Anda di halaman 1dari 9

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA ANAK

A. Tujuan
1. Tujuan umum
Pada akhir pembelajaran mahasiswa mampu melakukan komunikasi terapeutik
dengan klien, keluarga, dengan berbagai rentang usia: anak
2. Tujuan Khusus
a. Menyiapkan diri sebelum melakukan interaksi/komunikasi
b. Melakukan komunikasi sesuai dengan pedoman dalam berkomunikasi dengan
anak
c. Melakukan komunikasi dengan menggunakan teknik-teknik komunikasi pada
klien dengan rentang usia: anak
d. Melakukan interaksi dan komunikasi dengan klien berdasarkan tahapan/fase
komunikasi terapeutik

B. Komunikasi Terapeutik pada Anak


Komunikasi dengan anak memerlukan teknik yang berbeda. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan ketika berkomunikasi dengan anak adalah biasanya anak lebih
responsif terhadap respon non verbal. Oleh karena itu, perawat harus memperhatikan
ekspresi wajah ketika anak berbicara terutama anak yang lebih kecil. Pedoman dalam
berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak agar anak merasa nyaman
2. Hindari sikap tubuh yang mengancam, seperti senyum yang lebar dan kontak
mata yang berlebihan
3. Bicara dengan orang tua terlebih dahulu jika anak pemalu
4. Berikan kesempatan berbicara pada anak tanpa kehadiran orang tua
5. Posisi perawat dan anak ketika berinteraksi haruslah setinggi mata anak. Jadi,
perawat harus jongkok ketika berkomunikasi dengan anak balita agar mata
perawat sejajar dengan mata anak. Dengan posisi sejajar, kita dapat
mempertahankan kontak mata dengan anak dan mendengarkan secara jelas
apa yang dikomunikasikan anak.
6. Bicara dengan tenang pada anak, gunakan kata-kata yang sederhana dan jelas,
serta hindari menggunakan istilah yang ilmiah. Kata-kata yang digunakan
untuk anak remaja berbeda dengan kata-kata yang digunakan pada anak balita
atau anak sekolah. Untuk itu, perawat yang bekerja di ruang anak perlu
mempelajari lebih mendalam tentang bagaimana anak-anak berbicara
7. Pada anak bayi dan batita, gunakan boneka sebagai alat peraga
8. Bersikap jujur pada anak. Sikap jujur sangat penting ketika berkomunikasi
dengan anak. Anak-anak tidak suka dibohongi. Ketika perawat berbohong,
anak mungkin tidak mau lagi berkomunikasi dengan perawat
9. Izinkan anak mengekspresikan masalah dan rasa takutnya. Perawat sebaiknya
tidak mengabaikan perasaan anak. Ketika seorang anak mengatakan bahwa di
takut pada perawat, perawat sebaiknya dapat menerimanya, serta mencoba menggali hal
yang ditakutkan oleh anak.
10. Gunakan teknik komunikasi yang kreatif

