Oleh :
Kelompok 1, Kelas A Sarjana Keperawatan Tingkat III
Anggota Kelompok :
1. I Gede Juli Bisma Supradnyana 17C10001
2. Carolina Febrianty P. Manuputty 17C10002
3. Agung Ayu Putu Sarita Dewi 17C10004
4. Ni Made Seftia Antari 17C10005
5. Laura Alcina Da Costa E Silva 17C10006
6. Ni Made Gita Ayu Sanjiwani 17C10007
7. I Gede Gita Pradnyana 17C10008
8. Dwi Ariati 17C10009
9. Kadek Dian Rastika Dewi 17C10010
10. Putu Sri Prisilia Wikrama Wardani 17C10011
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan Pada Anak Dengan Diabetes Melitus Juvenile ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Keperawatan Anak I.
Penulis
ii
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
3.1.Kesimpulan ........................................................................................ 31
3.2.Saran ................................................................................................... 31
1
perempuan dengan DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki
(28,6%).4 Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali
terdiagnosis dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun
2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak pasien DM tipe-1 yang
tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke rumah
sakit. Insiden DM tipe-1 pada anak di Indonesia tidak diketahui secara pasti
karena sulitnya pendataan secara nasional.
Sampai saat ini, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) berusaha mengumpulkan data pasien anak DM
di Indonesia. Data ini diperoleh melalui kerjasama berbagai pihak, termasuk
dokter anak endokrinologi, spesialis penyakit dalam, perawat, edukator DM,
data Ikatan Keluarga Penyandang DM Anak dan Remaja (IKADAR),
penelusuran rekam medis pasien, dan kerjasama dengan perawat edukator
National University Hospital Singapura untuk memperoleh data penyandang
DM anak Indonesia yang berobat di Singapura.
Berdasarkan sensus penduduk 2010, total populasi penduduk Indonesia
adalah sekitar 267.556.363, dan lebih dari 83 juta adalah anak-anak. Dengan
tingginya angka penduduk anak dan remaja, data saat ini hanya permukaan
gunung es yang belum menggambarkan kondisi sebenarnya. Angka
sesungguhnya diduga lebih tinggi.
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui konsep medis pada Diabetes Melitus Juvenile.
1.3.2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
Diabetes Melitus Juvenile.
BAB II
PEMBAHASA
N
2.1.Konsep Medis
2.1.1. Pengertian Diabetes Juvenile
Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang
ditandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah atau hiperglikemia.
Hiperglikemia ini dapat disebabkan oleh beberapa keadaan, di antaranya
adalah gangguan sekresi hormon insulin, gangguan aksi/kerja dari hormon
insulin atau gangguan kedua-duanya (Weinzimer SA, Magge S. 2005).
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010), diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja
insulin atau kedua
– duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan
kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh,
terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak cukup
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia (WHO,
2017). Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas yang
diperantarai oleh imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini
tergantung pada insulin eksogen (Chiang JL, 2014).
Penyakit DM dapat disebabkan oleh tidak adekuatnya produksi
insulin karena penurunan fungsi pada sel - sel beta pankreas yang dikenal
dengan DM tipe 1 atau tidak efektifnya kerja insulin di jaringan yang
dikenal dengan DM 2. DM tipe 1 sering disebut Juvenile Diabetes atau
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dengan jumlah penderita 5 –
10% dari seluruh penderita DM dan biasanya terjadi pada anak-anak dan
usia muda. DM tipe 2 disebut juga Adult Diabetes atau Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Jumlah penderita ini mencapai 90
– 95 % dari seluruh penderita DM.
Diabetes Mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak
terdiagnosis oleh dokter karena gejala awalnya yang tidak begitu jelas dan
pada akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual,
muntah, nyeri perut, sesak nafas, bahkan koma. Dengan deteksi dini,
pengobatan dapat dilakukan sesegera mungkin terhadap penyandang
Diabetes Mellitus sehingga dapat menurunkan risiko kecacatan dan
kematian (Pulungan, 2010).
2.1.3. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab
diabetes tipe- 1. Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe 1
adalah faktor
genetik/keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe 1 akan diwariskan
melalui faktor genetik.
1. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
2. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respons autotoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2.1.4. Patofisiologi
Walaupun secara genetis dan embriologi terdapat kesamaan pada
bagian islet sel beta pankreas dengan islet sel bagian lain yaitu sel alpha, sel
delta, dan sel PP namun hanyalah sel beta yang mengalami penghancuran
oleh proses autoimmunitas. Secara patologis islet sel beta pankreas di
infiltrasi oleh limfosit ( insulitis), hal ini mengakibatkan terjadinya
atopikasi dari sel beta pulau langerhans pankreas dan sebagian besar
penanda immunologis yang melindungi pankreas dari serangan limfosit
hilang.
Toeri yang menjelaskan kematian sel beta masih belum jelas sampai
sekarang namun ada perkiraan penghancuran ini melibatkan pembentukan
metabolit nitrit oksida,apoptosis, dan sitotoksisitas dari T limfosit CD8.
Sebenarnya penghancuran sel beta oleh autoantigen tidaklah spesifik pada
sel beta. Sebuah teori yang ada sekarang membantu menjelaskan bahwa
sebuah sel autoimmun menyerang 1 molekul sel beta pankreas lalu
menyebar pada sel beta lainnya menciptakan sebuah seri dari proses
autoantigen.
Penghancuran islet sel beta pankreas cenderung di mediasikan oleh
sel T limfosit, dibandingkan dengan antigen islet sel beta pankreas sendiri.
Pada klasifikasi diatas telah di jelaskan mengenai antigen serta agen
autoimmunitas yang berperan dalam proses penghancuran sel beta pulau
langerhans pankreas.(
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD
Clinical Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
1. Periode pra-diabetes
Pada periode ini gejala-gejala klinis diabetes belum nampak
karena baru ada proses destruksi sel β-pankreas. Predisposisi genetik
tertentu memungkinkan terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin
mulai berkurang ditandai dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas
yang berfungsi.Kadar C-peptide mulai menurun.Pada periode ini
autoantibodi mulai ditemukan apabila dilakukan
pemeriksaanlaboratorium.
2. Periode manifestasi klinis
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini
sudah terjadi sekitar 90% kerusakan sel β-pankreas. Karena sekresi
insulin sangat kurang, maka kadar gula darah akan tinggi/meningkat.
Kadar gula darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis
osmotik. Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan
elektrolit melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah
tidak dapat di-uptake kedalam sel, penderita akan merasa lapar
(polifagi), tetapi berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini
penderita memerlukan insulin dari luar agar gula darah di-
uptakekedalam sel.
3. Periode honey-moon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada
periode ini sisa-sisa sel β-pankreas akan bekerja optimal sehingga akan
diproduksi insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan
insulin dari luar tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg
berat
badan/hari. Namun periode ini hanya berlangsung sementara, bisa
dalam hitungan hari ataupun bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada
orang tua bahwa periode ini bukanlah fase remisi yang menetap.
