke dalam tubuh
maupun di bawah permukaan kulit, tergantung kepada lokasi abses
4. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung
kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf.
Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam

5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat
mudah dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan.
Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan
peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan
lokasi abses dalam biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT
Scan, atau MRI.
6. Penatalaksanaan Medis
Antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan dalam
anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat
pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid,
tergantung letak dan luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari
sampai gejala dan tanda infeksi reda.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu
abses bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki
aliran darah, sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik
biasanya diberikan setelah abses mengering dan hal ini dilakukan
untuk mencegah kekambuhan. Antibiotik juga diberikan jika abses
menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya.

B. TINJAUAN ASKEP
1. Pengkajian

a. Aktifitas/ istirahat
1) Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
2) Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (trauma).
b. Sirkulasi
1) Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
1) Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang
atau dramatis)
2) Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
1) Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau
mengalami gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
1) Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan
selera makan.
2) Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
1) Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
1) Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
2) Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
1) Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
2) Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu
pernapasan/ otot aksesoris.

i. Keamanan
1) Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
2) Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan
rentang gerak.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
b. Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidak mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area
rahang dan luka operasi.
f. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya
peradangan di area mulut.
3. Intervensi Keperawatan

N
Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional
O
1. Nyeri berhubungan 1. Kaji tingkat nyeri yang 1. Untuk mengetahui tingkat
Setelah dilakukan
dengan adanya proses dialami klien dan lokasinya skala nyeri yang dialami
peradangan, luka insisi tindakan keperawatan
klien
pembedahan ...x... jadi
2. Kaji tanda-tanda vital, 2. Dapat mengindikasi rasa
harapkan pasien mampu
perhatikan takikardia, sakit akut dan
untuk: Menunjukkan
hipertensi dan peningkatan ketidaknyamanan
kontrol nyeri dengan
pernafasan, bahkan jika
indikator :
pasien menyangkal adanya
1. Mengenali faktor
rasa sakit
penyebab dari sekala
3. Berikan lingkungan yang 3. Agar klien dapat
2 jarang menjadi
tenang. beristirahat, karena kurang
sekala 4 sering
tidur/istirahat dapat
melakukan
meningkatkan persepsi
2. Mengenali omset
nyeri dan kemampuan
lamanya sakit dari
koping menurun
sekala 2 jarang
4. Dorong penggunaan teknik 4. Lepaskan tegangan
menjadi sekala 4
sering melakukan relaksasi, misalnya latihan emosional dan otot :
3. Menggunakan metode nafas dalam, bimbingan tingkatkan perasaan
pencegahan dari imajinasi, visualisasi. kontrol yang mungkin
sekala 2 jarang dapat meningkatkan
menjadi sekala 4 kemampuan koping
sering melakukan 5. Kolaborsi obat sesuai 5. Analgesik IV akan dengan
4. Menggunakan metode petunjuk . (analgesik IV) segera mencapai pusat
non analgetik untuk rasa sakit, menimbulkan
mengurangi nyeri penghilangan yang lebih
dari sekala 2 jarang efektif dengan obat dosis
menjadi sekala 4 kecil. Pemberian IM akan
sering melakukan memakan waktu lebih
5. Menggunakan lama dan keefektifannya
analgetik sesuai bergantung kepada tingkat
kebutuhan dari sekala dan absorbsi sirkulsi.
2 jarang menjadi
sekala 4 sering
melakukan
2 Hipertermi yang setelah dilakukan asuhan 1. Observasi saat timbulnya 1. Untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan
proses penyakit keperawatan ..x.. demam. pola demam
diharapkan hipertermi
pasien menurun dengan 2. Observasi tanda–tanda vital 2. Tanda-tanda vital
kriteria hasil : setiap 3 jam/lebih sering. merupakan acuan untuk
1. Kilit kemerahan mengetahui keadaan
menurun umum pasien
2. Suhu tubuh membaik
3. Suhu kulit membaik 3. Berikan kompres hangat 3. Kompres hangat dapat
(pada daerah axilla dan merangsang kerja
dahi). hipotalamus untuk
menstabilkan suhu tubuh.

4. Anjurkan pasien untuk 4. Peningkatan suhu tubuh


banyak minum ± 2,5 mengakibatkan
Liter/24 jam dan jelaskan penguapan tubuh
manfaatnya bagi pasien. meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak
5. Kolaborasikan terapi cairan 5. Pemberian cairan bagi
intravena dan obat pasien sangat penting
antipiretik sesuai dengan bagi pasien dengan suhu
program dokter tubuh tinggi. Pemberian
cairan merupakan
wewenang dokter
sehingga perawat perlu
berkolaborasi dalam hal
ini.
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau tanda-tanda 1. Untuk mengidentifikasi
berhubungan dengan keperawatan ...x.. jam peradangan, demam, adanya tanda-tanda
tindakan pembedahan,
diharapkan resiko infeksi kemerahan, bengkak dan infeksi secara dini
tidak adekuatnya
pertahanan tubuh. pasien menurun dengan cairan yang keluar.
kriteria hasil :
1. Kebersihan tangan 2. Cuci tangan sebelum dan 2. Menurunkan resiko
meningkat sesudah melakukan tindakan terjadinya infeksi
2. Demam menurun nosokomial.
3. Kemerahan menurun
4. Nyeri menurun 3. Pertahanan luka aseptik, 3. Melindungi pasien dari
5. Bengkak menurun pertahankan balutan kering. kontaminasi silang
6. Kadar sel darah putih selama penggantian
membaik balutan. Balutan basah
bertindak sebagai sumbu
retrograd, menyerap
kontaminan eksternal.

