Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Mata Kuliah Home Care Nursing

Perawatan Luka Kronis

Disusun Oleh :

Kelompok 9

1. Auliyah Rachma (P07220119007)


2. Dayana Devi (P07220119010)
3. Denisa Maulidiya Agustiani (P07220119011)
4. Fioleta Glory Putri (P07220119014)
5. Nur Hidayah (P07220119032)
6. Rita Julianti (P07220119039)

Dosen Pembimbing :

Ns. Arifin SST.,M.Kes

Kementerian Kesehatan RI

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Kalimantan Timur

Program Studi D-III Keperawatan Samarinda

Samarinda, Kalimantan Timur Tahun 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kesehatan dari-Nya kami
dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik.

Penyusun mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan niikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah Home Care Nursing yang
berjudul " Perawatan Luka Kronis ".

Dalam proses pendalaman materi Psikososial ini tentunya kami mendapatkan


bimbingan, arahan, dan pengetahuan, untuk itu kami haturkan rasa terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada bapak Ns. Arifin SST.,M.Kes beserta rekan-rekan yang telah
membantu untuk menyelesaikan makalah ini.

Penyusun tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Samarinda, 5 Oktober 2021

Penyusun

Kelompok 9

2
DAFTAR ISI

Cover .......................................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI .............................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan............................................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perawatan Pasien Diabetes Melitus....................................................................................................6

Pengertian Diabetes Melitus..........................................................................................6


Penyebab Diabetes Melitus............................................................................................6
Gejala gejala pada Diabetes Melitus..............................................................................7
Faktor Resiko.................................................................................................................7
Pencegahan Diabetes Melitus........................................................................................8

Pengkajian.....................................................................................................................8
B. Luka kronis

Definisi Luka Kronis..........................................................................................................11

Jenis Luka Kronis...............................................................................................................11

Warna dasar Luka..............................................................................................................12

Manajemen perawatan luka................................................................................................14

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................................. 21
B. Saran ............................................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) menurut American Diabetes Asociation (ADA), didefinisikan
sebagai suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia karena
adanya gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Berbagai penelitian
epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan
prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Indonesia diperkirakan terjadi peningkatan
jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030.
Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang
berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah
urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. DM tidak dapat disembuhkan tetapi
kadar gula darah dapat dikendalikan. Pada pasien DM juga sering terjadi penyembuhan luka
yang lama akibat hiperglikemi. Selain itu, pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi
komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati.
Luka diabetik adalah kondisi medis yang ditandai dengan luka cekung yang lama, tidak
menyembuh, dengan pembengkakan dan berbatas tegas. Pada pasien diabetes cendrung
terjadi penyakit arteri perifer, suatu kondisi dimana terjadi penyumbatan pembuluh darah
ditungkai dan neuropati perifer, suatu kondisi dimana terjadi kerusakan saraf-saraf pada
tungkai akibat kadar gula darah yang tinggi.
Manajemen dan tindakan perawatan luka telah berubah secara drastis selama beberapa
dekade terahir dan penilaian manajemen perawatan luka dilakukan dengan pengkajian pasien
secara umum, holistik dan komprehensif meliputi bio, psiko, sosial dan spritual serta tren
utama dalam manajemen perawatan luka terkini adalah dengan menciptakan lingkungan luka
dalam kondisi lembab (moisture balance).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari diabetes melitus ?
2. Apa penyebab diabetes melitus ?
3. Apa saja gejala diabetes mellitus?
4. Apa saja Faktor resiko diabetes mellitus?

4
5. Apa saja pencegahan diabetes mellitus?
6. Bagaimana perawatan diabetes mellitus?
7. Apa pengertian dari luka kronis ?
8. Apa saja jenis-jenis luka kronis ?
9. Apa saja jenis warna dasar luka kronis ?
10. Bagaimana manajemen luka kronis ?
11. Bagaimana format penilaian luka kronis menurut Bates-Jensen ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari diabetes melitus
2. Untuk mengetahui penyebab diabetes melitus
3. Untuk mengetahui gejala diabetes mellitus
4. Untuk mengetahui Faktor resiko diabetes mellitus
5. Untuk mengetahui pencegahan diabetes mellitus
6. Untuk mengetahui perawatan diabetes mellitus
7. Untuk mengetahui pengertian dari luka kronis.
8. Untuk mengetahui jenis-jenis luka kronis.
9. Untuk mengetahui jenis warna dasar luka kronis.
10. Untuk mengetahui manajemen luka kronis.
11. Untuk mengetahui format penilaian luka kronis menurut Bates-Jensen.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perawatan Pasien Diabetes Melitus

1. Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri berupa
tingginya kadar gula (glukosa) darah. Seseorang dikatakan menderita Diabetes Mellitus
jika kadar gula darah melebihi stándar normal. stándar normal gula darah adalah >
120 md/dl pada orang dewasa atau > 180 mg/dl pada lansia.
Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia.Kadar gula
dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas, yaitu
organ yang terletak di belakang lambung. Pada penderita diabetes, pankreas tidak
mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh
tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi. Glukosa yang
menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat
menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Kadar guladarah yang tinggi dapat
menyebabkan berbagai macam komplikasi sepertineuropathy, retinopathy,
kardiomyopathy dan renopathy. Diabetes menyebabkankegagalan jaringan kulit
melakukan regenerasi, gangguan sirkulasimikro yang berdampak pada kulit menjadi
rentan mengalami kerusakan yang dikenal dengan ulkus diabetikum.

2. Penyebab Diabetes Melitus


a. Pada diabetes tipe 1, gangguan ini disebabkan sistem kekebalan tubuh yang
biasanya menyerang virus atau bakteri berbahaya lainnya, malah menyerang dan
menghancurkan sel penghasil insulin. Akibatnya, tubuh kekurangan atau bahkan
tidak dapat memproduksi insulin sehingga gula yang seharusnya diubah menjadi
energi oleh insulin menyebabkan terjadinya penumpukan gula dalam darah.
b. Sedangkan pada diabetes tipe 2, tubuh bisa menghasilkan insulin secara normal,
tetapi insulin tidak digunakan secara normal. Kondisi ini dikenal juga sebagai
resistensi insulin.

6
3. Gejala gejala pada Diabetes Melitus
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu, bahkan
beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak
menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena
gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa ciri-ciri diabetes tipe 1 dan tipe 2
meliputi:

a. Sering merasa haus.


b. Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
c. Sering merasa sangat lapar.
d. Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
e. Berkurangnya massa otot.
f. Terdapat keton dalam urine. Keton adalah produk sisa dari pemecahan otot dan
lemak akibat tubuh tidak dapat menggunakan gula sebagai sumber energi.
g. Lemas.
h. Pandangan kabur.
i. Luka yang sulit sembuh.
j. Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih.

4. Faktor Resiko
Seseorang akan lebih mudah mengalami diabetes tipe 1 jika memiliki faktor-faktor
risiko, seperti:
a. Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 1.
b. Menderita infeksi virus.
c. Diabetes tipe 1 banyak terjadi pada usia 4-7 tahun dan 10-14 tahun, walaupun
diabetes tipe 1 dapat muncul pada usia berapapun.

Sedangkan pada kasus diabetes tipe 2, seseorang akan lebih mudah mengalami
kondisi ini jika memiliki faktor-faktor risiko, seperti:

a. Kelebihan berat badan.


b. Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2.
c. Memiliki ras kulit hitam atau asia.
d. Kurang aktif. Aktivitas fisik membantu mengontrol berat badan, membakar
glukosa sebagai energi, dan membuat sel tubuh lebih sensitif terhadap insulin.

7
Kurang aktif beraktivitas fisik menyebabkan seseorang lebih mudah terkena
diabetes tipe 2.
e. Usia. Risiko terjadinya diabetes tipe 2 akan meningkat seiring bertambahnya usia.
f. Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi).
g. Memiliki kadar kolesterol dan trigliserida abnormal. Seseorang yang memiliki
kadar kolesterol baik atau HDL (high-density lipoportein) yang rendah dan kadar
trigliserida yang tinggi lebih berisiko mengalami diabetes tipe 2.

5. Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan Diabetes dapat dilakukan beberapa gaya hidup sehat ini untuk mencegah
penyakit diabetes:

a. Mempertahankan berat badan ideal dengan mengonsumsi makanan rendah lemak.

b. Mengonsumsi makanan tinggi serat seperti buah dan sayur.

c. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis.

d. Berolahraga secara rutin dan banyak melakukan aktivitas fisik.

e. Mengurangi waktu duduk diam terlalu lama, seperti ketika menonton televisi.

f. Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya sekali dalam setahun

6. Pengkajian
a. Keluhan utama : lemah, sering kencing, haus dan merasa lapar
b. Riwayat penyakit : ( riwayat perilaku dan genetik yang berisiko terhadap
terjadinya Diabetes Mellitus (DM).
c. Yang memperberat keluhan : kurang minum dan kurang makan
d. Yang meringankan keluhan : mengkonsumsi obat-obat antidiabetikum
e. Pemeriksaan fisik terkait : Indeks Massa Tubuh, Arteri Brachial Indeks,
fungsi penglihatan, baal, ada luka ata tidak.
f. Data penunjang pemeriksaan : darah puasa, gula darah 2 jam PP, gula
acak.
g. Obat yang didapat saat ini :

8
1) OAD ( Obat anti diabetikum )
2) Obat anticoagulan
3) OHO ( Obat hiperglikemi oral )
4) Insulin
5) Neurotropik
7. Masalah yang timbul
a. Ketoasidosis
b. Hiperglikemi
c. Penyakit makrovaskuler
d. Penyakit cerebrovaskuler
e. Penyakit vaskuler periper
f. Komplikasi microvaskuler
g. Kurang pengetahuan tentang perawatan diabetes dan pencegahan
Komplikasi
h. Koping individu tidak efektif
i. Gangguan pemenuhan nutrisi ( kelebihan/kekurangan)
j. Risiko injury
k. Keterbatasan aktivitas

8. Peralatan dan bahan yang harus tersedia di rumah untuk perawatan pasienDM
a. Alat pengecekan gula darah
b. Tensi meter
c. Set perawatan kaki ( waslap, kom, air hangat, lotion)
d. Gunting kuku
e. Spuit insulin
f. Insulin
g. OHO dan OAD
9. Tindakan perawatan umum pada pasien Diabetes Mellitus
a. Pemeriksaan gula darah secara reguler
b. Pemeriksaan tekanan darah
c. Pemeriksaan Arteri Brachial Indeks (ABI)
d. Pemberian obat anti diabetikum oral atau injeksi sesuai advis dan kadar
gula pasien.
e. Kontrol pola makan dan diet rendah glukosa

9
f. Perawatan kaki (foot care )
i. Lakukan inspeksi ( ada luka,kalus, pecah, lecet)
ii. Mandi (bersihkan kaki dengan air hangat, jangan menggosok terlalu
keras, gunakan sabun lembut, gunakan lotion setelah mandi,
jika kaki agak basah keringkan dengan lembut dan gunakan bedakhalus)
iii. Perawatan kuku (Potong dan bersihkan kuku setelah mandi, pemotongan
ikuti lekukan normal, potong kuku hingga tak melebihi jari,jangan
membersihkan sela-sela jari dengan benda tajam)
iv. Kalus/ kapalan ( control perkembangan kalus, lalu bersihkan setelah
mandi dengan menggosok menggunakan batu halus, potong kalus
untu mengurangi benjolan, jangan memotong kalus dengan pisaucukur)
v. Pemakaian sepatu (gunakan sepatu dari kain lembut yang pas agartidak
banyak gesekan,)
vi. Perbaikan sirkulasi (hindari merokok, latihan ringan setiap hari, jika
tidak mampu cukup melakukan senam kaki diabetes)
vii. Pengobatan jika terjadi injury (Lihat kaki jika merasa tersandung, jika
terluka segera tangani agar tidak semakin parah, bersihkan luka danberikan
antiseptik segera, jika ada bula/blíster segera tangani denganperawatan luka )
g. Edukasi manajemen DM
h. Monitor tanda-tanda komplikasi

10
B. Luka kronis

A. Definisi Luka Kronis

Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan penyembuhan
yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses penyembuhan luka. Gangguan
dapat berupa infeksi, dan dapat terjadi pada fase inflamasi, poliferasi, atau maturasi.
Biasanya luka akan sembuh setelah perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan
(dengan memperhatikan faktor penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006).

