Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ATRAUMATIC CARE
DOSEN : AYU PUSPITA, Ners., M.Kep

DISUSUN OLEH :
MAHASISWA TINGKAT II B
LEONARDO 2018.C.10a.0975

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Makalah tentang
Atraumatic Care. Penyusunan makalah ini bertujuan agar para pembaca dapat
menambah wawasan dan pengetahuannya.

saya menyadari bahwa makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat mencapai sasaran yang
diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 16 maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1
BAB 2
2.1.1 Paradigma Keperawatan
Anak......................................................................5
2.1.2 Prinsip-prinsip Keperawatan
Anak...............................................................6
2.2 Perawatan Atraumatic Pada
Anak...................................................................6
2.2.1 Definisi Perawatan Atraumatic Pada
Anak...................................................6
2.2.2 Prinsip Perawatan Atraumatic Pada Anak....................................................7
2.2.3 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi..........................................................10
2.2.4 Permainan Terapeutik.................................................................................12
2.2.5 Pencegahan Kecelakaan Pada
Anak............................................................13
2.2.6 Intervensi Keperawatan..............................................................................14
3.1 Kesimpulan...................................................................................................16
3.2 Saran.............................................................................................................16
17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak da
keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik karena bertujuan sebagai terapi
bagi anak. Dasar pemikiran pentingnya asuhan terapeutik ini adalah bahwa
walaupun ilmu pegetahuan dan teknologi di bidang pediatrik telah berkembang
pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma, rasa nyeri,
marah, cemas dan takut pada anak. Sangat disadari bahwa sampai saat ini belum
ada teknologi yang dapat mengatasi masalah yang timbul sebagai dampak
perawatan tersebut diatas. Hal ini memerlukan perhatian khusus dari tenaga
kesehatan, khususnya perawat dalam melaksanakan tindakan pada anak dan orang
tua (Supartini, 2004).

Beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit


yang dapat menimbulkan trauma bagi anak adalah lingkungan fisik rumah sakit,
tenaga kesehatan baik dari sikap maupun pakaian putih, alat-alat yang digunakan,
dan lingkunagan sosial antar sesama pasien. Dengan adanya stresor tersebut,
distres yang dapat dialami anak adalah gangguan tidur, pembatasan aktivitas,
perasaan nyeri, dan suara bising, sedangkan dostres psikologis mencakup
kecemasan, takut, marah, kecewa, sedih, malu, dan rasa bersalah (Supartini,
2004).

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan Apa Itu Konsep Anak ?
2. Bagaimana Perawatan Atraumatic Pada Anak ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Apa Itu Konsep Anak.
2. Mengetahui Perawatan Atraumatic Pada Anak ?

1.4 Manfaat Penulisan

4
Diharapkan dapat bermanfaat guna menambah pengetahuan mengenai
konsep atraumatic care sehingga dapat hendaknya diaplikasikan dalam pemberian
asuhan keperawatan.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Anak


2.1.1 Paradigma Keperawatan Anak
Paradigma keperawatan anak menurut (Supartini, 2004) dikelompokkan 4
komponen yaitu:
1. Manusia (Anak)
Manusia sebagai klien dalam keperwatan anak adalah individu yang berusia
antara 0 sampai 18 tahun, yang sedang dalam proses tumbuh kembang,
mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologik, dan spiritual) yang
berbeda dengan orang dewasa.
2. Sehat
Sehat dalam keperawatan anak adalah sehat dalam rentang sehat-sakit. Sehat
adalah keadaan kesejahteraan optimal antara fisik, mental, dan sosial yang
harus dicapai sepanjang kehidupan anak dalam rangka mencapai tingkat
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal sesuai dengan usianya.
3. Lingkungan
Lingkungan terdiri atas lingkungan interna dan lingkungan eksternal yang
dapat mempengaruhi kesehatan anak. Lingkungan interna, yaitu genetik
(keturunan), kematangan biologis, jenis kelamin, intelektual, emosi, dan
adanya predisposisi atau resistensi terhadap penyakit. Lingkungan eksternal
yaitu status nutrisi, orang tua, saudara sekandung (sibling), masyarakat atau
kelompok sekolah dan lain-lain.
4. Keperawatan
Untuk memperoleh pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, perawat
dapat membantu anak dan keluarganya memenuhi kebutuhan yang spesifik
dengan cara membina hubungan terapeutik dengan anak atau keluarga
melalui perannya sebagai pembela, pemulih atau pemelihara kesehatan,
koordinator, kolabolator, pembuat keputusan etik dan perencana kesehatan.

