Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KOMUNIKASI

“Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa”

Dosen Pengampu :

Heppi Sasmita, S. Kep., M. Kep., Sp. Jiwa

Oleh :

Zahratul Jannah

193110200

1B

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kita semua dalam keadaan sehat dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari. Penyusun juga panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan keridhoan-Nya
makalah dengan judul “Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa” ini dapat terselesaikan
dengan baik tanpa kendala.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari
dukungan berbagai pihak, oleh karena itu kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah mendukung pembuatan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan untuk itu kritik dan saran yang
m,embangun dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini. Demikian kata
pengantar ini penyusun buat, semoga dapat bermanfaat, khususnya bagi diri pribadi dan
pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Payakumbuh, 9 April 2020

Zahratul Jannah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1

C. Tujuan Makalah ................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................ 2

A. Komunikasi Terapeutik .................................................................................... 2

B. Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa ............................................................ 2

C. Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa................................................ 3

D. Strategi Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa .................................... 4

E. Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa ............ 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 11

A. Kesimpulan ................................................................................................ 11

B. Saran ............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hubungan terapeutik antara perawat klien adalah hubungan kerjasama yang
ditandai dengan tukar-menukar perilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman ketika
membina hubungan intim yang terapeutik (Stuart dan Sunden, 1987: 103), sedangkan
Indrawati (2003) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan,dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien.
Gangguan jiwa yaitu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada
satu atau lebih fungsi kehidupan manusia. Gangguan jiwa atau penyakit jiwa adalah
pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stres atau kelainan
jiwa yang tidak dianggap sebagian bagian dari perkembangan normal manusia.
Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen
kognitif atau persepsi yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau
sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi terapeutik?
2. Apa itu pasien gangguan jiwa?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada pasien gangguan jiwa?
4. Apa strategi komunikasi yang dapat dilakukan pada pasien gangguan jiwa?
5. Bagaimana contoh pelaksanaan komunikasi pada pasien gangguan jiwa?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui komunikasi terapeutik.
2. Untuk mengetahui pasien gangguan jiwa.
3. Untuk mengetahui teknik yang tepat digunakan pada pasien gangguan jiwa.
4. Untuk mengetahui srategi berkomunikasi dengan pasien gangguan jiwa.
5. Untuk mengetahui contoh dari pelaksanaan komunikasi pada pasien gangguan
jiwa.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A) Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan klien
yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi masalah
klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya mencapai
kesembuhan klien.
Tujuan komunikasi terapeutik, yaitu :
1) Membantu mengatasi masalah klien untuk mengurangi beban perasaan dan pikiran.
2) Membantu mengambil tindakan yang efektif untuk klien/pasien.
3) Memperbaiki pengalaman emosional klien.
4) Mencapai tingkat kesembuhan yang diharapkan.
Kegunaan komunikasi terapeutik, yaitu :
1) Merupakan sarana terbina hubungan yang baik antara pasien dan tenaga kesehatan.
2) Mengetahui perubahan perilaku yang terjadi pada individu atau pasien.
3) Mengetahui keberhasilan tindakan kesehatan yang telah dilakukan.
4) Sebagai tolak ukur kepuasan pasien.
5) Sebagai tolak ukur komplain tindakan dan rehabilitasi.

B) Pasien Gangguan Jiwa


Menurut teori psychoanalitic, dijelaskan bahwa gangguan jiwa terjadi karena adanya
perilaku yang menyimpang pada manusia yang dapat diobservasi secara objektif melalui
struktur mentalnya, yaitu id, ego, dan superego. Teori ini menjelaskan bahwa deviasi
(gangguan) perilaku pada masa dewasa berhubungan dengan adanya masalah dalam tahap
perkembangan pada masa awal kehidupan. Setiap fase perkembangan mempunyai tugas-
tugas yang harus diselesaikan. Apabila banyak tugas tidak terselesaikan, akan
mengakibatkan konflik, energi psikologikal (libido) terfiksasi sehingga terjadi kecemasan.
Keadaan ini akan memunculkan gejala-gejala neurotik sebagai usaha mengontrol ansietas
yang terjadi.

