DISUSUN OLEH
KESEHATAN BENGKULU
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tepat waktunya yang berjudul ”Asuhan
keperawatan persalinan prematur”.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna, baik
dari segi penulisan, bahasan ataupun penyusunannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari guru mata kuliah guna menjadi acuan
dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik dimasa yang akan datang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang normal (37
minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan penampilan fisik..Prematuritas dan
berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan
badan 1500 gr atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya
peningkatan mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai periode
kehamilan pendek (Nelson 1988 dan Sacharin 1996)
Untuk dapat mengetahui asuhan keperawatan pada masalah patologi persalinan prematur dan
manajemennya dalam asuhan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. pengertian prematur
b. penyebab bayi premature
c. tanda dan gejala persalinan prematur
d. factor resiko persalinan premature
e. klasifikasi bayi prematur
f. patofisiologi premature
g. masalah dan komplikasi yang ditimbulkan oleh persalinan premature
h. asuhan keperawatan prematur
1.4 Manfaat
Tinjauan Pustaka
Uterus adalah organ genitalia femina interna yang memiliki panjang 8 cm, lebar 5
cm dan tebal 2-3 cm. Bagian-bagian uterus antara lain Corpus uteri, Fundus uteri, Cervix
uteri, serta Isthmus uteri yang menjadi penanda transisi antara corpus dan cervix. Bagian
memanjang di kedua sisi yang merupakan penghubung antara corpus uteri dan ovarium
disebut Tuba uterina. Terdapat dua ruang dalam uterus, yaitu Cavitas uteri di dalam
Corpus uteri dan Canalis cervicis di dalam Cervix uteri. Dinding uterus terdiri dari 3
lapisan. Dimulai dari yang terdalam yaitu Tunica mukosa atau endometrium, kemudian
lapisan otot yang kuat disebut Tunica muscularis atau miometrium, dan lapisan terluar
Posisi uterus normal memiliki sudut di bagian ventral terhadap vagina dan Corpus
uteri melekuk ke anterior Portio vaginalis cervicis atau disebut posisi antefleksi. Hal ini
Otot polos uterus terdiri dari 2 sel penting, yaitu sel-sel otot polos dan sel intersisial
yang disebut telocyte. Sel-sel ini dapat ditemukan di organ lain seperti jantung, trakea,
Perkembangan uterus dipengaruhi oleh hormon maternal dan plasental. Pada saat
lahir, besarnya Corpus uteri lebih kecil atau sama dengan besar Cervix uteri. Saat dewasa,
ukuran corpus uteri dua atau tiga kali lebih besar dari cervix. Uterus divaskularisasi oleh 2
arteri uterina, cabang dari arteri illiaca interna yang masuk mulai dari kedua sisi lateral
bawah uterus. Target steroid seks ovarium adalah endometrium. Seiring dengan
pertumbuhan folikel, terjadi perubahan histologik pada endometrium. Ada 2 lapisan pada
endometrium, yaitu lapisan basalis atau nonfungsional dan lapisan fungsional. Lapisan
basalis menempel pada miometrium dan tidak banyak berubah selama siklus menstmasi.
Disebut nonfungsional karena tidak memberikan respon terhadap stimulus steroid seks.
Lapisan di atasnya adalah lapisan fungsional yang memberikan respon terhadap stimulus
sterois seks dan nantinya akan terlepas pada saat menstruasi. Pada hari ke-7 pascaovulasi
terjadi peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang memicu sintesis prostaglandin
sehingga permeabilitas pembuluh darah kapiler meningkat dan terjadi edema stroma.
proliferasi pembuluh darah spiralis yang berlangsung sampai hari 22. Sel desidua mulai
terbentuk pada hari 22-23 siklus (Noerpramana, 2011; Samsulhadi, 2011).
