Anda di halaman 1dari 40

PRAKTEK KEPERAWATAN DASAR

PEMENUHAN KEBUTUHAN ELIMINASI

Eliminsi adalah proses pembuangan hasil-hasil sisa metabolisme tubuh


yang tidak diperlukan lagi, yang dikeluarkan melalui :
Usus : Defecation, Bowel Output (BO) @ BAB
Traktur urinary : Micturation, urination, voiding, Pass Urine (PU)
@ BAK.
Adapun prosedur-prosedur keperawatan yang termasuk dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi klien/pasien yaitu :

A. MIKTURASI/BAK
1. Pasien Laki-laki :
a. Membantu dalam pemberian Urinal
b. Pemasangan Condom Catheter
c. Kateterisasi Uretra (Straight & Indwelling @ Continuous Bladder
Drainage/CBD).
2. Pasien Perempuan
a. Membantu dalam pemberian Pispot/Bedpan
b. Kateterisasi Uretra
B. DEFEKASI/BAB
1. Membantu dalam pemberian Pispot/Bedpan & Commode
2. Rectal Suppositoria
3. Enema/Huknah/Klisma :
a. High Enema
b. Low Enema
4. Faeces Manual
C. TOILET TRAINING
1. Bladder Training
2. Bowel training

Penuntun KD-1 Tahun 2017 1


URINAL & PISPOT

Tujuan penggunaan :
1. Menampung urine untuk pengambilan spesimen atau untuk mengukur
output pasien (Intake output @ I/O Chart).
2. Untuk meransang eliminasi normal & independent.
3. Untuk menjaga integritas kulit pasien (supaya pasien tidak mengotori
tempat tidur).

Indikasi :
i. Pasien yang kurang mampu berjalan tetapi masih mempunyai refleks PU
& BO yang normal, cth : Lansia yang tidak mampu berjalan ke toilet.
ii. Pasien yang plegia/pareses tapi refleksnya tidak mengalami gangguan.
iii. Pasien yang sedang dalam perawatan/immobilisasi, cth: Traksi, Plaster Of
Parish (POP), transfusi darah, dll.
iv. Pasien dengan total bedrest @ CRIB (Complete Rest In Bed),
cth : pasien dengan penyakit jantung, dll.

A. URINAL

 Digunakan khusus untuk pasien laki-laki untuk menampung urine.


 Terbuat dari bahan plastik atau logam dengan kapasitas maksimal antara
500 – 1000 ml.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 2


B. PISPOT (BEDPAN)

Digunakan oleh :
♂ : Untuk BAB
♀ : Untuk BAK & BAB

Jenis-jenis Bedpan/Pispot :

1). High-Back/Regular Bedpan

 Jenis yang biasa digunakan


 Terbuat dari besi, enamel atau plastik yang keras
 Kedalamannya biasanya ± 5 cm (untuk bagian yang tipis)
 Cara penggunaanya : pasien diposisikan Lateral lalu bedpan di
letakkan dibagian bokongnya
 Ujung bagian atas bedpan (yang tipis) diletakkan dibawah bokong
ke arah sakrum.
 Ujung bagian bawah (tebal) diletakkan di bawah kedua paha atas

2). Low-back/Slipper/Fracture Pan

- Kedalamannya 1,3 cm (1/2 inc)


- Didesain khas untuk pasien yang ada Taksi atau Plaster Of Parish
(POP) untuk memudahkan penggunaannya.
- Posisi saat akan dimasukkan : Dorsal Recumbent.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 3


CONDOM CATHETER

Definisi :
Condom catheter adalah drainase urine eksternal yang mudah dan aman
digunakan untuk mengalirkan urine pada pasien laki-laki.
Indikasi :
a) Pasien inkontinen atau koma yang masih mempunyai kemampuan untuk
mengosongkan bladder secara spontan dan komplit.
b) Pasien yang sedang menerima perawatan atau pengobatan, exp : Diuretik,
untuk mengurangkan berjalan ke toilet dan juga memudahkan pengukuran
I/O Chart.
c) Pasien yang sadar tapi perlu perawatan Total Bedrest/CRIB,
exp : Pasien dengan penyakit jantung, dll.

Keuntungannya :
Kurang resiko infeksi terutama bila diselingi dengan perawatan perineal
yang adekuat.

Persiapan alat :
Kondom kateter
Strip elastik/Velcro
Urine bag
Disposible glove
Penile/perineum care set
Handuk, waslap, selimut mandi

Penuntun KD-1 Tahun 2017 4


Tanggung Jawab Pelaksanaan Prosedur

No Intervensi Rasional
Sebelum

1 Pastika pasien dengan betul Jelaskan Untuk kurangkan cemas dan


Prosedur pada pasien mendapatkan kerjasama pasien.

2 Untuk memberi privasi.


Tutup ruangan dan tirai
3 Untuk mengurangkan MO.
Cucu tangan medikal
4 Untuk mencegah kontaminasi
Pakai disposible glove pada tangan perawat.

5 Untuk menjaga privasi pasien.


Posisikan pasien: Recumbent
Selimutkan badan dan anggota bawah
pasien dan hanya bagian genetalia saja
yang tidak tertutup (expose anggota
badan seperlunya)

Semasa Prosedur

6 Siapkan urine bag dan gantung di Agar kerja lebih sistematik


samping tempat tidur & bawa selang
drainase kesisi pagar tempat tidur.

7 Lakukan penile/perineum care, untuk Untuk mengurangkan MO dan


pasien yang tidak/belum disirkumsisi resiko infeksi
bersihkan area preputium untuk
membuang spegma.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 5


8 Dengan tangan non-dominan,
genggam penis pasien sepanjang
batangnya, dengan tangan dominan
pegang kantong kondom pada ujung
penis dan dengan perlahan pasangkan
pada ujung penis (Untuk pasien yang
sadar, minta kerja samanya).

9 Sisakan 2,5 – 5 cm ruang antara gland Untuk menghindari kelebihan


penis dan ujung kondom. pemajanan gland penis.

10 Lilitkan batang penis dengan strip Untuk menahan kondom di


velcro atau plaster elastis. Strip tidak tempatnya.
boleh menyentuh kulit bagian batang Pemasangan yang baik mencegah
penis, pasang dengan pas tetapi tidak konstriksi aliran darah.
terlalu ketat.

11 Hubungkan selang drainage dengan Untuk mencegah membasahi linen


ujung kondom kateter. dan memberikan penampungan
semua urine yang dikeluarkan.

12 Letakkan kelebihan gulungan selang Untuk menjaga patensi drainase


ditempat tidur dan ikat dengan peniti selang.
pada dasar linen tempat tidur.

13 Urine bag boleh digantung di samping Untuk memudahkan mobilisasi.


tempat tidur atau diplester dikaki jika
pasien ingin berjalan.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 6


Setelah Prosedur

14 Posisikan pasien pada posisi nyaman Meningkatkan kenyamanan


& aman. pasien.

15 Buang peralatan yang basah, lepaskan Mngurangi transmisi MO.


glove dan cuci tangan

16 Dokumentasikan: Sebagai data asas.


tanggal pemasangan, urine output, dll.

Penjagaan selama pemasangan kondom kateter :


1. Lepas kondom selama 30 menit setiap 24 jam untuk perineum care.
2. Lihat gland penis setiap 4 jam untuk cek sirkulasi.
3. Kaji tanda-tanda perubahan pada kulit penis dan perineum seperti: iritasi,
pembengkakan dan diskolorisasi.

Komplikasi pemasangan :
a. Iritasi pada gland penis.
b. Infeksi Saluran kemih terutama jika Hygiene kurang.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 7


KATETERISASI URINE PRIA
(INDWELLING & STRAIGHT)

Penuntun KD-1 Tahun 2017 8


KATETERISASI URINE WANITA
(INDWELLING & STRAIGHT)

Penuntun KD-1 Tahun 2017 9


RECTAL SUPPOSITORIA

Definisi :
Adalah sejenis obat yang dimasukkan ke dalam rektum melalui anus.

Tujuannya (tergantung jenis kandungannya) :


1. Untuk pengobatan lokal atau sistemik
Exp.: - Anusol (u/ Haemorhoid)
- Flagyl
- PCM @ Voltaren
2. Sebagai Laxative @ Cathartic (meransang defekasi)
Exp.: - Laxative : Dulcolax (Bisacodyl), dll.
- Cathartic (Efeknya kuat dan purgative @ pencuci perut)
exp.: Cascara & Phenolphthalein (Bukan Supp.)
Indikasi :
1. Pasien obstipasi
2. Mengosongkan usus sebelum prosedur tertentu atau pembedahan.
3. Untuk melatih pola BAB yang teratur (Bowel Training)
4. Untuk merilekskan dan mengurangkan nyeri pada area rektum dan anus.

Persiapan alat :
Obat rectal Supp.
Disposible Glove
Water Soluble Lubricant (exp: Vaseline)
Gauze
Pispot/Commote
Selimut mandi & perlak (Disposible underpad)
Kertas toilet
Baskom, waslap, handuk, sabun dan air.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 10


Tanggung Jawab Pelaksanaan Prosedur

No Intervensi Rasionalisasi
Sebelum Prosedur

1 Salam dan jelaskan Prosedur. Untuk kurangkan kecemasan dan


mendapatkan kerja sama pasien.

2 Tutup pintu dan tirai Memberi privasi

3 Cuci tangan medikal dan pakai glove Mengurangkan MO dan


disposible. mencegah kontaminasi pada
tangan perawat.

4 Arahkan pasien ke bagian tepi tempat Memudahkan saat penggunaan


tidur dan beri posisi Lateral @ Sim’s. pispot dan insersi suppositori.

5 Expose bagian tubuh pasien seperlunya. Menjaga privasi pasien

Semasa Prosedur

6 Buka kemasan obat dan lubrikasi supp. Untuk memudahkan insersi dan
dan jari yang akan dimasukkan ke dalam mencegah trauma
anus.

7 Dengan tangan non-dominan buka Untuk memudahkan visualisasi


lipatan bokong bagian atas pasien. pada pembukaan anus.

8 Dengan tangan dominan, masukkan Untuk relaxkan otot-otot pelvis


supp. ke dalam anus dengan jari dan spincter anus sehingga
telunjuk ± 5 – 7 cm, arahkan pasien mengurangkan tahanan saat
menarik nafas dan menghembus memasukkan obat.
perlahan-lahan melalui mulut.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 11


9 Tarik jari keluar dan bersihkan daerah
anus dengan gauze kering.

10 Arahkan pasien untuk berbaring nyaman Agar mendapatkan hasil


dan menahan obat tersebut dalam prosedur yang lebih efektif.
rektum sehingga ada ransangan yang
kuat untuk BAB (biasanya efek laxative
akan mulai bekerja ± 8 – 12 jam setelah
prosedur).

Selepas Prosedur

13 Bila sudah ada ransangan BO, pasang


pispot atau bantu pasien menggunakan
commode.

14 Pemerhatian faeces/hasil prosedur apa Untuk keperluan dokumentasi


memuaskan atau tidak.

15 Bantu pasien setelah BAB selesai. Mencegah transmisi MO.


rapikan pasien dan peralatan, Cuci
tangan medikal

16 Dokumentasi dan laporkan kalau ada Untuk planning perawatan


abnormalitas. selanjutnya.

*Perhatian : penggunaan laxative yang rutin beresiko untuk Bowel Dependency


yang dapat menyebabkan terjadinya Recurrent Obstipasi dan Fecal Impaction.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 12


ENEMA/HUKNAH/KLISMA

Definisi :
Enema adalah memasukkan larutan ke dalam rektumdan colon.

Tujuan/Indikasi Enema :
1. Pasien yang mengalami obstipasi berat (Impact stool)
 Sebagai laxative (Memecahkan impact fecal sehingga memudahkan
pengeluarannya).
 Meransang paristaltik usus.
2. Sebelum pembedahan (Elective Surgery) terutama bila dilakukan dengan
General Anaesthesia (GA)
Cth : Laparatomi
3. Sebelum pelaksanaan prosedur Diagnostic test terutama yang dilakukan
pada area abdomen (colon)
Cth : Colonoscopy, Sigmoidescopy dan Protoscopy.
4. Sebelum menjalankan X-Ray khas
Cth : Barium Enema, BNO/IVP, KUB X-Ray, dll.
5. Sebelum Partus yaitu pada Kala I (Enema Glycerin)
6. Untuk medikasi lokal atau sistemik
Cth : Enema Antibiotik & Enema karminative.

Kontra indikasi enema :


a. Acute Abdominal pain,
exp.: APP, dll.
b. Infeksi/ Inflamasi pada kolon
Exp.: Inflamatory Bowel Syndrome (IBS), Diverticulitis, dll.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 13


Jenis-jenis Enema :

1. Enema Evacuant (Cleansing Enema)


a. Enema Simplex
- dapat melunakkan faeces, mengembangkan colon dan meransang
paristaltik usus
- Jenis larutan yang digunakan :
i. Hypertonic Solution
exp : Saline, 90 – 120 ml dalam 5 – 10 menit
ii. Hypotonic solution
Exp : Air biasa (hangat), 500 – 1000 ml dlm 15 – 20 mnt.
iii. Isotonic Solution
Exp : Normal Saline/NaCl, 500–1000 ml dlm 15–20 mnt.

b. Enema Saponis (Larutan Sabun)


- Camputan sabun 3 – 5 ml + 1000 ml air hangat.
- Mengembangkan colon dan meransang lapisan mukosa usus.
- Dimasukkan 500 – 1000 ml ke dalam rektum dalam masa 10 – 15 mnt.
- S/E: dapat mengiritasi/merusak mukosa rektum dan colon.

2. Carminative Enema
 Untuk mengeluarkan gas/flatus pada kasus Flatulence.
 Akan mengembangkan rektum/colon yang juga meransang paristaltik
 Untuk dewasa dimasukkan 60 – 80 ml
 Sekarang sudah ada dalam bentuk obat oral, yaitu : Mist Carminative
30 ml (untuk dosis dewasa)

Penuntun KD-1 Tahun 2017 14


3. Oil Retention Enema
- Memasukkan minyak ke dalam rektum dan kolon sigmoid yang
disimpan cukup lama (1 – 3 jam)
- Akan melembutkan faeces, melicinkan rektum dan kanal anus,
sehingga membantu mengeluarkan impact faeces.
- Menggunakan : Minyak Zaitun, minyak glycerin @ Magnesium
Sulphate.
- Dimasukkan ke rektum dengan Spoit Glyserin sebanyak 90 – 120 ml.

4. Return-Flow Enema
 Biasanya digunakan untuk mengeluarkan Flatus
 Mengalirkan cairan 100 – 200 ml ke dalam rektum dan sigmoid yang
langsung dikeluarkan (in & out) untuk meransang paristaltik.
 Proses ini diulang 5 – 6 kali sampai flatus dikeluarkan dan distensi
abdomen berkurang.

5. Jenis-jenis Enema yang lain


i. A/biotic Enema : untuk merawat infeksi lokal.
ii. Antihelmintic Enema : untuk membunuh helmint seperti cacing dan
parasit usus.
iii. Nutritive Enema : untuk pemberian cairan dan nutrisi pada rektum.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 15


Kaedah-kaedah Pemberian Enema/Huknah :

1) Huknah Tinggi (High Enema)


 Untuk membersihkan/mengosongkan sampai kawasan colon seberapa
yang boleh.
 Tujuannya: untuk pemeriksaan diagnostik, terutama untuk memastikan
obstruksi di kolon, exp: Barium enema, Colonoscopy.
 Dimasukkan 1000 ml cairan dengan tekanan tinggi sampai ke colon.

2) Huknah Rendah (Low Enema)


 Membersihkan sampai kawasan rektum dan kolon sigmoid saja.
 Hanya memasukkan 500 ml cairan.
 Waktu yang diperlukan untuk hasil yang efektif : 15 – 20 mnt.

Komplikasi/Efek Samping Pelaksanaan Prosedur :

a) Ketidakseimbangan cairan & elektrolit


 Terutama apa bila menggunakan larutan hipotonik dalam jangka
waktu yang lama
 Biasa terjadi pada bayi dan kanak-kanak.
b) Diare Berlebihan
 Terjadi karena over stimulasi pada reflex defekasi.
c) Recurrent Obstipasi
 Terjadi bila terlalu sering menggunakan laxative atau enema yang
menyebabkan kerusakan pada reflex defekasi karena hilangnya
elastisitas dinding kolon.
d) Iritasi pada mukosa kolon
 Terutama pada penggunaan enema saponis (larutan sabun)
e) Over Vagal stimulation/Excessive Vagal Response
 Menyebabkan Palpitasi & Dysrythmia terutama pada pasien Lansia
dan pasien dengan gangguan jantung.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 16


Persiapan Alat :
 Set Enema, termasuk :
o Wadah larutan
o Selang
o Klem pengatur selang
o Selang rectal dengan ujung bulat, ukurannya
 Adult : No. 22 – 30 G Fr (French)
 Ped. : No. 12 – 18 G Fr.
 Larutan Enema sesuai keperluan
Umur Volume
18 Bln 50 – 200 ml
18 bln – 5 thn 200 – 300 ml
5 – 12 th 300 – 500 ml
> 12 th 500 – 1000 ml

Temperatur : Adult : 40 – 43oC (105 – 110oF)


Ped : 37,7oC (100oF)

 Disposible Glove
 Pelicin Larut Air (Vaselin)
 Perlak @ Disposible Underpad
 Selimut mandi
 Kertas Toilet
 Pispot @ Commode
 Termometer air
 Baskom, waslap, handuk dan sabun

Penuntun KD-1 Tahun 2017 17


Tanggung Jawab Prosedur

No Intervensi Rasional
1 Persiapan pasien
a. Jelaskan prosedur pada klien dan rasa Mengurangkan cemas dan agar
tidak nyaman yang akan dialami selama mendapatkan kerja sama
prosedur. pasien

b. Tutup ruangan dan tirai Untuk memberi privasi

c. Posisikan klien
Untuk dewasa: Supaya cairan mengalir
 Huknah Tinggi : Lateral kanan @ mengikut gravitasi dan juga
Sim’s dengan lutut kanan flexi. memudahkan visualisasi pada
 Huknah rendah : Lateral Kiri/Sim’s anus.
Untuk Anak-anak atau klien dengan
kontrol spinter anus yang kurang:
Dorsal recumbent dan diberi pispot
dibawah bokongnya.

d. Pasang perlak atau underpad dibawah Untuk mencegah kontaminasi


bokong dan panggul klien. pada linen.

2 Siapkan Peralatan
a. Lubrikasi ± 5 cm pada Rectal tube Memudahkan insersi dan
kurangkan trauma pada
mukosa rektum.

b. Alirkan air melalui drain untuk Untuk mengurangkan resiko


mengeluarkan udara dalam tube distensi abdomen.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 18


c. Cuci tangan dan pakai disposible glove Untuk mengurangkan MO dan
mencegah kontaminasi pada
tangan perawat.

3 Memasukkan Rectal Tube


a. Angkat bokong bagian atas dengan Untuk visualisasi yang baik
tangan non-dominan. pada pembukaan anus.

b. Masukkan Rectal Tube kedalam rektum.


i. Dws : 7 – 10 cm
ii. Anak2 : 5 – 7,5 cm
iii. Bayi : 2,5 – 3,75 cm

c. Jika tertahan pada spinter anal interna, Untuk relaxkan otot spincter
arahkan pasien untuk bernafas dalam dan mengurangkan trauma.
dan alirkan sedikit cairan melalui tube.

d. Jangan pernah memaksa tube.


Jika tertahan lagi, tarik tube keluar dan
laporkan kpd Nurse in Charge.

4 Alirkan cairan enema perlahan2


a. Tinggikan kontainer larutan dan buka Semakin tinggi container,
klem untuk mengalirkan cairan. semakin cepat aliran dan
 Low enema : ± 30 cm (12 inc) dari tekanan pada rektum.
rektum.
 High enema : ± 45 cm (18 inc) Untuk High Enema, cairan
 For Child : Rendahkan ketinggian harus dimasukkan sejauh-
kontainer sesuaikan dengan umurnya jauhnya untuk membersihkan
(lihat protokol/obat RS). keseluruhan colon.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 19


b. Lambatkan aliran cairan jika pasien Pemberian enema yang lambat
mengeluh rasa penuh (fullness) atau dan penghentian aliran
sakit. Gunakan klem untuk sebentar akan menurunkan rasa
menghentikan aliran selama 30 detik., spasme di intestinal dan
kemudian mulai alirkan kembali dengan pengeluaran prematur dari
lambat. larutan.

c. Setelah semua larutan telah dimasukkan


atau ketika pasien tidak dapat lagi
menahan dan ingin defekasi (defekasi
yang urgen biasanya indikasi bahwa
cairan yang cukup telah diberikan),
tutup klem dan tarik keluar rectal tube
dari anus.

d. Tempatkan tisu toilet pada tempat Untuk mencegah pengeluaran


insersi rektal tube dan tekan perlahan cairan yang tiba-tiba.
pada saat menariknya.

5 Arahkan pasien untuk menahan enema


sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
e. Minta pasien untuk tetap berbaring. Untuk memudahkan pasien
Untuk membantu anak2 dalam retensi meretensi enema dibandingkan
larutan, berikan sedikit tekanan pada dengan posisi duduk atau
permukaan anus dengan kertas tisu atau berdiri karena gravitasi dapat
tekan kedua bokong bersamaan. meningkatkan drainase dan
paristaltik usus.

f. Pastikan bahwa pasien menahan larutan Untuk mendapatkan hasil yang


sesuai dengan waktu yang diperlukan, efektif.
cth : 5 – 10 mnt untuk clensing enema

Penuntun KD-1 Tahun 2017 20


atau sekurang-kurangnya 30 mnt untuk
retensi enema.

6 Bantu pasien untuk defekasi.


g. Bantu pasien dalam posisi duduk di Posisi duduk dapat
pispot, commote atau di toilet (jika memfasilitasi tindakan
spesimen faeces diperlukan, minta defekasi.
pasien untuk menggunakan pispot atau
commode saja).

h. Beritahu pasien agar jangan menyiram Perawat dapat memastikan


toilet sebelum faeces diobservasi oleh keberhasilan pelaksanaan
perawat. prosedur.

7 Catat dan laporkan data yang diperoleh


Catat pemberian enema; tipe larutan yang Untuk digunakan sebagai base
digunakan; lama waktu larutan diretensi; data dan juga penentuan
jumlah, warna dan konsistensi output; dan tindakan selanjutnya
berkurangnya flatus dan distensi abdomen
pasien.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 21


PEMBERIAN ENEMA MELALUI KEMASAN WADAH DISPOSIBLE
(PLASTIC COMMERCIAL CONTAINER)

Persiapan Alat :
 Botol larutan disposible dengan ujung bulat*
 Disposible Glove
 Pelicin Larut Air (Vaselin)
 Perlak @ Disposible Underpad
 Selimut mandi
 Kertas Toilet
 Pispot @ Commode
 Baskom, waslap, handuk dan sabun

Tanggung Jawab Prosedur

No Intervensi Rasional
Sebelum Prosedur
1 Jelaskan prosedur pada klien Untuk mengurangkan anxietas
dan untuk mendapatkan
kerjasama pasien

2 Tutup ruangan dan tirai Untuk memberi privasi

3 Posisikan klien Supaya cairan mengalir


Untuk dewasa: mengikut gravitasi dan juga
Lateral kiri @ Sim’s dengan lutut memudahkan visualisasi pada
kanan flexi. anus.

Untuk Anak-anak atau klien dengan kontrol


spinter anus yang kurang:

Penuntun KD-1 Tahun 2017 22


Dorsal recumbent dan diberi pispot
dibawah bokongnya.

4 Pasang perlak atau underpad dibawah Untuk mencegah kontaminasi


bokong dan panggul klien. pada linen.

5 Selimuti tubuh dan extremitas bawah klien, Untuk menjaga privasi klien.
expose bagian yang akan dilakukan prosedur
seperlunya saja

6 Cuci tangan dan gunakan disposible glove Untuk mengurangkan M/O dan
mencegah kontaminasi pada
tangan perawat.

7 Lepaskan kap plastik dari ujung rektal, Untuk memudahkan insersi


meskipun ujungnya sudah berpelumas, jeli melalui spincter anus dan
tambahan dapat diberikan sesuai kebutuhan. mengurangkan resiko trauma.

Semasa Prosedur
8 Dengan tangan non-dominan, regangkan Untuk merilexkan otot spincter
bokong bagian atas dan cari letak anus. anus agar memudahkan insersi
Arahkan klien untuk menarik nafas dan selang rektal.
menghembusnya perlahan-lahan melalui
mulut.

9 Masukkan ujung botol dengan perlahan ke


dalam rektum (Untuk dewasa : 7,5 – 10 cm).

10 Perah dan gulung ke atas botol enema Untuk mencegah subsequent


sampai semua larutan telah masuk ke rektum suctioning larutan.
dan colon sigmoid (kebanyakan botol
mengandung ± 250 ml).

Penuntun KD-1 Tahun 2017 23


11 Letakkan tisu toilet di sekitar selang anus Untuk mencegah larutan
dan dengan perlahan tarik selang. keluar.

Selepas Prosedur
12 Jelaskan pada klien bahwa perasaan distensi Untuk mendapatkan hasil yang
adalah normal. Minta klien untuk menahan maximal.
larutan selama mungkin dengan berbaring di
tempat tidur (untuk bayi dan anak kecil,
dengan perlahan pegang kedua sisi bokong
selama beberapa menit)

13 Buang wadah enema dan lepas glove dengan


cara terbalik.

14 Bantu pasien ke toilet atau bantu posisikan Untuk memberi posisi yang
dengan pispot @ commode. nyaman untuk BAB.

15 Observasi karakteristik faeces dan larutan Untuk dokumentasi yang lebih


yang dikeluarkan (peringatkan klien agar akurat.
jangan menyiram toilet sebelum perawat
menginspeksi).

16 Bantu klien sesuai kebutuhan untuk mencuci


area anal dengan air hangat dan sabun

17 Cuci tangan, dokumentasi dan laporkan hasil Untuk pelaksanaan intervensi


prosedur (ex: abnormalitas, memuaskan selanjutnya.
/tidak, dll.)

* Biasanya jarang diberikan pada bayi dan anak-anak karena komposisi larutannya dari
sabun (Hypertonic solution)

Penuntun KD-1 Tahun 2017 24


PEMBUANGAN IMPAKSI FEKAL
(MENGELUARKAN FAECES DENGAN JARI)

Definisi:
Impaksi fekal adalah suatu keadaan dimana faeces menjadi keras sehingga
tidak bisa dikeluarkan secara volunter melalui kanal anus.
Ini rentan terjadi terutama pada :
 klien lansia akibat penurunan frekwensi metabolik, penurunan tingkat
aktivitas, ketidakadekuatan diet dan kecenderungan untuk menggunakan
laxative dan enema berlebihan secara rutin untuk meningkatkan evakuasi
faeces (Riwayat lengkap yang berkaitan dengan faktor-faktor ini harus
ditemukan).
 Klien dengan imobilisasi, yang tidak mampu melakukan ambulasi secara
teratur dan yang gagal mempertahankan keseimbangan diet atau asupan
cairan.
Digital Disimpaction adalah tindakan memasukkan jari perawat ke dalam
rektum pasien untuk menghancurkan massa faeces dan mengeluarkannya dalam
bentuk yang telah hancur. Prosedur ini digunakan bila massa faeces terlalu besar
untuk keluar secara volunter dan pemberian enema tidak berhasil.

Tujuan:
 Membuang secara manual faeces keras yang menghambat passage
evakuasi normal pada bagian bawah kolon.
 Menghilangkan nyeri dan ketidak nyamanan
 Merangsang paristaltik normal
 Mencegah cedera rektal dan anal

Penuntun KD-1 Tahun 2017 25


Komplikasi/efek samping pelaksanaan prosedur:
a. Cedera (iritasi/pendarahan) dan nyeri lapisan mukosa rektum.
b. Palpitasi, memperlambat refleksif frekwensi jantung dan disritmia karena
Excessive Vagal Stimulation/Response (terutama pada klien lansia dan
pasien dengan gangguan jantung).

Saran Pelaksanaan Prosedur :


i. Sebelum disimpaksi dilakukan disarankan pemberian Oil Retention Enema
selama 30 mnt.
ii. Setelah disimpaksi dilakukan, perawat bisa menggunakan berbagai
intervensi untuk mengeluarkan sisa faeces cthnya : Cleansing Enema atau
memasukkan suppositoria.
iii. Untuk mengurangkan nyeri karena manual disimpaksi, disarankan untuk
memasukkan 1 – 2 ml Lidocaine @ Xylocaine dengan menggunakan jari.
Masukkan jari kedalam kanal anal sejauh mungkin. Ini akan memberi efek
anastesi pada area kanal anal dan rektum dan harus dilakukan 5 menit
sebelum prosedur disimpaksi akan dilaksanakan (Dapat juga menggunakan
Xylocaine Jelly sebagai Lubrikasi saat melakukan prosedur).
iv. Pastikan bantuan orang kedua yang bisa menenangkan pasien selama
pelaksanaan prosedur.
v. Meskipun beberapa klien mungkin memilih posisi berdiri si toilet untuk
pelaksanaan prosedur, tetapi posisi berbaring di tempat tidur lebih
disarankan karena disimpaksi bisa sangat melelahkan.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 26


Persiapan Alat :
3 psg disposible glove
Water soluble lubricant
Pispot/commote
Perlak @ Disposible Underpad
Baskom air hangat
Waslap, handuk, sabun
Penyegar udara (bila ada)

Tanggung jawab pelaksanaan prosedur

No Intervensi Rasionalisasi
Sebelum prosedur
1 Cuci tangan medikal. Mengurangi transmisi MO

2 Jelaskan prosedur pada klien, bahwa Mengurangkan kecemasan dan


manipulasi rektum dapat menyebabkan mendapatkan kerjasama dari
ketidaknyamanan. pasien.

3 Kaji TTV pasien terutama nadi dan Sebagai data dasar untuk
tekanan darah. menentukan perubahan selama
prosedur.

4 Beri privasi: tutup pintu, tirai dan Mengurangi rasa malu.


expose bagian tubuh pasien seperlunya.

5 Gunakan disposible glove, 1 lapis pada Mengurangkan resiko pemajanan


tangan non-dominan dan 2 pada tangan perawat pada sekresi tubuh
dominan. klien.

6 Posisikan pasien dengan posisi Lateral Memudahkan akses pada


Kiri @ Sim’s dengan lutut kanan flexi. rektum.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 27


7 Tempatkan perlak dibawah bokong Mencegah kontaminasi pada
pasien linen dan tempat tidur.

8 Tempatkan pispot di tempat tidur dalam Sebagai wadah faeces.


area yang mudah dijangkau

Semasa prosedur
9 Secara merata lumasi 2 jari tangan pada Mencegah trauma anus dan
tangan dominan. rektum.

10 Dengan perlahan regangkan kedua Untuk expose kanal anal.


bokong dengan tangan non-dominan.

11 Arahkan pasien untuk menarik nafas Merilekskan spincter anal yang


panjang dan perlahan keluarkan melalui memudahkan insersi.
mulut.

12 Masukkan jari telunjuk ke dalam rektum Memungkinkan mencapai


dan dorong dengan perlahan sepanjang impakso fekal tinggi dalam
dinding rektal ke arah umbilikus. rektum.

13 Secara perlahan lunakkan massa fekal Untuk mengurangkan ketidak


dengan memassase daerah sekitarnya. nyamanan pasien.
Arahkan jari ke dalam inti yang
mengeras.

14 Tarik faeces kebawah ke arah anus. Secara manual membuang faeces


Keluarkan sebagian kecil faeces setiap padat.
kali dan buang ke dalam pispot.

15 Secara periodik kaji nadi klien dan Mencegah komplikasi akibat


observasi tanda keletihan. Hentikan stimulasi vagal.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 28


prosedur bila frekwensi nadi klien
menurun atau iramanya berubah.

16 Teruskan membersihkan rektum dan Istirahat memperbaiki toleransi


faeces dan berikan interval istirahat pasien terhadap prosedur.
untuk klien.

17 Setelah disimpaksi, keluarkan jari, usap Meningkatkan rasa nyaman dan


kelebihan pelumas dari perineum dan kebersihan pasien.
lepaskan regangan pada bokong.

Setelah Prosedur
18 Buang glove yang kotor dan tukar yang Mencegah transmisi MO.
baru, kosongkan pispot dan bantu pasien Disimpaksi dapat meransang
ke toilet atau menggunakan pispot refleks defekasi.
bersih.

19 Posisikan kembali pasien dalam posisi Meningkatkan rasa nyaman dan


yang nyaman keamanan.

20 Cuci tangan dan dokumentasikan hasil Pencatatan cepat memperbaiki


disimpaksi, yaitu : keakuratan dokumentasi.
 Gambarkan karakteristik faeces
(warna, konsistensi dan jumlah
faeces);
 Kondisi anus dan area sekitarnya;
 Status TTV sebelum dan setelah
prosedur;
 Reaksi merugikan dan ketidak
nyamanan selama dan selepas
prosedur;

Penuntun KD-1 Tahun 2017 29


 Pengkajian abdomen sebelum dan
setelah prosedur;
 HE tentang pencegahan impaksi
berulang.
(prosedur mungkin diikuti dengan
enema atau pemberian
laxative/katartik).

Penuntun KD-1 Tahun 2017 30


TOILET TRAINING

A. TOILET TRAINING

Definisi :
Adalah program regulasi BAK yang menggunakan teknik distraksi/
pengalihan dan relaksasi, jadi klien secara sadar akan mampu menahan
keinginan urgen untuk PU.

Tujuan :
1. Memperbaiki dan meningkatkan pola BAK klien yang normal.
2. Mengembalikan fungsi normal Bladder
a. Meningkatkan kemampuan kapasitas bladder melalui penundaan PU
dan peningkatan interval waktu antara PU.
b. Distensi Bladder secara bertahap dengan penyesuaian pengambilan
cairan.
3. Mengajarkan pasien bagaimana cara mengembalikan kontrol terhadap
urgency dan penundaan PU.

Indikasi :
Program ini dilakukan pada klien dengan Urinary Incontinence spesifik
pada Stress, Urgen dan Mixed Incontinence.

Komponen-komponen Program Bladder Training terdiri dari :

1. Program Edukasi (HE)


 Informasi tentang fisiologi dan patofisiologi sistem urinari dan refleks
Miksi.
 HE tentang program-program yang akan dilakukan untuk mengontrol
urgency PU.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 31


 Komponen vital dari bladder training ini adalah menghambat sensasi
urgen untuk PU, untuk melakukan ini perawat mengajarkan klien Teknik
Relaksasi Pernafasan yaitu bernafas dalam dan hembuskan perlahan
melalui mulut. Ini dilakukan setiap kali klien merasakan urgensi PU dan
dilakukan sampai sensasi tersebut berkurang atau hilang.

2. Bladder Training
 Dimana klien menunda/menghambat sensasi urgency & PU menurut
jadwal yang telah ditentukan, hal ini lebih baik daripada PU saat ada
sensasi urgen.
 Tujuannya adalah untuk memperpanjang secara bertahap interval antara
PU; memperbaiki kebiasaan frekuensi PU; untuk menstabilkan otot
detrusor bladder dan untuk mengurangkan urgensi.
 Penundaan PU menyebabkan volume PU yang lebih besar dan interval
yang lebih lama antara PU. Pada awal program, tunda PU selama 5 mnt
lalu tingkatkan secara bertahap.
 Biasanya jadwal interval PU dimulai setiap 2 – 3 jam (kecuali semasa
tidur/malam hari setiap 4 jam) kemudian ditingkatkan setiap 4 – 6 jam.

3. Habit Training
 Merujuk kepada waktu PU dan jadwal toileting.
 Menjaga klien tetap kering dengan PU pada interval waktu yang reguler.
 Kekurangan habit training adalah tidak ada usaha yang memotivasi klien
untuk menunda PU jika ungency terjadi. Jadi sebaiknya habit training ini
dilakukan jika program bladder training telah komplit dapat dilakukan oleh
pasien.

4. Prompted Voiding (Mengingatkan Waktu PU)


o Ini merupakan dasar dari pelaksanaan habit training yaitu dengan
mendorong klien untuk mencoba menggunakan toilet dan mengingatkan

Penuntun KD-1 Tahun 2017 32


klien untuk PU, cth : menawarkan pispot/commote atau ke toilet pada
klien sesuai dengan jadwal PU yang telah ditentukan.

5. Positive Reinforcement
Ini termasuk dukungan dari perawat, keluarga dan orang terdekat
pasien dan juga ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung
keberhasilan pelaksanaan program bladder training.

Panduan Pelaksanaan Bladder Training

a) Tentukan pola BAK klien melalui pengkajian sejarah eliminasi klien dan
galakkan klien untuk PU pada saat-sat itu atau tentukan jadwal yang teratur
dan bantu klien untuk melaksanakannya sesuai jadwal baik itu klien rasa urgen
atau tidak.
b) Dorong pasien untuk menghambat sensasi pada awal urgency dirasakan.
Arahkan klien untuk melakukan teknik relaksasi pernafasan sampai urgency
berkurang atau hilang.
c) Juka klien sudah bisa mengontrol PU-nya sesuai jadwal, perpanjang interval
antara secara bertahap tapi tanpa kehilangan kemampuan untuk menahan
(continence).
d) Atur pengambilan cairan khususnya pada malam hari untuk menolong klien
mengurangkan kebutuhan untuk PU saat tidur.
e) Siang hari (jam 0600 – 1800), galakkan pengambilan cairan setengah jam
sebelum jadwal PU.
f) Hindari mengkonsumsi berlebihan: jus citrus, minuman berkarbonat (terutama
yang mengandung pemanis buatan), alkohol dan minuman yang mengndung
kafein, karena dapat mengiritasi bladder yang menjadi penyebab ketidak-
stabilan otot detrusor, meningkatkan resiko inkontinensia.
g) Jadwalkan obat/bahan makanan yang mengandung diuretik dipagi hari (kalau
ada/perlu).

Penuntun KD-1 Tahun 2017 33


h) Jelaskan pada pasien bahwa pengambilan cairan yang adekuat diperlukan
untuk memastikan produksi urine yang cukup untuk meransang refleks miksi.
i) Alaskan perlak/dsiposible underpad untuk menjaga linen tetap kering dan
sediakan Celana dalam khusus yang tahan air yang dapat menampung urine
dan mengurangkan rasa malu klien. Elak penggunaan Diapers karena
bermakna bahwa keadaan inkontinensia klien dibolehkan.
j) Bantu klien dengan program latihan untuk meningkatkan tonus otot abdomen
dan pelvis(Kegel Exercise). Stretching-relaksasi yang teratur dan rutin sesuai
jadwal dapat meningkatkan tonus otot bladder dan kontrol otot volunter.
k) Berikan dukungan positif untuk menggalakkan kontinensia. Puji pasien untuk
kemampuannya ke toilet dan kemampuannya menjaga urine kontinen.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 34


B. BOWEL TRAINING

Definisi :
Adalah program yang bertujuan untuk menolong klien mengembalikan
pola defekasi normal.
Indikasi dilakukan pada Pasien dengan :
 Bowel Incontinence
 Frequent Constipation
 Frequent Fecal Impaction

Adapun komponen dasar dari program Bowel Training ini adalah :

4. Pengkajian sejarah eliminasi dan sebab munculnya masalah defekasi dari


pasien, termasuk :
a. Pola kebiasaan eliminasi dimasa lalu dan perbandingannya dengan
sekarang.
Yang perlu dikaji adalah : waktu rutin BAB, frekuensi, volume dan
konsistensi faeces, reflex sensori pada rectal filling dan kemampuan untuk
menunda atau mengontrol BAB, lama waktu yang diperlukan untuk BAB
dan kebiasaan yang dilakukan untuk stimulasi BAB.
b. Faktor-faktor Diet
Ini termasuk kebiasaan makan yang rutin, pengambilan makanan
tertentu, jumlah dan tipe cairan yang biasa diminum, budaya dan jumlah
pengambilan serat perhari.
c. Penggunaan obat-obatan.
Pasien mungkin mengambil obat-obat yang bisa menyebabkan
obstipasi, cth : Anti cholinergic, CNS Depressant, NSAID, dll.
Tanya pasien tentang kebiasaan penggunaan laxative, suppositoria
dan enema.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 35


d. Sejarah medikal terkait.
Gangguan medikal yang terkait seperti: cedera/trauma, irritable
Bowel Syndrome, Ulserative colitis, diabetes, haemorrhoid, dll.
e. Gaya hidup dan keyakinan tentang fungsi defekasi
Tanya klien tentang efek dari program ini terhadap perubahan gaya
hidup mereka dan perubahan yang mereka ingin lakukan; ketersediaan
bantuan terlaksananya program setelah pulang kerumah dan dukungan
keluarga dan orang terdekat. Keyakinan tentang program manajemen usus
yang dilakukan dapat membantu keberhasilan pelaksanaan dan pencapaian
program.

5. Pembersihan usus
- Membebaskan kolon dari impaksi fekal dengan cara : manual disimpaksi,
enema atau laxative.
- Setelah impaksi faeces diatasi program Bowel Training dimulai dan
laxative/enema tidak diberikan lagi kecuali :
1. Pasien mengalami impaksi atau obstipasi lagi.
2. Untuk keperluan pemeriksaan diagnostik atau pembedahan.
3. Ada rekomendasi berdasarkan evaluasi dimana laxative/enema
dianggap program terbaik untuk pasien.

3. Waktu/Jadwal BAB
 Menjadwalkan waktu BAB yang teratur sebagaimana pola eliminasi
sebelum sakit. Ini harus disesuaikan dengan waktu sekolah/bekerja,
biasanya setiap pagi.
 Stimulasi untuk merespon kolon/reflex gastro kolon biasanya dilakukan ±
30 mnt sebelum BAB, contohnya pemberian minuman/jus orange hangat.
 Tawarkan pasien pispot/commote/ke toilet diwaktu yang sama setiap hari.
 Berikan masa yang cukup bagi pasien di toilet (5 – 25 mnt).