2
C) Teknik Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa
Beberapa trik ketika harus berkomunikasi dengan penderita gangguan jiwa :
1) Pada pasien halusinasi, maka perbanyak aktivitas komunikasi, baik meminta klien
berkomunikasi dengan klien lain maupun dengan perawat, pasien halusinasi terkadang
menikmati dunianya dan harus sering dialihkan dengan aktivitas fisik.
2) Pada pasien harga diri rendah harus banyak diberikan reinfeorcement.
3) Pada pasien menarik diri sering libatkan dalam aktivitas atau kegiatan yang bersama-
sama, ajari dan contohkan c ara berkenalan dan berbincang dengan klien lain, beri
penjelasan manfaat berhubungan dengan orang lain dan akibatnya jika dia tidak mau
berhubungan dengan orang lain.
4) Pasien perilaku kekerasan, khusus pada pasien perilaku kekerasan harus direduksi
atau ditenangkan dengan obat-obatan sebelum kita support dengan terapi-terapi ,lain,
jika pasien masih mudah mengantuk maka perawat dan pasien lain bisa menjadi
korban.
Komponen yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi dengan pasien gangguan
jiwa :
1) Support system, dukungan dari orang lain atau keluargamembantu seseorang bertahan
terhadap tekanan kehidupan.
2) Mekanisme koping, merupakan cara seseorang berespon terhadap stressor.
3) Harga diri, merupakan pandangan individu terhadap dirinya.
4) Ideal diri, bagaimana cara seseorang melihat dirinya dan bagaimana dia seharusnya.
5) Gambaran diri, apakah klien menerima dirinya seutuhnya beserta kelebihan dan
kekurangannya.
6) Tumbuh kembang, trauma masa lalu akan mempengaruhi kesehatan jiwa masa
sekarang.
7) Pola asuh, kesalahan dalam mengasuh anak dapat mempengaruhi psikologis anak.
8) Genetika, gangguan jiwa dapat diturunkan secara genetis, bahkan pada saudara
kembar.
9) Lingkungan, lingkungan yang buruk merupakan salah satu pemicu munculnya
gangguan jiwa.
10) Penyalahgunaan zat, memicu terjadi depresi susunan saraf pusat, perubahan pada
neurotransmitter.
11) Perawatan diri, perawatan diri yang buruk dapat memicu muncul perasaan minder.
12) Kesehatan fisik, gangguan pada sistem saraf dapat merubah fungsi neurologis.

3
D) Strategi Komunikasi pada Pasien Gangguan Jiwa
1) Pada Klien Halusinasi
a) Sesi 1 yakni membantu klien mengenal halusinasinya, mengajarkan klien
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, membuat jadwal kegiatan harian.
b) Sesi 2 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, mengajarkan klien cara
minum obat (prinsip 6 benar obat), menganjurkan klien latihan dan memasukkan
latihan kedalan jadwal kegiatan harian.
c) Sesi 3 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien cara
bercakap-cakap untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian.
d) Sesi 4 yakni mengevaluasi jadwal kegiatan harian, mengajarkan klien melakukan
rutinitas terjadwal untuk mengontrol halusinasi, menganjurkan klien latihan dan
membuat jadwal kegiatan harian.
2) Pada Klien Waham
a) Sesi 1, membina hubungan saling percaya dengan klien, membantu orientasi
realita secara bertahap, mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi,
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yg tidak terpenuhi , menganjurkan pasien
memasukkan dalam kegiatan jadwal harian.
b) Sesi 2, mengevaluasi latihan sesi 1, membantu klien orientasi realita secara
bertahap, mengajarkan dan melatih klien tentang prinsip 6 benar obat.
c) Sesi 3, mengevaluasi latihan sesi 1 dan 2, membantu klien orientasi realita secara
bertahap, mengidentifikasi kemampuan positif klien, dan melatih satu kemampuan
yang dipilih.
d) Sesi 4, mengevaluasi latihan sesi 1, 2 dan 3, membantu klien orientasi realita
secara bertahap, mengajarkan dan melatih kemampuan kedua yang dipilih.
3) Pada Klien Resiko Perilaku Kekerasan
a) Sesi I :
(1) Membina hubungan saling percaya.
(2) Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
(3) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
(4) Mengidentifikasi perilaku kekerasan yg biasa dilakukan
(5) Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
(6) Mengidentifikasi cara konstruktif dalam merespon kemarahan.

4
(7) Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 dan 2 (teknik nafas dalam
dan pukul bantal).
b) Sesi II :
(1) Evaluasi latihan nafas dalam dan pukul bantal.
(2) Latih cara mengontrol marah dengan minum obat teratur.
(3) Menyusun jadwal kegiatan harian.
c) Sesi III :
(1) Evaluasi jadwal kegiatan harian (fisik 1 dan 2 serta cara obat).
(2) Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik,
meminta dgn baik, mengungkapkan perasaan dengan baik).
(3) Menyusun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal
d) Sesi IV :
(1) Evaluasi dan diskusikan hasil latihan sesi 1, 2, dan 3.
(2) Latih mengontrol PK dengan cara spiritual.
(3) Buat jadwal latihan spiritual yang telah dilatih.
4) Pada Klien Harga Diri Rendah
a) Sesi 1 :
(1) Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
(2) Membantu klien menilai kemampuan positif yang masih bisa digunakan.
(3) Membantu klien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih.
(4) Melatih kemampuan yang sudah dilatih.
(5) Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian.
b) Sesi 2 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian.
(2) Melatih klien melakukan kemampuan positif kedua yang dimiliki.
(3) Memasukkan kemampuan kedua dalam jadwal kegiatan harian.
c) Sesi 3 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian.
(2) Melatih klien melakukan kemampuan positif ketiga yang dimiliki.
(3) Memasukkan kemampuan ketiga dalam jadwal kegiatan harian.
d) Sesi 4 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian.
(2) Melatih klien melakukan kemampuan positif keempat.

5
(3) Memasukkan kemampuan keempat dalam jadwal kegiatan harian.
5) Pada Klien Isolasi Sosial
a) Sesi 1 :
(1) Membina hubungan saling percaya dengan klien.
(2) Membantu klien mengenal penyebab isos, keuntungan berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orla.
(3) Melatih klien cara berkenalan dengan 1-2 orang.
b) Sesi 2 :
(1) Mengevaluasi latihan di sesi 1.
(2) Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan 3-4 orang
sambil melakukan kegiatan).
c) Sesi 3 :
(1) Mengevaluasi latihan sesi 1 dan 2.
(2) Melatih klien berinteraksi secara bertahap (latihan berkenalan dengan 5-8
orang sambil melakukan kegiatan dalam kelompok).
d) Sesi 4 :
(1) Mengevaluasi latihan sesi 1, 2, dan 3.
(2) Melatih klien berinteraksi dengan orang di luar lingkungan RS (misalnya
belanja di warung).
6) Pada Klien Defisit Perawatan Diri
a) Sesi I :
(1) Menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
(2) Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
(3) Membantu klien mempraktikkan cara menjaga kebersihan diri.
(4) Menganjurkan klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
b) Sesi 2 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
(2) Menjelaskan cara makan yang baik.
(3) Membantu klien mempraktekkan cara makan yang baik.
(4) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
c) Sesi 3 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
(2) Menjelaskan cara eliminasi yang baik.
(3) Membantu klien mempraktikkan cara eliminasi yang baik.

6
(4) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
d) Sesi 4 :
(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
(2) Menjelaskan cara berdandan.
(3) Membantu klien mempraktikkan cara berdandan.
(4) Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
7) Pada Klien Resiko Bunuh Diri
a) Sesi 1 :
(1) Mengidentifikasi benda yang dapat membahayakan pasien.
(2) Mengamankan benda yang dapat membahayakan pasien.
(3) Melakukan kontrak terapid. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan
bunuh diri.
(4) Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
b) Sesi 2 :
(1) Mengidentifikasi aspek positif pasien.
(2) Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri.
(3) Mendorong pasien untuk menghargai diri sbg individu yang berharga.
c) Sesi 3 :
(1) Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien.
(2) Menilai pola koping yang biasa dilakukan.
(3) Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif.
(4) Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif.
(5) Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan
harian.
d) Sesi 4 :
(1) Membuat rencana masa depan yg realistis bersama pasien.
(2) Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis.
(3) Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis.

E) Pelaksanaan Komunikasi Terapeutik pada Pasien Gangguan Jiwa


DIAGNOSA KEPERAWATAN : Perilaku kekerasan
TUJUAN TINDAKAN KEPERAWATAN

7
Tujuan Umum : klien dapat mengontrol perilakunya dan dapat mengungkapkan
kemarahannya secara asertif.
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab dan tanda-tanda perilaku kekerasan.
2) Klien mampu memilih cara yang konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan.
3) Klien mampu mendemonstrasikan perilaku yang terkontrol.
4) Klien memperoleh dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku dan menggunakan
obat dengan benar.

Prolog :
Pagi hari pukul 09:30 AM di suatu Rumah sakit Jiwa Sambang Lihum, tepatnya di
dalam ruang perawatan pasien, sebelum masuk ke dalam ruangan, perawat yang bertugas
(dinas) di ruangan tersebut mempersiapkan diri untuk berhadapan langsung dengan
pasien, yaitu kesiapan fisik, mental, pengetahuan serta teknis.

ORIENTASI
Perawat : Selamat pagi Bu, perkenalkan nama saya Nelly Yulianty, Ibu bisa memanggil
saya Nelly. Saya adalah mahasiswi praktik di rumah sakit ini, jadi jika Ibu memerlukan
bantuan, saya akan siap membantu. Nama Ibu siapa, senangnya dipanggil apa?
Pasien : Diah.
Perawat : Iya Bu Diah, Bagaimana perasaan Ibu saat ini? Apakah masih ada perasaan
kesal atau marah?
Pasien : (Diam)
Perawat : Baiklah, sekarang kita akan berbincang-bincang tentang perasaan marah Ibu.
Berapa lama Ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Pasien : Jangan lama-lama, bosan saya di sini.
Perawat : Baik Bu, Ibu maunya kita bincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di sana
saja? (berpindah duduk dari dalam kamar pasien menuju tempat duduk di luar kamar
sambil menggiring pasien)
Pasien : Iya.

KERJA
Perawat : Apa yang menyebabkan Ibu marah?

8
Pasien : Mereka itu tidak pernah menghargai perasaan orang. Saya tahu, saya hanya anak
angkat (yatim piatu) dan saya tidak tamat SD, tapi saya juga manusia. Bahkan saya tidak
bisa sekolah karena uang orangtua kami dipakai buat sekolahnya mereka. Harusnya
mereka berterima kasih, saya sudah mau berkorban untuk mereka, mereka malah
menganggap saya beban dalam keluarga, selalu menatap saya dengan tatapan sinis,
seolah-olah saya memang sudah tidak bisa apa-apa lagi. Yang jelas saya merasa tidak
dihargailah. Betul-betul kurang ajar mereka.
Perawat : Mereka itu Kakak tiri-nya Ibu ya?
Pasien : Dan istrinya, sama saja tidak ada bedanya.
Perawat : Apakah sebelumnya Ibu pernah marah? Apakah penyebabnya sama dengan
sekarang?
Pasien : Iya.
Perawat : Oh... Jadi Ibu marah karena tidak dihargai dalam keluarga. Pada saat Ibu marah,
apa yang Ibu rasakan? Apakah Ibu merasakan kesal kemudian dada Ibu berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?
Pasien : Ya iya lah, namanya juga lagi marah,gimana sih kamu ini (muka meremehkan).
Perawat : Setelah itu apa yang Ibu lakukan.
Pasien : Apa yang ada disekitar saya ,saya lempar dan saya pecahkan.
Perawat : Oh iya, jadi Ibu memecahkan barang-barang yang ada disekitar Ibu, apakah
dengan cara ini mereka akan lebih menghargai Ibu?
Pasien : Tidak, tapi rasanya puas.
Perawat : Iya, tentu tidak. Apa kerugian dari cara yang Ibu lakukan?
Pasien : Mereka ketakutan. Mereka pikir saya pasti akan membunuh mereka semua.
Perawat : Betul, keluarga jadi takut kepada Ibu, barang-barang pecah, harus
mengeluarkan uang untuk membeli barang baru lagi. Menurut Ibu adakah cara lain yang
lebih baik? Maukah Ibu belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?
Pasien : Bagaimana?
Perawat : Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, Bu. Bagaimana kalau kita
belajar satu cara dulu?
Pasien : Iya.
Perawat : Begini Bu, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Ibu rasakan maka Ibu berdiri,
lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui
mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus, tahan,