4. Anjurkan klien untuk 4. Untuk mencegah


menjaga area infeksi terjadinya kontaminasi
atau infeksi.

5. Kolaborasikan pemberian 5. Dapat diberikan secara


antibiotic sesuai petunjuk profilaksis bila dicurigai
dokter terjadinya infeksi
4 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji keluhan mual, tidak 1. Dengan mengalami
kurang dari kebutuhan keperawatan selama ...x... napsu makan, dan muntah keluhan pasien dapat
berhubungan dengan
diharapkan status nutrisi yang dialami pasien. membantu intervensi
ketidak mampuan
menelan makanan, pasien membaik dengan selanjutnya.
nyeri area rahang kriteria hasil :
1. Porsi makan yang 2. Kaji berat badan setiap 2. Penimbangan berat badan
dihabiskan meningkat harinya yang tepat dapat
2. Berat badan mendeteksi status gizi
meningkat klien
3. IMT meningkat
4. frekuensi makan 3. Pemberian makanan yang 3. Membantu mengurangi
meningkat mudah ditelan seperti : kelelahan pasien dan
5. Nafsu makan bubur, tim, dan hidangkan meningkatkan asupan
meningkat selagi masih hangat. makanan karena mudah
ditelan

4. Pemberian makanan dalam 4. Untuk menghindari mual


porsi kecil dengan frekuensi dan muntah.
sering.
5. Pantau masukan dan 5. Memberikan deteksi dini
keluaran. adanya ketidak
seimbangan kebutuhan
nutrisi.

6. Kolaborasi dengan ahli gizi 6. Membantu dalam


mengenai diet yang membuat rencana diet
seimbang untuk memenuhi
kebutuhan individual
5 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kebiasaan sebelum dan 1. Untuk mengetahui
berhubungan dengan keperawatan ..x.. sesudah tidur kebiasaan klien sebelum
rasa nyeri pada area
diharapkan gangguan pola dan sesudah tidur untuk
rahang dan luka
operasi. tidur pasien menurun menentukan tindakan
dengan kriteria hasil : selanjutnya
1. Keluhan sulit tidur
menurun 2. Ciptakan lingkungan aman 2. Agar klien dapat
2. keluhan sering terjaga dan tenang beristirahat dengan
menurun tenang
3. keluhan pola tidur 3. Batasi pengunjung
berubah menurun 3. Agar klien tidak
terganggu
4. Atur posisi yang nyaman
saat beristirahat 4. Agar klien merasa
nyaman beristirahat
6 Gangguan komunikasi Setelah diberikan asuhan 1. Kaji tipe/derajat disfungsi, 1. Membantu menentukan
verbal berhubungan keperawatan selama ..x.. seperti pasien tidak tampak daerah dan derajat
dengan adanya diharapkan gangguan memahami kata atau kerusakan cerebral yang
peradangan di area komunikasi verbal pasien mengalami kesulitan terjadi dalam kesulitan
mulut
menurun dengan kritera berbicara atau membuat pasien dalam beberapa
hasil : pengertian sendiri. atau seluruh tahap proses
1. Kemampuan komunikasi.
berbicara meningkat
2. Respon prilaku 2. Berikan metode alternatif, 2. Memberi komunikasi
membaik seperti menulis di papan tentang kebutuhan
3. Pemahaman tulis. Berikan petunjuk berdasarkan dengan
komunikasi membaik visual (gerakan tangan, keadaan/ defisit yang
gambargambar, daftar mendasarinya
kebutuhan,demonstrasi)

3. Bicaralah dengan nada 3. Tidak perlu merusak


normal dan hindari pendengaran pasien dan
percakapan yang cepat. meninggikan suara dapat
Berikan pasien jarak waktu menimbulkan marah
untuk berespon. Bicaralah pasien/ menyebabkan
tanpa tekanan terhadap kepedihan.
sebuah respon.

4. konsultasi dengan/rujuk 4. Pengkajian secara


kepada ahli terapi wicara. individual kemampuan
bicara dan sensori,
motorik dan kognitif
untuk mengidentifikasi
kekurangan kebutuhan
terapi
3. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan suatu tindakan dari sebuah
rencana yang telah disusun secara matang dan terperinci.
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
diharapkan dapat mencapai tujuan dan kriteria hasil yang telah
direncanakan dalam tindakan keperawatan yang diprioritaskan.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil
akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada
tahap perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada
aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan.
Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai ke
efektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan
evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan
istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan pasien), objektif
(data hasil pemeriksaan), analisi data dan perencanaan.
DAFTAR PUSTAKA

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati


Hartanta. Edisi 2. Jakarta:EGC,2004.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan


Medikal-Bedah Bruner and Suddarth. Alih Bahasa Agung
Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi
8 jakarta : EGC,2001.

Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervemsi Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:


Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai