Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KMB II

“Asuhan keperawatan Trauma medula spinalis ”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

1. Adi Akbar Sanjaya


2. Nofita sari
3. Vemi eliya mega surya
4. Vioni febrianti

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES BENGKULU
TAHUAN AJARAN 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai .

Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Makalah ini berjudul “Asuhan keperawatan trauma medula spinalis”.
Proses penyusunan makalah ini dilakukan dengan kesungguhan sesuai dengan kaidah dan
pedoman yang berlaku. Walaupun demikian, kami yakin masih terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan yang tertuang didalamnya.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, 22 April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. Manfaat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep anatomi fisiologi
B. Definisi
C. Etiologi
D. Klasifikasi
E. Patofisiologi
F. Manifestasi klinis
G. Komplikasi
H. Pemeriksaan diagnostik
I. Penatalaksanaan
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
B. Diagnosa keperawatan
C. Intervensi keperawatan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai daerah L1-L2
dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi motorik dan
sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. Cedera medula spinalis
adalah cedera yang mengenai servikalis vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang. Cedera medula spinalis adalah masalah
kesehatan mayor yang mempengaruhi 150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap
negara, dengan perkiraan 10.000 cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian
ini lebih dominan pada pria usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari
kasus ini akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh,
olahraga dan kejadian industri dan luka tembak. Vertebra yang paling sering
mengalami cedera adalah medula spinalis pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal
ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang
mobilitas yang lebih besar dalam kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an
fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita karena olahraga,
pekerjaan, dan kecelakaan bermotor. Tetapi belakangan ini wanita lebih banyak
dibandingkan pria karena faktor osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan
hormonal (menopause). Klien yang mengalami trauma medulla spinalis khususnya
bone loss pada L2-L3 membutuhkan perhatian lebih diantaranya dalam pemenuhan
kebutuhan hidup dan dalam pemenuhan kebutuhan untuk mobilisasi. Selain itu klien
juga beresiko mengalami komplikasi trauma spinal seperti syok spinal, trombosis
vena profunda, gagal napas, pneumonia dan hiperfleksia autonomic. Maka dari itu
sebagai perawat merasa perlu untuk dapat membantu dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan trauma medulla spinalis dengan cara promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif sehingga masalahnya dapat teratasi dan klien dapat
terhindar dari masalah yang paling buruk.
Kecelakaan medula spinalis terbesar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, tempat
yang paling sering terkena cidera adalah regio servikalis dan persambungan thorak
dan regio lumbal. Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan
transaksi dari medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satu tepi ke tepi yang
lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Pada tingkat awal semua cidera
akibat medula spinalis / tulang belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang
semua reflek. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa
menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi serta
fungsi seksual juga dapat terganggu.
Kematian mungkin terjadi dalam hitungan detik pada saat kejadian, biasanya akibat
cedera kepala hebat, cedera jantung atau cedera aortik. Kematian akibat hal ini tidak
dapat dicegah. Kematian berikutnya mungkin muncul sekitar sejam atau dua jam
sesudah trauma. Kematian pada fase ini biasanya diakibatkan oleh hematoma
subdural atau epidural, hemo atau pneumothorak, robeknya organ-organ tubuh atau
kehilangan darah. Kematian akibat cedera-cedera tersebut dapat dicegah. Periode ini
disebut sebagai “golden hour” dimana tindakan yang segera dan tepat dapat
menyelamatkan nyawa korban.

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Membantu mahasiswa memahami tentang konsep dasar manajemen
keperawatan berkaitan dengan adanya gangguan pada tubuh manusia yang
diakibatkan oleh cedera medula spinalis serta mengetahui bagaimana konsep
penyakit atau cedera medula spinalis dan bagaimana Asuhan Keperawatannya.
2. Tujuan Khusus
 Mengetahui Pengertian Cedera Medula Spinalis.
 Mengetahui Anatomi Fisiologi Struktur Medula Spinalis
 Mengetahui Penyebab atau Etiologi adanya Cedera Medula Spinalis.
 Mengetahui Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Cedera Medula Spinalis
 Memahami mekanisme terjadinya Cedera Medula Spinalis.
 Memahami Komplikasi yang akan terjadi pada kasus Cedera Medula
Spinalis..
 Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus
Cedera Medula Spinalis.
 Memahami Penatalaksanaan dan Pengobatan yang dapat dilakukan pada
kasus Cedera Medula Spinalis.
 Mengetahui Pelaksanaan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada kasus
Cedera Medula Spinalis.

C. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah diharapkan mahasiswa dapat
mengetahui dan memahami mekanisme dasar terjadinya kasus Cedera Medula
Spinalis yang diakibatkan karena adanya gangguan pada sistem susunan saraf
terutama pada struktur medula spinalis yang dapat terjadi akibat berbagai sebab,
sehingga dengan begitu mahasiswa dapat dengan mudah untuk melakukan asuhan dan
tindakan serta penanganan keperawatan yang tepat terkait cedera medula spinalis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep anatomi fisiologi

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen inverterbra.
Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang
sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak di
dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi
ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan
transeksi lengkap dari medula spinalis dengan quadriplegia.

Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina
intervertebralis (lubang pada tulang vertebra).

Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina intervertebralis tempat


keluarnya saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang keluar diantara
tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8 pasang
saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis, dan
1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla
spinalis dengan perantaran dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik
anterior atau ventral (motorik). Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu
ganglion radiks dorsal yang terdiri dari badan-badan sel neuron aferen atau neuron
sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen medulla spinalis terdapat dapat ganglia
tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan tonjolan – tonjolan neuron sensorik
yang membawa impuls dari bagian perifer ke medulla spinalis. Badan sel neuron
motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna anterior dan lateral
substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks ventral yang berjalan
menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan
bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.

Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmen-segmen
tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral
merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang membentuk
spinal. Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh
bagian ventral. Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal
bagian ini saling terjalin sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut Fleksus.
Fleksus yang terbentuk adalah fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan
koksigealis.
Keempat saraf servikal yang pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang
mempersarafi leher dan bagian belakang kepala .
Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf frenikus yang mempersarafi
diagfragma.

Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi ekstremitras
atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas dan kulit
dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4
mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus
sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis
. Saraf utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama
dari pleksus sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf ini
menembus bokong dan turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit
dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla
spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga mendapat persarafan segmental dari
radiks spinal ventral. Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang
belakang (vertebrae) yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang. Vertebrae
itu berfungsi melindungi sumsum tulang belakang dari kerusakan. Pada sumsum
tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam dan tersusun atas badan-
badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak bermielin. Sel-sel saraf
konektor tersebut mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang ke serabut
saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum
tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu,
materi putih yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson
bermielin). Akson bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang
menuju otak, atau sebaliknya.

Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran (meninges). Di
bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran
tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal. Cairan tersebut
berfungsi memasok makanan bagi sumsum tulang belakang dan berperan sebagai
peredam kejut atau pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan
dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor

B. DefinisiTrauma Medula Spinalis


Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang
belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga,
dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada
tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum
tulang belakang atau spinal kord.
Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata
penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan
pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan (Muttaqin,
2008).
Trauma Medula Spinalis merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang
diakibatkan terputusnya komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat
dan saraf perifer. Tingkat kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan
komplet atau inkomplet.
Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap
dari medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001).
Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan
gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
a. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)
b. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf
yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih
banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus
terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau
paraplegia. Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya
mengenai servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada
tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA,
2000 ; 426)

C. Etiologi
Cedera Medula Spinalis disebabkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang
dalam melindungi saraf-saraf di dalamnya.
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak
mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena
terlindung dengan struktur toraks.
Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi,
sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar,
contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah,
atau perdarahan.Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan
hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi.
Etiologi Trauma Medula Spinalis Antara lain adalah :
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga,Luka tusuk.
2. Non Trauma, misalnya spondilitis servikal dengan myelopati, osteoporosis,tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah
1. Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).
2. Olahraga
3. Menyelan pada air yang dangkal
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
6. Kejatuhan benda keras
7.Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang
menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000). 8. Luka
tembak atau luka tikam
8. Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai, yang
seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran sempit dan
mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar mielitis akibat
proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang disebabkan oleh
fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi maupun kompresi, dan
penyakit vascular.
9. Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
10. Infeksi
11. Osteoporosis
12. Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan

D. Klasifikasi
Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :
1.Komosio modula spinalis
adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis hilang sementara tanpa disertai
gejala sisa atau sembuh secara sempurna. Kerusakan pada komosio medula spinalis
dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar
pembuluh darah.
2.Komprensi medula spinalis
berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan pada edula spinalis.
3.Kontusio
adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan terjadinya
perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4.Laserasio medula spinalis
merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan medula spinalis. Biasanya
disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya fungsi medula spinalis
umumnya bersifat permanen.

