Anda di halaman 1dari 21

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan suku dayak


B. Adat kelahiran Dayak Kenyah
C. Pengobatan Oleh Dayak Kenyah
D. Masalah Kesehatan apa saja yang ada di budaya tersebut.
E. Peran Perawat Dalam Menghadapi Suku Dayak
F. Perilaku Kebudayaan Madura yang Mendukung Pelayanan Kesehatan
G. Budaya Makan Masarakat Madura
H. Penyakit yang Sering terjadi pada Masyakat Madura

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Kritik dan Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Dr. Madeleine Leininger Pada awal karirnya sebagai perawat, Leininger


mengakui pentingnya konsep “peduli” dalam keperawatan. Teori peduli bertujuan
untuk memberikan budaya pelayanan keperawatan kongruen melalui “tindakan bantu,
mendukung, fasilitatif, atau memungkinkan kognitif berbasis atau keputusan yang
sebagian besar dibuat khusus agar sesuai dengan individu, kelompok, atau lembaga
budaya nilai-nilai, keyakinan, dan lifeways. Selama tahun 1950-an Leininger
mengalami apa yang menggambarkan sebagai kejutan budaya ketika dia menyadari
bahwa pola-pola perilaku berulang pada anak-anak tampaknya memiliki dasar budaya.
Leininger mengidentifikasi kurangnya pengetahuan budaya dan perawatan
sebagai rantai yang hilang untuk pemahaman keperawatan tentang banyak variasi
yang diperlukan dalam perawatan pasien untuk mendukung kepatuhan, penyembuhan,
dan kesehatan. Wawasan ini adalah awal yang baru membangun dan penomena terkait
dengan pelayanan keperawatan disebut keperawatan transkultural. Leininger adalah
pendiri gerakan keperawatan transkultural dalam pendidikan penelitian dan praktek

 Tahun 1991, beliau menerbitkan teorinya tentang perawatan


keanekaragaman budaya dan universal dan menciptakan istilah “culturally
congruent care’ sebagai tujuan dari teorinya. Teori ini diuraikan dalam
buku keanekaragaman budaya perawatan dan universal. Mengembangkan
metode ethnonursing dan melakukan penelitian di lapangan dengan
membaur hidup bersama Suku Gadsup di dataran tinggi Timur di New
Guinea tentang perawatan transkultural.

Keperawatan Transkultural adalah suatu proses belajar dan pelayanan keperawatan


yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan,
dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Tujuan dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti
dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transkultural dalam meningkatkan
kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori
caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan
tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan kepada manusia sejak lahir hingga
meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi,
struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Indonesia merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Hal ini dapat
dilihat dari kondisi sosikultural, agama maupun geografis yang begitu beragam dan luas
.Sekarang ini, jumlah pulau yang ada di wilayah Negara kesatuan republik indonesia
(NKRI) sekitar 13.000 pulau besar dan kecil. Populasi penduduknya berjumlah lebih
dari 200 juta jiwa, terdiri dari 300 suku yang menggunakan hampir 200 bahasa yang ber
beda. Selain itu mereka juga menganut agama dan kepercayaan yang beragam seperti Is
lam, Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam aliran
kepercayaan .
B. Rumusan Masalah.
1. Bagaimana praktik keperawatan yang ada di suku dayak ?
2. Bagaimana pratik keperawatan yang ada di suku Madura?

C. Tujuan Penulisan.
Tujuan penulisan makalah ini untuk lebih mengenal beragam budaya Indonesia,
khususnya “Suku Dayak Kenyah dan Madura”. Begitu pentinya suatu kebudayaan
maka kita sebagai generasi penerus haruslah menjaga kebudayaan kita sendiri,
mafaatnya bukan hanya untuk diri kita saja namun kebudayaannya adalah harta yang
paling berharga dan harus tetap dijaga keberadaannya agar tidak termakan era
globalisasi dan menjadikan kita lupa suatu budaya bangsa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Perkembangan Suku Dayak.


Orang yang disebut Dayak itu hanyalah ada di Kalimantan, sedang kenapa
mereka disebut Dayak atau “Orang Dayak“ dalam bahasa Kalimantan secara umum
berarti “Orang Pedalaman“ yang jauh dan terlepas dari kehidupan kota.Dulunya
memang begitu dimana- mana ada perkampungan suku dayak, mereka selalu
berpindah kesatu daerah lain, jika dimana mereka tinggal itu ada orang dari suku lain
yang juga tinggal atau membuka perkampungan didekat wilayah tinggal mereka
disebut “dayak” berarti tindakannya hanya untuk satu suku, melainkan bermacam-
macam seperti suku dayak kenyah, suku dayak hiban, suku dayak tunjung, suku dayak
bahau,suku dayak benua, dayak basaf, dan dayak punan yang masih pula disertai
puluhan “Uma” (Anak Suku) dan tersebar diberbagai wilayah kalimantan.
Pada kurun waktu sebelum abad 20, secara keseluruhan suku dayak ini tak
mengenal agama Kristen dan Islam,dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka
mempercayai berbagai pantangan yang tandanya diberikan oleh alam. Pantangan
dalam kehidupan masyarakat dayak kenyah hanya ada 2 yaitu ; pantangan yang
membawa kebebasan sehingga populasi mereka bertambah banyak dan ada pula
karena pantangan berakibat populasi mereka semakin sedikit dan kini malah hampir
punah. Seperti misalnya kehidupan yang tak boleh berbaur dengan masyarakat lain
dari suku mereka. Pantangan ini membuat mereka selalu hidup tak tenang dan selalu
berpindah-pindah. Sehingga kehidupan mereka tak pernah maju bahkan cenderung
tambah primitif, misalnya saja seperti suku dayak punan.
Suku yang satu ini susah untuk berkomunikasi dengan masyarakat umum.
Kebanyakan mereka tinggal di hutan-hutan lebat di dalam gua-gua batu dan
pegunungan yang sulit di jangkau. Mata pencaharian suku dayak kebanyakan adalah
nelayan dan petani karena tempat dekat dengan sungai Kapuas dan juga perkebunan
inilah suku dayak masa kini sedikit demi sedikit mereka mulai meninggalkan mitios-
mitos yang dulu sempat ada di masa lalu.
B. Adat Kelahiran Dayak Kenyah.
Jika ada istri dari suku dayak kenyah melahirkan maka bunyi-bunyian gong dan
gendang terus dikumandangkan jangan sampai tangisan anak itu terdengar oleh
binatang-binatang dihutan sebab itu adalah pantangan maka akan berkembang mitos
“Anakmu akan sial sepanjang zaman”.

C. Pengobatan Oleh Dayak Kenyah.


Dukun dari suku dayak bernama “Dayung” dia bisa menyembuhkan sakit
seseorang dengan cara telur ayam diletakkan diatas kepala dan Dayungpun
mengucapkan mantera : “ni atau sio dimana, menyat tolong lait nyenggau”
“diterjemahkan” tolong berikan air yang dapat menghidupkan. Kepada si sakti, ayam
dibunuh lalu darahnya diteteskan ketubuhnya, kepada hantu-hantu doa dipanjat yaitu ;
semoga penderita di sembuhkan. Bila si penderita tidak dapat tertolong dipukulah
gong sebagai penberitahuan kepada penduduk yang ada dikampung atau dihutan
bahwa sudah terjadi kematian,lelaki warga kampung bersenjata membacoki dinding
rumah dan tiang-tiang sebagai tanda memerangi hantu-hantu yang mengakibatkan
kematian.
D. Masalah Kesehatan apa saja yang ada di Budaya tersebut ?
Bagi suku Dayak di pedalaman kaliamantan, penyakit beserta pengobatannya, sangat
erat kaitannya dengan alam relijius mereka tentang ajaran Kaharingan.
suku Dayak mempercayai Balian sebagai penyembuh mereka. Masyarakat dayak
biasanya menggunakan ritual tertentu yang di pimpin oleh seorang Balian dalam
pengobatan suatu penyakit. Bagi masyarakat dayak keberadaan Balian sudah ada
sejak zaman nenek moyang mereka dan balian adalah seorang perempuan yang
bertugas sebagai mediator dan komunikator antara manusia dan makluk lain yang
keberadaannya tidak terlihat secara kasat mata.

E. Peran Perawat dalam menghadapi suku Dayak


Peran merupakan tingkah laku yang diharapkan orang lain terhadap seeorang, sesuai
kedudukannya dalam suatu sistem. Peran perawat di pengaruhi oleh keadaan sosial
baik dalam maupun luar profesi perawat bersifat Konstan, Dohenmy (1982)
mengidentifikasi beberapa elemen perawat profesional meliputi:
1. Care Giver :
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatn yang meliputi : melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan evaluasi yang benar, menegakan
diagnosis keperawatan hasil analisis data, merencanakan intervensi keperawatan
sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara
pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang ada, dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah di lakukannya.
2. Client Advocate :
Sebagai Advocate client, perawat berfungsi penghubung antar client dengan
tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan client, membelah
kepentingan client dan menbatu client memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang di berikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional
maupun peofesional. Selain itu, perawat juga harus dapat memperthankan dan
melindungi hak-hak client antara lain :

1. Hak atas informasi pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib
dan peraturan yang berlaku di rumah sakit
2. Hak mendapat informasi yang meliputi antara lain : penyakit yang di
deritannya, tindakan medik apa yang hendak di lakukannya alternatif lain
beserta resiko.
3. Konselor tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interakisi client terhadap keadaan sehat sakitnya.
4. Edukator sebagai pendidik client perawat membantu client meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik yang di terima sehingga client / keluarga
dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang di ketahuinya
5. Collabolator perawt bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga
dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna
memenuhi kebutuhan kesehatan client
6. Coordinatordalam menjalankan peran sebagai coordinator perawat dapat
melakukan hal berikut :
 Mengkoordinasi seluruh pelayanan keperawatan
 Mengatur tenaga keperawatan yang akan bertugas
 Mengembangkan sistem keperawatan
 Memberikan informsi
7. Change Agent sebagai pembaru, perawat mengdakan inovasi dalam cara
berfikir, bersikap, bertiangkah laku dan menningkatkan keterampilan client
atau keluarga agar menjadi sehat
8. Consultan untuk menghadapi fenomen yang ada dalam masyarakat, maka
perawat dalam menjalankan perannya harus dapat memahami tahapan
pengembangan kompetensi budaya yaitu :

Pertama :

1. Pahami bahwa budaya bersifat dinamis


2. Hal ini merupakan proses komulatif dan berkelanjutan
3. Hal ini di pelajari dan di bagi dengan orang lain
4. Perilaku dan budaya ini di tunjukan oleh masyarakat
5. Budaya bersifat kreatif dan bermaka dalam hidup
6. Secara simbolis terlihat dari bahasa dan interaksi
7. Budaya menjadi acuan dalam berfikir dan bertindak
Kedua :
1. Menjadi peduli dengan budaya sendiri.
2. Proses pemikiran yang terjadi pada yang lain, tetapi dalam bentuk atau arti
yang berbeda
3. Bias dan nilai budaya di tafsirkan secara internal
4. Nilai budaya tidak selalu tampak kecuali jika mereka berbagi secara sosial
dengan orang lain dalam kehidupan sehari-hari
Ketiga :
1. Menjadi sadar dan peduli dengan budaya orang lain terutama client
yang di asuh oleh perawat sendiri
2. Budaya menggambarkan keyakinan baha banyak ragam budaya yang
ada sudah sesuai dengan budayanya masing-masing.
F. Perilaku Kebudayaan Masyarakat Madura yang Mendukung Kesehatan

Karena pentingnya kesehatan bagi seseorang, maka masyarakat tradisional Madura


memiliki mekanisme untuk menjaga kesehatannya. Jauh sebelum melakukan upaya-upaya
yang sifatnya pengobatan, masyarakat telah memiliki konsepsi pencegahan agar tidak terjadi
suatu musibah yang disebut sakit maupun penyakit. Diantaranya adalah:
1. . Tata Letak Bangunan
Konsepsi pencegahan terhadap penyakit ini pertama-tama dimulai dari lingkungan
rumah. Komponen rumah yang perlu mendapatkan perhatian agar dapat
menghindarkan dari berbagai ancaman (termasuk penyakit) adalah pemilihan tempat
dan pengaturan letak bangunan (tata letak) atau yang dikenal sebagai hong sui dalam
kebudayaan China.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Madura mengenal dua hal yang
harus dihindari (menjadi pantangan) dalam memilih tempat untuk perumahan, yaitu :
a. Tempat (tanah) yang “nombak lorong” : yaitu tempat yang berhadapan lurus
dengan jalan umum, baik jalan besar ataupun kecil. Tempat seperti ini akan
memungkinkan pintu rumah atau pintu pekarangan rumah akan berada lurus
dengan arah jalan. Tempat seperti ini menurut keyakinan orang madura akan
memberikan kegoncangan dalam hidup, termasuk penyakit.
b. Tempat (tanah) yang “nombak tobun”. Tobun adalah sawah atau ladang.
Nombak tobun artinya berhadapan lurus dengan sawah atau ladang. Menurut
kepercayaan, tempat yang demikian akan menyebabkan penghuninya mudah
terserang penyakit
.
2. Tradisi (Upacara) Selamatan
Konsepsi pencegahan terhadap suatu penyakit yang kedua tampak dari tradisi
upacara ritual yang berkaitan dengan siklus kehidupan manusia madura. Terdapat
upacara adat yang didalamnya dilakukan permohonan keselamatan, kesehatan dan
kesejahteraan hidup kepada Tuhan. Upacara tersebut meliputi upacara nandhai (jika
seorang istri ada tanda-tanda hamil), upacara pelot pertama (bila kehamilan mencapai
3 bulan), upacara pelot betteng atau pelet kandhung (jika kehamilan mencapai usia 7
bulan), upacara kelahiran (menjelang kelahiran), upacara toron tanah (jika bayi telah
lahir berusia 7 bulan) dan upacara khitan (usia 10 tahun, bagi anak laki-laki).
(Abdurachman, 1999)
Ada satu lagi ritual masyarakat madura berkaitan dengan upaya penolakan
terhadap kemungkinan terjadinya bala’ (musibah, wabah penyakit). Upacara adat ini
disebut Rokat Tolak Balak. Misalnya di suatu tempat terjadi berjangkit wabah
penyakit muntah dan berak (muntaber), tentu hal ini sangat merisaukan masyarakat.
Maka kemudian datanglah seorang berilmu (kiyahi) yang menyarankan
perlunya dilakukan upacara rokat dengan bahan upacara yang sudah ditentukan.
Bahan upacara yang diperlukan terbuat dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Bahan
dari tumbuhan misalnya bigilan (biji buah nangka = panjilan) yang ditaruh di leppe’
(piring kecil atau piring untuk cangkir) untuk upacara nandhai. Jumlah bigilan
tergantung umur kehamilan, jika kehamilan usia 1 bulan, maka ditaruh sebuah
bigilan, jika usia kehamilan bertambah 2 bulan, maka ditaruh 2 buah bigilan, dan
seterusnya. Bunga rampai yang terdiri dari kembang babur, dua buah kelapa gading,
jamu tradisional dek ceceng (bahannya : temu, jerango, kunyit, daun pepaya), jamu
bengkes, dan cengkele serta nasi ketan untuk upacara pellet beteng atau pellet
kandhung. Bubur nasi dengan gula merah, bunga telon (kantil, mawar, kenanga)
untuk upacara rokat. Bahan dari hewan terdiri dari ayam, telur dan ayam polos (putih
atau hitam) untuk upacara daur hidup dan upacara rokat tolak bala’.
Semua ritual yang dilakukan menunjukkan bahwa budaya Madura erat
kaitannya dengan konsep makrokosmos-mikrokosmos pada pemahaman (budaya)
Jawa. Keserasian hubungan antara mikrokosmos (alam kecil = alam manusia) dan
makrokosmos (alam besar, jagad raya, Tuhan Semesta Alam) mrupakan pangkal
tolak terwujudnya kesehatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup. Sementara itu
ketidak harmonisan hubungan antaranya merupakan pangkal dari gangguan
kesehatan, wabah penyakit dan ketidak tentraman. Akulturasi budaya Jawa-Madura
ini memang terjadi sejak masa lampau, yaitu ketika masa kejayaan kerajaan hindu
Singosari, Mojopahit dan kerajaan Islam Demak, Pajang di Jawa Tengah dan
Mataram di Yogyakarta. Madura merupakan wilayah teritorial dari kerajan-kerajaan
besar di Jawa.
Jenis-jenis upacara selamatan yang ada kepentingannya dengan pencegahan
penyakit pada masyarakat Madura dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Aburdah (menambah ketenangan /kekuatan batin bagi orang yang sakit) dan
Rabu bekasan (yang didoakan untuk pengobatan penyakit).Rokatan Rokat
asal kata barokah, umumnya dilakukan di bulan Muharram tgl 1 atau 10 yaitu
rokat pekarangan, rokat bumi. Dengan tujuan mengharap terhindar dari
penyakit dan gangguan kesehatan, nasib buruk dan segala bentuk gangguan
kejahatan. Rokat pekarangan sejajar tidak ditanam, sedangkan rokat bumi
sejajar ditanam.
2. Rokat Beliunih Upacara selamatan ini dilakukan untuk mengembalikan
kebahagiaan dan harta yang hilang ketika meninggalnya salah satu
keluarganya. Beliunih artinya kembali asal dilakukan pada hari ke-7 dari
kematiannya. Cara melakukan sama dengan rokat diatas perbedaannya: ayam
tidak usah dipilih yang berbulu tertentu, tidak ada yang ditanam, tidak ada
jarum, telur dan ramuan. Do’a sama yang dilakukan
3. Rokat ngalle Upacara ini dimaksudkan untuk mendapatkan suatu keberkatan
hidup di suatu tempat yang baru ditempati dirumah baru. Ngalle artinya
pindah, menurut Bapak Nasibah desa Gadu Barat, cara-caranya sama dengan
rokat pekarangan, tetapi secara jelas belum kami ketahui karena adat ini
sudah jarang dilakukan.
4. Rokat Disah Upacara rokatan ini adalah selamatan untuk keamanan desa dan
terhindarnya dari serangan penyakit mendadak biasanya dilakukan di tengah
desa. Belum ditemukan cara-cara yang sebenarnya karena sudah jarang
dilakukan dan dirubah pada cara-cara Islami yaitu dengan menghatamkan Al-
Qur’an di Masjid. Dilakukan oleh 30 orang, kebagian membaca 1 juz do’anya
sama dan makanan terserah kesepakatan masyarakat tanpa ada cara-cara yang
berbau mistis, biasanya diawali dengan pembacaan al-Fatihah pada Nabi,
sahabat, thabi’ien, waliyullah, para guru dan sesepuh desa yang sudah
meninggal, kemudian baca Al-Qur’an sendiri-sendiri setelah selesai baca do’a
pangrokat ditambah do’a khatmil Qur’an (do’a yang ada diakhir surat-surat
Al-Qur’an ) baru kemudian makan bersama.
5. Rokat petik laut Yaitu selamatan para pelaut karena banyaknya ikan yang bisa
ditangkap berupa sesajen makanan dan kepala hewan yang dibawa ketengah
laut dan ditenggelamkan cara yang sebenarnya belum diperoleh informasi
yang falid karena letaknya jauh dari jangkauan kami.
6. Rokat sangke Bumih Adalah suatu selamatan yang mirip rokat pekarangan
ditujukan untuk memperoleh keselamatan di suatu tempat yang sering terjadi
kecelakaan dilakukan pada tanggal yang disukai. Do’anya sama dan tanpa ada
peralatan yang ditanam, air ramuan menggunakan air kumkuman yang dibuat
dari air dicampur bidan dan bunga-bungaan. Sesajen yang diletakkan diambil
dari makanan yang dimasak. Sedangkan ayam yang disembelih berbulu apa
saja asal didada dan leher bagian bawah hingga ekor bawah berbulu orange
atau dikenal dengan ayam sangke bumih.
7. Ajenneng Adalah suati prosesi untuk mengawinkan suatu bangunan dengan
bumi yang ditempati kalau dulu tiang kayu dikawinkan dengan pondasi
dilakukan agar penghuni rumah senang menempati rumah tersebut yang
diwujudkan dengan rajinnya seseorang merawat rumah seperti menyapu tiap
hari dan lainsebagainya. Ajennang suatu rumah biasanya biasanya dilkukan
setelah rumah tersebut selesai dibangun para peserta upacara dalah para
tukang bangunan yang telah melakukan pengajian rumah hingga selesai.
3. Tradisi Perawatan Tubuh Dan Kecantikan
Konsepsi pencegahan terhadap suatu penyakit yang ketiga tampak dari
kebiasaan masyarakat untuk selalu merawat kesehatan dengan berbagai ramuan.
Untuk perawatan tubuh (fisik) seseorang terdapat lebih dari 10 macam ramuan.
Perawatan yang dilakukan mulai dari bagian tubuh paling atas (mahkota) yaitu
rambut, bagian muka, mata, telinga dan hidung hingga perawatan tubuh bagian
bawah (kaki). Perawatan muka tidak saja berkaitan dengan kesehatan, tetapi juga
kesegaran dan kecantikan. Keramas dengan air abu merang, bedak lulur dengan
meniran, gosok gigi, pembersihan lubang hidung dan telinga adalah perawatan
mahkota tubuh. (Handayani, 2003)
Bagian tubuh di bawah mahkota yang mendapat perhatian adalah bagian dada
dan perut. Bagian dada (khususnya wanita) yang memperoleh perhatian cukup adalah
payudara. Perawatan payudara ditujukan agar bagian ini nampak montok. Perawatan