Luka kronis juga sering disebut kegagalan dalam penyembuhan luka. Penyebab
luka kronis biasanya akibat ulkus, luka gesekan, sekresi dan tekan. Contoh luka kronis
adalah luka diabetes militus ,luka kanker, dan luka tekan, ulkus pada pembuluh darah
vena, ulkus pada pembuluh arteri (iskemia), luka abses dan luka infeksi. Luka kronis
umumnya sembuh atau menutup dengan tipe penyembuhan sekunder. Akan tetapi , tidak
semua luka dengan tipe penyembuhan sekunder disebut luka kronis, misalnya luka bakar
dengan deep full-thickness yang terjadi dua hari yang lalu disebut luka dengan tipe
penyembuhan sekunder (Arisanty,2013).

B. Jenis Luka Kronis


1. Luka Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetes adalah suatu luka terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam
dermis, yang biasanya terjadi di telapak kaki.(Hariani &David, 2015). Ulkus diabetik
merupakan suatu komplikasi yang umum bagi pasien dengan diabetes melitus. Penderita
diabetes melitus mencapai 8 juta orang pada tahun 2000 di negara Indonesia, 50% pasti
terkena komplikasi ulkus diabetik (Guntur dkk, 2012).

Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma,


deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler
perifer.Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang menyeluruh dan sistematik dapat
membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat. .(Hariani & David, 2015).

2. Luka Kanker

Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker stadium
lanjut. Hoplamazian 2006 dalam Wijaya 2016, menyebutkan definisi luka kanker sebagai
kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Infiltrasi sel kanker juga
akan merusak pembuluh darah dan membunuh lymph yang terdapat di kulit (Dudut
Tanjung, 2007).

Luka kanker merupakan infiltrasi sel tumor yang merusak lapisan epidermis dan dermis
yang disebabkan oleh deposisi dan atau proliferasi sel ganas dengan bentuk menonjol atau
tidak beraturan, biasanya seringkali muncul berupa benjolan yang keras, bentuknya
menyerupai jamur, mudah terinfeksi, mudah berdarah, nyeri, mengeluarkan cairan yang
berbau tidak sedap dan sulit sembuh (Gitaraja, 2004 dalam Wijaya, 2016).

11
Luka kanker dikatakan sebagai luka kronis dilihat dari karakteristiknya yaitu sulit
sembuh, sangat menyakitkan, tidak sedap dipandang, bau/malodor, dan sangat banyak
memproduksi eksudat (Dennis et all. 2010; dalam Astriana, 2013).

Adapun beberapa luka kanker antara lain:


a. Luka Kanker Payudara

Luka kanker payudara termasuk jenis luka kronik yang sukar sembuh. Menurut
Potter & Perry, (2005) luka kronik adalah luka yang gagal melewati proses perbaikan
untuk mengembalikan integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang
normal.

Seperti luka kronik lainnya, luka kanker payudara juga mengalami tahapan proses
penyembuhan luka. Luka kanker ada pada tahapan proliferasi yang memanjang, dimana
terjadi penurunan fibroblas, penurunan produksi kolagen, dan berkurangnya angiogenesis
kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang
kemudian menjadi jaringan nekrotik. Jaringan nekrotik merupakan fasilitator terhadap
perkembangbiakan bakteri aerob dan anaerob.( Astuti, 2013)

b. Luka Melanoma Maligna

Melanoma maligna (MM) merupakan keganasan kulit yang berasal dari sel-sel
melanosit; sel-sel tersebut masih mampu membentuk melanin, sehingga pada umumnya
MM berwarna coklat atau kehitaman. Beberapa melanoma yang sel-selnya tidak dapat
membentuk melanin lagi tampak berwarna merah muda, tan, atau bahkan putih. (Tansil &
Isabella, 2015)

American Cancer Society 2014: menjelaskan bahwa MM bisa ditemukan di bagian


mana saja di tubuh, paling sering di dada dan punggung pada pria, di tungkai bawah pada
wanita. Lokasi lain yang sering adalah di wajah dan leher. MM juga dapat ditemukan di
mata, mulut, daerah genital, dan daerah anus, walaupun jarang. Kulit lebih gelap
menurunkan risiko terkena MM; MM 20 kali lebih sering ditemukan pada kulit putih
dibandingkan kulit gelap.