Teknik-teknik komunikasi yang penting ketika berkomunikasi dengan anak


adalah sebagai berikut:
1. Pesan “Saya”
Teknik komunikasi yang menekankan pada “saya” merupakan teknik
komunikasi yang kreatif, berbeda dengan teknik komunikasi yang
menekankan pada “kamu” karena terkesan defensive. Sebagai contoh,
daripada mengatakan, “Kamu tidak menghabiskan sarapanmu tadi pagi,
kenapa”, lebih baik mengatakan, “Saya ingin sekali melihat adik makannya
habis setiap hari”.
2. Teknik Orang Ketiga
Teknik ini sangat efektif ketika perawat ingin menggali perasaan anak.
Sebagai contoh, “Biasanya jika orang sedang sakit dan dirawat, ‘dia’ akan
merasa sedih dan cemas jika ditingal orang tuanya”. Setelah berkata seperti
itu, perawat diam sejenak untuk melihat respon anak kemudian lanjutkan
dengan pertanyaan, “Apakah adik (sebutkan nama klien) juga merasa seperti
itu?”.
3. Bercerita
Teknik bercerita merupakan teknik yang tepat untuk mengubah perilaku anak
untuk menjadi lebih baik. Perawat perlu memperhatikan penggunaan kata-kata
yang mudah dimengerti oleh anak. Sebagai contoh, perawat bisa bercerita
tentang seorang anak yang rajin makan sayur akan menjadi seperti pahlawan.
4. Saling Bercerita
Teknik ini bersifat lebih interaktif karena perawat dan anak saling bercerita.
Berbeda dengan teknik bercerita yang sifatnya satu arah kerena hanya perawat
saja yang bercerita.
5. Pertanyaan “Bagaimana jika”
Tujuan teknik ini adalah mendorong anak untuk mempertimbangkan
alternative pemecahan masalah dalam situasi tertentu. Sebagai contoh,
“Bagaimana jika merasa sakit, adik tarik napas dalam-dalam”.
6. Menulis
Ketika anak menolak berbicara dengan perawat, maka perawat bisa meminta
anak untuk menuliskan masalah tersebut. teknik ini sangat efektif pada anak
yang lebih besar seperti remaja. Perawat bisa meminta remaja untuk membuat
diary (catatan harian).
7. Menggambar
Menggambar merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Perawat
bisa mengetahui perasaan anak melalui gambar yang digambarkan oleh anak.
8. Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan. Ketika bermain, anak
memproyeksikan hal yang ada di dalam dirinya. Sambil bermain, perawat
dapat mengajak anak untuk melakukan melakukan sesuatu yang baik bagi
anak, misalnya mengajarkan cara menggosok gigi.
9. Nada suara
Gunakan nada suara lembut, terutama jika emosi anak dalam keadaan tidak
stabil. Hindari berteriak karena berteriak hanya akan mendorong pergerakan
fisik dan merangsang kemarahan anak semakin meningkat.
10. Ungkapan marah
Kadang-kadang anak merasa jengkel, tidak senang, dan marah. Pada situasi ini,
izinkanlah anak untuk mengungkapkan perasaan marahnya serta dengarkanlah
dengan baik dan penuh perhatian apa yang menyebabkan dia merasa jengkel
dan marah.Untuk memberikan ketenangan pada anak saat marah, duduklah
dekat dia, pegang tangan/pundaknya, atau peluklah dia. Dengan cara-cara
seperti tersebut, anak akan merasa aman dan tenang bersama Anda.
11. Sentuhan
Sentuhan adalah kontak fisik yang dilakukan dengan cara memagang sebagian
tangan atau bagian tubuh anak, misalnya pundak, usapan di kepala, berjabat
tangan, atau pelukan, bertujuan untuk memberikan perhatian dan penguatan
terhadap komunikasi yang dilakukan antara anak dan orang tua. Dengan kontak
fisik berupa sentuhan ini, anak merasa dekat dan aman selama komunikasi.
Teknik ini efektif dilakukan saat anak merasa sedih, menangis, atau bahkan
marah.
Komunikasi pada Bayi dan Balita
Pada umumnya, bayi berkomunikasi secara non verbal, contohnya apabila mereka
lapar atau BAK mereka mengungkapkan dengan menangis. Ketika diajak berbicara,
bayi hanya meresponnya dengan senyum. Perawat perlu memperhatikan bahwa bayi
akan mendapatkan kenyamanaan dari suara yang lembut, meskipun kata-katanya
tidak dimengerti. Suara yang keras dan kasar akan membuat bayi takut. Bayi yang
lebih besar (6 bulan) biasanya mengalami kecemasan dengan perpisahan. Oleh karena
itu, hindari berkomunikasi dengan bayi jika tidak sedang bersama dengan orang tua
terutama ibunya.
Tidak seperti bayi, balita sudah mampu berkomunikasi secara verbal dan non
verbal, walaupun perbendaharaan kata masih terbatas. Ketika berkomunikasi dengan
balita, jangan memaksakan kehendak anak, walaupun yang dikatakan perawat benar.
Dalam menjelaskan suatu prosedur tindakan keperawatan, sebaiknya perawat
membawa alat-alat secara langsung dan meminta anak untuk memegang alat tersebut.
dalam menjelaskan prosedur, gunakan kalimat-kalimat yang pendek atau sederhana
dan mudah dipahami.
C. Kasus
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dirawat di ruang Penyakit Dalam dengan
keluhan BAB cair 5x/hari. Hasil pemeriksaan diperoleh feses cair, bising usus
hiperaktif, pasien tampak lemas. Anak mengatakan ingin pulang dan bermain dengan
temannya. Pasien direncanakan diberikan obat melalui intravena.

D. Diagnosa Keperawatan
Diare

E. Rencana Keperawatan
Kolaborasi pemberian obat melalui intravena

F. Tugas
1. Bentuklah kelompok kecil ( 3—4 orang).
2. Tentukan peran masing-masing sebagai: anak, ibu dan ayah, perawat.
3. Diskusikan skenario percakapan sesuai tahap/fase komunikasi.
4. Praktikkan tahapan komunikasi yang sudah dibuat dengan cara bermain peran
sesuai peran masing-masing.
5. Lakukan role play secara bergantian dan setiap anggota harus pernah berperan
sebagai perawat.
G. Persiapan Alat
1. Alat tulis
2. Jam tangan.
3. Buku catatan
4. Buku pengkajian
5. Alat/bahan pendukung yang membantu dalam melakukan komunikasi
terapeutik (disesuaikan dengan kasus)
6. Alat/bahan pendukung lainnya (permainan) yang dapat digunakan sebagai
media bermain dan pengalihan anak, misalnya stetoscope mainan atau benda-
benda lain yang menjadi kesukaan anak

H. Tahap Komunikasi
1. Tahap Pra Interaksi
Perawat perlu mengevaluasi diri tentang kemampuan dan pengalaman yang
dimiliki terkait dengan percakapan yang akan dilakukan. Jika merasa tidak
siap, maka perawat perlu membaca standar atau diskusi dengan teman, atasan,
atau supervisor. Jika telah siap, maka perlu membuat rencana
interaksi/komunikasi. Hal-hal yang perlu disiapkan pada saat melakukan
interaksi.
a. Coba Anda menjawab pertanyaan berikut:
1) Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki tentang kondisi klien?
2) Hal yang akan diucapkan saat bertemu klien?
3) Bagaimana respons selanjutnya?
4) Adakah pengalaman interaksi yang negatif, atau tidak menyenangkan?
Jika ada, lakukan koreksi atau modifikasi dengan cara membaca dan
konsultasi dengan kelompok.
5) Bagaimana dengan tingkat kecemasan diri?
b. Penetapan tahapan interaksi.
1) Apakah ini interaksi pertama, lanjutan atau terakhir?
2) Apa tujuan pertemuan? (sesuai dengan siapa yang akan ditemui). Jika
akan bertemu dengan klien, lakukan pengkajian, observasi,
pemantauan, pelaksanaan, tindakan dan terminasi.
3) Apa tindakan yang akan dilakukan?
4) Bagaimana cara melakukan tindakan?
2. Tahap Orientasi
Salam terapeutik : “Halo, sayang, selamat pagi. Saya Ibu Desi. Bolehkah
salaman sama adik?” (sambil memberikan alat permainan untuk pengalihan)
Evaluasi dan validasi : “Adik tampan sekali, namanya siapa? Bagaimana
kabarnya? Mainannya bagus, apakah adik suka?”

Kontrak : “Adik sementara tidur di sini, ya. Ditunggu ayah dan ibu. Saya akan
memberikan obat ke tangan adik, dibantu oleh ibu, boleh, kan? Sebentar saja,
ya, supaya adik cepat sembuh”.
3. Tahap Kerja
Perawat : “Sebelum obatnya diberikan, ayo berdoa dulu bersama-sama ayah
dan ibu, semoga adik cepat diberikan kesembuhan. Bismillah”.
Pasien : (Respons anak)
Perawat : “Apakah adik sudah siap? Ayo, kita mulai, ya. Boleh pinjam
tangannya sebentar? Obatnya dimasukkan dulu, ya. Sakit sedikit, ya, sayang.
Bagaimana jika sakit, adik tarik napas dalam-dalam ya. Apakah adik
merasakan sakit?”
Pasien : (Respons anak: menangis atau menjerit)
Perawat : “Nah, sudah obatnya sudah selesai dimasukkan. Sakit atau tidak?
Adik adalah anak hebat karena berani. Obat ini diberikan supaya adik bisa
cepat sembuh dan bisa pulang”.
Pasien : (Respons anak)
Perawat : “Baiklah, sudah selesai. Adik boleh bermain sambil tiduran di atas
tempat tidur
Pasien : (Respons anak)
4. Tahap Terminasi
Evaluasi subjektif/objektif : “Bagaimana rasanya setelah dikasih obat?”
Rencana tindak lanjut dan kontrak yang akan datang: “Dua jam lagi saya akan
kembali untuk memeriksa kondisi adik”. “Selamat beristirahat, selamat siang”
FORMAT PENILAIAN OSPE
(OBJECTIVE STRUCTURE PRACTICAL EXAMINATION)

TINDAKAN
NO ASPEK YANG DINILAI
YA TIDAK
1. TAHAP PRA INTERAKSI
Membaca standar atau diskusi dengan teman, atasan, atau
supervisor.
2. TAHAP ORIENTASI
a. Memberi salam dan senyum kepada klien
b. Memperkenalkan nama perawat
c. Menanyakan nama panggilan yang disukai oleh klien.
d. Melakukan valisadi peran, kognitif, afektif, dan psikomotor.
e. Menjelaskan peran serta tanggung jawab perawat dan klien
f. Menjelaskan tujuan.
g. Menjelaskan waktu yang akan dibutuhkan.
h. Menjaga kerahasiaan
3. TAHAP KERJA
a. Memberi kesempatan kepada klien untuk bertanya.
b. Menanyakan keluhan utam klien.
c. Memulai tindakan dengan cara yang baik.
d. Melakukan tindakan dengan cara perencanaan
e. Melakukan salah satu teknik komunikasi pada anak, meliputi:
1) Pesan “Saya”
2) Teknik orang ketiga
3) Bercerita
4) Saling bercerita
5) Pertanyaan “Bagaimana jika”
6) Menulis
7) Menggambar
8) Bermain
4. TAHAP TERMINASI
a. Menyimpulkan tindakan : evaluasi proses dan hasil
b. Memberi reinforcement yang positif
c. Merencanakan tindakan lanjut dengan klien
d. Melakukan kontak (waktu, tempat, dan topic)
e. Mengakhiri tindakan dengan cara yang baik dengan tersenyum
5. KEHADIRAN FISIK
a. Berhadapan.
b. Mempertahankan kontak mata.
c. Membungkuk ke arah klien.
d. Mempertahankan sikap terbuka
e. Relaks

Anda mungkin juga menyukai