4. Periode ketergantungan insulin yang menetap.
Periode ini merupakan periode terakhir dari penderita DM. Pada
periode ini penderita akan membutuhkan insulin kembali dari luar
tubuh seumur hidupnya
2.1.5. WOC
Defisiensi Insulin
Produksi energi ↓
Fungsi pengelihatan ↓ Poliuria
Intoleransi Aktivitas
Resiko Cedera Kekurangan Volume Cairan
Lipolisis ↑
Badan keton ↑
Neuropati
Ketoasidosis diabetik
Parastesia
Lama sembuh dan tirah baring
↑ CO2 dalam darah
Rangsangan kulit ↓
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi DM Tipe-1 mencakup komplikasi akut dan kronik. Pada
anak, komplikasi kronik jarang menimbulkan manifestasi klinis signifikan
saat masih dalam pengawasan dokter anak. Sebaliknya, anak berisiko
mengalami komplikasi akut setiap hari. Komplikasi akut terdiri atas KAD
dan hipoglikemia, Studi SEARCH menemukan bahwa sekitar 30% anak
11
dengan DM tipe-1 terdiagnosis saat KAD. Kriteria KAD mencakup
hiperglikemia, asidosis, dan ketonemia. Gejala KAD antara lain adalah
dehidrasi, takikardi, takipnea dan sesak, napas berbau aseton, mual,
muntah, nyeri perut, pandangan kabur, dan penurunan kesadaran.31
Seringkali gejala-gejala ini disalahartikan oleh orangtua maupun tenaga
kesehatan sebagai usus buntu, infeksi, atau penyakit lainnya. Kelalaian ini
dapat menyebabkan kematian. Anak yang berkunjung secara rutin dan
menetap pada dokter keluarga atau dokter anak memiliki risiko yang lebih
rendah terdiagnosis DM tipe-1 saat KAD. Sebaliknya, KAD saat diagnosis
berhubungan signifikan dengan penghasilan keluarga yang rendah,
ketiadaan asuransi kesehatan, dan pendidikan orang tua yang rendah.
Pemantauan dan edukasi mengenai hipoglikemia merupakan salah satu
komponen utama tata laksana diabetes. Terapi hipoglikemia diinisiasi saat
kadar glukosa darah ≤70 mg/dL. Anak usia muda memiliki risiko tinggi
hipoglikemia karena tidak mampu mengomunikasikan keluhan. Gejala
hipoglikemia diakibatkan oleh aktivasi adrenergik (berdebar, gemetar,
keringat dingin) dan neuroglikopenia (nyeri kepala, mengantuk, sulit
konsentrasi). Pada anak usia muda, gejala dapat berupa perubahan perilaku
seperti iritabilitas, agitasi, tantrum, atau kurang aktif. Selain pemantauan
komplikasi akut, perlu juga dilakukan skrining komplikasi kronik yang
dapat dibedakan menjadi komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.
Komplikasi mikrovaskular mencakup nefropati, retinopati, dan neuropati.
Komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar adalah penyakit jantung
koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah perifer
b. Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1
unit/kg beratbadan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini
selanjutnya akan diatur disesuaikan dengan faktor-faktor yang ada,
baik pada penyakitnya maupun penderitanya. Dosis insulin sisanya
disesuaikan untuk dosis preprandial dengan insulin kerja cepat atau
reguler. Penentuan dosis insulin kerja cepat dapat menggunakan
rasio insulin terhadap karbohidrat yang dihitung dengan
menggunakan
rumus 500, yaitu 500 dibagi dosis insulin harian total. Hasil yang
didapatkan adalah berapa jumlah gram karbohidrat yang dapat
dicakup oleh 1 unit insulin. Penyesuaian dosis insulin selanjutnya
ditentukan berdasarkan pola kadar gula darah sewaktu harian. Pada
pemberian insulin kerja cepat disarankan untuk dilakukan
pemeriksaan gula darah sewaktu 1-2 jam setelah makan untuk
menentukan efikasi insulin. Peningkatan gula darah sebelum sarapan
memerlukan penyesuaian dosis insulin kerja menengah sebelum
makan malam atau sebelum tidur atau insulin kerja panjang.
Peningkatan gula darah setelah makan memerlukan peningkatan
dosis insulin kerja cepat atau reguler. Jika peningkatan gula darah
terjadi sebelum makan siang atau makan malam, perlu dilakukan
penyesuaian dosis insulin basal atau insulin kerja cepat/ pendek
sebelum makan. Dosis insulin sebaiknya ditentukan berdasarkan
konsumsi makanan atau karbohidrat dan hasil pemeriksaan GDS.