Faktor risiko terpapar sinar matahari berlebihan dapat dihindari, sedangkan


genetik, usia, atau jenis kelamin merupakan faktor risiko yang tidak dapat dihindari.

C. Warna dasar Luka

Luka dapat juga dibedakan berdasarkan warna dasar luka atau penampilan klinis
luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga dikenal dengan sebutan RWB (red, yellow,
black). Beberapa referensi menambahkan pink dan coklat pada klasifikasi tersebut.

1. Hitam (black). Menurut Arisanty 2013, warna dasar luka hitam artinya jaringan
nekrosis (mati) dengan kecendrungan keras kering. Jaringan tidak mendapatkan
vaskulerisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka dengan warna dasar hitam
beresiko mengalami deep tissue injury atau kerusakan kulit hingga tulang , dengan

12
lapisan epidermis masih terlihat utuh. Luka terlihat kering, namun sebetulnya itu
bukan jaringan sehat dan harus diangkat. Tujuan perawatan adalah untuk
membersihkan jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis debridemen
maupun dengan pembedahan. (Ronald , 2015)

2. Kuning (yellow). Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang
lunak berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit yang sering disebut dengan
slough. Jaringan ini juga mengalami kegagalan vaskulerisasi dalam tubuh dan
memiliki eksudat yang banyak hingga sangat banyak. Perlu dipahami bahwa jaringan
nekrosis mana pun (hitam atau kuning) belum tentu mengalami infeksi sehingga
penting sekali bagi klinisi luka untuk melakukan pengkajian yang tepat. Pada
beberapa kasus, kita akan menemukan bentuk slough yang keras yang disebabkan
oleh balutan yang tidak lembab. (Puspita, 2013).

3. Merah (red). Warna dasar luka merah artinya jaringan granulasi dengan vaskulerisasi
yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah. Warna dasar merah menjadi
tujuan klinisi dalam perawatan luka hingga luka dapat menutup. Hati-hati dengan
warna dasar luka merah yang tidak cerah atau berwarna pucat karena kemungkinan
ada lapisan biofilm yang menutupi jaringan granulasi.

4. Pink. Warna dasar pink menunjukkan proses epitelissi dengan baik menuju maturasi.
Artinya luka sudah menutup, namun biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap
dilindungi selama proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan
epitel dapat membantu agar tidak timbul luka baru. (Puspita,2013).

Warna dasar luka hitam warna dasar luka kuning

Warna dasar luka merah warna dasar luka pink

13
D. Manajemen perawatan luka

Pengkajian luka perlu dilakukan untuk menentukan status luka dan


mengidentifikasi luka sehingga membantu proses penyembuhan. Sebuah pendekatan
terstruktur dalam pengkajian luka diperlukan untuk mempertahankan standar yang baik
dari perawatan. Ini melibatkan pengkajian pasien menyeluruh, yang harus dilakukan oleh
praktisi yang terampil dan kompeten, mengikuti pedoman lokal dan nasional (Harding et
al, 2008).

Pengkajian yang tidak tepat dapat menyebabkan penyembuhan luka tertunda ,


nyeri, peningkatan resiko infeksi dan pengurangan kwalitas hidup bagi pasien (Ousey &
Cook, 2011) untuk itu dibutuhkan suatu alat dalam pengkajian luka untuk mengetahui
perkembangan luka antara lain:
1. TIME

Internasional Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak


mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Menurut Schultz (2003) dalam Arisanty
2013, persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan
penyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi lain. Metode
ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan
mati menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME dikenalkan oleh
Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003 yang disponsori oleh produk Smith dan Nephew
dalam penelitian ini sehingga keluar akronim (sebutan) manajemen TIME. T tissue
management (manajemen jaringan), I infection or inflammation control (pengendalian
infeksi), M moisture balance (keseimbangan kelembaban), dan E edge of wound
(pinggiran luka untuk mendukung proses epitelisasi).

a. Tissue Management (manajemen jaringan)

Menurut David et.all 2012 dan Arisanty 2013. TIME yang pertama adalah Tissue
Management, yaitu manajemen jaringan pada dasar luka. Tindakan utama manajemen
jaringan adalah melakukan debdridemang (debridement) yang dimulai dari mengkaji dasar
luka sehingga dapat dipilih jenis jenis debridemang yang akan dilakukan.