fisiologi hampir seluruh sistem dalam tubuh seperti pernapasan, kardiovaskular, dan
pencernaan. Volume uterus bisa membesar hingga 1000 kali, dan beratnya lebih dari 20
kali pada masa kehamilan. Pertumbuhan ukuran volume dan berat ini merupakan hasil dari
fase :
a. Fase 0, yaitu masa dimana terjadi aktivitas inhibitor yang menyebabkan uterus
b. Fase 1 atau masa aktivasi myometrium dimana uterus mulai aktif berkontraksi
karena pengaruh dari uterotropin seperti estrogen. Fase ini ditandai dengan
oksitosin dan prostaglandin, aktivasi beberapa ion tertentu, dan peningkatan gap
yang terkoordinasi.
c. Fase 2 atau fase stimulatorik, yaitu kelanjutan dari fase 1. Kontraksi secara ritmis
terjadi hingga menjelang partus. Hal ini diperantarai oleh agonis uterotonik seperti
d. Fase 3 atau fase involusi. Pada fase ini terjadi involusi uterus setelah terjadi
partus. Mekanisme ini paling dipengaruhi oleh oksitosin (Safdar, et al., 2013).
2.2 Definisi
gestasi 37 minggu atau kurang dari 259 hari sejak hari pertama haid terakhir (HPHT).
Dilihat dari usia gestasi, dibagi menjadi 3 subdivisi yaitu Extremely Preterm (<28
minggu), Ver;y Preterm (28 - <32 minggu), dan Moderate Preterm (32 - <37 minggu).
Moderate preterm, kemudian dibagi lebih fokus lagi menjadi Late Preterm (34 - <37
Menurut Wibowo (1997) yang mengutip pendapat dari Herron,dkk. Persalinan prematur
adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu,
dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai satu atau lebih tanda-
tanda berikut :
2.3 Etiologi
Penyebab sekitar 50% kelahiran premature tidak diketahui. Namun, sepertiga
persalinan premature terjadi setelah ketuban pecah dini (PROM). Komplikasi kehamilan
lain, yang berhubungan dengan persalinan premature, meliputi kehamilan multi
janin,hidramnion, serviks tidak kompeten, plasenta lepas secara premature dan infeksi
tertentu (seperti, polinefritis dan korioamnionitis) (Andersen, Merkatz, 1990).
Pada kebanyakan kasus, penyebab pasti partus prematurus tidak diketahui, namun
menurut Rompas (2004) ada beberapa resiko yang dapat menjadi faktor resiko, yaitu:
2. Faktor kehamilan :
3. Faktor janin:
- Cacat bawaan
2.4. Klasifikasi
2.5 Patofisiologi
klinis yang sama, yaitu kontraksi uterus, dilatasi cervix, dan rupturnya chorioamniotic
dimulai dengan adanya perubahan pada myometrium, yaitu dari keadaan diam
menjadi berkontraksi kuat yang diikuti oleh pergerakan sinyal antara jalur anti-
inflamasi dan pro-inflamasi meliputi kemokin (IL-8), sitokin (IL-1 dan IL-6), juga
protein yang berhubungan dengan kontraksi yaitu reseptor oksitosin, connexin 43, dan
meregang sehingga bayi terdorong ke jalan lahir. Hal ini menimbulkan umpan balik
positif dimana regangan cervix akibat terdorongnya bayi merangsang uterus untuk
berkontraksi lebih kuat pada siklus berikutnya. Dengan meningkatnya kontraksi, maka
menyebabkan spasme uterus jika tidak diimbangi dengan relaksasi secara ritmis.
Spasme uterus akan berakibat pada penghentian aliran darah melalui plasenta
immune surveillance properties. Hal ini menurunkan kekuatan regang cervix sehingga
terjadi dilatasi. Aktivasi desidua atau membran secara anatomi dan biokimia mengacu
desidua, hingga pecahnya ketuban. Peningkatan ekspresi sitokin inflamasi (TNF-a dan
IL-1) dan kemokin, meningkatkan aktivitas protease (MMP-8 dan MMP-9), pelepasan
molekul angiogenesis seperti fibronektin, serta apoptosis telah terlibat dalam proses
Satu dari tiga bayi prematur lahir dari ibu dengan infeksi intraamnion
yang kebanyakan subklinis. Ada 2 jalur infeksi, yaitu transplacental dan jalur
mengubah arteri spiralis uterus yang mulanya berdiameter kecil dan memiliki
transformasi ini gagal terjadi sehingga lumen pembuluh darah tidak bisa
3. Penuaan Desidua
dan fisiologi menjadi desidua yang sangat penting dalam proses implantasi,
terjadinya proliferasi dan diferensiasi sel stroma uterus menjadi tipe sel
khusus yang disebut sel desidua. Protein supresor tumor p53 memegang
peranan penting dalam pertumbuhan desidua dan jika protein ini tidak ada
maka akan terjadi kegagalan pada kehamilan atau jika kehamilan tetap
terjadi, adanya desidualisasi yang tidak adekuat. Oleh karena itu, jika terjadi
penuaan sel desidua yang lebih cepat dari waktu normal, desidualisasi tidak
terjadi pada kelahiran prematur spontan yang ditandai dengan infiltrasi sel T
stem cell dimana ada kenaikan sel T maternal di sirkulasi fetal. Mekanisme
diketahui.
pematangan cervix, abortus spontan, dan partus pada manusia dan hewan
sehingga jika ada penurunan progesteron akan menjadi salah satu penyebab
2014).
Overdistensi uterus dapat memicu protein gap junction serta protein lain
yang berhubungan dengan kontraksi seperti reseptor oksitosin. Stress pada
ibu juga salah satu faktor yang menstimulasi terjadinya kelahiran prematur.
produksi CRH oleh plasenta yang nantinya akan beredar di sirkulasi maternal
dan fetal.
Pada wanita hamil, dapat dideteksi adanya cffDNA dalam sirkulasi dan
Pathway
2.6 Manifestasi Klinis
a. Sakit kram seperti menstruasi dapat membingungkan dengan sakit lingkar ligamen.
b. Sakit punggung, berbeda dengan yang dalami oleh wanita hamil.
c. Tekanan atau sakit suprapubik, dapat membingungkan dengan infeksi saluran kencing.
d. Sensasi tekanan atau berat pelviks.
e. Perubahan karakter jumlah muatan vaginal (lebih tebal, lebih tipis, berair, berdarah,
coklat, atau tak berwarna)
f. Diarrhea.
g. Kontraksi uterus yang tidak normal (sakit atau tidak) terasa lebih sering dari pada setiap
10 menit untuk 1 jam atau lebih dan tidak sembuh dengan berbaring.
h. Pecah membran prematur.
i. Tanda dan gejala kelainan preterm harus termasuk sebagia rutin pendidikan wanita
sekitar 20-24 minggu kehamilan.
2.7 komplikasi
1) Masalah kardiovaskular seperti PDA atau Duktus Arteriosus Paten dimana ductus
arteriosus tetap terbuka bahkan setelah anak lahir. Anak yang lahir prematur sangat rentan
terhadap masalah seperti masalah hipertensi, diabetes dan jantung di usia dewasa mereka.
2) Penyakit paru-paru kronis dan infeksi seperti displasia bronkopulmonalis, pneumonia dan
sindrom gangguan pernapasan.
4) Masalah hematologi yang bisa terjadi pada kelahiran prematur adalah trombositopenia,
anemia, ikterus atau hiperbilirubinemia yang menyebabkan kernikterus.
6) Beberapa masalah metabolik dan pencernaan yang juga bisa terjadi pada bayi prematur
seperti hernia inguinalis, hipokalsemia, rakhitis, nekrosis enterocolitis, hipoglikemia, dll.
Pengamatan yang dilakukan menemukan bahwa, bayi prematur menghadapi kesulitan dalam
menyusu, karena kurang energi untuk menghisap susu.
7) Anak yang lahir antara minggu ke-22 dan 27 lebih rentan terhadap kematian bayi dan
SIDS (Sudden Infant Death Syndrome).
8) Para ahli menyatakan bahwa anak-anak yang lahir prematur menghadapi masalah
reproduksi.
9) Beberapa masalah lainnya seperti sepsis, kebutaan total atau parsial, masalah penglihatan,
infeksi saluran kemih, masalah sosial dan emosional, keterampilan mengucap yang kurang,
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), masalah koordinasi mata tangan dan IQ lebih
rendah.
2.8 Penatalaksanaan
1. Tirah baring (bedrest)
Kepentingan istirahat disesuaikan dengan kebutuhan ibu.
2. Rehidrasi
Rehidrasi oral maupun intravena sering dilakukan untuk mencegah persalinan preterm
karena sering terjadi hipovolemik pada ibu dengan kontraksi prematur.
Tirah baring dan rehidrasi merupakan salah satu upaya agar aliran darah ke plasenta
meningkat dan lancar sehingga janin selalu dalam keadaan baik 14.
3. Pemberian terapi konservatif (ekspetan) tokolitik
Menurut Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan Rujukan 2013,
jika ditemui salah satu dari keadaan berikut ini, tokolitik tidak perlu diberikan dan bayi
dilahirkan secara pervaginam atau perabdominam sesuai kondisi kehamilan15:
a. Usia kehamilan di bawah 24 dan di atas 34 minggu
b. Ada tanda korioamnionitis (infeksi intrauterine), preeklampsia, atau perdarahan aktif
c. Ada gawat janin
d. Janin meningal atau adanya kelainan kongenital yang kemungkinan hidupnya kecil
Pemberian tokolitik dilakukan usia 24-34 minggu karena tujuan utama penggunaan
tokolitik ini memberi kesempatan bagi terapi kortikosteroid untuk menstimulur surfaktan paru-
paru janin, sedangkan paru-paru janin matang usia 34 minggu 15,16.
American College of Obstetricians and Gynecologisis membuat pernyataan berikut
mengenai tokolitik: “sampai saat ini, belum ada penelitian secara meyakinkan membuktikan
terjadinya peningkatan kesintasan atau indeks prognosis neonatus jangka panjang lainnya pada
pemberian terapi tokolitik. Di pihak lain, kemungkinan gangguan akibat terapi tokolitik pada ibu
dan neonatus sudah terbukti. Pemberian kortikosteroid sebelum 34 minggu gestasi jelas
bermanfaat, pemberian obat tokolitik untuk perpanjangan kehamilan jangka pendek dapat
dibenarkan. Di luar itu, pertanyaan apakah obat tokolitik perlu digunakan pada usia gestasi
berapapun tidak dapat dijawab saat ini, terutama setelah 34 minggu gestasi” 17.
Obat tokolitik yang memiliki fungsi kerja untuk menghambat saluran kalsium (antagonis
kalsium). Aktifitas otot polos, termasuk miometrium, secara langsung berhubungan dengan
kalsium bebas di dalam sitoplasma dan penurunan konsentrasi kalsium akan menghambat
kontraksi. Ion kalsium mencapai sitoplasma melalui portal atau saluran membran spesifik.
Penyekat saluran kalsium bekerja menghambat pemasukan kalsium melalui membran sel dengan
berbagai mekanisme18. Dengan demikian, terjadi penurunan konsentrasi kalsium.
Meskipun beberapa fakta memperlihatkan bahwa penyekat kanal kalsium menjanjikan
beberapa harapan sebagai obat tokolitik terapi persalinan prematur, beberapa penelitian juga
mengingatkan untuk mengklarifikasi bahaya potensial pada ibu atau janin sebab relaksasi otot
polos tidak terbatas pada uterus saja, melainkan juga mengenai pembuluh darah sistemik dan
uterus. Resistensi vaskular yang menurun karena nifedipin dapat menyebabkan hipotensi pada
ibu sehingga menurunkan perfusi uteroplasenta18. Studi-studi hewan dengan berbagai spesies
yang dilaporkan telah memperlihatkan adanya hiperkapnia, asidosis, hipoksemia, dan kematian
janin. Pada pengamatan yang dilakukan Lirette dkk. menunjukkan hasil terjadi penurunan aliran
darah uteroplasenta pada kelinci18,19. Hepatotoksisitas maternal yang diinduksi oleh obat telah
dilaporkan ketika nifedipin digunakan untuk terapi persalinan prematur sehingga mengakibatkan
dihentikannya pemberian obat ini19. Oleh karena itu, diperlukan prediktor diagnosis yang baik
agar menghindarkan pasien dari terapi tokolitik dan efek sampingnya, serta menurunkan angka
perawatan rumah sakit dan angka rujukan ke fasilitas perawatan perinatologi.
4. Pemberian terapi kortikosteroid
Mekanisme kerja kortikisteroid pada perkembangan paru adalah meningkatkan surfaktan
paru. Kortikosteroid melibatkan induksi protein yang mengatur sistem biokimia dengan sel tipe
II pada paru janin yang memproduksi surfaktan. Pada sel-sel paru janin manusia yang dikultur,
pemberian deksametason meningkatkan kandungan protein surfaktan A, B, C, D, sambil
merangsang aktifitas semua enzim penting untuk biosistesi fosfolipid. Karena itu, konsentrasi
fosfatidilkolin yang larut meningkat. Pada gilirannya hal ini merangsang perkembangan badan-
badan lamelar, yang kemudian disekresikan ke dalam lumen ruang udara14.
Pemberian kortikosteroid ini mencegah morbiditas neonatal pada penggunaan usia
kehamilan 24-34 minggu. Semua kehamilan kurang dari 34 minggu yang akan diakhiri diberikan
kortikosteroid dalam bentuk deksamethasone atau betamethasone20. Evaluasi dari beberapa
penelitian menyebutkan bahwa pemberian kortikosteroid pada usia kehamilan 24-34 minggu
efektif memperbaiki outcome neonatal. Pemakaian kortikosteroid pada kehamilan setelah usia 34
minggu jarang ditemukan penurunan angka morbiditas dan tidak ada bukti yang kuat untuk
mendukung atau membantah. Penggunaan kortikosteroid hanya direkomendasikan jika terbukti
adanya immaturitas paru pada pemeriksaan amnionsintesis22,23. Kehamilan > 34 minggu hanya
perlu dilakukan observasi kemajuan persalinan serta kesejahteraan janin intrauterine. Terdapat
efek jangka pendek pada ibu, antara lain oedem paru, infeksi, dan pengendalian glukosa yang
lebih sulit pada ibu diabetik.18,23 Pada penelitian Elliot dan Radin juga melaporkan bahwa
kortikosteroid menginduksi uterus dan persalinan preterm pada manusia. Dengan demikian,
pemberian kortikosteroid akan meningkatkan angka persalinan prematur. Pemberian
kortikosteroid yang tidak memiliki manfaat kuat pada pematangan paru umur kehamilan setelah
34 minggu justru dapat mempercepat angka persalinan prematur dan hal ini akan berpengaruh
dengan outcome bayi lahir preterm. Oleh karena itu, keputusan pemberian kortikostreoid harus
tepat sesuai klasifikasi umur kehamilan.
5. Pemberian Antibiotik
Dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan dan Rujukan juga
menjelaskan bahwa pemberian antibiotika profilaksis pada persalinan prematur digunakan untuk
mencegah infeksi streptococus grup B.