Penuntun KD-1 Tahun 2017 36


4. Diet dan pengambilan cairan
- Berikan pasien diet yang tinggi nutrisi dan fiber dari berbagai macam
sumber makanan.
- Beri minum 2 – 3 liter cairan sehari (kecuali ada kontra indikasi).
- Minum minuman hangat setiap pagi sebelum sarapan untuk meransang
refleks gastro kolon.

5. Latihan mobilisasi (Exercise)


Mobilisasi yang adekuat dan teratur dapat meransang gerakan
paristaltik, disamping itu aktivitas yang dilakukan terutama dengan posisi
berdiri dapat meningkatkan gravitasi yang dapat memperlancar passase faeces
di kanal rektum.

6. Privasi
 Privasi dapat menimbulkan perasaan relaxasi yang dapat membantu proses
defekasi.
 Privasi juga meyakinkan pasien bahwa orang lain tidak dapat mendengar
suara-suara memalukan dan bau busuk saat BAB.
 Pasien harus dibantu ke toilet yang tertutup ataupun jika menggunakan
commode atau pispot jaga privasi pasien dengan menutup pintu dan tirai.

7. Posisi
 Posisi duduk atau jongkok (squating), efek gravitasi dapat membantu
paristaltik dan pengeluaran faeces.
 Elak penggunaan pispot kecuali sangat diperlukan. Untuk posisi
penggunaan pispot, tinggikan kepala tempat tidur, ampu punggung dan
kedua kaki dengan bantal.
 Untuk mencegah tekanan exessive dan resiko kerusakan kulit, jangan
pernah membiarkan pasien menngunakan bedpan, commote atau duduk di
toilet lebih dari 25 menit.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 37


 Untuk pasien dengan otot abdominal yang lemah, penggunaan Abdominal
Binder (korset) dapat meningkatkan tekanan intra abdomen.
 Massase abdomen (dari RLQ searah jarum jam) dapat memperlancar
proses defekasi.
 Melakukan Valsalva Maneuver ((Bila tidak ada kontra indikasi spt:
peningkatan ICP, haemorrhoid, dll.), cth : teknik pernafasan dan mengedan
(Bear down) dapat meningkatkan tekanan intra abdomen & kontraksi otot
abdomen. Untuk anak-anak bisa diajarkan teknik maneuver ini dengan
cara meniup balon atau batuk.

8. Suppositoria dan medikasi


 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian laxative/supp. dan obat-obatan
terutama yang dapat mempengaruhi pola defekasi pasien.
 Perawat dapat membuat penyesuaian sesuai dengan respon pasien terhadap
program.
 Tindakan supp. adalah pada dinding kolon, jadi pastikan faeces ridak ada
pada rektum sebelum insersi supp. dilakukan.
 Mini enema (4 ml gliserin) dan pelembut faeces sering diberikan untuk
membantu mempertahankan Bowel program, namun perawat harus
mengingat bahwa tujuan akhir dari program ini adalah pengendalian BAB
tanpa bantuan obat. Jadi penggunaannya harus dipertimbangkan sesuai
dengan kebutuhan pasien.

9. Digital stimulation (ransangan dengan jari)


 Adalah teknik yang digunakan untuk meransang refleks kontraksi kolon
dan relaksasi spinter anus yang menghasilkan defekasi.
 Caranya :
 Masukkan jari telunjuk (berglove) yang telah diberi pelumas dengan
lembut sedalam 0,5 – 1 inc ke dalam rektum.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 38


 Putar dengan lembut searah dengan jarum jam melawan dinding
spinter anal. Butuh waktu 30 dtk sampai 2 mnt untuk relaksasi otot
spinter
 Sementara faeces keluar, dinding rektum digerakkan perlahan kesatu
sisi.
 Jika tidak ada lagi faeces yang keluar, digital stimulasi dilanjutkan dan
proses ini diulang sampai colon kosong.
 Pasien diarahkan untuk bernafas dalam dan lambat selama pelaksanaan
prosedur ini.
 Intuk keberhasilan program, digital stimulasi dapat digantikan dengan
suppositoria setelah pola reflex/respon defekasi kembali normal. Namun
bisa juga digunakan untuk meransang gerakan paristaltik jika supp. tidak
lagi berkesan atau untuk memastikan pengosongan komplit pada kolon.

10. Pendidikan Kesehatan


 HE seharusnya diberikan sejak awal pasien dimasukkan ke RS untuk
memberikan pasien waktu dan kesempatan yang cukup untuk menemukan
dan mengklarifikasi masalahnya.
 HE tentang : penjelasan kecacatan dan efeknya terhadap kontrol kolon,
termasuk anatomi dan fisiologi dasar saluran pencernaan; rasional dari
pelaksanaan bowel training program; efek dari penggunaan obat-obatan
dan masalah-masalah terkait baik selama pasien dirawat di RS maupun
setelah diperbolehkan pulang ke rumah.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 39


DAFTAR PUSTAKA

Hoeman, Shirley P., 2002, Rehabilitation Nursing 3rd Ed.: Process, Application &
Outcomes. Missouri; Mosby Inc.

Johnson, dkk., 2005, Prosedur Perawatan di Rumah: Pedoman untuk Perawat,


Jakarta: EGC.

Kozier & colleagues, 2000, Fundamental of Nursing 6th Ed.: Concepts, Process &
Practice, USA: Multi Media Edition.

Leahi, Julia M. & Kizilay, Patricia E., 1998, Fundamental of Nursing: A Nursing
Process Approach, Philadelphia: Web Saunders Company.

Lillis, LeMone & Taylor, 1997, Fundamental Of Nursing 3rd Ed., Philadelphia:
Lippincolt.

Potter & Perry, 2000, Buku Saku: Keterampilan dan Prosedur Dasar Ed. 3,
Jakarta: EGC.

........................., 2001, Fundamental of Nursing 5th Ed. (Interactive CD),


Missouri; Mosby Inc.

Penuntun KD-1 Tahun 2017 40

Anda mungkin juga menyukai