5
2.1.2 Prinsip-prinsip Perawatan Anak
Prinsip-prinsip dalam asuhan keperawatan anak (Hidayat, 2005) yaitu:
1. Anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik.
Prinsip ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari
ukuran fisik saja, karena anak mempunyai pola pertumbuhan dan
perkembangan menuju proses kematangan
2. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan.
3. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit
dan peningkatan derajat kesehatan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
4. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada
kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggungjawab komprehensif
dalam memberikan asuhan keperawatan anak misalnya anak tidak
merasakan gangguan psikologis, rasa cemas dan takut.
5. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga
untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal).
6. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi
atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sabagai makhluk
biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat.
7. Pada masa yang akan datang kecendrungan keperawatan anak berfokus pada
ilmu tumbuh kembang.

2.2 Perawatan Atraumatic Pada Anak


2.2.1 Defini Perawatan Atraumatic Pada Anak
Menurut Hidayat (2005), atraumatik care adalah perawatan yang tidak
menimbulkan adanya trauma pada anak maupun keluarga. Perawatan tersebut
difokuskan dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam

6
keperawatan anak. Perhatian khusus kepada anak sebagai individu yang masih
dalam usia tumbuh kembang, sangat penting karena masa anak merupakan proses
menuju kematangan.

Dengan demikian, atraumatik care sebagai bentuk perawatan terapeutik


dapat diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis
dari tindakan keperawatan yang diberikan seperti memperhatikan dampak
tindakan yang diberikan dengan melihat prosedur tindakan atau aspek lain yang
kemungkinan berdampak adanya trauma (Hidayat, 2005).

Menurut (Whaley and Wong 1995) dalam Wong (2005) atraumatic care
merupakan sebagai ketetapan dan kepedulian dari tim pelayanan kesehatan
melalui intervensi yang meminimalkan atau meniadakan stressor yang dialami
oleh anak dan keluarga di rumah sakit baik fisik maupun psikis. Perawatan
atraumatik juga disebut dengan perawatan yang terapeutik yang meliputi pada
pencegahan trauma, hasil diagnosa, dan mengurangi dampak kondisi-kondisi yang
akut maupun kronis. Dan Wiggins (1994) dalam (Wong, 2005) mengungkapkan
bahwa stresor lingkungan yang sering dialami oleh anak adalah lingkungan rumah
sakit yang tidak nyaman bagi mereka yang mengakibatkatkan anak stress selam
dirawat dirumah sakit.

2.2.2 Prinsip Perawatan Atraumatic Pada Anak


Pada umumnya anak yang dirawat di rumah sakit akan timbul rasa takut
baik pada dokter maupun perawat, apalagi jika anak telah mempunyai pengalaman
mendapatkan imunisasi. Dalam bayangannya, perawat atau dokter akan menyakiti
dan menyuntik. Selain itu anak juga merasa terganggu hubungannya dengan orang
tua dan saudaranya. Lingkungan di rumah tentu berbeda bentuk dan suasananya
dengan ruang perawatan. Reaksi pertama selain ketakutan, tidak mau makan dan
minum bahkan menangis. Untuk mengatasi masalah tersebut adalah memberikan
perawatan atraumatik.

Ada beberapa prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh


perawat anak (Hidayat, 2005) yaitu:
1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga.

7
Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan
psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangmya kasih sayang,
gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di
rumah sakit dan selama itu tidak boleh berhubungan dengan orang tuanya,
maka ia akan merasa ditolak oleh keluarga dan mengakibatkan anak
cendrung emosi saat kembali pada keluarganya. Pada umumnya anak
bereaksi negatif waktu pulang ke rumah (Mc.Ghie, 1996) dalam Juli (2008).
Selama anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat
dukungan moril seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan
materil berupa usaha keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota
keluarga. Jika dukungan tersebut tidak ada, maka keberhasilan untuk
penyembuhan sangat berkurang.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari keluarga


dapat dilakukan dengan cara melibatkan orang tua berperan aktif dalam
perawatan anak dengan cara membolehkan mereka untuk tinggal bersama
anak selama 24 jam (rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri
kesempatan orang tua untuk melihat anak setiap saat dengan maksud
mempertahankan kontak antar mereka dan mempertahankan kontak dengan
kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi pertemuan dengan guru,
teman sekolah dan lain-lain (Supartini, 2004).
2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada
anak.
Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak
mampu dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal.
Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam
mengawasi perawatan anak. Dan fokuskan intervensi keperawatan pada
upaya untuk mengurangi ketergantungan dengan cara memberi kesempatan
anak mengambil keputusan dan melibatkan orang tua.
3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis)

8
Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam
keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri tidak bisa dihilangkan
secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya,
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak
dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak
sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
dilakukan dengan cara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk
tindakan prosedur yang mnimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan
apa yang akan dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang
tua. Lakukan permainan terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisik
anak, misalnya dengan bercerita yang berkaitan dengan tindakan atau
prosedur yang akan dilakukan pada anak. Aktivitas bermain dilakukan
perawat pada anak akan memberikan keuntungan seperti meningkatkan
hubungan antara klien (anak dan keluarga dan perawat karena bermain
merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dan klien, aktivitas
bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak,
dan bisa mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangkan untuk
menghadirkan orang tua pada saat dilakukan atau prosedur yang
menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak dapat menahan diri, bahkan
menangis bila melihatnya. Dalam kondisi ini, tawarkan pada anak dan orang
tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai pendamping anak.

Tunjukkan sikap empati sabagai pendekatan utama dalam mengurangi rasa


takut akibat prosedur yang menyakitkan. Pada tindakan pembedahan elektif,
lakukan persiapan khusus jauh hari sebelumnya apabila memungkinkan.
Misalnya, dengan mengorientasikan kamar bedah, tindakan yang akan
dilakukan dan lain-lain.
4. Tidak melakukan kekerasan pada anak
Secara umum kekerasan didefenisikan sebagai sutu tindakan yang dilakukan
oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik
dan psikis. Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang

9
atau individu pada mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang
menyebabkan kondisi fisik dan psikis terganggu (Sugiarno, 2007).

Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat


berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam
proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan
terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak
dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak seperti melakukan
tindakan keperawatan yang berulang-ulang (dalam pemasangan IVFD).
5. Modifikasi lingkungan fisik.
Melalui modifikasi lingkungan fisik rumah sakit yang bernuansa anak dapat
meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak
sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya.
Modifikasi ruang perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat
seperti di rumah dan Ruangan tersebut memerlukan dekorasi yang penuh
dengan nuansa anak, seperti adanya gambar dinding berupa gambar
binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal yang berwarna dan
bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna, serta tangga yang
pegangannya berwarna ceria.

Wong (2005) mengungkapkan ada 3 prinsip perawatan atraumatik yang


harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu
diantaranya adalah mencegah atau meiminimalkan stressor fisik dan psikis
yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan,
ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau
yang tidak sedap dan lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang tua dan
anggota keluarga yang lain, bersikap empati kepada keluarga dan anak yang
sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang kondisi
sakit yang dialami anak.

2.2.3 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi


Reaksi tersebut bersifat individual dan sangat tergantung pada usia
perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung
yang tersedia dan kemampuan koping yang dimilikinya,pada umumnya,reaksi

10
anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan,
perlukaan tubuh, dan rasa nyeri.

Reaksi anak pada hospitalisasi:


1. Masa bayi (0-1 Tahun) 
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas:
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan
2. Masa todler (2-3 Tahun)
Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan. Disini respon perilaku anak
berlangsung dalam beberapa tahap yaitu:
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang, anak tak aktif, kurang menunjukkan
minat bermain, sedih, apatis.
c. Pengingkaran/denial terhadap kecemasan
1) Mulai menerima perpisahan
2) Membina hubungan secara dangkal
3) Anak mulai menyukai lingkungannya
3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )
a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada
perasaan malu, takut sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah,
berontak, tidak mau bekerja sama dengan perawat.
4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun
Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan.
Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dlm klg, kehilangan
klp sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa
digambarkan dgn verbal dan non verbal.

11
5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat
MRS cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan
kontrol
Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas
Perasaan sakit akibat perlukaan menimbulkan respon :
a. bertanya-tanya
b. menarik diri 
c. menolak kehadiran orang lain.

2.2.4 Permainan Terapeutik


Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan
merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak bermain
tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak memerlukan berbagai
variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya.
Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya, kognitifnya
dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya, perasaannya
dan pikirannya.

Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan dimana dengan


kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada disekitarnya sehingga
anak yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain juga akan mendapatkan
kesempatan yang cukup untuk mengenal sekitarnya sehingga ia akan menjadi
orang dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan cerdas, bila dibandingkan
dengan mereka yang masa kecilnya   kurang mendapat kesempatan bermain.

Macam – macam bermain :


1. Bermain aktif
Pada permainan ini anak berperan secara aktif, kesenangan diperoleh dari
apa yang diperbuat oleh mereka sendiri. Bermain aktif meliputi :
a. Bermain mengamati/menyelidiki (Exploratory Play)

12
Perhatian pertama anak pada alat bermain adalah memeriksa alat
permainan tersebut, memperhatikan, mengocok-ocok apakah ada bunyi,
mencium, meraba, menekan dan kadang-kadang berusaha membongkar.
b. Bermain konstruksi (Construction Play)
Pada anak umur 3 tahun dapat menyusun balok-balok menjadi rumah-
rumahan.

c. Bermain drama (Dramatic Play)


Misalnya bermain sandiwara boneka, main rumah-rumahan dengan
teman-temannya.
d. Bermain fisik
Misalnya bermain bola, bermain tali dan lain-lain. Untuk di hospitalisasi
bermain fisik harus disesuaikan dengan kemampuan dan kesehatan anak
saat itu.
2. Bermain pasif
Pada permainan ini anak bermain pasif antara lain dengan melihat dan 
mendengar. Permainan ini cocok apabila anak sudah lelah bernmain aktif
dan membutuhkan sesuatu untuk mengatasi kebosanan dan keletihannya.
Contoh: Melihat gambar di buku/majalah ,mendengar cerita atau musik,
menonton televisi dan sebagainya.

Dalam kegiatan bermain kadang tidak dapat dicapai keseimbangan dalam


bermain, yaitu apabila terdapat hal-hal seperti dibawah ini :
a. Kesehatan anak menurun. Anak yang sakit tidak mempunyai energi
untuk aktif bermain.
b. Tidak ada variasi dari alat permainan.
c. Tidak ada kesempatan belajar dari alat permainannya.
b. Tidak mempunyai teman bermain.

2.2.5 Pencegahan Kecelakaan Pada Anak


Ada beberapa cara pencegahan kecelakaan terhadap anak sebagai berikut
(Sacharin, 1996).
1. Jatuh dari tempat tidur

13
Hal ini merupakan kecelakaan yang umum terjadi pada anak-anak di
bangsal rumah sakit. Tempat tidur harus dirancang sehingga bagian sisi
tempat tidur dapat dikunci dan cukup tinggi sehingga anak yang mulai
berjalan tidak dapat memanjat keluar. Karena itu perawat harus menjamin
bahwa sisi tempat tidur terkunci setelah menyelesaikan suatu tindakan.
2. Mandi
Tersiram air panas ataupun tenggelam merupakan konsekuensi dari
perencanaan dan prosedur yang sembrono. Oleh karena itu suhu air harus
aman bagi anak. Untuk mencegah tenggelam maka diperlukan pengawasan
yang konstan selama mandi. Tidak selalu memungkinkan untuk mencegah
anak masuk kamar mandi, karena hal ini sebagian besar tergantung pada
penataan bangsal.
3. Obat-obatan Penyimpanan
Obat-obatan secara aman merupakan ketentuan hukum yang mengikat
semua perawat. Selama pembagian obat harus dibawah pengawasan
perawat.
4. Peralatan (rumah sakit)
Setiap peralatan yang digunakan harus dalam keadaan dapat dipakai dan
secara mekanis dan listrik dalam keadaan aman seperti termometer, mainan
dari rumah sakit, spuit, dan lain-lain.

