intrapartum (HIP)”
Ns Dian Roza Adila,M.Kep
Kelompok 3
Pendarahan intrapartum disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor predisposisi adalah anemia yang berdasarkan prevalensi di negara
berkembang merupakan penyakit yang paling bermakna. Penyebab pendarahan intrapartum paling sering adalah atonia uteri serta retensio
plasenta, laserasi serviks atau vagina, rupture uteri dan inversi uteri, dan koagulopati.
a) Atonia uteri yaitu pendarahan segera setelah bayi lahir dan uterus tidak
berkontraksi serta lembek
b) Robekan jalan lahir dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri pasca persalinan dengan uterus berkontraksi baik biasanya nya oleh robekan
jalanlahir
c) Retensio plasenta yaitu tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar
gangguan pelepasan plasenta oleh gangguan kontraksi uterus
d) Inversio uteri itu bagian atas uterus memasuki cavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalam kavum uteri yang terjadi
secara tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta lahir.
e) Ruptura uteri adalah di mana kondisi yang dapat membuat seluruh lapisan dinding rahim robek sehingga membahayakan kesehatan ibu dan
bayinya. Hal ini terjadi karena panggul yang terlalu sempit, ada tumor pada jalan lahir, ada bekas operasi sesar di rahim dan dan letak janin yang
melintang.
f) Koagulopati adalah di mana kemampuan darah untuk koagulasi atau menggumpal untuk membentuk trombus atau bekuan mengalami
gangguan di mana kondisi ini ini dapat menyebabkan terjadinya kecenderungan pendarahan yang berkepanjangan atau berlebihan.
Manifestasi klinis
Perdarahan saat menjelang persalinan terjadi akibat robekan vena kecil karena
pembukaan mulut rahim. Biasanya pendarahan terjadi akibat adanya renggangan dan
pecahnya pembuluh darah plasenta, sebagai akibat penipisan dan pembukaan mulut
rahim menjelang masa persalinan. Satu perlima perdarahan saat hamil tua disebabkan
kondisi plasenta previa, yaitu keadaan di mana plasenta (ari-ari) menutupi seluruh
atau sebagian mulut rahim. Pada berbagai kasus, plasenta previa ditandai keluarnya
darah berwarna merah cerah dari vagina, tanpa disertai nyeri.
Efek terjadinya pendarahan yang banyak tergantung pada volume darah sebelum
melahirkan, derajat hipervolemia-terinduksi kehamilan, dan derajat anemia saat
persalinan. Kehilangan banyak darah dapat di tandai dengan penderita menjadi syok,
pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, serta ekstrimitas dingin.
(Pieter, H. Z. 2013)
Patofisiologi dan WOC (web of caution)
Perdarahan intrapartum adalah yang terjadi pada saat proses persalinan, misalnya
karena ruptura uteri/pecah rahim. Perdarahan intrapartum memiliki berbagai
penyebab seperti laserasi vagina, laserasi uterus selama operasi caesar, plasenta
invasif abnormal dan 90% pasien dengan variasi plasenta akreta yang memerlukan
terapi transfusi peningkatan risiko perdarahan karena plasenta akreta selama
persalinan.
Pemeriksaan Penunjang
Prinsip dasar yang harus segera dilakukan pada semua kasus perdarahan
intrapartum adalah menilai kondisi ibu dan janin, melakukan resusitasi secara tepat
apabila diperlukan, apabila terdapat fetal distress dan bayi sudah cukup matur untuk
dilahirkan maka perlu dipertimbangkan untuk terminasi kehamilan dan memberikan
Imunoglobulin anti D pada semua ibu dengan rhesus negatif.23
Penanganan ibu dengan plasenta previa simtomatik meliputi : setelah
terdiagnosis maka ibu disarankan untuk rawat inap di rumah sakit, tersedia darah
transfusi apabila dibutuhkan segera, fasilitas yang mendukung untuk tindakan bedah
sesar darurat, rencana persalianan pada minggu ke 38 kehamilan namun apabila
terdapat indikasi sebelum waktu yang telah ditentukan maka dapat dilakukan bedah
sesar saat itu juga.
Cara pesalinan ditentukan oleh jarak antara tepi plasenta dan ostium uteri
internum dengan pemeriksaan USG transvaginal pada minggu ke 35 kehamilan.
Apabila jaraknya >20 mm persalinan pervaginam kemungkinan besar berhasil.
Apabila jarak antara tepi plasenta dengan ostium uteri internum 0-20 mm maka besar
kemungkinan dilakukan bedah sesar, namun persalinan pervaginam masih dapat
dilakukan tergantung keadaan klinis pasien.
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
D.0012 L.07060 I.02045
• Identifikasi
riwayat
perdarahan pada
kehamian lanjut
(mis. abruption.
PIH, dan
plasenta previa)
• Monitor risiko
terjadinya
perdarahan
• Monitor jumlah
kehilangan darah
• Monitor kadar
Hb, HI, PT dan
APTT
sebelum dan
sesudah
perdarahan
• Monitor fungsi
neurologi
• Monitor membran
mukosa,
bruising dan
adanya
petechie
Terapeutik
• Lakukan
penekanan
pada area
perdarahan,
jika periu
• Berkan kompres
dingin, jika periu
• Pasang oksimetri
• Berikan oksigen
nasal
3 L/menit
• Posisikan supine
• Pasang IV line
dengan selang
infus tranfusi
• Pasang kateter
untuk
meningkatkan
kontraksi uterus
• Lakukan pijat
uterus untuk
merangsang
kontraksi uterus
Kolaborasi
• Kolaborasi
pemberian
transfusl darah,
jika periu
• Kolaborasi
pemberian
uterotonika,
antikoagulan. jika
perlu
Diagnosa keperawatan:
Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
2. Mempercepatpersalinan dengan
operasi
caesar
3. Amniotomi
4. Oksitosin
5. Amniotomi plus oksitosin
Comparison (C) 1. Membuat keputusan untuk mempercepat
kelahiran berdasarkan faktor risiko yang
berbeda atau ambang intervensi yang
diidentifikasi oleh pengamatan yang sama
seperti pada kelompok intervensi:
ginjal, kadar hemoglobin postnatal, perdarahan
intrapartum primer mayor atau berat (didefinisikan
sebagai kehilangan darah >1000 ml), dan postpartum
perdarahan, termasuk perdarahan postpartum sekunder.
Morbiditas ini memiliki dampak yang cukup besar pada
hasil klinis serta pengalaman wanita bersalin dan
melahirkan, dan pada biaya. Komite juga
memprioritaskan morbiditas utama pada bayi sebagai
hasil kritis, termasuk hipoksia iskemik ensefalopati
(HIE), palsi serebral, cacat perkembangan saraf atau
keterlambatan perkembangan, dan anemia neonatus.
Morbiditas ini mempengaruhi sisa hidup bayi. Panitia
memprioritaskan lahir mati intrapartum sebagai hasil
yang kritis karena ini adalah hasil yang paling serius dan
kemungkinan terburuk bagi bayi dan pengalaman wanita
tersebut. Komite menilai kematian ibu sebagai hasil
penting daripada hasil kritis karena terjadi lebih jarang
daripada morbiditas ibu. Komite menilai pengalaman
wanita bersalin dan melahirkan, termasuk pengalaman
pendamping kelahirannya, pemisahan wanita dan bayi,
dan inisiasi menyusui, sebagai hasil penting karena
intervensi untuk perdarahan intrapartum dapat memiliki
dampak yang cukup besar pada pengalaman kelahiran
dan tentang pilihan kelahiran di masa depan. Selain itu,
beberapa intervensi dapat mengakibatkan pemisahan
wanita dan bayi, yang dapat berdampak
negatif pada menyusui dan
kesehatan mental perinatal. Komite
menilai cara melahirkan sebagai
hasil yang penting karena jika
intervensi yang berbeda dapat
mempengaruhi cara melahirkan,
perempuan harus mampu membuat
pilihan berdasarkan informasi.