E. Patofisiologi
F. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)


a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologik
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomoto
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
j. Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
k. Biasanya terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan
tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas

G. Komplikasi
1.Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-perdarahan kecil.
Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema
dan mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan didalam dan disekitar korda.
Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi
hipoksia dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan
ikat sehingga saraf didarah tersebut terhambat atau terjerat.
2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks setinggi dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal.
Pembengkakan dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segmen
diatas kedua cidera. Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta
syok spinal dapat terjadi mulai dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya
menghilang sendiri, tetap hilangnya kontrol sensorik dan motorik akan tetap
permanen apabila korda terputus akan terjadi pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segmen
diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan
pemeliharaan suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua
muatan tonik yang secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja
untuk mempertahankan fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan
12 hari, tetapi dapat lebih lama. Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul
hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot serta refleks, pengosongan kandung
kemih dan rektum.
4. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap
saat setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan
kekorda spnalis dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem
saraf simpatis. Dengan diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi
pembuluh-pembuluh darah dan penngkatan tekanan darah sistem.
5. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada transeksi korda
spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis
separuh bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia.
Apabila hanya separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi
hemiparalisis.
6.Autonomic Dysreflexia
Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi paroksimal,
berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
7. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah.
8. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.

Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :


1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

H. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:
a. Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah
sakit
b. Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan
gerakan(terutama leher)
c. Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal
diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).
d. Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus
dilakukan MRI atau CT mielografi.
Pemeriksan diagnostik dengan cara :
a. Sinar X spinal Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk
kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
b. CT-Scan Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
c. MRI Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi d.
Mielografi. Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka penetrasi).
e. Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
diafragma, atelektasis)
f. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume inspirasi
maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian bawah atau pada
trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot interkostal).
g. GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi

I. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan yang
tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak,
jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1) Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung),
dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.
2) Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
rotasi atau ekstensi kepala.
3) Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi
dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.
4) Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas papan
untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan memuntir dapat
merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen tulang vertebra
terputus.

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi
perubahan dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma.
Memindahkan pasien, selama pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,
pasien dipertahankan diatas papan pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur
menunjukkan masalah perawat yang pasti. Pasien harus dipertahankan dalam posisi
eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir atau tertekuk, juga tidak boleh pasien
dibiarkan mengambil posisi duduk. Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker
atau kerangka pembalik lain ketika merencanakan pemindahan ketempat tidur.
Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan Trauma medula, pasien dapat
dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya kadang-kadang tindakan
ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak tersedia pasien harus
ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur dibawahnya.

b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)


Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi
sesuai kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.

Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis


Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
1. Segera dilakukan imobilisasi.
2. Stabilisasi daerah tulang yang mengalami cedera seperti dilakukan pemasangan
collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.
3. Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian
oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
4. Terapi Pengobatan :
a) Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b) Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
autonomic hiperrefleksia akut.
c) Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas
bladder.
d) Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan
tonus leher bradder.
e) Antihistamin untuk menstimulus beta – reseptor dari bladder dan uretra.
f) Agen antiulcer seperti ranitidine
g) Pelunak fases seperti docusate sodium.
5. Tindakan operasi,
Di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur dengan fragmen yang
menekan lengkung saraf.
6. Rehabilisasi
Di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan mempersiapkan
pasien untuk hidup di masyarakat.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian keperawatan
1. Identitas pasien
Data biografi meliputi nama,alamat,umur,tanggal,masuk rumah sakit,diagnosa
medis,penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
1) Kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas
2) Nyeri Tekan otot
3) Hiperparestesi tepat di atas daerah trauma
4) Mengalami deformitas pada daerah trauma
b. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Adanya riwayat trauma yang mengenai tulang belakang akibat
kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan
industri, kecelakaan lain seperti jatuh dari pohon atau
bangunan, luka tusuk, atau luka tembak
2) Pengkajian yang didapat yaitu hilangnya sensibilitas, paralisis
(dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensiblitas yang
total dan melemah/menghilangnya reflex profunda).
3) Ileus paralitik
4) Retensi urin
5) Hilangnya reflex-reflex
c. Riwayat Penyakit Terdahulu
1) Adanya riwayat hipertensi
2) Riwayat cedera tulang belakang sebelumnya
3) DM
4) Penyakit Jantung
5) Anemia
6) Penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator,
7) Obat-obat adiktif dan konsumsi alkohol berlebihan
d. Riwayat Keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang
menderita hipertensi dan DM.
e. Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
1) Apakah ada dampak yang timbul pada klien yang timbul seperti
ketakutan atau kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan
untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan
terhadap dirinya yang salah ( gangguan body image ).
2) Adanya perubahan berupa paralisis anggota gerak bawah
memberikan manifestasi yang berbeda pada setiap klien yang
mengalami cedera tulang belakang.
3) Cedera tulang belakang memerlukan biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas
emosi serta pikiran klien dan keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Pada cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalamipenurunan kesadaran.
2) Adanya perubahan pada tanda-tanda vital meliputi brakikardi dan
hipotensi
b. Breathing