dilakukan dengan pemijatan dan meminum ramuan. Bagi yang sedang memberikan
ASI pada anaknya, perawatan dilakukan deengan meminum ramuan kejja atau daun
katu’ dengan tujuan memperlancar ASI. Sebaliknya, pada bagian perut perawatan
justru ditujukan untuk merampingkan. Ramuan yang digunakan adalah “galian
singset”.
Bagian tubuh lain yang mendapatkan perhatian cukup besar adalah bagian
kemaluan. Terutama bagi wanita, bagian ini merupakan organ yang sangat
dipentingkan dalam perawatan. Ramuan untuk perawatan alat reproduksi wanita
sering disebut “sari rapet”, “rapet wangi” atau “galian rapet”. Ramuan ini sangat
popular dan menempati rangking tertinggi dalam pembuatan maupun penjualan
ramuan di seluruh Madura. Ramuan ini sangat dikenal oleh wanita remaja dan
dewasa. Efek ramuan secara kesehatan akan menghilangkan keputihan, yaitu
penyakit yang sangat umum dijumpai pada vagina. Secara kemesraan hubungan
suami istri ramuan ini diakui akan meningkatkan rasa kepuasan hubungan dan
keharmonisan rumah tangga.
Perawatan kesehatan yang dilakukan dengan menggunakan ramuan dapat
diidentifikasi berdasarkan bagian yang dirawat dan saat (umur) orang yang dirawat.
Jadi tidak hanya untuk anggota tubuh, melainkan juga fase kehidupan seseorang.
Berdasarkan fase kehidupan ini ditemukan berbagai perawatan seperti perawatan
terhadap balita, terhadap anak, terhadap remaja dan terhadap dewasa serta terhadap
manula.
Ramuan tradisional untuk perawatan rambut secara khusus kami tidak
menemukan hanya sebatas perawatan sederhana yang dilakukan masyarakat dahulu
sebelum munculnya aneka shampo. Mereka membersihkan rambut hanya dengan
menggunakan air tirisan abu dapur. Yang dibilaskan kerambut ketika keramas. Abu
yang paling bagus adalah abu dari tempurung kelapa. Sebagian masyarakat
menggunakan paceh (mengkudu merah) dilumatkan dan dibilas ke kepala baru
kemudian disisir. Dua cara tadi cukup bagus karena sama berbusa layaknya shampo,
manfaat/khasiat yang dikenal: rambut hitam, subur, anti uban dan kemilau.
Ramuan perawatan muka belum ditemukan ragamnya yang dikenal masyarakat
adalah bedak lulur berbentuk bundar yang dipakai ketika habis mandi atau sebelum
tidur. Bahan yang digunakan adalah beras yang direndam 1 cangkir, kunyit/temu
lawak/temu kuning sebesar telur itik, beng ramuk (Madura) secukupnya (sepeti
pohon sereh, tapi akarnya harum) seluruh bahan dihaluskan dan dibuat bundaran
kecil seperti telur cecak (bedak pelkeran : Madura).
Ramuan khusus untuk payudara belum kami temukan. Ramuan yang kami
temukan hanya satu resep kesegaran yang dibuat menjadi satu untuk khasiat yang
banyak yaitu, mengencangkan payudara dan seluruh kulit (otot). Ramuan untuk
mengecilkan perut, mengencangkan otot vagina, mengurangi lendir dan fit setiap
hari. Bahan-bahannya : telur itik 3/1 butir pinang muda 1 buah, jahe I jari, sa’ang
halus 3/7 biji, bawang putih 3 siung, air apu bening (air kapur) 1 gelas. Bahan-bahan
dihaluskan dan diambil airnya dicampur semua dan diminum 2x seminggu.
Ramuan Untuk penghilang bau badan dan bau vagina, menggunakan sa’ang 21
biji halus, sirih temu urat 7/21 lembar. Daun delima putih 1 genggam caranya
dimasak dengan 2 gelas menjadi 1 gelas, diminum tiap mau tidur atau agi hari
lakukan tiap 2x seminggu.
Ramuan khusus untuk perawatan penis belum ditemukan. Beberapa penjual
jamu memang menyediakan penis oil yang diproduksi dari luar Madura. Minyak ini
konon digunakan untuk memperbesar ukuran penis.
Orang Madura biasa merawat gigi dan mulut bukan dengan ramuan tetapi
dengan menyusur (apenah) dimana cara atau kebiasaan tersebut berhasiat memelihara
gigi menjadi kuat dan mulut terhindar dari luka dan kuman atau bakteri. Bahan-bahan
ramuan lain untuk dikunyah dan ditelan airnya bahan-bahan sirih, kapur sirih, pinang,
gambir, bawang putih, ukuran/dosis terserah ramuan kedua sirih, bawang putih dan
gula pasir.
Ada perawatan bagi calon pengantin yang dikenal di Madura khususnya di desa.
Perawatan bagi calon pengantin lebih difokuskan pada laki-laki karena kejantanan
seorang pria dapat menjadi penentu langgeng tidaknya perkawinan. Seorang pria
yang tidak jantan (impotent pada malam pertama akan menjadi aib bagi pihak
keluarga pria. Maka ia akan lebih baik pulang kerumah hingga ia yakin dirinya
sembuh. Dengan begitu pengantin wanita hampir tidak dipersiapkan. Cara yang
digunakan sangat beragam, ada yang melalui jalur mistis ada pula yang rasional
(terapi pijat). Cara mistis tetap menjadi cara yang rahasia sehingga sulit diungkap dan
sangat banyak ragamnya, sedangkan cara pijat membutuhkan keahlian khusus yang
sangat sulit untuk dipelajari sekilas cara yang digunakan adalah sebagai berikut:
Pertama sang calon diinjak bagian paha belakang hingga lemas, tandanya ketika
diinjak kaki tidak terasa dingin atau kesemutan, kemudian dipijat bagian perut yang
difokuskan untuk memperbaiki sistem pencernaan dan memijat otot-otot di tulang
pinggang (olor: Madura) yaitu otot dan urat yang sejalur dengan uarat penis. Orang
yang impoten olornya akan lembek, tetapi orang yang mudah ejakulasi dini olornya
terlalu kencang. Teknik demikian dilakukan 1 sampai 5 kali tiap 4 hari sekali.
Ramuan yang digunakan adalah tekanan yang memulihkan tenaga dan urat. Seperti
jahe, kunci, laos, akar atau daun sirih dlingo, bawang putih, bubuk kopi, campuran
(cuka+gula) dan telur ayam/itik 3/5/7 butir. Bahan-bahan diambil airnya dicampur
semua mentah-mentah dan diminum.
Ramuan untuk perawatan bagi orang yang baru melahirkan di Madura sudah
banyak dikenal. Ramuan jamu sehabis melahirkan disatukan pada jamu ramuan yang
dikenal dengan “bu abuh” yaitu berfungsi, mengecilkan perut vagina, membersihkan
rahim, memulihkan tenaga: bahan utama adalah air abu dapur utamanya abu batok
kelapa ½ ember ± 4 liter air dari perasan empon-empon bawang putih, bangle, asam
dan cuka + gula semua bahan di ambil airnya dimasak dengan air abu (landena abu:
Madura) kecuali cuka, cuka dipakai ketika mau minum. Ramuan ini diminum 2 x
sehari, 1x1 gelas untuk menguras kotoran di rahim yang oleh orang Madura dikenal
dengan “aeng koneng” caranya dengan meminum air perasan mengkudu + cuka +
gula (campuran) maka ia akan terhindar dari penyakit kuning dan lemah syahwat.
Paket perawatan untuk calon pengantin putri belum ditemukan, hanya ada cara
menambah elok seorang perempuan ketika mau dinikahkan oleh para pengias
pengantin yang dikenal dengan istilah “pangaber” semacam ilmu pelet tetapi islami,
teknik ini sulit juga diungkap karena menjadi rahasia mereka.
Manusia yang hidup merupakan kesatuan dari jiwa dan raga. Dimensi
kehidupan terdiri dari banyak aspek, mulai dari aspek fisik, aspek psikis, aspek
sosial, aspek ruhani, aspek budaya hingga aspek emosi. Interaksi manusia dengan
lingkungan sosial dan budayanya akan mempengaruhi dimensi kognitif,
mempengaruhi dimensi fisik maupun dimensi kesehatan. Aspek lingkungan lokal
yang memberikan ruang bagi terjadinya interaksi individu, kelompok indiviodu
maupun masyarakat memberikan corak tersendiri terhadap pola pikir dan budaya,
termasuk cara pandang terhadap kesehatan, dan pencegahan penyakit. Dari perspektif
inilah munculnya tradisi masyarakat dalam bidang kesehatan yang memiliki nilai
kebenaran berdasarkan pengalaman spasial. Konsepsi kesehatan menurut budaya
Madura adalah salah satu representasi dari tradisi lokal di bidang kesehatan yang
memiliki keterbatasan dari sisi spasial. (Achmadi, 1998)
Kesehatan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah suatu keadaan
yang menunjukkan tidak hanya absennya penyakit saja melainkan juga suatu kondisi
yang baik secara sosial, mental, spiritual dan aspek lainnya. Kesehatan dapat
diperoleh dari berbagai sebab (input). Masyarakat tradisional meyakini bahwa
kecuali penyebab yang bersifat lahiriah (fisikal), kesehatan juga dapat disebabkan
oleh hal-hal yang bersifat non lahiriah dan oleh karenanya tidak tampak (ghaib).
Dalam merespon penyebab terjadinya gangguan kesehatan inilah setiap masyarakat
dapat memiliki variasi dalam hal cara mengatasi, cara mencegah dan juga upaya
promotifnya. Sangat dimaklumi jika secara tradisional, terdapat budaya masyarakat
untuk memperoleh hidup sehat, mencegah terjadinya gangguan penyakit melalui
suatu upaya yang berupa konsep pantangan atau anjuran dalam berbagai aspek
kehidupan termasuk dalam pendirian rumah tinggal, ritual atau seremonial, dan
konsep perawatan tubuh.
Konsep kesehatan menurut pandangan tradisional adalah merupakan satu
kesatuan, dengan kata lain, kesehatan itu tidak bisa di pisah pisahkan antara bagian
satu dengan lainnya. Hal ini dilatar belakangi oleh kepercayaaan bangsa bangsa
tradisional di dunia bahwa kesehatan bukan hanya berkenaan dengan berfunginya
organ- organ yang menyusun tubuh kita. Menurut pandangan kesatuan realitas
bangsa tradisional, kesehatan yang baik itu meliputi kondisi mental, fisik, kejiwaan/
spiritual, dan emosional yang stabil dari seseorang, anggota keluarga, dan
lingkungannya (Wilson, 1971), demikian juga dengan jaminan ekonominya. Dalam
latar belakang kehidupan bangsa tradisional, akan dipandang tidak wajar bila
seseorang yang tidak bisa menghidupi dirinya dan keluarganya dari hasil satu musim
panen untuk mengatakan pada orang lain bahwa dia dalam keadaan sehat. Ini
disebabkan karena eksistensi yang begitu berarti yang satu kesatuan bagian dari
kesehatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat tradisional. Sofora (1982:26)
menyatakan bahwa kesehatan yang baik menurut bangsa tradisional di dunia adalah
merupakan suatu keharmonisan hubungan antara segala hal yang ada di sekitar kita,
dengan Tuhan, dengan makhluk yang terlihat dan yang tidak terlihat.

Ilmu kesehatan barat yang dibangun dengan paradigma ilmu modern memiliki
seperangkat metode yang sangat berbeda dengan ilmu kesehatan tradisional,
sekalipun tujuannya sama yaitu mencapai hidup sehat. Ilmu kesehatan masyarakat
(modern) tentu tidak mengenal atau memasukkan unsur-unsur tradisional dalam
menganalisis suatu penyebab terjadinya penyakit (etiologi). Ilmu kesehatan
masyarakat (modern) tidak akan sampai pada kesimpulan bahwa dunia gaib yang
berupa setan, jin dan mahluk halus berpartisipasi sebagai penyebab terjadinya
gangguan kesehatan. Sebaliknya ilmu kesehatan tradisional menjangkau masalah ini.
Tradisi yang merupakan sekumpulan pengetahuan masyarakat (endegenous
knowledge) mengakui keberadan dunia mistis, dunia yang tidak kasat mata yang
dapat mempengaruhi derajat kesehatan seseorang. Kenyataan ini hampir dapat
ditemukan di semua kelompok masyarakat.

Dalam hal pembangunan rumah, ilmu kesehatan modern hanya berbicara


mengenai struktur bangunannya. Misalnya bangunan rumah hendanya memiliki
ventilasi dan pencahayaan yang baik. Ilmu kesehatan modern tidak berurusan
dengan dimana rumah itu akan dibangun, bagaimana posisinya maupun kapan
saatnya membangun yang sehat. Sementara itu ilmu kesehatan tradisional
menjangkau masalah yang lebih pelik lagi. Tradisi budaya masyarakat memberikan
tuntunan dalam membangun rumah tinggal sampai pada posisi tanah tempat rumah
akan didirikan, arah hadap dari rumah maupun waktu yang baik untuk memulai
pembangunan rumah. Semua pertimbangan tradisional ini adalah terkait erat dan
dalam kerangka kesehatan penghuninya yang dapat dikelompokkan sebagai upaya
pencegahan maupun promosi kesehatan.

Dalam hal upacara selamatan, tentu ilmu kesehatan modern steril dari masalah
ini. Dunia kesehatan modern tidak mengenal sama sekali metode pencegahan suatu
wabah penyakit melalui ritual selamatan. Ritual selamatan walaupun secara isi
memiliki harapan akan kehidupan seseorang atau sekelompok orang yang sehat
tetapi proses pemerolehannya tidak dikenal sebagai cara atau metode operasional
kesehatan modern. Sementara itu ilmu kesehatan tradisional dengan mudah dapat
menjabarkan secara leluasa fungsi dan manfaan ritual sebagai sarana pencegahan
suatu penyakit.

Satu hal yang relevan dan memiliki alasan yang masuk akal menurut kesehatan
modern adalah promosi kesehatan dengan menggunakan perawatan tubuh dan
ramuan tradisional. Pemakaian unsur-unsur alam berupa mineral, hewan maupun
tumbuhan dikenal oleh ilmu kesehatan modern sebagai cara untuk memperoleh
kesehatan. Bahkan ilmu pengobatan modern sampai saat ini banyak yang
mendasarkan pada penggunaan unsur alam sebagai cara memperoleh kesehatan.
Karena unsur alam diketahui mengandung senyawa tertentu yang berkhasiat untuk
penyembuhan atau peningkatan derajat kesehatan.

G. Budaya Makan Masyarakat Madura.

Pada masyarakat Madura tidak terlalu mengenal masalah budaya makan, akan
tetapi mereka memiliki keyakinan bahawa satu hari harus makan 3 kali. Namun
seiring dengan berjalannya waktu, kepercayaan itu lama-lama memudar. Selain itu,
masyarakat madura memiliki kebiasaan yang unik, karena setiap mereka makan
porsi nasi dan lauk berbeda, porsi nasi sangat banyak sedangkan lauknya sangatlah
sedikit. Apabila waktu makan harus bersama-sama, yang mencirikan kebersamaan.
Cara masyarakat Madura makan juga hampir sama dengan masyarakat Jawa lainnya.
Diantaranya, apabila waktu makan tidak boleh didepan pintu, tidak boleh sambil
bicara, waktu makan tidak boleh terdengar suara (yang istilah orang maduranya
kecap). Makanan sampingan masyarakat Madura adalah nasi jagung dan ketela
pohon, jadi apabila setelah makan nasi mereka biasanya memakan makanan
sampingan tersebut. (Agoes Azwar, 2000).

H. Penyakit yang Sering Terjadi pada Masyarakat Madura.


1. Hipertensi karena kebanyakan masyarakat madura banyak mengkonsumsi
daging kambing. (Achmadi, 1998)
2. Penyakit kulit karena sebagian masyarakat madura banyak yang tinggal
didaerah pesisir. (Achmadi, 1998)
3. Infeksi karena sebagian masyarakat madura masih menggunakan teknik
tradisional dalam menangani luka. Sehingga kesterilannya kurang. (Achmadi,
1998)
4. Pernafasan, karena daerah madura cuacanya panas, sehingga banyak debu
yang berhamburan yang bisa menyebabkan ganggguan pernafasan. (Achmadi,
1998)
5. Penderita gizi buruk masih cukup tinggi. Di Kabupaten Pamekasan dari bulan
Januari hingga April 2010 tercatat 10 penderita gizi buruk, di Kabupaten
Bangkalan terdapat 17 penderita gizi buruk yang harus dirawat intensif.
Sementara menurut data Badan Pusat Satistik (BPS) tahun 2007 menyebutkan
tingkat kemiskinan di Madura terparah di Jawa Timur. Laju pertumbuhan
ekonominya pun paling lambat sekitar 4,8 persen (Surabaya 6,9 persen).
Survei Gerdu Taskin 2007 menyebutkan, angka kemiskinan tertinggi di Jatim
diduduki Kabupaten Sampang dengan jumlah penduduk miskin 51 persen,
posisi kedua Kabupaten Pamekasan dengan penduduk miskin 35 persen.
Sementara data kemiskinan yang tercatat berdasarkan Pendataan Program
Perlindungan Sosial (PPLS) tahun 2008, di Kabupaten Sampang terdapat
150.386 Rumah Tangga Miskin (RTM) dan 540.678 Penduduk Miskin (PM)
tertinggi dibanding daerah lainnya. Kabupaten Pamekasan di urutan ke dua
dengan 109. 017 RTM dan 362. 017 PM, Bangkalan 97. 519 RTM dan 331.
838 PM, Sumenep 11. 049 RTM dan 33.231 PM. Sedangkan Produk
Domestik Regional Bruto penduduk Madura tercatat Rp 2,875 miliar, berbeda
jauh dengan Surabaya yang mencapai Rp 67,6 miliar. Kendati tingkat ekonomi
masyarakat Surabaya cukup makmur, akan tetapi tidak terlepas pula dari kasus
gizi buruk. Melihat kenyataan tersebut di atas, seharusnya gerakan makan ikan
mendesak dibudayakan lagi, terutama untuk memenuhi kecukupan gizi anak
balita. Sosialisasi budaya makan ikan ini sebaiknya melibatkan semua
komponen masyarakat, rumah tangga, posyandu, sekolah, instansi pemerintah
dan swasta. Komoditas ikan mempunyai kandungan protein berkisar antara
20-35 persen, menjadi sumber protein utama dalam konsumsi pangan. Selain
mengandung omega 3 tinggi yang melebihi produk hewani dan nabati, ikan
juga mengandung eikosa pentaenooat (EPA) yang dapat mencegah penyakit
yang berhubungan dengan kolesterol. Omega 3 telah terbukti mencegah
aterosklerosis yang akan mencegah penyakit jantung juga meningkatkan
kecerdasan otak dan memperbaiki penglihatan. Kandungan gizi lain yang
penting dari ikan dan produk laut adalah vitamin, terutama vitamin A, serta
mineral penting seperti zat besi, kalsium, dan iodium untuk mendukung proses
tumbuh kembang anak dan mencegah penyakit gondok. ( Okilukiti, 2010 ).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Bagi suku Dayak di pedalaman Kalimantan, penyakit beserta pengobatannya,
sangat erat kaitannya dengan alam Relegios mereka. Masyarakat Dayak cenderung
melihat penyebab dari suatu penyakit dengan cara metafisik. Suku Dayak
mempercayai balian sebagai pnyembuh mereka. Masyarakat Dayak biasa
menggunakan ritual tertentu yang dipimpin oleh seorang balian dalam pengobatan
suatu penyakit.
bagi suku Madura dalam kehidupannya hanya mengenal dua kelompok
manusia yaitu, Same dan Bagai. Dari sisi kehidupan sosial, mereka sangat
menghormati nilai – nilai sosial budaya masyarakat Bagai.mereka menggunakan
pahat yang berfungsi untuk menggantikan gunting, 2 buah buah hansap plas sebagai
pengganti plester.

B. Saran.
Hendaknya Perawat memiliki pengetahuan dan skill tentang latar belakang suku yang
ingin dibina yang cukup agar dapat bersosialisasi dan membantu mengubah kebiasaan
jelek dari budayanya untuk meningkat kualitas kesehatan para penduduk.
DAFTAR PUSTAKA

 http://syamsulhudaa.blogspot.//2013/11/keperawatan-transkultural-
makalah.html?m=1
 http://ifablogpsikunik.blogspot.in/2011/02/keperawatan-
transkultural.html?m=1
 http://chandrawiguna.com/biografi-madeleine-leininger//

Anda mungkin juga menyukai