Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH KELOMPOK

KEPERAWATAN ANAK II
“Asuhan Keperawatan Anak dengan Penyakit Juvenile Diabetes”

Dosen Pembimbing :
Ns. Riau Roslita, M.Kep., Sp.Kep.An

DISUSUN OLEH :
Kelompok 4

1. Rosa Linda Putri 20031046


2. Renaldi Samuel F 20031050
3. Indah Lestari 20031051
4. Hazza Zulriat 20031058
5. Argista 20031059
6. Meida Detrini 20031054
7. Sofia Reztika Putri 20031064
8. Marta Tryaningsih 20031083
9. Agnes Amalia Putri 20031087
10. Nuraini Wulandari 20031089
11. Yudha Pratama 20031090

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HANGTUAH PEKANBARU
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah,
dan Inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Keperawatan Anak II yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Penyakit Juvenile Diabetes.”

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Riau Roslita, M.Kep., Sp.Kep.An
sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dan motivasi
sampai selesainya makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih dan kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Pekanbaru, 03 November 2022

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................................................... 2
1.3 Manfaat ......................................................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Definisi.......................................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi.......................................................................................................................................... 3
2.3 Fisiologi ........................................................................................................................................ 4
2.4 Patofisiologi .................................................................................................................................. 5
2.5 Farmakologi Dan Non Farmakologi ............................................................................................ 7
2.6 Manifestasi Klinis ....................................................................................................................... 12
2.7 Pemeriksaan Penunjang .............................................................................................................. 12
2.8 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis...................................................................................... 13
2.9 Pencegahan ................................................................................................................................. 14
2.10 WOC ......................................................................................................................................... 15
2.11 Dampak Penyakit Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia ....................................... 16
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ................................................................................. 17
3.1 Pengkajian Keperawatan ............................................................................................................. 17
3.2 Diagnosa Keperawatan ............................................................................................................... 19
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan.................................................................................................... 20
3.4 Catatan Keperawatan .................................................................................................................. 22
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................ 26
4.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 26
4.2 Saran ........................................................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 27

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron. Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus
bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi
penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang
disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara
berpenghasilan rendah-menengah.Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya
masih terfokus pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah
memerlukan perhatian dan bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu
pankreas rusak dan tak lagi mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga
terjadi defisit absolut insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe
2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga
terjadi defisit relatif insulin Insiden diabetes melitus tipe I sangat bervariasi di tiap negara.
Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak
adalah pada usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja.

Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe I Di
Indonesia,statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen
dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak
diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya
timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera
ditolong dengan suntikan insulin. World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai
diabetes jika ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P (pilifagi, polidipsi dan poliuri) dan
kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl GD yang tinggi menyebabkan molekul gula
terdapat di dalam air kencing, yang normalnya. tak mengandung gula, sehingga sejak dulu
disebut penyakit kencing manis. Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe I ialah

1
dalam keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua
kegiatan sosial yang diinginkamya serta mampu menghilangkan rasa takut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat di rumuskan suatu permasalahan,
bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien yang mengidap Juvenile
Diabetes.

1.3 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk membuat asuhan
keperawatan pada pasien dengan penyakit Juvenile Diabetes.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Agar mahasiswa mengetahui mengenai teori penyakit Juvenile Diabetes.
2. Agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit Juvenile Diabetes.
1.3 Manfaat
Makalah ini sekitarnya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai konsep
teori dan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami penyakit Juvenile Diabetes dan
sekitarnya dapat menambah wawasan mahasiswa/I keperawatan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes melitus atau DM merupakan penyakit gangguan kronis dalam metabolisme
protein, lemak, dan karbohidrat. DM digambarkan sebagai peningkatan glukosa darah setelah
semua jenis makan. Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 atau yang dulu dikenal dengan nama
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), terjadi karena kerusakan sel beta pankreas
(reaksi autoimun). Sel beta pankreas merupakan satu-satunya sel tubuh yang menghasilkan
insulin yang berfungsi untuk mengatur kadar glukosa dalam tubuh. Bila kerusakan sel beta
pankreas telah mencapai 80-90% maka gejala DM mulai muncul. kerusakan sel ini lebih
cepat terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Sebagian besar penderita DM tipe 1 sebagian
besar oleh karena proses autoimun dan sebagian kecil non autoimun. DM tipe 1 yang tidak
diketahui penyebabnya juga disebut sebagai type 1 idiopathic dan ditemukan insulinopenia
tanpa adanya petanda autoimun dan mudah sekali mengalami ketoasidosis. DM tipe 1
sebagian besar (75% kasus) terjadi sebelum usia 30 tahun dan DM tipe 1ni diperkirakan
terjadi sekitar 5-10 % dari seluruh kasus DM yang ada (American Diabetes Association,
2018).

Diabetes melitus adalah suatu kelompok gangguan metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia atau kadar glukosa daraha yang tingi yang dapat terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua- duanya.Hiperglikemia kronik pada Diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama
mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah (Priyono & bettiza, 2010;

2.2 Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe 1 . Namun
yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1 adalah faktor geneti/keturunan. Resiko
perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan melalui faktor genetik.

1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu pre
disposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan geneti
k ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen)
. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan
proses imun lainnya.

3
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terar
ah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dian
ggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-
sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
sel beta.IDDM sering terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenile
Diabetes, yang gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar
gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM, oleh
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai
peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pankreas,
yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibodi sendiri akan menyerang sel beta pankreas. Faktor herediter, juga
dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini (Rendy & Margaret, 20102).

2.3 Fisiologi
Fungsi eksokrin pankreas: Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk
pencernaan ketiga Jenis makanan utama, protein, karbohidrat dan lemak. La juga
mengandung ion Bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam
Menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum. Enzim-enzim
proteolitik adalah tripsin, kemotripsin, karboksi, Peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease.
Tiga enzim pertama Memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan,
Sedangkan nuclease memecahkan kedua jenis asam nukleat, asam ribonukleat Dan
deoksinukleat.

Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase pankreas, yang Menghidrolisis


pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali Selulosa untuk membentuk
karbohidrat, sedangkan enzim enzim untuk Pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang
menghidrolisis lemak netral Menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang
menyebabkan Hidrolisis ester-ester kolesterol.

4
1) Pancreatic juice

Sodium bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada Pancreatic juice
sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan Menciptakan lingkungan yang sesuai
dengan enzim-enzim dalam usus Halus.

2) Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :

a) Pengaturan saraf

b) Pengaturan hormonal

Fungsi endokrin pancreas Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat


kelompokkelompok sel Epithelium yang jelas, terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah
pulau-pulau Kecil / kepulauan langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.

2.4 Patofisiologi
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang
retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan
bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas
yaitu bagian pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena
mesentrika superior berada dileher pankreas bagian kiri bawah kaput pankreas ini disebut
processus unsinatis pankreas.

Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :

1. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.


2. Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun
sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung kedalam darah.

Pankreas manusia mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans


hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler. Pulau
langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang
mencakup kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan
mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel.
Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul
insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk
bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari
insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke

5
aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini
bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin
ke daerah luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran darah. Sel alfa yang
mencakup kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan
10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin. Kelenjar pankreas dalam mengatur
metabolisme glukosa dalam tubuh berupa Hormon-hormon Yang Disekresikan Oleh Sel–Sel
Dipulau Langerhans. Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat meningkatkan
glukosa darah yaitu glukagon. Fisiologi Insulin : Hubungan yang erat antara berbagai jenis
sel dipulau langerhans menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa
jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin
menghambat sekresi glukagon dan insulin. Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-
sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal adalah
peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal adalah
80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah
berikatan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk menyebabkan peningkatan
transportasi glukosa kedalam sel dan dapat segera digunakan untuk menghasilkan energi atau
dapat disimpan didalam hati (Guyton & Hall) Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang
dibutuhkan untuk pemanfaatan glukosa sebagai bahan energi seluler dan diperlukan untuk
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.

Pada diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin karena
hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa
dan hiperglikemia post prandial. Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami
gangguan metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian
terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam darah.
Terjadinya hiperglikemi akan menyebabkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan
perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke
ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menyebabkan banyaknya cairan urine(polyuria)
sehingga sel akan kekurangan yang hilang melalui cairan dan muncul gejala
Polydipsia(kehausan). Terjadinya polyuria mengakibatkan hilangnya secara berlebihan
potasium dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang

6
mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan makanan atau kelaparan)
sehingga menimbulkan gejala polyphagia, fatigue dan berat badan menurun. Dengan adanya
peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus karena
melebihi ambang renal sehingga menyebabkan lolos dalam urine yang disebut
glikosuria.Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang
disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan
terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah
terjadinya ketoasidosis. Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan
karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel
B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan
pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan
menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah. Diduga diabetes tipe 1
disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun
yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang
kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi
fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok
(mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin
perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis
yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat
menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen
HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau
mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan
terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel
pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

2.5 Farmakologi Dan Non Farmakologi


1. Farmakologi

a. Terapi Insulin

Tujuan terapi insulin adalah menjamin kadar insulin yang cukup di dalam
tubuh selama 24 jam untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sebagai insulin
basal maupun insulin koreksi dengan kadar yang lebih tinggi (bolus) akibat efek
glikemik makanan. Regimen insulin sangat bersifat individual, sehingga tidak
ada regimen yang seragam untuk semua penderita DMT1. Regimen apapun yang

7
digunakan bertujuan untuk mengikuti pola fisiologi sekresi insulin orang normal
sehingga mampu menormalkan metabolisme gula atau paling tidak mendekati
normal. Pemilihan regimen insulin harus memperhatikan beberapa faktor yaitu:
umur, lama menderita diabetes melitus, gaya hidup penderita (pola makan,
jadwal latihan, sekolah dsb), target kontrol metabolik, dan kebiasaan individu
maupun keluarganya. Regimen apapun yang digunakan, insulin tidak boleh
dihentikan pada keadaan sakit. Dosis insulin disesuaikan dengan sakit penderita
dan sebaiknya dikonsulkan kepada dokter. Bagi anak-anak sangat dianjurkan
paling tidak menggunakan 2 kali injeksi insulin per hari (campuran insulin kerja
cepat/ pendek dengan insulin basal). Dosis insulin harian, tergantung pada:
Umur, berat badan, status pubertas, lama menderita, fase diabetes, asupan
makanan, pola olahraga, aktifitas harian, hasil monitoring glukosa darah dan
HbA1c, serta ada tidaknya komorbiditas. Dosis insulin (empiris) :

• Dosis selama fase remisi parsial, total dosis harian insulin <0,5 IU/kg/ hari
• Prepubertas (diluar fase remisi parsial) dalam kisaran dosis 0,7–
1IU/kg/hari
• Selama pubertas kebutuhan biasanya meningkat menjadi 1.2–2 IU/kg/hari

b. Terapi Antihiperglikemia

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi


menjadi 3 golongan, yaitu :

• Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik


oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan
fenilalanin).
• Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara lebih efektif.
• Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).
Disebut juga “starch-blocker”.

8
c. Terapi Kombinasi

Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau
OHO dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea
dengan biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi
pankreas yang memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif.
Kedua golongan obat hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas
reseptor insulin, sehingga kombinasi keduanya mempunyai efek saling
menunjang. Pengalaman menunjukkan bahwa kombinasi kedua golongan ini
dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang sebelumnya tidak bermanfaat
bila dipakai sendiri-sendiri. (IDAI, 2017).

2. Non Farmakologi
a. Pengaturan Makan
Pada regimen konvensional, pengaturan makan dengan memperhitungkan
asupan dalam bentuk kalori. Pada regimen basal-bolus, pengaturan makan dengan
memperhitungkan asupan dalam bentuk gram karbohidrat. Pemilihan jenis
makanan dianjurkan karbohidrat dengan indeks glikemik dan glicemic load yang
rendah. (IDAI, 2017).
b. Olahraga
Aktivitas fisik penting untuk meningkatkan sensitivitas insulin dan
menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu, aktivitas fisik dapat meningkatkan
kepercayaan diri anak, mempertahankan berat badan ideal, meningkatkan
kapasitas kerja jantung, meminimalisasi komplikasi jangka panjang, dan
meningkatkan metabolisme tubuh. Rekomendasi aktivitas fisik pada anak dengan
DM tipe-1 sama dengan populasi umum, yaitu aktivitas ≥ 60 menit setiap hari
yang mencakup aktivitas aerobik, menguatkan otot, dan menguatkan tulang.
Aktivitas aerobik sebaiknya tersering dilakukan, sementara aktvitas untuk
menguatkan otot dan tulang dilakukan paling tidak 3 kali per minggu. Beberapa
kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas fisik adalah :
• Peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau urin 2+
merupakan kontraindikasi aktivitas fisik

9
• Riwayat hipoglikemia
• Pemantauan gula darah, anak sebaiknya mengukur gula darah sebelum,
saat, dan setelah aktivitas fisik
• Ketersediaan karbohidrat jika terjadi hipoglikemia
• Keamanan dan komunikasi, sebagai contoh anak sebaiknya menggunakan
identitas diabetes.

Asupan cairan juga perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh anak DM tipe-1 jika akan berolahraga
tertera pada Tabel 4. Memastikan kecukupan aktivitas fisik penting karena anak
DM tipe-1 kurang aktif dibandingkan teman sebaya tanpa DM. Mozzilo dkk,
menemukan bahwa remaja dengan DM tipe-1 yang memenuhi rekomendasi
aktivitas fisik (60 menit/hari minimal 5 hari/minggu) memiliki kualitas hidup yang
lebih baik dibandingkan mereka yang tidak. Aktivitas fisik penting untuk
meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan kebutuhan insulin. Selain itu,
aktivitas fisik dapat meningkatkan kepercayaan diri anak, mempertahankan berat
badan ideal, meningkatkan kapasitas kerja jantung, meminimalisasi komplikasi
jangka panjang, dan meningkatkan metabolisme tubuh. Rekomendasi aktivitas
fisik pada anak dengan DM tipe-1 sama dengan populasi umum, yaitu aktivitas
≥60 menit setiap hari yang mencakup aktivitas aerobik, menguatkan otot, dan
menguatkan tulang. Aktivitas aerobik sebaiknya tersering dilakukan, sementara
aktvitas untuk menguatkan otot dan tulang dilakukan paling tidak 3 kali per
minggu. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan sebelum aktivitas fisik adalah

• Peningkatan keton, kadar keton darah ≥1,5 mmol/L atau urin 2+


merupakan kontraindikasi aktivitas fisik
• Riwayat hipoglikemia
• Pemantauan gula darah, anak sebaiknya mengukur gula darah sebelum,
saat, dan setelah aktivitas fisik
• Ketersediaan karbohidrat jika terjadi hipoglikemia
• Keamanan dan komunikasi, sebagai contoh anak sebaiknya menggunakan
identitas diabetes.

Asupan cairan juga perlu ditingkatkan sebelum, setelah, dan saat olahraga.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh anak DM tipe-1 jika akan berolahraga

10
tertera pada Tabel 4. Memastikan kecukupan aktivitas fisik penting karena anak
DM tipe-1 kurang aktif dibandingkan teman sebaya tanpa DM.

Mozzilo dkk menemukan bahwa remaja dengan DM tipe-1 yang memenuhi


rekomendasi aktivitas fisik (60 menit/hari minimal 5 hari/minggu) memiliki
kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak. diabetes. Terapi
hipoglikemia diinisiasi saat kadar glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak usia muda
memiliki risiko tinggi hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan
keluhan. Gejala hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar,
gemetar, keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit
konsentrasi).

Pada anak usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku seperti
iritabilitas, agitasi, tantrum, atau kurang aktif. Selain pemantauan komplikasi akut,
perlu juga dilakukan skrining komplikasi kronik yang dapat dibedakan menjadi
komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular. Komplikasi mikrovaskular
mencakup nefropati, retinopati, dan neuropati. Komplikasi yang mengenai
pembuluh darah besar adalah penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular,
dan penyakit pembuluh darah perifer (klaudikasio, infeksi/ gangrene, amputasi).
(IDAI, 2017)

c. Edukasi
Edukasi/pendidikan merupakan unsur strategis pada pengelolaan DM tipe-1,
harus dilakukan secara terus menerus dan bertahap sesuai tingkat pengetahuan
serta status sosial penderita/keluarga. Sasaran edukasi adalah pasien (anak atau
remaja) dan kedua orang tua, serta pengasuhnya. Edukasi tahap pertama dilakukan
saat diagnosis ditegakkan (biasanya selama perawatan di rumah sakit). Edukasi ini
meliputi: pengetahuan dasar tentang DMT1 (terutama perbedaan dengan tipelain),
pengaturan makanan, insulin (jenis, cara pemberian, efek samping, penyesuaian
dosis sederhana dll), dan pertolongan pertama pada kedaruratan medik akibat
DMT1 (hipoglikemia, pemberian insulin pada saat sakit). Edukasi tahap kedua
selanjutnya berlangsung selama konsultasi di poliklinik. Pada tahap ini, edukasi
berisi penjelasan lebih terperinci tentang patofisiologi, olahraga, komplikasi,
pengulangann terhadap apa yang pernah diberikan serta bagaimana menghadapi
lingkungan sosial. (IDAI, 2017).

11
2.6 Manifestasi Klinis
Keluhan umum pada pasien diabetes mellitus seperti poliuria, polidipsia, polifagia
pada diabetes mellitus umumnya tidak ada, sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan syaraf. Pada
diabetes mellitus lansia terdapat perubahan patofiologi akibat proses menua, sehingga
gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang
luas, keluhan yang sering muncul adalah gangguan penglihatan karena katarak, rasa
kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (nueropati perifer) dan luka pada tungkai yang
suka sembuh dengan pengobatan lazim (Padila, 2012).