Debridemang adalah kegiatan mengangkat atau menghilangkan jaringan mati


(devaskulerisasi), jaringan terinfeksi, dan benda asing dari dasar luka sehingga dapat
ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi baik. Untuk mendapatkan dasar luka yang baik
(tidak ada jaringan yang mati dan benda asing), diperlukan tindakan debridemang secara
berkelanjutan. Kaji luka, lingkungan, dan faktor sistemik pasien sebelum melakukan
debridemang, tentukan pencapaian hasil, dan pilih jenis debridemang yang cocok untuk
pasien tersebut.

Pengangkatan jaringan mati (manajemen T) memerlukan waktu tambahan dalam


penyembuhan luka. Waktu efektif dalam pengangkatan jaringan mati yaitu sekitar dua
minggu (14 hari) dan tentunya tanpa faktor penyulit yang berarti, misalnya GDS
terkontrol, penyumbatan atau gangguan pembuluh darah teratasi , mobilisasi baik,dll. Jika

14
kondisi sistemik pasien tidak mendukung, persiapan dasar luka akan memanjang hingga 4-
6 minggu. (Arisanty , 2013)

b. Infection-Inflamation Control (Manajemen Infeksi dan Inflamsi)

TIME yang kedua adalah Infektion-inflammation control,yaitu kegiatan mengatasi


perkembangan jumlah kuman pada luka. Semua luka adalah luka yang terkontaminasi,
namuntidak selalu ada infeksi (Smith, 2014). Infeksi adalah pertumbuhan organisme
dalam luka yang ditandai dengan reaksi jaringan lokal dan sistemik. Sebelum terjadi
infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari kontaminasi, kolonisasi,
kolonisasi kritis, kemudian infeksi (Schultz et al.,2003 dalam Arisanty 2013). Luka
dikatan infeksi jika ada tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulen, bertambah, dan berbau,
luka meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostik menunjukan leukosit dan
makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan bakteri >10/g jaringan.

c. Moisture Balance Managemen (Manajemen pengaturan kelembapan luka)

Winter (2013) menemukan evolusi kelembapan pada penyembuhan luka (moist


wond healing). Falanga (2003) mengemukakan bahwa cairan yang berlebihan pada luka
kronis dapat menyebabkan gangguan kegiatan sel mediator seperti growth factor pada
jaringan. Banyaknya cairan luka (eksudat) pada luka kronis dapat menimbulkan maserasi
dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang
dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan pada luka. Tujuan manajemennya adalah
melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan kelembapan, dan
mendukung penyembuhan luka dengan menentukan jenis dan fungsi balutan yang akan
digunakan.

Luka kering atau luka tanpa eksudat hingga luka eksudat minimal harus dibuat
lembab dengan memberikan balutan yang berfungsi memberikan hidrasi dan kelembapan
pada luka, seperti hydrogel, hydrocolloid, interactive wet dressing, dan salep herbal TTO.
Luka dengan eksudat minimal hingga sedang masih memerlukan balutan yang
memberikan hidrasi. Untuk kelembapan yang seimbang , kombinasikan dengan balutan
yang dapat menyerap cairan minimal hingga sedang, seperti cacium alginate. Untuk luka
dengan eksudat sedang hingga banyak, tidak dianjurkan lagi menggunakan balutan yang
memberikan hidrasi karena akan mengakibatkan luka terlalu lembap. Penggunaan balutan
yang berbahan dasar minyak masih memungkinkan dengan tujuan tertentu dan balutan ini
digunakan secukupnya saja. Sebagai balutan yang dapat mempertahankan kelembapan,
diperlukan balutan yang menyerap cairan lebih banyak lagi seperti foam,hydrofiber, dll.

Tujuan perawatan luka dengan eksudat banyak hingga sangat banyak adalah
menampung cairan yang keluar sehingga tidak membuat luka baru di kulit yang sehat.
Eksudat cairan yang sangat korosif terhadap kulit yang sehat dapat ditampung dengan
menggunakan balutan yang dapat menyerap banyak eksudat, atau bahkan menggunakan
kantong stoma dan parcel dressing.

d. Epitelization Advancement Management ( Manajemen Tepi Luka)

15
Proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka disebut proses epitelisasi. Proses
penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Epitel (tepi luka) sangat penting diperhatikan
sehingga proses epitelisasi dapat berlangsung secara efektif. Tepi luka yang siap
melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus, bersih, tipis,
menyatu dengan dasar luka, dan lunak.