2.2.6 Intervensi Keperawatan


Fokus intervensi keperawatan adalah
1. Upaya meminimalkan stresor atau penyebab stress
Dapat dilakukan dengan cara :
a. Mencegah atau mengurangi dampak perpisahan
b. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
c. Mengurangi / meminimalkan rasa takut terhadap perlukaan tubuh dan
rasa nyeri
2. Upaya mencegah / meminimalkan dampak perpisahan
a. Melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak
b. Modifikasi ruang perawatan
c. Mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah

14
d. Surat menyurat, bertemu teman sekolah
3. Mencegah perasaan kehilangan kontrol:
a. Hindarkan pembatasan fisik jika anak dapat kooperatif.
b. Bila anak diisolasi lakukan modifikasi lingkungan
c. Buat jadwal untuk prosedur terapi, latihan, bermain
d. Memberi kesempatan anak mengambil keputusan dan melibatkan orang
tua dalam perencanaan kegiatan
4. Meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri
a. Mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan prosedur
yang menimbulkan rasa nyeri
b. Lakukan permainan sebelum melakukan persiapan fisik anak
c. Menghadirkan orang tua bila memungkinkan
d. Tunjukkan sikap empati
e. Pada tindakan elektif bila memungkinkan menceritakan tindakan yang
dilakukan melalui cerita, gambar. Perlu dilakukan pengkajian tentang
kemampuan psikologis anak menerima informasi ini dengan terbuka.
5. Memaksimalkan manfaat hospitalisasi anak
a. Membantu perkembangan anak dengan memberi kesempatan orang tua
untuk belajar.
b. Memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang penyakit
anak.
c. Meningkatkan kemampuan kontrol diri.
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi.
e. Memberi support kepada anggota keluarga.
6. Mempersiapkan anak untuk mendapat perawatan di rumah sakit
a. Siapkan ruang rawat sesuai dengan tahapan usia anak.
b. Mengorientasikan situasi rumah sakit.
Pada hari pertama lakukan tindakan :
1) Kenalkan perawat dan dokter yang merawatnya.
2) Kenalkan pada pasien yang lain.
3) Berikan identitas pada anak.
4) Jelaskan aturan rumah sakit.

15
5) laksanakan pengkajian.
6) Lakukan pemeriksaan fisik.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Atraumatic care merupakan asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan
trauma pada anak dan keluarganya dan merupakan asuhan yang teurapetik karena
bertujuan sebagai therapi pada anak. Atraumatic care merupakan bentuk
perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga kesehatan dalam tatanan
kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan yang dapat mengurangi stres fisik
maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya. Atraumatic car
ebukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberikan perhatian
pada apa, siapa, dimana, mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak
dengantujuan mencegah dan mengurangi stres fisik maupun psikologis. Aktivitas
bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak. Sekarang
banyak dijual berbagai macam mainan anak-anak, jika orang tua tidak selektif
dalam memilih jenis permainan pada anaknya atau kurang memahami fungsinya
maka alat permainan tersebut yang sudah dibeli tidak akan berfungsi secara
efektif.

3.2 Saran
Diharapkan dengan adanya penjelasan mengenai perawatan atraumatik,
dapat menunjang kita dalam mengaplikasikan konsep ini saat praktek keperawatan
anak di RS dan dalam melaksanakan profesi kita sebagai perawat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Supartini, Y. (2004). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta:EGC.

Alimul, Aziz Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2 Cetakan 3 Jilid
Ke 2. Jakarta: Salemba Medik.
Bets, Cecili Lynn.. 2009. Buku  Saku : Keperawatan Pediatric Edisi 5 Cetakan Pertama.
Jakarta: EGC.
Kurniawati, Sri. 2009. Skripsi: Persepsi Perawat Terhadap Prinsip Perawatan
Atraumatik Pada Anak Di Ruang III RSU Dr. Pirngadi Medan. Medan: USU
Repository.
Mansjoer, Arif Et All. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.
Breving, R. M., Ismanto, A. Y., Onibala, F. (2015). Pengaruh penerapan
atraumatic care terhadap respon kecemasan anak yang mengalami
hospitalisasi di RSU Pancaran Kasih GMIM Manado dan RSUP Prof. DR.
R.D. Kandou Manado. eJournal Keperawatan. 3(2): 1-9

Pulungan, Z. S. A., Purnomo, E., Purwanti, A. (2017). Hospitalisasi


mempengaruhi tingkat kecemasan anak toddler. Jurnal Kesehatan Manarang.
3(2): 58-63

17

Anda mungkin juga menyukai