2.2.3. Perencanaa
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
1. Risiko NOC Hyperglikemia 1. Untuk
ketidakstabilan Blood Glucose, management mengetahui
kadar glukosa darah Risk For Unstable 1. Memantau kadar kadar glukosa
Diabetes Self glukosa darah, darah pasien.
Management seperti yang 2. Untuk
ditunjukkan mengetahui
Kriteria Hasil : 2. Pantau tanda-tanda tanda – tanda
1. Penerimaan kondisi dan gejala dari
kesehatan hiperglikemia : hiperglikemia
2. Kepatuhan Perilaku poliuria, polidipsia, 3. Memberikan rasa
: diet sehat polifagia, lemah, nyaman kepada
3. Dapat mengontrol kelesuan, malaise, pasien
kadar glukosa darah 4. Agar keluarga
turut serta dalam
mengaburkan visi, proses
atau sakit kepala. penyembuhan
3. Menyediakan pasien
kebersihan mulut, 5. Memenuhi
jika perlu kebutuhan cairan
4. Menginstruksikan pasien
keluarga pasien dan 6. Untuk segera
signifikan terhadap mendapat
pencegahan, penanganan yang
pengenalan tepat
manajemen
5. Memberikan cairan
IV sesuai kebutuhan
6. Konsultasikan
dengan dokter jika
tanda dan gejala
hiperglikemia
menetap atau
memburuk
2. Ketidakseimbangan NOC 1. Kaji adanya alergi 1. Agar makanan
nutrisi kurang dari Nutritional Status : makanan pasien tidak
kebutuhan tubuh Nutritional Status : 2. Monitor jumlah membahayakan
food and Fluid nutrisi dan pasien
Intake kandungan kalori 2. Untuk
Nutritional Status: 3. Bantu pasien untuk memastikan
nutrient Intake makan jumlah kalori
4. Edukasi mengenai yang telah masuk
Kriteria Hasil : nutrisi pasien 3. Membantu
1. Mampu dengan diet yang pasien makan
mengidentifikasi dijalani dengan mudah
kebutuhan nutrisi 5. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
2. Menunjukkan menentukan jumlah 4. Agar pasien
peningkatan fungsi kalori dan nutrisi memahami diet
pengecapan dan yang dibutuhkan yang dilakukan
menelan pasien. 5. Agar pasien
mendapat nutrisi
yang sesuai
dengan
kebutuhannya
3. Defisit volume NOC: 1. Monitor status 1. Untuk
cairan Fluid belance hidrasi ( mengetahui
Hydration kelembapan tanda – tanda
Nutritional status: membrane mukosa, dari kekurangan
Food and fluid nadi adekuat, cairan dan dapat
Kriteria hasil: tekanan darah dengan segera
1. Tekan darah ≤ ortostatik) menerima
120/80 mmHg, nadi 2. Bantu pasien untuk penanganan
70 – 120 x/mnt, memenuhi cairan 2. Agar pasien dan
suhu tubuh ≤ tubuhnya seperti keluarga paham
37,5℃ minum. dan mampu
2. Tidak ada tanda- 3. Edukasi pasien & melakukannya
tanda dehidrasi, keluarga mengenai secara mandiri
elastisitas turgor kebutuhan minum 3. Untuk memenuhi
kulit baik, yang harus dipenuhi kebutuhan cairan
membrane mukosa 4. Kolabrorasi dari pasien
lembab tidak ada pemberian cairan IV
rasa haus yang 5. Kolaborasi dokter
berlebihan jikatanda cairan
berlebih muncul
memburuk
4. Ketidakefektifan NOC Peripheral Sensation 1. Untuk memantau
perfusi jaringan Circulation status Management adanya
perifer (Manajemen sensasi perubahan status
Kriteria Hasil : perifer
1. Tekanan systole 1. Monitor adanya kesehatan pada
dan diastole dalam daerah tertentu yang pasien
rentang yang hanya peka 2. Mencegah
diharapkan ≤ terhadap infeksi silang
120/80mmHg rangsangan 3. Mengetahui CRT
2. Tidak ada tanda 2. Gunakan sarung pasien