1) Inspeksi
- Klien batuk
- Peningkatan produksi sputum
- Sesak nafas
- Penggunaan otot bantu nafas
- Peningkatan frekuensi pernafasan
- Terdapat retraksi interkostalis
- Pengembangan paru tidak simetris
- Ekspansi dada : dinilai penuh/tidak penuh
dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin
menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi
pada bronkus, fraktur tulang iga dan pneumotoraks.
Pada observasi ekspansi dada juga dinilai :
retraksi dari otot-otot interkostal, subsernal, pernafasan
abdomen, dan respirasi paradoks. Pola nafas ini dapat
terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf
parasimpatis.
2) Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan
didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thorax.
3) Perkusi
Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan
trauma pada torax/hemotoraks.
4) Auskultasi
Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, stridor, ronki,
pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada
klien cedera tulang belakang dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
c. Blood
1) Syok hipovolemik
2) TD menurun
3) Nadi brakikardi
4) Berdebar-debar
5) Pusing saat melakukan perubahan posisi
6) Brakikardi ekstremitas dingin atau pucat
d. Brain
1) Pengkajian Tingkat Kesadaran
- Letargi (Suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kesadaran dan pemusatan perhatian serta kesiagaan).
- Stupor (Kondisi penurunan kesadaran yang
mengakibatkan seseorang tidak dapat merespon )
- Koma (Kondisi ketika seseorang mengalami kehilangan
kesadaran dan tidak dapat memberikan respon
terhadap rangsangan apapun, termasuk nyeri).
2) Pengkajian Fungsi Serebral
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktifitas motorik klien. Pada klien
yang telah lama menderita cedera tulang belakang biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
e. Bowel
1) Ileus paralitik ( hilangnya bising usus, kembung, dan
defekasi tidak ada )
2) Pemeriksaan reflek bulbokavernosa (refleks polisinapstik yang
berguna dalam pengujian syok tulang belakang dan untuk
mendapatkan informasi tentang keadaan cedera saraf tulang
belakang) didapatkan positif.
3) Pemenuhan nutrisi berkurang karena adanya mual dan asupan
nutrisi yang kurang.
4) Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat
menunjukkan adanya dehidrasi.
f. Bone
1) Disfungsi motorik ( kelemahan dan kelumpuhan pada
seluruh ekstremitas bawah )
2) Kaji warna kulit : warna kebiruan
3) Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori, dan mudah lelah menyebabkan masalah
pada pola aktivitas dan istirahat.

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut
Data mayor :
a. Ds mayor : mengeluh nyeri
b. Do mayor :
Tampak meringis
Bersikap protektif
Gelisah
Frekuensi nadi meningkat
Sulit tidur
Data minor :
a. Ds minor : tidak tersedia
b. Do minor :
Tekanan darah meningkat
Pola napas berubah
Nafsu makan berubah
Proses berpikir terganggu
Menarik diri
Berfokus pada diri sendiri
diaforesis
2. Bersihan jalan napas tidak efektif
Data mayor :
a. Ds mayor : Tidak tersedia
b. Do mayor :
Batuk tidak efektif
Tidak mampu batuk
Sputum berlebih
Mengi /wheezing.ronkhi
Mekonium dijala napas (pada neonatus)
Data minor
a. Ds minor :
Dispnea
Sulit bicara
Ortopnea
b. Do minor :
Gelisah
Sianosis
Bunyi napas menurun
Frekuensi napas berubah
Pola napas berubah
3. Gangguan mobilitas fisik
Data mayor :
a. Ds mayor : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b. Do mayor :
 Kekuatan otot menurun
 Rentang gerak (ROM) menurun
Data minor :
a. Ds minor :
 Nyeri saat bergerak
 Enggan melakukan pergerakan
 Merasa cemas saat bergerak
b. Do :
 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan Rasional


(NOC) (NIC)
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Nic : Manajemen nyeri  Mengetahui
berhubungan dengan intervensi keperawatan Aktivitas keperawatan : skala nyeri
: selama 3x24 jam,  Lakukan yang dirasakan
Agen diharapkan (NOC) pengkajian secara klien
pencedera NYERI: RESPON
fiiologis PSIKOLOGIS
komprehensif .  Mengetahui
(mis.inflama TAMBAHAN  Observasi reaksi tingkat
si, iskemia, dipertahankan (3) nonverbal dan kenyamanan
neoplasma) ditingkatkan ke (5) ketidaknyamanan. klien
Agen tidak ada,  Kontrol faktor  Kenyamanan
pencedera  1 berat lingkungan yang lingkungan
kimiawi  2 cukup berat mempengaruhi sekitar dapat
(mis.terbakar
 3 sedang nyeri. membuat klien
, bahan  Ajarkan tehnik non
kimia, iritan)  4 ringan lebih rileks
 5 tidak ada farmakologis  Meningkatkan
Agen
pencedera (relaksasi). kerileksan
fisik dengan kriteria hasil:  Kurangi faktor klien agar
(mis.abses,  Nyeri yang lingkungan yang tidak cemas
amputasi, dilaporkan tidak dapat  Menghindari
terbakar, ada meningkatkan faktorfaktor
terpotong,  Berkeringat nyeri yang dapat
mengangkat berlebihan tidak  Dukung istirahat meningkatkan
berat, ada atau tidur yang nyeri yang
prosedur
operasi,  Denyut nadi adekuat untuk dirasakan klien
trauma, normal membantu  Agar klien
latihan fisik  Ekspresi wajah penurunan nyeri. merasa lebih
berlebihan tidak ada rileks dan
 Tekanan darah tidak terlalu
normal merasakan
nyerinya
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan Nic : Manajemen jalan Adanya bunyi
napas tidak efektif intervensi keperawatan napas suara napas
berhubungan selama 3x24 jam, Aktivitas keperawatan : tambahan
dengan : diharapkan (NOC) Auskultasi bunyi seperti ronchi
Spasme STATUS suara napas menandakan
PERNAFASAN:
jalan napas tambahan. terdapat
KEPATENAN JALAN
Hipersekres NAFAS Berikan posisi penumpukan
i jalan Dipertahankan (3) yang nyaman untuk sekret berlebih
napas ditingkatkan ke (5) mengurangi di jalan napas.
Disfungsi tidak ada deviasi dari dispnea, seperti Meningkatkan
neuromusk kisaran normal, semi fowler. pengembangan
uler  1 Deviasi berat Bersihkan sekret diafragma.
Benda dari kisaran dari mulut dan Mencegah
asing dalam normal/sangat trakea : lakukan obstruksi.peng
jalan napas berat penghisapan sesuai hisapan di
Adanya  2 Deviasi cukup keperluan. perlukan bila
jalan napas berat dari kisaran Anjurkan asupan klien tidak
normal/berat
buatan cairan yang mampu
 3 Deviasi
Sekresi adekuat. mengeluarkan
swedang dari
yang kisaran Anjurkan batuk sekret sendiri.
tertahan normal/cukup efektif. Mengoptimalk
Hiperplasia  4 Deviasi ringan Lakukan fisioterapi an
dinding dari kisaran dada. keseimbangan
jalan napas normal/ringan Kolaborasi cairan dan
Proses  5 tidak ada pemberian oksigen. membantu
infeksi Deviasi dari mengencerkan
Respon kisaran sekret
alergi normal/tidak ada sehingga
Efek agen mudah di
farmakologi dengan kriteria hasil: keluarkan.
s  Frekuensi Membantu
pernafasan
mengeluarkan
normal 16-20x/m
(5)
sekret.
 Irama pernafasa Membantu
normal mengeluarkan
(vesikuler) (5) sekret di jalan
 Kedalaman napas.
pernafasan Meringankan
normal 1:1 (5) kerja paru
 Kemampuan untuk
m,engeluarkan memenuhi
secret normal (5) kebutuhan
 Batuk tidak ada oksigen dalam
(5) tubuh.
 Akumulasi
sputum tidak ada
(5)
 Pernafasan
cuping hidung
tidak ada (5)
3. Gangguan Setelah dilakukan Nic : peningkatan latihan :  Mengetahui
mobilitas fisik intervensi keperawatan latihan kekuatan latihan fungsi
berhubungan selama 3x24 jam, Aktivitas keperawatan : otot dan
dengan : diharapkan (NOC)  Sediakan informasi menjelaskan
KOORDINASI
 Kerusakan mengenai fungsi konsekuensi
PERGERAKAN
integritas dipertahankan (3) otot, latihan latihan tersebut
struktur ditingkatkan ke (5) fisiologis dan kepada klien
tulang tidak terganggu, konsekuensinya.  Membantu
 Perubahan  1 sangat  Tentukan tingkat dalam
metabolism terganggu kebugaran peningkatan
e  2 banyak  Berikan informasi latihan
 Ketidakbug terganggu mengenai jenis kekuatan otot
aran fisik  3 cukup latihan daya otot  Menjelaskan
 Penurunan terganggu yang dilakukan informasi
kendali otot  4 sedikit  Bantu latihan daya
 Penurunan terganggu mendapatkan otot yang akan
massa otot  5 tidak sumber yang dilakukan
 Penurunan terganggu diperlukan untuk  Membantu
kekuatan terlibat dalam kelenturan dan
otot dengan 26riteria hasil: latihan otot kekuatan otot
 Keterlamba  Kontraksi progresif klien
tan kekuatan otot  Instruksikan untuk  Agar otot
perkemban tidak terganggu beristirahat sejenak menjadi rileks
gan  Kecepatan setiap selesai satu dan dapat
 Kekakuan gerakan tidak set latihan jika mengoptimalk
sendi terganggu diperlukan an kembali
 Kontraktur  Kontrol gerakan  Demonstrasikan kerja otot
 Malnutrisi tidak terganggu tubuh (postur) dan  Postur tubuh
 Gg.muskos  Keseimbangan tingkatkan bentuk yang baik
keletal gerakan tidak latihan dalam membantu
 Gg.neurom terganggu setiap kelompok meningkatkan
uskular  Gerakan kearah otot kekuatan otot
 Efek agen yang diinginkan
farmakologi tidak terganggu
s  Tegangan otot
 Program tidak terganggu
pembatasan
gerak
 Nyeri
 Gg.kognitif
 Kecemasan
 Keenggana
n
melakukan
pergerakan
 Gg.sensori
persepsi
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa cedera medula
spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan
pada daerah medulla spinalis. Penyebabnya antara lain trauma dan kelainan pada
vertebra (seperti atrofo spinal, fraktur patologik, infeksi, osteoporosis, kelainan
congenital, dan gangguan vascular). Instabilitas pada vertebra mengakibatkan
penekanan saraf di medulla spinalis sehingga terjadi gangguan. Hal ini
menyebabkan gangguan fungsi organ-organ yang hipersarafi yaitu usus, genetalia,
urinaria, rectum, dan ekstremitas bawah. Penatalaksanaan ditujukan untuk
mencegah akibat lanjut dari cedera tersebut

B. Saran
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca disarankan lebih berhati-hati
dalam menjaga kesehatan untuk menghindari terjadinya cedera tulang belakang.
Khususnya kepada mahasiswa keperawatan yang telah mempelajari apa saja yang
dapat menimbulkan terjadinya cedera tulang belakang. Harapannya tentunya lebih
tahu dan akan lebih safety untuk mencegah terjadinya cedera tulang belakang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, Fansisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Mayo Clinic Staff (2014). Spinal Cord Injury (online).
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/spinal
cordinjury/basics/complications/con-20023837. (5 mei 2015).

Anda mungkin juga menyukai