Anda di halaman 1dari 1

HIPOTIROIDISME

Terapi utama untuk mengatasi hipotiroidisme dengan terapi pengganti hormon. Pada
hipotiroidisme primer, konsentrasi Thyroid-stimulating hormone (TSH) bisa
digunakan sebagai acuan untuk memantau terapi. T4 bebas adalah indikator yang
kurang sensitif dan bisa berada pada batas normal walaupun TSH dihambat. Namun,
pengukuran T4 bebas bisa menjadi acuan pada hipotiroidisme sekunder ketika
pengeluaran TSH terganggu. Tujuan dari terapi hipotiroidisme adalah mengoreksi
hipotiroidisme menjadi kondisi eutiroid (mengurangi gejala dan normalisasi sekresi
TSH), mengurangi ukuran gondok dan/atau prevensi kambuhnya kanker tiroid.

Tiroksin Sintetis (T4 : Levothyroxine)


Tiroksin Sintetis (T4) adalah pilihan terapi untuk hipotiroidisme primer. Pada jaringan
perifer, T4 mengalami proses deiodinasi menjadi Triiodotironin (T3) yaitu bentuk
aktif dari hormon tiroid (Gambar 39-1). Pada pasien muda yang sehat, dosis awal
dimulai dari 50 sampai 200 mcg per hari. Meskipun formula dari T4 (Synthroid,
Levoxyl, bentuk generik) mungkin memiliki sedikit perbedaan dalam hal
bioavailabilitasnya, namun sebuah penelitian mengatakan bahwa bioekivalensi antara
masing-masing formula bisa sama/setara.1,2 Dosis obat dapat dikurangi untuk pasien
yang lebih tua dan ditambah untuk pasien yang sedang hamil.3,4 Karena T4 memiliki
waktu paruh 7-10 hari, pasien hipotiroid bisa melewatkan beberapa hari tanpa T4 dan
tidak akan menimbulkan konsekuensi buruk. Apabila pasien tidak dapat makan lebih
dari seminggu, T4 parenteral (80% dari dosis oral pasien) bisa diberikan.

Gambar 39-1 Hormon Kelenjar Tiroid

Formulasi T3 (Liothyronine)
Liothyronine adalah isomer levorotasi dari T3 yang bersifat 2.5 sampai 3.0 kali lebih
poten dari levothyroxine. Onsetnya yang cepat dan durasi kerja yang singkat
menyebabkan penggunaan Liothyronine untuk terapi penggantian tiroid jangka
panjang jarang dilakukan. Terapi kombinasi T4-T3 dapat memperbaiki gejala pada
sekelompok kecil pasien dengan polimorfisme deiodinasi tipe 2, dimana T4 diubah
menjadi T3.

Referensi: JNH (Journal of Nutrition and Health) Vol.9 No.1 2021

Anda mungkin juga menyukai