tanda peningkatan tangan untuk 4. Agar pasien
tekanan intrakranial proteksi mampu
(tidak lebih dari 15 3. Periksa CRT melakukan
mmHg) 4. Edukasi pasien aktivitas ringan
3. CRT ≤ 3dtk mengenai latihan
4. Tidak terdapat aktivitas ringan
sianosis 5. Kolaborasi
pemberian analgetik
5. Intoleransi aktivitas NOC 1. Pantau tanda – tanda 1. Untuk
Energy vital sebelum mengetahui
conservation maupun sesudah apakah ada
Activity tolerance beraktivitas perubahan TTV
Self Care : ADLs 2. Bantu pasien untuk sebelum dan
mengidentifikasi
sesudah
aktivitas yang
mampu dilakukan beraktivitas
Kriteria Hasil :
3. Ajarkan keluarga
2. Membantu
1. Berpartisipasi
untuk membantu
pasien untuk
dalam aktivitas fisik
pasien dalam
beraktivtas
tanpa disertai
beraktivitas
ringan dengan
peningkatan
4. Kolaborasikan
dibantu keluarga
tekanan darah, nadi
dengan tenaga
3. Untuk
dan RR
rehabilitasi medik
mengetahui jenis
2. Tanda-tanda vital
dalam
terapi yang dapat
normal, TD ≤
merencanakan
dilakukan pasien.
120/80 mmHg, nadi
program terapi yang
70 – 120 x/mnt,
tepat
suhu tubuh ≤ 37,5℃
6. Resiko cedera NOC 1. Identifikasi 1. Untuk mencegah
Risk Kontrol kebutuhan pasien cedera
keamanan pasien, 2. Untuk mencegah
Kriteria Hasil : sesuai dengan pasien jatuh dari
1. Klien mampu kondisi fisik dan atas tempat tidur
menjelaskan fungsi kognitif 3. Agar keluarga
cara/metode untuk pasien dan riwayat membantu
mencegah penyakit terdahulu mencegah cedera
injury/cedera pasien pada pasien
2. Klien mampu 2. Memasang side rail
menjelaskan faktor tempat tidur
resiko dari 3. Memberi edukasi
lingkungan/perilaku kepada keluarga
personal mengenai hal – hal
3. Mampu mengenali yang dapat
perubahan status membahayakan
kesehatan pasien dan cara
pencegahannya
7. Kerusakan integritas NOC NIC 1. Untuk mencegah
kulit Tissue Integrity : Pressure Management timbulnya luka
Skin and Mucous 1. Monitor kulit akan baru, dan
Membranes adanya kemerahan memantau tanda
3.1. Kesimpulan
Menurut American Diabetes Association atau ADA (2010), diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan insulin, kerja insulin atau kedua –
duanya. Diabetes mellitus (DM) tipe-1 adalah DM akibat insulin tidak cukup
diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga terjadi hiperglikemia (WHO, 2017).
Tipe -1 ini ditandai dengan berkurangnya sel beta pankreas yang diperantarai oleh
imun atau antibodi, sehinga sepanjang hidup penderita ini tergantung pada insulin
eksogen (Chiang JL, 2014). Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala pada
dewasa, yaitu poliuria dan nokturia, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat
badan. Gejala lain yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar
sembuh, pandangan kabur, dan gangguan perilaku.
3.2. Saran
Dengan adanya makalah ini, penulis sangat berharap kepada seluruh
pembaca agar mampu memahami dan mengetahui tentang “Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Diabetes Melitus Juvenile”. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat membawa pengaruh yang baik dan bermanfaat bagi kita semua.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu kami mengharapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Daftar Pustaka