9
dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, Ibu sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?
Pasien : Agak lebih tenang.
Perawat : Nah, sebaiknya latihan ini Ibu lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul Ibu sudah terbiasa melakukannya.

TERMINASI
Perawat : Bagaimana perasaan Ibu setelah berbincang-bincang tentang kemarahan Ibu?
Pasien : Lumayan lebih tenang.
Perawat : Iya, jadi penyebab dari kemarahan Ibu adalah karena tidak dihargai, dan yang
Ibu rasakan adalah kesal kemudian dada Ibu berdebar-debar, mata melotot, rahang
terkatup rapat, dan tangan mengepal. Yang Ibu lakukan adalah membanting dan
memecahkan barang-barang yang ada disekitar Ibu dan mereka semua ketakutan, semua
barang juga pecah dan berhamburan.
Perawat : Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah Ibu yang lalu, apa
yang Ibu lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya Bu? Sekarang kita buat jadwal latihannya ya Ibu, berapa kali sehari Ibu mau
latihan napas dalam?
Pasien : 3 kali.
Perawat : Jam berapa saja Bu?
Pasien : Jam 9 pagi, jam 12, dan jam 4 sore.
Perawat : Baik Bu, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain
untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini saja ya Bu, Selamat pagi.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal antara perawat dan
klien yang dilakukan secara sadar ketika perawat dan klien saling memengaruhi dan
memperoleh pengalaman bersama yang bertujuan untuk membantu mengatasi
masalah klien serta memperbaiki pengalaman emosional klien yang pada akhirnya
mencapai kesembuhan klien.
Menurut teori psychoanalitic, dijelaskan bahwa gangguan jiwa terjadi karena
adanya perilaku yang menyimpang pada manusia yang dapat diobservasi secara
objektif melalui struktur mentalnya, yaitu id, ego, dan superego. Teori ini
menjelaskan bahwa deviasi (gangguan) perilaku pada masa dewasa berhubungan
dengan adanya masalah dalam tahap perkembangan pada masa awal kehidupan. Trik
komunikasi dengan pasien gangguan jiwa, yaitu ada 4 trik. Komponen yang perlu
diperhatikan, yaitu : support system, mekanisme koping, harga diri, ideal diri,
gambaran diri, tumbuh kembang, pola asuh, genetika, lingkungan, penyalahgunaan
zat, kesehatan fisik, dan perawatan diri.

B. Saran
Sebagai seorang perawat yang melayani masyarakat, terutama melayani pasien
gangguan jiwa harus banyak sabar. Pasien gangguan jiwa sangat sensitif, terkadang
tenang terkadang dapat mengamuk. Selain sabar, perawat juga harus memiliki
kewaspadaan dalam menghadapi pasien gangguan jiwa.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta : Pusdik SDM.


Prameswari, Nila. 2016. Komunikasi Terapeutik dan Strategi Pelaksanaan
Komuniaksi pada Gangguan Jiwa.
https://www.academia.edu/19740158/Komunikasi_Terapeutik_Pada_Pasien_Gangguan_Jiwa
. Diakses tanggal 9 April 2010 Pukul 10.24.
Sarfika, Rika. Dkk. 2018. Buku Ajar Keperawatan Dasar 2 : Komunikasi Terapeutik
dalam Keperawatan. Padang : Andalas University Press.
Yulianty, Nelly dan Nordiah. 2013. Roleplay Perilaku Kekerasan Keperawatan Jiwa.
https://dieyachsyam.blogspot.com/2013/09/role-play-perilaku-kekerasan.html?m=1. Diakses
tanggal 9 April 2020 Pukul 12.28.

12

Anda mungkin juga menyukai