Tepi luka yang kasar disebabkan oleh pencucian yang kurang bersih atau lemak
yang dihasilkan oleh tubuh menumpuk dan mengeras di tepi luka. Tepi luka yang tebal
disebabkan oleh proses epitelisasi yang tidak mau maju (tetap ditempat) sehingga epitel
menumpuk di tepi luka dan menebal. Dasar luka yang belum menyatu dengan tepi luka
disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining, atau jaringan mati. Jika di tepi luka
masih ada jaringan mati (nekrosis) jaringan tersebut harus diangkat. Jika ada kedalaman
dan undermining, proses granulasi harus dirangsang dengan menciptakan kondisi yang
sangat lembap (hipermoist) yang seimbang. Jika tinggi luka dengan tepi luka sama
(menyatu), proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar luka belum
menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi telah terjadi, hal ini dapat
menyebabkan luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata. Tepi luka juga harus lunak,
jika tidak , epitel akan mengalami kesulitan menyebrang karena tepi luka yang keras
(frozen). Cara epektif untuk melunakannnya adalah menggunakan minyak dan melakukan
masase (pijat) dengan lembut.

2. BWAT (Bates-Jensen Wound Assesment Tool )

Barbara Bates – Jensen pun telah mencetuskan alat ukur pengkajian luka lainnya
yang diberi nama Bates-Jensen Wound Assessmen Tool (BWAT). BWAT merupakan
instrumen yang lebih lengkap dan rinci dalam mengevaluasi luka ulkus dekubitus (Jensen
dalam Febrianti 2014).

BWAT atau pada asalnya dikenal dengan nama PSST (Pressure Sore Status Tool)
merupakan skala yang dikembangkan dan digunakan untuk mengkaji kondisi luka tekan.
Skala ini sudah teruji validitas dan reliabilitasnya ,sehingga alat ini sudah biasa digunakan
di rumah sakit atau klinik kesehatan. Nilai yang dihasilkan dari skala ini menggambarkan
status keparahan luka. Semakin tinggi nilai yang dihasilkan maka menggambarkan pula
status luka pasien yang semakin parah (Pillenet al., 2009).

BWAT terdiri dari 13 item pengkajian di dalamnya, yaitu :Size, Depth, Edges,
Undermining, Necrotic Tissue Type, Necrotic Tissue Amount, Exudate Type, Exudate
Amount, Skin Color Surrounding Wound, Peripheral Tissue Edema,Pheriperaln Tissue
Induration, Granulation Tissue, dan Epithelialisa- tion. Ke 13 item tersebut digunakan
sebagai pengkajian luka tekan pada pasien. Setiap item di atas mempunyai nilai yang
menggambarkan status luka tekan pasien (Daniela Fernanda. Et.al., 2015).

Adapun format pengisian penilaian luka “Bates –Jensen” adalah sebagai berikut
(Mustiah dan Daniela et,all, 2015)

16
ITEM KOMPONEN TANGGAL
PENGKAJIAN
// // //

1. Ukuran luka 1 = P x L < 4 cm

2 = P x L 4 < 16 cm

3 = P x L 16 < 36 cm

4 = P x L 36 < 80 cm

5 = P x L > 80cm

2. kedalam luka 1 = stage 1

2 = stage 2

3 = stage 3

4 = stage 4

5 = necrosis wound

3. tepi luka 1 = samar, tidak jelas


terlihat

2 = batas tepi terlihat,


menyatu dengan dasar
luka

3 = jelas, tidak menyatu


dengan dasar luka

4 = jelas, tidak menyatu


dengan dasar luka, tebal

5 = jelas, fibrotic, parut


tebal/ hyperkeratonic

4. GOA 1 = tidak ada

2 = goa < 2 cm di area


manapun

3 = goa 2-4 cm < 50 %

17
pinggir luka

4 = goa 2-4 cm > 50 %


pinggir luka

5 = goa > 4 cm di area


manapun.

5. Tipe Jaringan Nekrosis 1 = tidak ada

2= putih atau abu-abu


jaringan mati dan atau
slough yng tidak lengket
(mudah dihilangkan)

3= slough mudah
dihilangkan

4 = lengket, lembut dan


ada jaringan parut palsu
berwarna hitam (black
eschar)

5 = lengket berbatas
tegas, keras dan ada black
eschar.

6. Jumlah Jaringan 1 = tidak tampak


Nekrosis
2 = < 25 % dari dasar
luka

3 = 25 % hingga 50%
dari dasar luka

4 = > 50% hingga 75 %


dari dasar luka

5 = 75 % hingga 100 %

7. Tipe Eksudat 1 = tidak ada

2 =bloody

3 = serosanguineous

4 = serous

5 = purulent

18
8. Jumlah Eksudat 1 = kering

2 = moist

3 = sedikit

4 = sedang

5 = basah

9. Warna Kulit Sekitar 1 = pink atau normal


Luka
2 = merah terang jika di
tekan

3 = putih atau pucat atau


hipopigmentasi

4 = merah gelap/ abu-abu

5 = hitam atau pitting


edema > 4 mm

10. Jaringan yang Edema 1 = no swelling atau


edema

2 = non pitting edema


kurang dari < 4 mm
disekitar luka

3 = non pitting edema > 4


mm disekitar luka

4 = pitting edema kurang


dari < 4 mm disekitar
luka

5 = krepitasi atau pitting


edema > 4 mm

11. Pengerasan Jaringan 1 = tidak ada


Tepi

2 = pengerasan < 2 cm di
sebagian kecil sekitar

19
luka

3 = pengerasan 2-4 cm
menyebar < 50% di tepi
luka

4 = pengerasan 2-4 cm
menyebar > 50 %

5 = pengerasan > 4 cm di
seluruh tepi luka

12. Jaringan Granulasi 1 = kulit utuh stage 1

2 = terang 100 % jaringan


granulasi

3 = terang 50 % jaringan
granulasi

4 = granulasi 25 %

5 = tidak ada jaringan


granulasi

13. Epitelisasi 1 = 100 % epitelisasi

2 = 75 % - 100 %
epitelisasi

3 = 50% - 75 %
epitelisasi

4 = 25 % - 50 %
epitelisasi

5 = < 25 % epitelisasi

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ciri-ciri berupa tingginya
kadar gula (glukosa) darah. Seseorang dikatakan menderita Diabetes Mellitus jika kadar gula
darah melebihi standar normal. Standar normal gula darah adalah >120 md/dl pada orang
dewasa atau >180 mg/dl pada lansia. Diabetes menyebabkan kegagalan jaringan kulit
melakukan regenerasi, gangguan sirkulasi mikro yang berdampak pada kulit menjadi rentan
mengalami kerusakan yang dikenal dengan ulkus diabetikum.

Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan penyembuhan
yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses penyembuhan luka. Gangguan dapat
berupa infeksi, dan dapat terjadi pada fase inflamasi, poliferasi, atau maturasi. Biasanya luka
akan sembuh setelah perawatan yang tepat selama dua sampai 3 bulan (dengan
memperhatikan faktor penghambat penyembuhan). (Perry & Potter, 2006). Ada beberapa
jenis luka kronis seperti luka ulkus diabetikum dan luka kanker.

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Selain
itu kami selaku penulis berharap agar mahasiswa keperawatan dapat menerapkan ilmu
tentang Home Care Nursing yang telah dibahas dalam makalah ini untuk diterapkan ke dalam
kehidupan sehari-hari.

21
DAFTAR PUSTAKA

Marianti. 2020 ‘’ Penyakit Diabetes dan Gejalanyaa ‘’ https://www.alodokter.com/diabetes


( diakses tanggal 05 Oktober 2021 )

Suardana , I ,W . 2013 ‘’ Modul Manajemen dan Aplikasi Homecare ‘’ Badan PPSDM


Kesehatan Kementrian RI : Jakarta

Indah, Nur. 2017. “Luka Kronik” https://www.scribd.com/document/193638340/Luka-Kronik

( diakses tanggal 05 Oktober 2021 )

22

Anda mungkin juga menyukai