6. Perencanaan Persalinan
Pengambilan keputusan untuk melakukan persalinan merujuk pada analisis skor bishop dan
baumgarten. Analisis kedua skor tersebut menguraikan bahwa PPI susah untuk dihambat jika
terjadi pengeluaran darah bertambah banyak dan konsistensi serviks lunak. Umur kehamilan
kurang dari 34 minggu adalah syarat untuk penundaan persalinan24. Usia kehamilan > 34 minggu
dapat melahirkan di tingkat dasar/ primer, mengingat prognosis relatif baik dan morbiditas
dianggap sama dengan kehamilan aterm.
BAB III
3. Keluhan Utama
Ibu mengatakan sudah kencang-kencang teratur sejak jam 05.00 WIB tanggal 05-04-2017
Ibu mengatakan sudah keluar lendir bercampur darah sejak jam 14.00 WIB tanggal 05-04-2017
4. Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 tahun Siklus : 28 hari
Lama : 5-6 hari Teratur : Teratur
Sifat Darah : Cair (khas menstruasi) Keluhan: Tidak ada
Bau : Khas darah (amis)
5. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan : Menikah Menikah ke : Pertama
Lama : 19 tahun Usia menikah pertama kali : 23 tahun
Jenis
Pasang Lepas
No Kontrasepsi
Tanggal Oleh Tempat Keluhan Tanggal Oleh Tempat Alasan
Ibu mengatakan
tidak pernah
menggunakan
alat kontrasepsi
apapun
9. Riwayat Kesehatan
a. Penyakit yang pernah/sedang diderita (menular, menurun, dan menahun)
Ibu mengatakan tidak pernah/sedang menderita penyakit menular
(Hepatitis,HIVAIDS),menurun(DM,Hipertensi),menahun(TBC, Jantung)
d. Riwayat Operasi
Ibu mengatakan tidak pernah operasi apapun
- Minum
Frekuensi : 5 x/hari Frekuensi : 5 x/hari
Porsi : 1 gelas Porsi : 1 gelas
Jenis : Air putih, teh Jenis : Air putih, susu, teh
Pantangan : Tidak ada Pantangan : Tidak ada
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
b. Pola Eliminasi
- BAB
Frekuensi : 1 x/hari Frekuensi : 1 x/hari
Konsistensi : Lunak Konsistensi : Lunak
Warna : Coklat Warna : Coklat
Bau : Khas feses Bau : Khas feses
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
- BAK
Frekuensi : +/-4 x/hari Frekuensi : +/-6 x/hari
Konsistensi : Cair Konsistensi : Cair
Warna : Kuning jernih Warna :Kuning jernih
Bau : Khas urin Bau : Khas urin
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
c. Pola Istirahat
- Tidur siang
Lama : 1 jam Lama : 1 jam
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
- Tidur malam
Lama : 5 jam Lama : 5 jam
Keluhan : Tidak ada Keluhan : Tidak ada
d. Personal hygiene
Mandi : 3 x/hari Mandi : 3 x/hari
Ganti pakaian : 2 x/hari Ganti pakaian : 2 x/hari
Gosok gigi : 2 x/hari Gosok gigi : 2 x/hari
Keramas : 2 x/minggu Keramas : 2 x/minggu
e. Pola seksualitas
Tidak dilakukan
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Sakit
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital Sign
Tekanan Darah : 100/60 mmHg Nadi :74x/menit
Pernafasan : 24x/menit Suhu :37,2 °C
Berat badan sebelum hamil : 45 kg
Tinggi badan : 149 cm
Berat badan saat hamil : 50 kg
1. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Bentuk :Mesocephal,tidak ada Massa,tidak ada bekas operasi.
b. Warna kulit : Putih bersih
c. Nyeri tekan : Tidak ada
2) Rambut
a. Bentuk : Keriting
b. Bau rambut : Tidak berbau
c. Warna rambut : Hitam
3) Muka
a. Bentuk : Oval
b. Oedem : Tidak ada
c. Cloasma gravidarum : Tidak ada
4) Mata
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Konjungtiva : Pucat
5) Hidung
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Polip : Tidak ada
c. Infeksi : Tidak ada
d. Serumen : Tidak ada
6) Mulut
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Keadaan bibir : Lembab
c. Keadaan gigi : Tidak ada caries
d. Keadaan gusi : Tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan
e.Keadaan Lidah : Bersih
f. Kelenjar Tonsil : Tidak ada pembengkakan
7) Telinga
a. Kesimetrisan : Simetris
b. Lubang Telinga : Ada
c. Gendang Telinga : Baik
d. Pendengaran : Baik
e. Serumen : Tidak ada
8) Leher
a. Tidak ada Pembesaran kelenjar tiroid
b. Tidak ada Pembesaran kelenjar limfe
c. Tidak ada Pembesaran kelenjar parotis
d. Tidak ada Pembesaran vena jugularis
9) Dada
a. Lukas bekas Operasi : Tidak ada
b. Kesimetrisan : Simetris
c. Mengi : Tidak ada
d. Retraksi dinding dada : Tidak ada
e. Bunyi jantung : Normal
10) Payudara
a. Simetris : Simetris
b. Hiperpigmentasi : Ada
c. Massa : Tidak ada
d. Pembesaran : Ada
e. Puting susu : Menonjol
f. Kolostrum : Ada
11) Abdomen
a. Bekas luka : Tidak ada
b. Linea nigra : Tidak ada
c. Striae gravidarum : Ada
Palpasi Leopold
- Leopold I
TFU 3 jari atas pusat, pada fundus teraba satu bagian bulat, lunak (bokong).
- Leopold II
Bagian kanan ibu teraba memanjang seperti papan, ada tahanan dan keras (punggung)
Bagian kiri ibu teraba kecil-kecil, banyak, (ekstremitas)
- Leopold III
Bagian terendah janin teraba satu bagian bulat, keras (kepala).
- Leopold IV
Kedua tangan tidak bertemu /divergen(sudah masuk panggul)
Osborn test : Tidak dilakukan
TFU menurut Mc. Donald :21 cm,
TBJ :(21-11) x155=1550 gram
His :1x/10 menit,selama 45 detik
Auskultasi DJJ :148x/menit, irama teratur kuat
-Ekstremitas bawah
Simetris,gerakan aktif,tidak sianosis,tidak odema.
14) Anus
Tidak ada haemorroid
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya nafas
3. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Premature adalah persalinan dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau
berat bayi kurang dari 2500 gram. Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan
asuhan kebidanan.
Faktor penyebat persalinan bayi prematur adalah adanya faktor maternal, faktor fetal, dan
faktor lain, seperti kehamilan, kondisi medis, faktor sosial ekonomi dan faktor gaya idup
kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman persalinan preterm, yaitu:
1. Kontraksi yang berulang sdikitnya setiap 7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam
waktu 10 menit
2. Adanya nyeri pada punggung bawah (low back pain)
3. Perdarahan bercak
4. Perasaan menekan daerah serviks
5. Pemeriksaan serviks menunjukan telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm, dan
penipisan 50-80%
6. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina ischiadika
7. Selaput ketuban pecah dapat merupakan tanda awal terjadinya persalinan preterm
8. Terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu
3.1 SARAN
Dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan diharapkan mahasiswa lebih berperan aktif
dalam melakukan pembinaan kasus. Sehingga asuhan yang diberikan dapat diterapkan
sesuai dengan teori yang didapat di institusi pendidik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar Rustam, Prof. Dr. MPH, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.
2. Doengoes, E. Marlyn, 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC.
3. Manuaba,I,B,G,dkk 2007.pengantar kuliah obsetri.Jakarta : EGC.
4. http://khanzima.wordpress.com/2010/10/20/asuhan-keperawatan-patologi-persalian-
dengan-partus-prematurs.
5. Soepardan,suryani,2008,konsep keperawatan,jakarta;EGC.