Berikut ini tanda klasik dari diabetes millitus :

1. Sering buang air kecil (poliuri)


Buang air kecil akan menjadi sering jika banyak glukosa dalam darah. Jika
insulin (yakni horomon yang mengendalikan gula darah) tidak ada atau sedikit
maka ginjal tidak dapat menyaring glukosa untuk kembali kedalam darah.
Kemudian ginjal akan menarik tambahan air dari darah untuk menghancurkan
glukosa. Hal ini membuat kandung kemih penuh dan sering buang air kecil.
2. Sering haus (polidipsi)
Karena seseorang sering buang air kecil, maka akan menjadi lebih sering haus.
Serta proses penghancuran glukosa yang sulit maka air dalam darah tersedot untuk
menghancurkanya, sehingga seseorang perlu minum lebih banyak untuk
mengantikan air.
3. Nafsu makan bertambah (poliphagi)
Orang yang diabetes insulinya bermasalah akibatnya asupan gula kedalam sel-
sel tubuh berkurang yang menyebabkan pembentukan energi kurang. Kondisi ini
membuat otak berpikir tubuh kurang energi akibat asupan makanan yang kurang
sehingga menimbulkan rasa lapar dan perasaan ingin makan terus.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

12
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4 Bukan DM Belum DM Pasti DM
Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena 200 Darah Kapiler 200 Plasma vena 126
Darah Kapiler 110 Kadar glukosa darah puasa.
a. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
b. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
c. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
d. Elektrolit :
• Natrium: mungkin normal, meningkat, atau menurun
• Kalium: normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun
• Fosfor: lebih sering menurun
• Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan
pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis
respiratorik
• Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi
• Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
• Insulin darah : mungkin menurun / atau bahkan sampai tidak ada ( pada
tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan
insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody . ( autoantibody)
• Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin
• Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat

2.8 Penatalaksanaan Medis dan Non Medis


Penatalaksanaan diabetes melitus tipe 1 menurut Perkeni (2015) dan kowalak (2011)
di bagi menjadi terapi farmakologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis pada DM

13
tipe 1 berupa pemberian terapi antihiperglikemia dan pemberian insulin, dan juga dapat
berupa kombinasi antihiperglikemia dengan insulin. Terapi non farmakologi pada DM tipe 1
berupa pengaturan pola makan dan gaya hidup yang sehat (WHO, 2016).

2.9 Pencegahan
Pada prinsipnya hampir semua penyakit dapat dicegah. Pencegahan penyakit dimulai
pada beberapa tahap yang dimulai pada tahap prepatogenesis, patogenesis dan tahap lanjut
dengan pendekatan pencehagan primer, sekunder dan tersier. WHO (2019) menganjurkan
setiap orang yang mempunyai risiko Diabetes atau mempunyai riwayat keluarga melakukan
skrining Diabetes setiap 6 bulan sekali terutama bagi mereka yang berusia 35 tahun keatas.

Menurut Shaleh (2018) ada tiga jenis pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
Diabetes Mellitus:

1. Primer
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah agar tidak terserang penyakit Diabetes.
Pencegahan primer dilakukan melalui:
a. Pola makan yang seimbang
b. Mempertahankan berat badan dalam batas normal
c. Olah raga secara teratur
d. Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
e. Menghindari zat atau obat yang dapat mencetuskan Diabetes
2. Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan mendeteksi Diabetes secara dini, mencegah penyakit
agar tidak bertambah parah dan mencegah timbulnya komplikasi. Pencegahannya antara
lain:
a. Tetap melakukan pencegahan primer
b. Pengendalian gula darah agar tidak terjadi komplikasi
c. Mengatasi gula darah dengan obat-obatan baik oral maupun insulin
3. Tersier
Tujuan dari pencegahan ini adalah mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi
yang sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah pada mata (pemeriksaan
fundoskopi setiap 6-12 bulan), otak, tungkai.

14
2.10 WOC

Reaksi autoimun Faktor genetic Infeksi virus

Sekresi insulin sel β


pancreas tidak adekuat

Defiensi insulin

Sel tubuh kekurangan Hiperglikemia Glukosa tidak dapat


bahan makanan

Pembatasan diet Difiltrasi oleh glomeroluse


Katabolisme
protein meningkat

Intake tidak adekuat Glukosuria

BB menurun

Defisit nutrisi Polyuria

Mudah lelah

Resiko ketidakseimbangan cairan

Intoleransi aktivitas

15
2.11 Dampak Penyakit Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Diabetes melitus memiliki dampak yang serius pada pasien dan keluarga pasien.
Dampak lain yang timbul adalah perubahan peran pada keluarga, gangguan psikologis,
masalah ekonomi, perubahan kebiasaan sosial, produktivitas dan perubahan gaya hidup
(Lewis et al, 2017).

Diabetes mellitus tipe 1 terjadi karena kekurangan insulinpada tubuh. Diabetes tipe 1
hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap
tingkat glukosa darah melalui alat monitor penguji darah. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic
ketoacidosis bisa menyebabkn koma bahkan dapat mengakibatkan kematian (Maulana,
2018). Dampaknya, penderita baru mengetahui menderita diabetes mellitus setelah timbul
komplikasi, seperti penglihatan menjadi kabur atau bahkan mendadak buta, timbul penyakt
jantung, penyakit ginjal, gangguan kulit dan saraf, atau bahkan terjadi pembusukan pada kaki
(gangren) (Mahendra, 2019)

16
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Fase pengkajian merupakan sebuah komponen utama untuk mengumpulkan informasi,
data, menvalidasi data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan
data antara lain meliputi:

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
• Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, agama,
suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis).
• Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien).
2. Riwayat kesehatan pasien
• Keluhan/ Alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur, poliuri, polidipsi,
penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
• Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat
penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
• Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat
glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau
terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

17
3. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
4. Pola aktivitas sehari-hari
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan berhubungan satu
sama lain.
5. Pola eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit kebiasaan defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri, dan lain-lain), penggunaan
kateter, frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan,
infeksi saluran kemih, masalah bau badan, perspirasi berlebih.
6. Pola makan
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan, pola
makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan menelan, mual/muntah,
kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan kulit, makanan kesukaan.
7. Personal hygiene
Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang mencakup, mandi, bab, bak,
dan lain-lain.

B. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat kesadaran apakah
sadar, koma, disorientasi.
2) Tanda-tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler ataukah ireguler,
adanya bunyi napas tambahan, respiration rate (RR) normal 16-20 kali/menit, pernapasan
dalam atau dangkal. Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat
atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi.
3) Pemeriksaan Kepala dan leher
a. Kepala : normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya bulat dengan tonjolan
frontal di bagian anterior dan oksipital di bagian posterior
b. Rambut : biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak.
18
c. Mata : simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat gangguan penglihatan
apabila sudah mengalami retinopati diabetik.
d. Telinga : fungsi pendengaran mungkin menurun.
e. Hidung : adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman saraf hidung menurun.
f. Mulut : mukosa bibir kering.
g. Leher : tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
4) Pemeriksaan Dada
a. Pernafasan : sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung
ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun
tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
b. Kardiovaskuler : takikardia/nadi menurun, perubahan TD postural, hipertensi
disritmia dan krekel.
5) Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen, suara bising usus yang
meningkat.
6) Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme
pada wanita.
7) Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama sembuh. Kulit kering, adanya
ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung sembuh. Adanya akral dingin, capillarry refill
kurang dari 3 detik, adanya pitting edema.
8) Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada kaki atau kaki diabetik.
9) Pemeriksaan Status Mental
Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak kenyataan, dan keputus asaan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mencerna makanan d.d nafsu makan
menurun
2. Resiko ketidakseimbangan cairan (D.0036) b.d disfungsi pankres d.d pankreas tidak
dapat menghasilkan hormon insulin
3. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d kelemahan d.d merasa lemah

19
3.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Dx Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI)
No Intervensi (SIKI)
Keperawatan Indikator Awal Akhir
1 Defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) b.d (L.03030)
ketidakmampu Definisi : mengidentifikasi dan
an mencerna Definisi : mengelola asupan nutrisi yang
makanan d.d keadekuatan asupan seimbang
nafsu makan nutrisi untuk
menurun memenuhi Tindakan
kebutuhan Observasi
metabolisme 1. Identifikasi status nutrisi
Definisi : 2. identifikasi kebutuhan kalori
asupan nutrisi 1. Porsi makanan 1 5 dan jenis nutrien
tidak cukup yang 3. monitor asupan makanan
untuk dihabiskan 4. monitor berat badan
memenuhi 2. Serum albumin 1 5 5. monitor hasil pemeriksaan
kebutuhan 3. Pengetahuan 1 5 laboratorium
metabolisme tentang pilihan Terapeutik
makanan yang 1. fasilitasi menentukan pedoman
sehat diet (mis.pramida makanan)
4. Pengetahuan 1 5 2. sajikan makanan secara
tentang pilihan menarik dan suhu yang sesuai
minuman yang Edukasi
sehat 1. ajarkan diet yang
5. Pengetahuan 1 5 diprogramkan
tentang standar kolaborasi
asupan nutrisi 1. kolaborasi pemberian
yang tepat medikasi sebelum makan, jika
6. Sikap terhadap 1 5 perlu
makanan/minu 2. kolaborasi dengan ahli gizi
man sesuai untuk menetukan jumlah
dengan tujuan kalori dan jenis nutrien yang
kesehatan dibutuhkan, jika perlu
7. Berat badan 1 5
indeks massa
tubuh (IMT)
8. Frekuensi 1 5
makan
9. Nafsu makan 1 5

2 Resiko Keseimbangan Manajemen cairan (I.03098)


ketidakseimba cairan (L.05020)
ngan cairan Definisi : mengidentifikasi dan
(D.0036) b.d Definisi : mengelola keseimbangan cairan dan
disfungsi ekuilibrium antara mencegah komplikasi akibat
pankres d.d volume cairan keetidakseimbangan cairan
pankreas tidak diruang intraseluler
dapat dan ekstraseluler Tindakan
menghasilkan tubuh Observasi
hormon insulin 1. Monitor status hidrasi (mis.
1. Asupan cairan 1 5 frekuensi nadi, kekuatan nadi,
Definisi : 2. Keluaran urin 1 5 akral, pengisian kapiler,
berisiko 3. Kelembapan kelembapan mukosa, turgor

20
mengalami membran kulit, tekanan darah)
penurunan, mukosa 2. Monitor berat badan harian
peningkatan 4. Asupan 1 5 3. Monitor berat badan sebelum
atau makanan dan sesudah dialisis
percepatan, 5. Dehidrasi 1 5 4. Monitor hasil pemeriksaaan
perpindahan 6. Tekanan darah 1 5 laboratorium (mis. hematokrit,
cairan dari 7. Denyut nadi 1 5 Na, K, Cl, berat jenis urine,
intravaskuler, radial BUN)
interstial atau 8. Tekanan arteri 1 5 5. Monitor status hemodinamik
intraselular. rata-rata (mia, MAP, CVP, PAP,
9. Membran 1 5 PCWP, jika tersedia)
mukosa Terapeutik
10. Turgor kulit 1 5 1. Catat intake-ouput dan hitung
11. Berat badan 1 5 balance cairan 24 jam
2. Berikan asupan cairan sesuai
kebutuhan

3 Intoleransi Toleransi aktivitas Manajemen energi (I.05178)


aktivitas (L.05047)
(D.0056) b.d Definisi : mengidentifikasi dan
kelemahan Definisi : respon mengelola penggunaan energi untuk
d.d merasa fisiologis terhadap mengatasi atau mencegah kelelahan
lemah aktivitas yang dan mengoptimalkan proses pemulihan
membutuhkan
Definisi : tenaga Tindakan
ketidakcukup Observasi
an energi 1. Frekuensi nadi 1 5 1. Identifikasi gangguan fungsi
untuk 2. Saturasi 1 5 tubuh yang menyebabkan
melakukan oksigen kelelahan
aktivitas 3. Kemudahan 1 5 2. Monitor pola dan jam tidur
sehari-hari dalam 3. Monitor lokasi dan
melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas sehari- melakukan aktivitas
hari Terapeutik
4. Kecepatan 1 5 1. Sediakan lingkungan nyaman
berjalan dan rendah stimulus
5. Jarak berjalan 1 5 2. Lakukan latihan rentang gerak
6. Kekuatan tubuh 1 5 pasif dan/atau aktif
bagian atas 3. Berikan aktivitas distraksi
7. Kekuatan tubuh 1 5 menenangkan
bagian bawah
8. Keluhan lelah 1 5 Edukasi
9. Perasaan lemah 1 5 1. Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
2. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

21
3.4 Catatan Keperawatan
Tgl/Jam Dx Implementasi Evaluasi Ttd

Defisit nutrisi 1. Mengidentifikasi S : Keluarga pasien


(D.0019) b.d status nutrisi mengatakan pasien mulai
ketidakmampua
2. Mengidentifikasi menghabiskan porsi
n mencerna
kebutuhan kalori makanannya. Pasien
makanan d.d
dan jenis nutrien mengatakan mual berkurang.
nafsu makan
menurun 3. Memonitor asupan
makanan
O : Pasien tampak
4. Memonitor berat menghabiskan ¼ dari porsi
badan makanannya.

