PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan
transkultural
merupakan
suatu
arah
utama
dalam
keperawatan yang berfokus pada study komparatif dan analisis tentang budaya
dan
sub
budaya
yang
berbeda
di
dunia
yang
menghargai
pola-pola
knowladge yang
tingkah
ilmiah
laku
dan
yang
bertujuan
humanistik
guna
mengembangkan body
memberi
tempat
of
praktik
keluarga,
kelompok,
maupun
masyarakat,
dapat
mencegah
memaksakan
nilai-nilai
budaya,
keyakinan,
dan
dengan
kesehatan.
apabila
budaya
Perencanaan
dan
pasien
tidak
implementasi
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Madura
Suku Madura adalah salah satu suku di provinsi Jawa Timur, yang
mendiami pulau Madura dan pulau-pulau kecil sekitarnya, seperti Gili Raja,
Sapudi, Raas, dan Kangean. Populasi suku Madura termasuk yang ke-3 terbesar
di Indonesia, diperkirakan lebih dari 6.800.000 orang. Masyarakat Madura
dikenal memiliki budaya yang khas, unik, dan identitas budayanya itu dianggap
sebagai jati diri individual etnik Madura dalam berperilaku dan berkehidupan
masyarakat. Madura dengan empat kabupaten merupakan wilayah dengan
jumlah penduduk yang sangat besar dibandingkan dengan wilayah lain di Jawa
Timur, dan angka kematian bayi di Madura sangat tinggi dibandingkan dengan
wilayah lain di Jawa Timur. Budaya ini sebenarnya merupakan sarkasme bagi
entitas budaya Madura.
Dalam sejarah orang Madura, carok adalah duel satu lawan satu, dan
ada
kesepakatan
sebelumnya
untuk
melakukan
duel.
Malah
dalam
akhirnya ketika orang madura berusaha membela diri, emosi dan membalas
secara fisik, terlihat seperti suku yang tempramental.
Bahasa Madura sebagai alat pemersatu orang-orang Madura dimana pun
mereka berada, sebenarnya adalah budaya dasar Madura. Akan tetapi, semakin
hari semakin lama, orang-orang Madura mulai jarang menggunakan bahasanya
sendiri. Sehingga dengan adanya kenyataan ini, pemerintah kota Surabaya
pernah mengadakan lomba pantun dan syair Madura. Tujuannya adalah tidak
lain untuk tetap melestarikan bahasa Madura sebagai bahasa daerah Madura.
Pandangan hidup orang Madura tidak dapat dipisahkan dari nilai-nilai
agama Islam yang mereka anut. Fakta sosiologisnya, yaitu hampir seluruh orang
Madura adalah penganut agama Islam. Ketaatan mereka pada agama Islam
sudah merupakan penjatidirian penting bagi orang Madura. Ini terindikasikan
pada pakaian mereka yaitu sampr (kain panjang), kebaya, dan burgo
(kerudung) bagi kaum perempuan, sedangkan sarong (sarung) dan songko
(kopiah atau peci) bagi kaum laki-laki sudah menjadi lambang keislaman
khususnya di wilayah pedesaan (Rifai, 2007: 446). Oleh karena itu, identitas
keislaman merupakan suatu hal yang amat penting bagi orang Madura.
Sesuai dengan ajaran Islam yang dianutnya, pandangan hidup orang
Madura menuntunnya untuk menjalani kehidupan demi pencapaian kebahagiaan
dunia dan akhirat. Untuk itulah kegiatan berikhtiar/berupaya menjadi sangat
penting bagi orang Madura, sebab pendekatan ini akan memperbesar
kemungkinan pencapaian semua keinginan dan tujuan (Munir 1985: 228).
Orang Madura sangat sadar bahwa hidup itu tidak hanya berlangsung di dunia
sekarang ini tetapi juga diteruskan kelak di akhirat. Itu sebabnya orang Madura
sangat yakin bahwa amal mereka di dunia ini akan dapat dijadikan bekal buat
kehidupannya di akhirat kelak. Ibadah agama dilaksanakan dengan penuh
ketekunan dan ketaatan karena dilandasi kesadaran dan keyakinan bahwa
mengaji menjadi bekal atau modal di akhirat.
Pandangan hidup orang Madura yang lain tercermin pula dalam
ungkapan bhuppa bhabhu ghuru rato. Orang Madura pertama-tama harus patuh
dan taat pada kedua orangtuanya, kemudian pada guru (ulama/kiai), dan terakhir
pada rato (pemimpin formal atau biasa disebut birokrasi). Kepatuhan atau
ketaatan kepada Ayah dan Ibu (buppa ban Babbu) sebagai orangtua kandung
atau nasabiyah sudah jelas, tegas, dan diakui keniscayaannya. Secara kulturak
ketaatan dan ketundukan seseorang kepada kedua orangtuanya adalah mutlak.
5
tidak
menutup
kemungkinan
para
bupati-kiai
bisa
jadi
menyikapinya dengan sikap dan perilaku dalam bentuk dwi fungsi. Yakni dalam
sikap dan perilakunya berfungsi dan berperan sebagai figur guru sekaligus
sebagai rato dalam segala macam situasi baik yang bersifat sosial-budayakeagamaan
maupun
bersifat
politik
formal
dalam
menjalankan
roda
pemerintahan. Dalam konteks ini tentu sangat diperlukan suatu kearifan agar
tidak terjadi benturan-benturan peran dan fungsi antara kedua figur itu yang
akibatnya akan sangat kontra produktif bagi pelaksanaan aktivitas pemerintahan
dan pembangunan daerah.
Mungkin hal lain yang sangat penting diperhatikan dan diperlukan adalah
semangat dan kemampuan kepemimpinan (leadership) yang memadai demi
terlaksananya semua kegiatan dan aktivitas pemerintahan dan pembangunan
daerah dengan sebaik-baiknya. Kepatuhan dan ketaatan dari setiap warga
masyarakat sangat penting demi kelancaraan dan efektifitas pelaksanaan tugastugas pemerintahan dan pembangunan daerah Madura ke depannya. Ini terkait
dengan
upaya
menumbuh
kembangkan
semangat
demokratisasi
serta
dari adat budaya Islam, hanya sebagian masyarakat Madura yang masih
memegang teguh ajaran Islamnya saja yang tidak melakukan prosesi tukar cincin
tersebut. Karena prosesi itu dilaksanakan sebelum akad nikah, dan dalam Islam
jika belum di akad nikah maka kedua orang laki-laki dan perempuan itu belum
menjadi mahram.
2.2 Perilaku Budaya Madura
Perilaku para ibu hamil di Madura lebih banyak mengkonsumsi nasi dan
sedikit jenis sayuran, dan sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu, konsumsi
daging pun sangat kurang, barangkali hanya ikan yang mereka konsumsi, itu pun
jumlahnya sangat tidak mencukupi. Dan terbebani dengan berbagai aktivitas
rumah tangga, sehingga seringkah mereka merasa lebih cepat lelah, hal ini
sebagai 'efek samping' dari anemia yang mereka alami, selain itu juga
menyebabkan bayi lahir secara prematur dan bayi lahir dengan berat badan
rendah. Hal yang menyebabkan angka kematian ibu dan anak tinggi di Madura
adalah
ketidak
percayaan
masyarakatnya
terhadap
tenaga
kesehatan
professional, mereka lebih memilih ke para dukun beranak yang berjenis kelamin
perempuan karena Islam yang melarang seorang perempuan untuk berdekatan
dengan laki-laki yang bukan kerabatnya (mahram = orang yang diharamkan
untuk dinikahi). Selain itu faktor Ekonomi menjadi faktor pendorong mengapa
banyak ibu hamil di Madura lebih memilih untuk mendatangi dukun dan tenaga
kesehatan non- professional.
2.3 Definisi Keperawatan Transkultural
Keperawatan transkultural merupakan istilah yang sering digunakan
dalam cross-cultural atau lintas budaya, intercultural atau antar budaya, dan
multikultural atau banyak budaya (Andrews,1999). Leininger merupakan ahli
antropologi keperawatan sejak pertengahan lima puluhan yang merencanakan
bahwa transkultural nursing merupaer mendefinisikan transkultural Nursing"kan
area
formal
yang
harus
diaplikasikan
dalam
praktik
keperawatan
(leininger,1999;McFarland,2002).
Leininger mendefinisikantranskultural Nursing sebagai area yang luas
dalam keperawatan yang mana berfokus pada komparatif studi dan analisis
perbedaan kultur dan subkultur dengan menghargai perilaku caring, nursing care
dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku dengan tujuan
9
perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik
dan kultur yang universasl dalam keperawatan (Andrews and Boyle,1997:
Leininger dan McFarland,2002). Tujuan dari transkultural dalam keperawatan
adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan kultur. Selain itu juga untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dalam keperawatan yang humanis sehingga
terbentuk
praktik
keperawatan
sesuai
dengan
kultur
dan
universal
(leininger,1978).
2.4 Konsep Utama Keperawatan Transkultural
Leininger (2002), beberapa asumsi yang mendasari konsep transkultural
berasal dari hasil penelitian kualitatif tentang kultur, yang kemudian teori ini
dipakai sebagai pedoman untuk mencari culture care yang akan diaplikasikan.
1)
Human caring merupakan fenomena yang universal dimana
ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara culture satu tempat
2)
3)
4)
serta
Keperawatan
adalah
mempersatukan
fenomena
tindakan
transkultural
keperawatan.
dimana
perawat
5)
6)
nilai,
kepercayaan
dan
pola
ekspresi
yang
mana
kehidupan atau
kematian serta keterbatasan.
Nilai kultur berkenaan dengan keputusan/kelayakan yang lebih
tinggi atau jalan yang diinginkan untuk bertindak atau segala sesuatu
10
periode tertentu.
Perbedaan kulturdalam keperawatan adalahvariasidari pengertian
pola,
9)
nilai
atau
simbol
dari
perawatan,kesehatan
atau
untuk
10)
kondisi manusia.
Etnosentris adalah kepercayaan yang mana satu ide yang dimiliki,
11)
11
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Kasus
Sebuah keluarga di daerah Madura yang istrinya (Ny. B) seorang petani
yang berumur 28 tahun dan suaminya (Tn. B) seorang nelayan berumur 30 tahun
yang pulang ke rumah seminggu sekali. Mereka bersuku Madura beragama
islam yang sangat berpegang teguh pada ajarannya. Suatu ketika istrinya hamil,
dia lebih banyak mengonsumsi nasi dan sedikit mengonsumsi sayuran, dan
sangat jarang mengonsumsi telur dan susu, konsumsi daging pun sangat kurang,
dan hanya mengkonsumsi ikan, itu pun jumlahnya sangat tidak mencukupi. Dia
juga sering memeriksakan kehamilannya kepada dukun beranak yang ada di
desanya karena tidak percaya dengan tenaga profesional.
Setalah sembilan bulan, dia mulai merasakan kontraksi yang hebat.
Kemudian oleh sang suami dibawa ke rumah seorang dukun yang berada di
desanya. Setelah satu jam ditangani oleh dukun tersebut, ternyata bayi (bayi B)
ibu tersebut memiliki berat badan yang kurang dari 2400 gram. Bapak dan ibu
bayi tersebut khawatir dengan kondisi bayinya yang kurang dari berat ideal (3000
gram). Dukun bayi tersebut kebingungan dan tidak bisa berbuat apa-apa karena
dukun tersebut tidak memiliki peralatan medis sama sekali.
Bapak dan ibu tersebut kebingungan karena dukun yang dipercayainya
tidak bisa membantu sang bayi. Akhirnya mereka membawa bayi mereka pulang
ke rumah. Setelah dua hari bayi tersebut berada di rumah, bayi tersebut
mengalami demam yang cukup tinggi. Kemudian oleh kedua orang tuanya, sang
bayi di bawa ke seorang dukun yang dipercayai keluarganya secara turunmenurun oleh keluarganya. Dukun tersebut memberikan sebotol air untuk
diberikan kepada sang bayi.
Beberapa hari kemudian air yang diberikan oleh kyai itu habis, tetapi sang
bayi masih demam. Tetangga mereka yang menjadi seorang perawat
menyarankan kepada mereka untuk membawa sang bayi ke rumah sakit agar
mendapat penangan medis. Orang tua sang bayi tidak mau karena mereka tidak
percaya pada tenaga medis yang proposional. Akhirnya sang bayi dibawa ke
rumah dukun lagi, karena mereka sangat percaya kepada pengobatan alternatif.
12
Sang dukun menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit, karena sang dukun
tidak mampu mengatasi keadaan sang bayi.
Keesokan harinya, mereka membawa bayi mereka ke sebuah rumah
sakit. Setelah diperiksa, bayi tersebut berat badannya kurang karena dari factor
sang ibu pada saat hamil hanya mengkonsumsi nasi, sedikit jenis sayuran,
sangat jarang mengkonsumsi telur dan susu. Padahal makanan tersebut sangat
bermanfaat bagi kesehatan karena protein berperan untuk mendukung
perkembangan tubuh dan sel otak, manfaat sayur bagi kesehatan yaitu
membentuk sel darah merah untuk sang ibu dan mencegah anemia bagi sang
bayi, dan manfaat susu bagi kesehatan yaitu membentuk tulang dan gigi bayi.
Sehingga diduga untuk bayi yang berat badannya kurang dari berat ideal
bayi baru dilahirkan karena efek dari sang ibu yang kurang mengkonsumi sayur,
telur, protein, dan susu. Jadi untuk menghindari bayi lahir dengan berat badan
kurang ideal yaitu dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna secara
rutin.
3.2 PENGKAJIAN
1. Nama perawat
Tgl pengkajian
Jam pengkajian
2. Identitas pasien
Nama pasien
Usia
Agama
Jenis kelamin
Pekerjaan
Alamat
Suku
Bangsa
Tgl masuk RS
Jam masuk RS
No rekam medis
: Bhisma Prihaswara
: 12 September 2014
: 09.00 WIB
: Ny. B
: 28 Tahun
: Islam
: Perempuan
: Petani
: Jl.Cemara 12, Sumenep
: Madura
: Indonesia
: 12 September 2014
: 07.00 WIB
: 12324501
3. Penanggung jawab
Nama
Usia
Agama
Jenis kelamin
Pekerjaan
Status pernikahan
Hubungan dengan klien
Alamat
: Tn. B
: 30 Tahun
: Islam
: Laki-laki
: Nelayan
: Menikah
: Suami
: Jl.Cemara 12, Sumenep
13
Suku
Bangsa
: Madura
: Indonesia
4. Data Biokultural
Beberapa komponen yang spesifik pada pengkajian transkultural:
a. Faktor teknologi
Faktor ini menguraikan alasan klien memilih dukun beranak sebagai
tempat rujukan untuk bersalin. Ini dikarenakan tradisi keluarga klien yang lebih
percaya kepada dukun beranak ketimbang tenaga kesehatan professional.
b. Faktor agama dan falsafah hidup
Pasien beragama islam, dan memeluk erat agama islam. Ini terbukti dari
mereka lebih memilih ke dukun yang berjenis kelamin perempuan. Dalam agama
islam melarang seseorang yang bukan mahramnya untuk berdekatan atau
bersinggungan.
c. Faktor sosial dan keterikatan keluarga
Klien sangat dekat dengan keluarga nya hubungan nya harmonis, di
tinjau dari suaminya yang mengantarkannya ke dukun beranak dan ke rumah
sakit. Menunjukkan bahwa pasien juga dekat dengan keluarganya. Dan sangat
patuh terhadap tradisi keluarga terbukti mereka mengutamakan bersalin ke
dukun beranak.
14
yaitu petani dan suaminya seorang nelayan. Serta ditinjau dari kendaraan becak
yang di pakainya menuju dukun beranak dan rumah sakit .
h. Faktor pendidikan
Di tinjau dari kasus, klien merupakan orang yang berpendidikan rendah.
Karena dilihat dari segi pekerjaannya dia seorang buruh tani, dan suaminya yang
merupakan seorang nelayan. Hanya saja klien beserta keluarganya kurang
mengetahui bahwa makan cabai setelah melahirkan itu dianggap kurang baik.
15
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Intervensi
Dalam kasus ini, perawat menggunakan pendekatan negosiasi. Intervensi
yang bisa dilakukan berupa :
4.1.1
4.1.2
4.1.3
kesehatan professional.
Melakukan penyuluhan tentang pengobatan secara medis yang dilakukan
sebagai penanganan pertama sebelum melakukan pengobatan alternatif.
Negosiasi dengan pendekatan problem solving ini diharapkan dapat
meluruskan persepsi klien. Maka perawat harus mampu mengubah budaya klien.
Hanya saja dalam pelaksanaan tindakannya tidak dapat langsung menyalahkan
tetapi dengan dukungan, dengan pemberian informasi yang kuat dan dengan
penuh kesabaran memberikan informasi tentang bahayanya bagi kesehatan si
bayi.
Pada bab ini membahas tentang asuhan keperawatan pada Ny. B.
Adapun ruang lingkup dari pembahasan ini adalah sesuai dengan proses
keperawatan yaitu mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
(intervensi), pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi.
4.2 Pengkajian
Proses pengkajian yang dilakukan pada Ny. B dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik langsung ke Ny. B, selain itu
penulis mendapatkan keterangan dari keluarga Ny. B, diskusi dengan perawat
ruangan dan dari catatan medis keperawatan Ny. B . Pelaksanaan pengkajian
mengacu pada teori, akan tetapi disesuaikan dengan kondisi Ny. B saat dikaji.
16
dan
4.4 Evaluasi
17
menilai,
meningkatkan
mutu asuhan
keperawatan
melalui
18
BAB 5
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Keperawatan Transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya
pada proses belajar dan praktek keperawatan yang focus memandang
perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat
dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan
ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
5.2 SARAN
5.2.1
Masyarakat
suku
Madura
masih
berpegang
teguh
pada
tradisi
budaya
yaitu
secara
bertahap
menawarkan
19
DAFTAR PUSTAKA
Dochter, Joanne Mecloskey, Phd dkk. 2004. Nursing Intervention Classification.
Jakarta : Mosby Elevier
Doengoes, Marilyann E Dkk. 1993 Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan. Jakarta :
EGC
dr. Suririna.2008.Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan.Jakarta:Gramedia
Pustaka Utama.
Astawan, Made.2008.Khasiat Warna-warni Makanan.Jakarta:Gramedia Pustaka
Utama.
http://MADURA/DENGAN/MASALAH/KESEHATAN_IPUTUJUNIARTHASEMARA
PUTRA.htm (diakses pada tanggal 15 November 2014. Pukul 09.00
WIB)
http://www.maduratea.com.au/ (diakses pada tanggal 15 November 2014. Pukul
11.00 WIB)
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1260/suku-madura
(diakses pada
20