5. Memonitor hasil
pemeriksaan
A : Masalah defisit nutrisi
laboratorium
teratasi sebagian.
6. Memfasilitasi
menentukan
pedoman diet P : Intervensi dihentikan

(mis.pramida
makanan)

7. Menyajikan
makanan secara
menarik dan suhu
yang sesuai

8. Mengajarkan diet
yang
diprogramkani

9. Melakukan

22
kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan, jika perlu

10. Lakukan
kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menetukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu

Resiko 1. Memonitor status S : Pasien mengatakan sering


ketidakseimban hidrasi (mis. merasa haus dan ingin minum
gan cairan frekuensi nadi,
(D.0036) b.d kekuatan nadi,
disfungsi akral, pengisian O : Mukosa bibir tampak mulai

pankres d.d kapiler, lembab

pankreas tidak kelembapan


dapat mukosa, turgor
A : Resiko ketidakseimbangan
menghasilkan kulit, tekanan
nutrisi teratasi sebagian
hormon insulin darah)

2. Memonitor berat
badan harian P : Intervensi dihentikan

3. Memonitor berat
badan sebelum dan
sesudah dialisis

23
4. Memonitor hasil
pemeriksaaan
laboratorium (mis.
hematokrit, Na, K,
Cl, berat jenis
urine, BUN)

5. Memonitor status
hemodinamik
(mia, MAP, CVP,
PAP, PCWP, jika
tersedia)

6. Mencatat intake-
ouput dan hitung
balance cairan 24
jam

7. Berikan asupan
cairan sesuai
kebutuhan

Intoleransi 1. Mengidentifikasi S : Pasien mengatakan


aktivitas gangguan fungsi tubuhnya mulai terasa
(D.0056) b.d tubuh yang membaik dan pusing
kelemahan d.d menyebabkan berkurang
merasa lemah kelelahan

2. Memonitor pola
O : Pasien tampak mulai
dan jam tidur
beraktivitas dan tidak pucat
3. Memonitor lokasi seperti diawal
dan
ketidaknyamanan
selama melakukan A : Intoleransi Aktivitas

aktivitas teratasi sebagian

24
4. Menyediakan
lingkungan
P : Intervensi dihentikan
nyaman dan
rendah stimulus

5. Melakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/atau aktif

6. Memberikan
aktivitas distraksi
menenangkan

7. Menganjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap

8. Mengajarkan
strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan

9. Melakukan
kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan

25
BAB IV

PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Juvinel diabetes terjadi karena kerusakan sel beta pankreas (reaksi autoimun).
Penyebabnya tidak diketahui pasti, akan tetapi ada beberapa faktor pencetus seperti,
genetik, autoimun, dan faktor lingkungan. Gejala yang muncul biasanya poliuri,
polidipsi, poliphagi, dan lain lain. Masalah keperawatan yang kemungkinan pada DM
Tipe 1 ini yaitu; defisit nutrisi, resiko ketidakseimbangan cairan, dan intoleransi
aktivitas. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan seperti manajemen nutrisi,
manajemen cairan dan manaejmen energi.

4.2 Saran
Dengan demikian disusun makalah ini, kami mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini
sehingga bisa menambah pengetahuan kita. Disamping itu saya juga mengharapkan saran
dan kritik dari para pembaca sehingga kami bisa memperbaiki lebih baik pada makalah
kami selanjutnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

WHO, 2019. Diet, Nutrion and The Prevention of Chronic Diseases, WHO, Geneva.

Shaleh, Abdul Rahman. 2018. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta:
Kencana

Weinzimer SA, Magge S (2005). Type 1 diabetes mellitus in children. Dalam: Moshang T Jr.
Pediatric endocrinology. Philadelphia: Mosby Inc, h 3-18.

Pulungan, AB., dkk. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak : Situasi di Indonesia dan
Tata Laksana. Sari Pediatri, Vol. 20, No. 6, 392 – 400

Yati, NP. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. IDAI : Jakarta

Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N (2010).

Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B. Pulungan.
((Nanda, 2018) (Nic Noc, 2018) (Doengoes, 2014))

Pulungan, AB., dkk. (2019). Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak : Situasi di Indonesia dan
Tata Laksana. Sari Pediatri, Vol. 20, No. 6, 392 – 400

Yati, NP. (2017). Diagnosis dan Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe-1 pada Anak dan
Remaja. IDAI : Jakarta

Lewis

L. S, Dirksen R.S, Heitkemper, Bucher, Camera. (2017). Medical Surgical Nursing:


Assesment and Management of Clinical Problems, Eight Edition, (6). Elsevier
Mosby: USA

Maulana Suratun, (2018. Faktor- faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Diet Diabetes
Mellitus pada pasien DM. Kemenkes Jakarta III.

Mahendra, (2019). Basic Carbohydrat Counting bagi diabetisi RS. Panti Rapih. Yogyakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai