Anda di halaman 1dari 38

ANALISIS JURNAL

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN


DENGAN TINGKAT KOMPLIKASI PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS

Disusun Oleh :
WAHYU DWI P

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2021/2022

1
PENGESAHAN TUGAS ANALISIS JURNAL

Judul jurnal : Hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan dengan


tingkat komplikasi pada pasien diabetes mellitus.

Nama Mahasiswa :

Telah disetujui dan layak untuk diseminarkan pada tanggal April 2021

Kudus, Maret 2021

Pembimbing Keperawatan Medikal Bedah

Devi Setya Putri, S.Kep, Ns, M.Kep

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan analisis jurnal
keperawatan dengan judul “Hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan
dengan tingkat komplikasi pada pasien diabetes mellitus.”. Analisis jurnal ini
susun untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Cendekia Utama Kudus.
Penulis menyadari dalam penyusunan analisis jurnal ini tidak akan selesai
tanpa bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini kami ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Devi Setya Putri, S.Kep, Ns, M.Kep selaku pembimbing stase
Keperawatan Medikal Bedah.
2. Bapak Ilham Setyo Budi, S.Kp.,M.Kes. selaku ketua STIKES CENDEKIA
Utama Kudus
3. Segenap dosen Program Studi Profesi Ners STIKES CENDEKIA Utama
Kudus
4. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Studi Profesi Ners di RSUD
Dr.R.Soetrasno Rembang
Kami menyadari makalah ini tidak luput dari berbagai kekurangan, penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua terutama bagi
ilmu keperawatan, Amin.

Rembang, Maret 2021

Penyusun

3
DAFTAR ISI

Halaman judul ………………………………………… 1


Halaman Pengesahan ………………………………………... 2
Kata Pengantar ………………………………………... 4
Daftar Isi ………………………………………… iv
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………… 5
A. Latar Belakang ………………………………………… 5
B. Tujuan ………………………………………… 7
C. Manfaat ………………………………………… 7
BAB II RESUME JURNAL ………………………………………… 8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………… 14
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………… 35
BAB V PENUTUP ………………………………………… 37
A. Simpulan ………………………………………… 37
B. Saran ………………………………………… 37
Daftar Pustaka ………………………………………… 38

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi
insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya dapat menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (ADA dalam
R.A.Oetari, dkk, 2019). Kelainan tersebut menyebabkan abnormalitas dalam
metabolisme, karbohidrat, lemak, dan protein. Penyakit diabetes mellitus
(DM) dikenal sebagai penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah melebihi 180
mg/dl, di mana batas normal gula darah adalah 70-150 mg/dl, sebagai akibat
adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, di mana organ pankreas
tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh
(Ernawati, dalam R.A.Oetari, dkk, 2019).
Banyak orang pada awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes.
Catatan dari International Diabetes Federation (IDF) 2015 adalah, dari 415
juta pengidap diabetes dewasa usia 20-79 tahun di seluruh dunia, ada 193 juta
(hampir 50 %) yang tidak tahu bahwa dirinya terkena diabetes. Bahkan,
diperkirakan ada 318 juta orang dewasa lainnya yang sebenarnya sudah
mengalami gangguan toleransi gula, atau yang dinamakan prediabetes, calon
pengidap diabetes. Jumlah di atas melampaui populasi penduduk di negara
kita. Di negara-negara Asia, lebih dari 50% (bahkan ada yang mencapai 85%)
2 penderita diabetes mengalami hal yang serupa. Khusus di Singapura yang
pelayanan kesehatannya sudah maju, angkanya hanya mencapai 20%.
Ketidaktahuan ini disebabkan karena kebanyakan penyakit diabetes terus
berlangsung tanpa keluhan sampai beberapa tahun, setelah timbul komplikasi
barulah mereka memeriksakan diri ke dokter (Hans Tandra, 2018). Atlas
Diabetes edisi ke-7 tahun 2015 dari IDF menyebutkan bahwa dari catatan 220
negara di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan naik

5
dari 415 juta orang di tahun 2015 menjadi 642 juta pada tahun 2040. Hampir
setengah dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, China, Pakistan,
dan Indonesia. Fakta yang mengerikan adalah terdapat 1 orang per 6 detik
atau 10 orang per menit yang meninggal akibat diabetes.
Diabetes telah merenggut nyawa 5 juta orang dewasa di tahun 2015.
Angka ini jauh melebihi catatan WHO 2013 untuk penyakit lainnya misalnya
kematian lantaran HIV/AIDS 1,5 juta, karena tuberkulosa paru-paru juga 1,5
juta dan 500.000 kematian akibat malaria (Hans Tandra, 2018). Diabetes
mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemukan di
dunia. DM tipe II meliputi 90 hingga 95% dari semua populasi DM. DM tipe
II disebut juga DM tidak tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Pengelolaan terapeutik yang teratur
melalui perubahan gaya hidup pasien yang tepat, tegas, dan permanen sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe II (Fuji
Rahmawati, dkk, 2018).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan penderita DM terbanyak keempat di dunia setelah
3 India, Cina, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12
juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun
2030 (Sonta Imelda, 2018).
Salah satu aspek terpenting dari perawatan adalah penekanan pada unit
keluarga. Keluarga bersama dengan individu, kelompok, dan komunitas
adalah klien atau resipien keperawatan. Keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat, merupakan klien keperawatan atau si penerima asuhan
keperawatan. Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang
diperlukan anggota keluarga yang sakit. Keberhasilan keperawatan di rumah
sakit dapat menjadi sia-sia jika tidak dilanjutkan oleh keluarga. Secara 4
empiris, dapat dikatakan bahwa kesehatan anggota keluarga dan kualitas
kehidupan keluarga menjadi sangat berhubungan atau signifikan. Keluarga
menempati posisi diantara individu dan masyarakat sehingga dengan
memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat mendapatkan dua

6
keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi kebutuhan
individu, dan kedua adalah memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam
pemberian pelayanan kesehatan, perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan
budaya yang ada pada keluarga sehingga dalam pelaksanaan kehadiran
perawat dapat diterima oleh keluarga (Sulistyo Andarmoyo, 2012).
Menurut Friedman, dalam Komang Ayu Henny Achjar, 2012 salah satu
fungsi keluarga adalah fungsi perawatan kesehatan keluarga. Masalah
kesehatan keluarga saling berkaitan dan akan saling mempengaruhi antara
sesama anggota keluarga. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan
terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Oleh karena itu
peran keluarga sangat mendukung dalam mencapai keberhasilan perawatan
klien DM di rumah.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas penulis tertarik untuk
mengangkat analisis jurnal “Hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan
dengan tingkat komplikasi pada pasien diabetes mellitus.”

B. Tujuan
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan kepatuhan dengan tingkat
komplikasi pada pasien diabetes mellitus.
C. Manfaat
1. Masukan ilmiah dan referensi tambahan untuk meningkatkan ilmu
pengetahuan tentang diabetes mellitus.
2. Diaplikasikan dalam memberikan perawatan diabetes mellitus di Rumah
Sakit maupun di praktik keperawatan mandiri.

7
BAB II
RESUME JURNAL

A. Resume Jurnal I
1. Judul Jurnal
Hubungan tingkat pengetahuan tentang diabetes mellitus dengan perilaku
mengontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di
RSUD dr. Moewardi Surakarta.
2. Kata Kunci
Pengetahuan, Perilaku mengontrol gula darah, Diabetes Mellitus
3. Penulis Jurnal
Kunaryanti, Annisa Andriyani, Riyani Wulandari
4. Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan metode penelitian Analitik dengan pendekatan cross
sectioal. Populasi penelitian adalah pasien DM rawat jalan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta pada bulan Januari sampai Agustus 2010 berjumlah
642 pasien, sedangkan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 64
pasien dengan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
menggunakan teknik quota sampling. Variabel dalam penelitian ini
meliputi variabel Independen yaitu tingkat pengetahuan tentang Diabetes
Mellitus, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah
perilaku mengontrol gula darah.
5. Pelaksanaan Penelitiaan
64 responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu
sebanyak 43 pasien (67,2%). Karakteristik responden mayoritas berumur
> 55 tahun yaitu sebanyak 30 pasien (46,9%). Tingkat pendidikan dari 64
responden sebagian besar mayoritas responden berpendidikan SD yaitu
sebanyak 34 pasien (53,1%). Hasil distribusi pekerjaan dari 64
responden pasien Diabetes Mellitus rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi

8
Surakarta, mayoritas bekerja sebagai wiraswasta yaitu sebanyak 35
pasien (54,7%).
64 responden pasien Diabetes Mellitus rawat jalan di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta, mayoritas memiliki pengetahuan yang rendah yaitu
sebanyak 44 pasien (68,7%).

6. Hasil Penelitiaan
Analisis pengujian statistik menghasilkan nilai uji chi square X2
hitung sebesar 13,929 lebih besar X2 tabel (3,841) dengan taraf
signifikansi hitung (p) sebesar 0,000. Oleh karena p < taraf signifikasi
tabel sebesar 5% (0,05) maka hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Diabetes
Mellitus dengan perilaku mengontrol gula darah.
Hasil penelitian ini dari perhitungan uji Chi Square dapat dinyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang
Diabetes Mellitus dengan perilaku mengontrol gula darah pada pasien
Diabetes Mellitus rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Hasil penelitian menujukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pengetahuan tentang Diabetes Mellitus dengan
perilaku mengontrol gula darah. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.
Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan sikap dan perilaku setiap hari,
sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus
terhadap tindakan seseorang. Mubarak dkk. (2007) mengatakan bahwa
perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih langgeng daripada
perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
7. Kelemahan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Jenis kelamin responden tidak sama, 67,2%, perempuan.
b. Tingkat pendidikan dari 64 responden sebagian besar mayoritas
responden berpendidikan SD, 53,1%.

9
c. Mayoritas memiliki pengetahuan yang rendah yaitu sebanyak 44
pasien (68,7%).
8. Kelebihan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Sampel yang digunakan cukup banyak (64 orang ).
b. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik quota sampling
B. Resume Jurnal 2.
1. Judul Jurnal
Hubungan tingkat kepatuhan diet pasien diabetes mellitus dengan
munculnya komplikasi di puskesmas pesantren II kota Kediri.
2. Kata Kunci
Diabetes melitus, tingkat kepatuhan, munculnya komplikasi
3. Penulis Jurnal
Norma Risnasari
4. Metode Penelitian
Desain penelitian yang gunakan adalah “Corelation” dengan
rancangan penelitian cross sectional yaitu peneliti hanya melakukan
observasi dan pengukuran variabel pada satu saat tertentu saja, setiap
subjek hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut
atau pengulangan penelitian.
5. Pelaksanaan Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus
di Puskesmas Pesantren II Kota Kediri sejumlah 566 orang. Teknik
Sampling menggunakan purposive sampling. Sampel diambil sebanyak
57 responden dengan memperhatikan kriteria inklusi. Instrumen yang
digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner dan observasi studi
dokumentasi. Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data
melalui tahapan kelengkapan data, skoring dan tabulasi data.

10
6. Hasil Penelitian
a. Diketahui lebih dari setengah tingkat kepatuhan responden adalah
tidak patuh yaitu sebanyak 32 orang (56,14%) dan sisanya patuh
sebanyak 25 orang (43,86%).
b. Diketahui lebih dari setengah adanya komplikasi responden adalah
komplikasi yaitu sebanyak 33 orang (57,89%) dan sisanya tidak ada
komplikasi sebanyak 24 orang (42,11%).
c. Menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh terhadap diet dan
tidak mengalami komplikasi terdapat 12 orang (21,05 %), dan
mengalami komplikasi terdapat 20 orang (35,09 %). Sedangkan
responden yang patuh dan tidak mengalami komplikasi sebanyak 12
orang (21,05%), dan mengalami komplikasi terdapat 13 orang
(22,81%).
d. Dari analisis Chi Kuadrat data tabel 4 di atas didapatkan hasil X² =
0,64 dan kemudian dibandingkan dengan Xtabel dengan taraf
signifikan 5%, di mana nilai Xtabel = 3,84 dengan dk = 1 sehingga
dapat disimpulkan bahwa (Hо) ditolak yang artinya terdapat
hubungan antara tingkat kepatuhan diet pasien DM dengan
munculnya komplikasi.
7. Kelemahan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Peneliti hanya melakukan observasi dan pengukuran variabel pada
satu saat tertentu saja.
b. Responden hanya dikenai satu kali pengukuran
8. Kelebihan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Hasil penelitian menunjukkan hasil secara spesifik
b. Menunjukkan adanya hubungan dari masing-masing indikator
pengukuran.

11
C. Resume Jurnal 3
1. Judul Jurnal
Gambaran karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diabetes melitus tipe 2 pada wanita (Studi di RSUD Kardinah
Kota Tegal).
2. Kata Kunci
Diabetes Mellitus Type 2, women, description
3. Penulis Jurnal
Nurul Aini Fadilah, Lintang Dian Saraswati, Mateus Sakundarno Adi
4. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif dengan desain
cross sectional. Subjek penelitian merupakan pasien baru wanita DM
Tipe 2 berjumlah 100 orang.Teknik sampling yang digunakan adalah
consecutive sampling dimana peneliti memasukkan semua subjek yang
datang dan memenuhi kriteria inklusi ke dalam penelitian sampai jumlah
sampel minimal terpenuhi.
5. Pelaksanaan Penelitian
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah responden berstatus
sebagai pasien baru Diabetes Melitus Tipe 2 wanita di RSUD Kardinah
Kota Tegal dan bersedia menjadi responden dalam penelitian
ini.Sementara kriteria eksklusi yang digunakan adalah responden tidak
menyelesaikan seluruh pengukuran dan wawancara yang dilakukan
peneliti dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
6. Hasil Penelitian
Dari hasil analisis bivariate penelitian disimpulkan bahwa 49%
responden memiliki riwayat keluarga DM, 68% responden obesitas, 54%
responden hipertensi, 45% responden memiliki aktivitas fisik kurang,
16% responden memiliki usia menarche ≤11 tahun, 78% responden
memiliki paritas ≥3, 48% responden memiliki tingkat stres berat, 16,3%
responden memiliki riwayat Diabetes Melitus Gestasional, dan 56%
responden memiliki gangguan tidur

12
7. Kelemahan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Subjek penelitian hanya pasien baru wanita DM Tipe 2.
b. Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif
8. Kelebihan penelitian yang di dapat pada jurnal ini, yaitu :
a. Hasil penelitian menunjukkan hasil dari masing-masing indicator.
b. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling
dimana peneliti memasukkan semua subjek yang datang dan
memenuhi kriteria inklusi ke dalam penelitian

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Diabetes Melitus Tipe II


1. Pengertian Diabetes Melitus tipe II
Diabetes adalah penyakit kronis serius yang terjadi baik ketika
pankreas
tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang mengatur gula darah, atau
glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin
yang dihasilkannya (WHO, 2016).
Diabetes Melitus merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan
dalam
satu jawaban yang jelas dan singkat, tapi secara umum dapat dikatakan
sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor. Pada Diabetes Melitus didapatkan defisiensi
insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Diabetes Melitus
tipe II (DMTII) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya (Decroli, 2019).
2. Etiologi Diabetes Melitus tipe II
Diabetes Melitus tipe II disebabkan oleh kelainan sekresi insulin dan
kelainan kerja insulin. Pada awalnya terjadi resistensi insulin karena
insulin yang berkaitan dengan reseptor sehingga meningkatkan transport
glukosa yang menembus mebran sel. Berkurangnya jumlah tempat
reseptor pada membran sel mengakibatkan tidak normalnya insulin.
Selanjutnya terjadi kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin
yang beredar (Anderson, Wilson, & Dkk, 2006). Faktor-faktor yang
menyebabkan penyakit Diabetes Melitus yaitu faktor keturunan, bahan
beracun, nutrisi, virus dan bakteri (Novitasari, 2012).
3. Patofisiologi Diabetes Melitus tipe II

14
Gambaran patologi pada penderita Diabetes Melitus dapat
dihubungkan
dengan salah satu efek akibat kurangnya insulin. Kurangnya penggunaan
glukosa oleh sel-sel tubuh yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah yaitu 300-1200 mg/dl. Peningkatan pergerakan lemak
di tempat penyimpanan lemak yang menyebabkan metabolism lemak
menjadi tidak normal. Penderita yang mengalami defisiensi insulin tidak
mampu untuk mempertahankan kadar glukosa puasa yang normal. Apabila
terjadi hiperglikemi yang melebihi batas ginjal normal 160-180 mg/ 100
ml, dapat menimbulkan glikosuria karena tubulus-tubulus renalis tidak
mampu menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria dapat
mengakibatkan diuresis osmotic yang menyebabkan poliuri. Dimana
poliuri disertai dengan adanya
kehilangan sodium, klorida, potassium dan fosfat. Poliuri dapat
menyebabkan
dehidrasi kemudian polidipsi. Selanjutnya glukosa akan keluar bersama
urin
sehingga pasien mengalami keseimbangan protein negative dan berat
badan yang menurun. Penurunan berat badan menimbulkan polifagi.
Penderita akan mengalami asthenia atau berkurangnya energy sehingga
penderita akan lebih cepat merasa lelah dan mengantuk, hal ini disebabkan
oleh hilangnya protein dalam tubuh dan pengurangan terhadap
penggunaan karbohidrat unruk energi. Apabila hiperglikemi dibiarkan
dalam jangka waktu yang lama maka akan mengakibatkan arteriosclerosis,
adanya penebalan membrane basalis dan terjadinya perubahan pada saraf
perifer. Hal ini mengakibatkan terjadinya ganggren pada penderita dengan
defisiensi insulin. Biasanya pasien dengan defisiensi tidak mampu
mempertahankan kadar glukosa normal (A & Wlison, 2006).
4. Penatalaksanaan medis Diabetes Melitus tipe II
Penatalaksanaan pada pasien Diabetes Melitus yaitu :
a. Diet

15
Perhimpunan diabetes Amerika merekomendasikan 50-60 % kalori
untuk
pasien Diabetes Melitus.
1) Karbohidrat 60-70 %
2) Protein 12-20 %
3) Lemak 20-30 %
b. Obat hipoglikemik oral (OHO)
1) Sulfonylurea adalah obat golongan yang bekerja dengan cara
menstimulasi agar insulin yang tersimpan dapat terlepas,
menurunkan ambang sekresi insulin dan untuk meningkatkan
sekresi insulin sebagai rangsangan dari glukosa.
2) Biguanid yaitu obat yang bekerja dengan cara menurunkan kadar
glukosa dalam darah tetapi tidak membuat glukosa dalam darah
dibawah normal.
3) Inhibitor a glukosidase adalah obat yang bekerja dengan cara
menghambat cara kerja enzim a glukosidase di dalam saluran
pencernaan, sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa
dalam darah dan dapat menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
5. Manifestasi klinis Diabetes Melitus tipe II
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit Diabetes
Melitus diantaranya :
a. Pengeluaran urin (poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume urin dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala Diabetes
Melitus karena kadar glukosa dalam tubuh yang relatif tinggi sehingga
tubuh berusaha mengeluarkan kelebihan glukosa melalui urin. Gejala
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin
yang dikeluarkan banyak mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
b. Timbul rasa haus (polidipsia)
Polidipsia adalah rasa haus yang berlebih timbul karena kadar glukosa

16
dalam darah terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk
meningkatkan asupan cairan (PERKENI, 2011).
c. Timbul rasa lapar (polifagia)
Pasien dengan Diabetes Melitus akan cepat merasakan lapar dan
lemas,
hal ini disebabkan karena kadar glukosa dalam tubuh semakin habis,
sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI,
2011).
d. Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien Diabetes Melitus disebabkan
karena
tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan
energy untuk tubuh (PERKENI, 2011).

B. Konsep Kesiapan Peningkatan Manajemen Kesehatan


1. Pengertian kesiapan peningkatan manajemen kesehatan
Pola pengaturan dan pengintegrasian program kesehatan ke dalam
kehidupan sehari-hari yang cukup untuk memenuhi tujuan kesehatan dan
dapat ditingkatkan (PPNI, 2016).
2. Tanda gejala mayor dan tanda gejala minor kesiapan peningkatan
manajemen kesehatan
Menurut (PPNI, 2016), adapun gejala dan tanda pada pasien dengan
diagnose keperawatan kesiapan peningkatan manejem kesehatan sesuai
dengan standar diagnose keperawatan Indonesia (SDKI) adala sebagai
berikut :
Tabel 1
Tanda dan Gejala Kesiapan Peningkatan Manajemen
Kesehatan Berdasarkan SDKI
Tanda dan Gejala Mayor Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Subjektif
Mengekspresikan keinginan 1. Mengekspresikan tidak

17
untuk adanya hambatan yang
mengelola masalah kesehatan berarti dalam
dan mengintegrasikan program
pencegahannya yang ditetapkan untuk
mengatasi masalah
kesehatan.
2. Menggabarkan berkurangnya
faktor risiko terjadinya
masalah kesehatan
Objektif Objektif
Pilihan hidup sehari-hari tepat Tidak ditemukan adanya gejala
untuk memenuhi tujuan masalah kesehatan atau penyakit
program kesehatan. yang tidak terduga.

3. Kondisi klinis terkait dengan kesiapan peningkatan manajemen kesehatan


Menurut (PPNI, 2016) kondisi klinis terkait dengan kesiapan
peningkatan manajemen kesehatan adalah :
a. Diabetes Melitus
b. Penyakit Jantung Kongestif
c. PPOK
d. Asma
e. Sklerosis Multipel
f. Lupus sistemik
g. HIV positif
h. AIDS
i. Prematuritas
C. Teori Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus tipe II dengan Kesiapan
Peningkatan Manajemen Kesehatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses pengumpulan data,
verifikasi
serta komunikasi data yang mengenai pasien secara sistematis. Pada fase
ini

18
meliputi pengumpulan data dari sumber primer (pasien), sekunder
(keluarga pasien, tenaga kesehtana), dan analisis data sebagai dasar
perumusan diagnose keperawatan (Kozier, Erb, & Dkk, 2010). Fokus
pengkajian keperawatan pada kasus Diabetes Melitus tipe II (Wahid,
2013).
a. Pengkajian
1) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada klien apakah keluarganya ada yang menderita
penyakit seperti klien
2) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Tanyakan pada klien berapa lama klien menderita penyakit
Diabetes
Melitus, bagaimana cara penanganannya, mendapat terapi insulin
jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau
tidak apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi
penyakitnya.
3) Aktivitas dan istirahat
Tanyakan pada klien apakah merasakan letih, lemah, sulit
bergerak atau berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
4) Sirkulasi
Tanyakan pada klien apakah ada riwayat hipertensi, kebas,
kesemutan pada ektremitas, ada ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah.
5) Integritas ego
Tanyakan pada klien apa sedang mengalami stress atau ansietas
6) Eliminasi
Tanyakan pada klien adanya perubahan pola dalam berkemih,
seperti poliuri, nokturia, dan anuria serta diare.
7) Makanan dan cairan

19
Tanyakan apakah klien pernah mengalami anorexia, mual, tidak
mengikuti diet, penurunan berat badan, haus dan penggunaan
diuretik.
8) Neurosensori
Tanyakan pada klien apakah pernah merasakan pusing, sakit
kepala,
kesemutan, kebas kelemahan pada otot, paresthesia, gangguan
penglihatan .
9) Nyeri dan kenyamanan
Tanyakan pada klien adanya abdomen tegang, nyeri dengan skala
sedang hingga berat.
10) Pernafasan
Tanyakan pada klien apakah mengalami batuk dengan atau tanpa
spuntum purulent (terganggu adanya infeksi atau tidak).
11) Keamanan
Tanyakan pada klien adanya kuring yang kering disertai gatal,
dan ulkus pada kulit.
12) Pemeriksaan fisik
Dilakukan pemeriksaan head to toe.
13) Pemeriksaan penunjang
Kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl , gula darah puasa >
140 mg/dl, gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl,
peningkatan lipid dan kolesterol, osmolaritas serum > 330 osm/l.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan
dimana merupakan penialain klinis terhadap kondisi individu, keluarga,
atau
komunitas baik yang bersifat actual, resiko, atau masih merupakan
gejala. Diagnose keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses

20
kehidupan yang dialaminya baik berlangsung actualmaupun potensial
(PPNI, 2016).
Penilaian ini berdasarkan pada hasil analisis data pengkajian dengan
cara
berpikir kritis. Diagnosa yang ditegakkan dalam masalah ini ialah
kesiapan peningkatan manajemen kesehatan (Debora, 2017). Berikut
diagnosa yang terkait dengan penyakit Diabetes Melitus tipe II adalah :
a. Defisit nutrisi
b. Risiko syok
c. Gangguan integritas kulit/jaringan
d. Risiko infeksi
e. Retensi urin
f. Perfusi perifer tidak efektif.
3. Intervensi keperawatan
Intervensi atau perencanaan adalah tahap ketiga dari proses
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang
dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2016).
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman penentuan luaran keperawatan dalam
rangka memberikan asuhan keperawatan yang aman, efektif, dan etis
(PPNI, 2016). Ada empat elemen penting yang harus diperhatikan pada
saat membuat perencanaan keperawatan yaitu membuat prioritas,
menetapkan tujuan dan membuat kriteria hasil (Moorhead, 2013).
Merencanakan intervensi keperawatan yang akan diberikan (termasuk
tindakan mandiri dan kolabirasi dengan tenaga kesehatan lainnya), dan
melakukan pendokumentasian (Bulechek, 2015).

21
Tabel 2
Intervensi Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Melitus tipe II dengan Kesiapan Peningkatan Manajemen
Diagnosis Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 2 3
Kesiapan Setelah diberikan asuhan 1. Edukasi
peningkatan keperawatan selama 5 Kesehatan
manajemen kali kunjungan dalam 30 a. Observasi
menit diharapkan tingkat
kesehatan 1)Identifikasi
kesiapan peningkatan .
merupakan pola a. Manajemen faktorfaktor yang
pengaturan dan kesehatan pasien dapat
pengintegrasian meningkat dengan meningkatkan dan
program kesehatan kriteria hasil : menurunkan
ke dalam kehidupan 1) Melakukan tindakan motivasi perilaku
sehari-hari yang untuk mengurangi hidup bersih dan
faktor risiko
cukup untuk sehat
meningkat.
memenuhi tujuan 2) Menerapkan b.Terapeutik
kesehatan dan dapat program perawatan 1) Sediakan materi
ditingkatkan. meningkat. dan media
3) Aktivitas hidup pendidikan
sehari-hari efektif kesehatan
memenuhi tujuan 2) Jadwalkan
kesehatan
pendidikan
meningkat.
4) Verbalisasi kesehatan sesuai
kesulitan dalam kesepakatan
menjalani program 3) Berikan
perawatan/pengobat kesempatan untuk
an menurun bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan.
2) Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup

22
bersih
2. Edukasi latihan
fisik
a. Observasi
Identifikasi
kesiapan menerima
informasi
b. Terapeutik
1) Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
2) Jadwalkan
pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3) Berikan
kesempatan untuk
bertanya
c. Edukasi
1) Jelaskan manfaat
kesehatan dan efek
berolahraga
2) Jelaskan jenis
latihan yang sesuai
dengan kondisi
kesehatan
3) Jelaskan frekuensi,
durasi, dan
intensitas program
latihan yang
diinginkan
3. Promosi perilaku
upaya kesehatan
a. Observasi
Identifikasi perilaku
upaya kesehatan
yang dapat
ditingkatkan
b. Terapeutik
Orientasi pelayanan
kesehatan yang
dapat dimanfaatkan
c. Edukasi
Anjurkan makan
sayur dan buah

23
Anjurkan
melakukan aktivitas
fisik

4. Implementasi keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap
ini muncul jika perencanaan yang dibuat di aplikasikan pada klien.
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang
merupakan tindakan keperawatan khusus yang digunakan untuk
melaksanakan intervensi. Tindakan yang dilakukan mungkin sama,
mungkin juga berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada
perencanaan. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas dimana aplikasi yang akan dilakukan pada klien akan berbeda,
disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan kebutuhan yang paling
dirasakan oleh klien (Debora, 2017).
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap
ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
kriteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah masalah yang
terjadi sudah teratasseluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum teratasi
semuanya. Evaluasi adalah proses berkelanjutan yaitu proses yang
digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk mengetahui
:
a. Kesesuaian tindakan keperawatan,
b. Perbaikan tindakan keperawatan,
c. Kebutuhan klien saat ini,
d. Perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain, dan
e. Apakah perlu menyusun ulang priorotas diagnose supaya kebutuhan
klien bisa terpenuhi. Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan

24
keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk
memeriksa sumua proses keperawatan (Debora, 2017).
D. Konsep Dasar Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu hasil dari rasa keingintahuan melalui
proses sensoris, terutama pada mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang penting dalam terbentuknya
perilaku terbuka atau open behavior (Donsu, 2017).Pengetahuan atau
knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap suatu objekmelalui pancaindra yang dimilikinya. Panca indra
manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pada waktu penginderaan
untuk menghasilkan pengetahuan tersebut dipengaruhi oleh intensitas
perhatiandan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang sebagian
besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan
(Notoatmodjo, 2014).
Pengetahuan dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal dan sangat
erat hubungannya. Diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka akan
semakin luas pengetahuannya. Tetapi orang yang berpendidikan rendah
tidak mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan
tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, tetapi juga dapat
diperoleh dari pendidikan non formal. Pengetahuan akan suatu objek
mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatife. Kedua
aspek ini akan menentukan sikap seseorang. Semakin banyak aspek
positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap semakin
positif terhadap objek tertentu (Notoatmojo, 2014).
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) pengetahuan
seseorang terhadap suatu objek mempunyai intensitas atau tingkatan
yang berbeda. Secara garis besar dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan,
yaitu :

25
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai recall atau memanggil memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu yang spesifik dan seluruh
bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Tahu disisni merupakan tingkatan yang paling rendah. Kata kerja
yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehention)
Memahami suatu objek bukan hanya sekedar tahu terhadap objek
tersebut, dan juga tidak sekedar menyebutkan, tetapi orang tersebut
dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahuinya. Orang yang telah memahami objek dan materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menarik kesimpulan,
meramalkan terhadap suatu objek yang dipelajar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang
dimaksud dapat menggunakan ataupun mengaplikasikan prinsip
yang diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang lain. Aplikasi
juga diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode,
prinsip, rencana program dalam situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang dalam menjabarkan atau
memisahkan, lalu kemudian mencari hubungan antara
komponenkomponen dalam suatu objek atau masalah yang
diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada
tingkatan ini adalah jika orang tersebut dapat membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, membuat bagan (diagram) terhadap
pengetahuan objek tersebut.
e. Sintesis (Synthesis)

26
Sintesis merupakan kemampuan seseorang dalam merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen
pengetahuan yang sudah dimilikinya. Dengan kata lain suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang
sudah ada sebelumnya.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
dimasyarakat.
3. Proses Perilaku Tahu
Menurut Rogers yang dikutip oleh Notoatmodjo (dalam Donsu,
2017) mengungkapkan proses adopsi perilaku yakni sebelum seseorang
mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi beberapa
proses, diantaranya:
a. Awareness ataupun kesadaran yakni apda tahap ini individu sudah
menyadari ada stimulus atau rangsangan yang datang padanya.
b. Interest atau merasa tertarik yakni individu mulai tertarik pada
stimulus tersebut.
c. Evaluation atau menimbang-nimbang dimana individu akan
mempertimbangkan baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.
Inilah yang menyebabkan sikap individu menjadi lebih baik.
d. Trial atau percobaanyaitu dimana individu mulai mencoba perilaku
baru .
e. Adaption atau pengangkatan yaitu individu telah memiliki perilaku
baru sesuai dengan penegtahuan,, sikap dan kesadarannya terhadap
stimulus.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (dalam Wawan dan Dewi, 2010) faktorfaktor
yang mempengaruhi pengetahuan adalah sebagai berikut :
a. Faktor Internal

27
1) Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju impian atau cita-cita
tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi
kehidupan agar tercapai keselamatan dan kebahagiaan.
Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi berupa
halhal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip oleh
Notoatmodjo, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku akan pola hidup terutama dalam
memotivasi untuk sikap berpesan serta dalam pembangunan
pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang kutip oleh Nursalam, pekerjaan adalah
suatu keburukan yang harus dilakukan demi menunjang
kehidupannya dan kehidupan keluarganya. Pekerjaan tidak
diartikan sebagai sumber kesenangan, akan tetapi merupakan
cara mencari nafkah yang membosankan, berulang, dan
memiliki banyak tantangan. Sedangkan bekerja merupakan
kagiatan yang menyita waktu.
3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip dari Nursalam (2003), usia
adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai berulang tahun . sedangkan menurut Huclok (1998)
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matangdalam berfikir dan bekerja. Dari
segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.
4) Faktor Lingkungan

28
Lingkungan ialah seluruh kondisi yang ada sekitar manusia dan
pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku
individu atau kelompok.
5) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya pada masyarakat dapat memberikan
pengaruh dari sikap dalam menerima informasi
5. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Nursalam (2016) pengetahuan seseorang dapat diinterpretasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :
a. Pengetahuan Baik : 76 % - 100 % .
b. Pengetahuan Cukup : 56 % - 75 %.
c. Pengetahuan Kurang : < 56 %
E. Konsep Dasar Kepatuhan
1. Pengertian
Kepatuhan Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat,
suka menurut perintah. Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan
cara pengobatan dan perilaku yang disarankan dokter atau oleh orang lain
(Santoso, 2005). Menurut Notoatmodjo (2003) kepatuhan merupakan
suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke
perilaku yang mentaati peraturan (Notoatmodjo,2003).
Menurut Kozier (2010) kepatuhan adalah perilaku individu
(misalnya: minum obat, mematuhi diet, atau melakukan perubahan gaya
hidup) sesuai anjuran terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan dapat
dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga mematuhi
rencana.
Menurut Safarino (dalam Tritiadi, 2007) mendefinisikan kepatuhan
atau ketaatan (compliance atau adherence) sebagai: “tingkat pasien
melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh
dokternya atau oleh orang lain”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Sacket (Dalam Neil Niven, 2000)
mendefinisikan kepatuhan pasien sebagai “sejauhmana perilaku pasien

29
sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan”.
Pasien mungkin tidak mematuhi tujuan atau mungkin melupakan begitu
saja atau salah mengerti instruksi yang diberikan.
2. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan menurut Kamidah
(2015) diantaranya :
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera
penglihatan, pendengar, pencium, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2007).
b. Motivasi
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk berperilaku. Motivasi yang baik dalam
mengkonsumsi tablet kalsium untuk menjaga kesehatan ibu hamil
dan janin, keinginan ini biasanya hanya pada tahap anjuran dari
petugas kesehatan, bukan atas keinginan diri sendiri. Semakin baik
motivasi maka semakin patuh ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet
kalsium karena motivasi merupakan kondisi internal manusia seperti
keinginan dan harapan yang mendorong individu untuk berperilaku
agar mencapai tujuan yang dikehendakinya (Budiarni,2012) .
c. Dukungan keluarga
Upaya yang dilakukan dengan mengikutkan peran serta keluarga
adalah sebagai faktor dasar penting yang ada berada disekeliling ibu
hamil dengan memberdayakan anggota keluarga terutama suami
untuk ikut membantu para ibu hamil dalam meningkatkan
kepatuhannya mengkonsumsi tablet kalsium .
Upaya ini sangat penting dilakukan, sebab ibu hamil adalah
seorang individu yang tidak berdiri sendiri, tetapi ia bergabung

30
dalam sebuah ikatan perkawinan dan hidup dalam sebuah bangunan
rumah tangga dimana faktor suami akan ikut mempengaruhi pola
pikir dan perilakunya termasuk dalam memperlakukan kehamilannya
(Amperaningsih, 2011).
3. Cara Mengukur Kepatuhan Menurut Feist (2014) setidaknya terdapat
lima cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepatuhan pada pasien,
yaitu :
a. Menanyakan pada petugas klinis
Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi pilihan
terakhir untuk digunakan karena keakuratan atas estimasi yang
diberikan oleh dokter pada umumnya salah.
b. Menanyakan pada individu yang menjadi pasien
Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang
sebelumnya. Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu: pasien
mungkin saja berbohong untuk menghindari ketidaksukaan dari
pihak tenaga kesehatan, dan mungkin pasien tidak mengetahui
seberapa besar tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika dibandingkan
dengan beberapa pengukuran objektif atas konsumsi obat pasien,
penelitian yang dilakukan cenderung menunjukkan bahwa para
pasien lebih jujur saat mereka menyatakan bahwa mereka tidak
mengkonsumsi obat.
c. Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor keadaan
pasien.
Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan,
terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan konsumsi
alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus menciptakan situasi
buatan dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan yang lebih besar
dari pengukuran kepatuhan yang lainnya. Tingkat kepatuhan yang
lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan, tetapi hal ini tidak

31
sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu sendiri dan
menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak akurat.
d. Menghitung banyak obat
Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan Oleh
Dokter. Prosedur ini mungkin adalah prosedur yang paling ideal
karena hanya sedikit saja kesalahan yang dapat dilakukan dalam hal
menghitung jumlah obat yang berkurang dari botolnya. Tetapi,
metode ini juga dapat menjadi sebuah metode yang tidak akurat
karena setidaknya ada dua masalah dalam hal menghitung jumlah pil
yang seharusnya dikonsumsi. Pertama, pasien mungkin saja, dengan
berbagai alasan, dengan sengaja tidak mengkonsumsi beberapa jenis
obat. Kedua, pasien mungkin mengkonsumsi semua pil, tetapi
dengan cara yang tidak sesuai dengan saran medis yang diberikan.
e. Memeriksa bukti-bukti biokimia
Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan
yang ada pada metode-metode sebelumnya. Metode ini berusaha
untuk menemukan bukti-bukti biokimia, seperti analisis sampel
darah dan urin. Hal ini memang lebih reliabel dibandingkan dengan
metode penghitungan pil atau obat diatas, tetapi metode ini lebih
mahal dan terkadang tidak terlalu ‘berharga’ dibandingkan dengan
jumlah biaya yang dikeluarkan. Lima cara untuk melakukan
pengukuran pada kepatuhan pasien yaitu menanyakan langsung
kepada pasien, menanyakan pada petugas medis, menanyakan pada
orang terdekat pasien, menghitung jumlah obat dan memeriksa
bukti-bukti biokimia. Pada kelima cara pengukuran ini terdapat
beberapa kekurangan dan kekunggulan masing-masing dalam setiap
cara pengukuran yang akan diterapkan.
4. Cara – Cara Mengurangi Ketidakpatuhan
Menurut Dinicola dan Dimatteo (dalam Neil, 2000) ada berbagai
cara untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:

32
a. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari
pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi
nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu ketidakpatuhan
dikarenakan jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari
tenaga kesehatan yang menghasilkan efek negatif pada penderita
sehingga awal mula pasien mempunyai sikap patuh bisa berubah
menjadi tidak patuh.
b. Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan,
sehingga perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya
untuk mengubah perilaku, tetapi juga mempertahankan perubahan
tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri
sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi
perilaku harus dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan
kesehatan agar terciptanya perilaku sehat.
c. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan
sahabat merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien.
5. Cara Meningkatkan Kepatuhan Menurut Smet (1994) ada berbagai cara
untuk meningkatkan kepatuhan, diantaranya :
a. Segi Penderita
Usaha yang dapat dilakukan penderita untuk meningkatkan
kepatuhan dalam menjalani pengobatan yaitu:
1) Meningkatkan kontrol diri.
Penderita harus meningkatkan kontrol dirinya untuk
meningkatkan ketaatannya dalam menjalani pengobatan, karena
dengan adanya kontrol diri yang baik dari penderita akan semakin
meningkatkan kepatuhannya dalam menjalani pengobatan.
2) Meningkatkan efikasi diri.
Efikasi diri dipercaya muncul sebagai prediktor yang penting
dari kepatuhan. Seseorang yang mempercayai diri mereka sendiri
untuk dapat mematuhi pengobatan yang kompleks akan lebih
mudah melakukannya.

33
3) Mencari informasi tentang pengobatan.
Kurangnya pengetahuan atau informasi berkaitan dengan
kepatuhan serta kemauan dari penderita untuk mencari informasi
mengenai penyakitnya dan terapi medisnya, informasi tersebut
biasanya didapat dari berbagai sumber seperti media cetak,
elektronik atau melalui program pendidikan di rumah sakit.
b. Segi Tenaga Medis
Usaha-usaha yang dilakukan oleh orang-orang di sekitar
penderita untuk meningkatkan kepatuhan dalam menjalani
pengobatan antara lain:
1) Meningkatkan keterampilan komunikasi para dokter.
Salah satu strategi untuk meningkatkan kepatuhan adalah
memperbaiki komunikasi antara dokter dengan pasien. Ada
banyak cara dari dokter untuk menanamkan kepatuhan dengan
dasar komunikasi yang efektif dengan pasien.
2) Memberikan informasi yang jelas kepada pasien.
Tenaga kesehatan, khususnya dokter adalah orang yang
berstatus tinggi bagi kebanyakan pasien dan apa yang ia katakan
secara umum diterima sebagai sesuatu yang sah atau benar.
3) Memberikan dukungan sosial.
Tenaga kesehatan harus mampu mempertinggi dukungan
sosial. Selain itu keluarga juga dilibatkan dalam memberikan
dukungan kepada pasien, karena hal tersebut juga akan
meningkatkan kepatuhan, Smet (1994) menjelaskan bahwa
dukungan tersebut bisa diberikan dengan bentuk perhatian dan
memberikan nasehatnya yang bermanfaat bagi kesehatannya.
4) Pendekatan perilaku.
Pengelolaan diri yaitu bagaimana pasien diarahkan agar dapat
mengelola dirinya dalam usaha meningkatkan perilaku kepatuhan.
Dokter dapat bekerja sama dengan keluarga pasien untuk
mendiskusikan masalah dalam menjalani kepatuhan

34
BAB IV
PEMBAHASAN

A. JURNAL I, II , III
Pada jurnal I menghasilkan nilai uji chi square X2 hitung sebesar
13,929 lebih besar X2 tabel (3,841) dengan taraf signifikansi hitung (p)
sebesar 0,000. Oleh karena p < taraf signifikasi tabel sebesar 5% (0,05)
maka hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan tentang Diabetes Mellitus dengan perilaku
mengontrol gula darah.
Sedangkan ada jurnal II menghasilkan tingkat kepatuhan responden
adalah tidak patuh yaitu sebanyak 32 orang (56,14%) dan sisanya patuh
sebanyak 25 orang (43,86%), komplikasi responden adalah komplikasi
yaitu sebanyak 33 orang (57,89%) dan sisanya tidak ada komplikasi
sebanyak 24 orang (42,11%), responden yang tidak patuh terhadap diet
dan tidak mengalami komplikasi terdapat 12 orang (21,05 %), dan
mengalami komplikasi terdapat 20 orang (35,09 %). Sedangkan responden
yang patuh dan tidak mengalami komplikasi sebanyak 12 orang (21,05%),
dan mengalami komplikasi terdapat 13 orang (22,81%), sehingga dapat
disimpulkan terdapat hubungan antara tingkat kepatuhan diet pasien DM
dengan munculnya komplikasi.
Dan jurnal III, menghasilkan bahwa 49% responden memiliki riwayat
keluarga DM, 68% responden obesitas, 54% responden hipertensi, 45%
responden memiliki aktivitas fisik kurang, 16% responden memiliki usia
menarche ≤11 tahun, 78% responden memiliki paritas ≥3, 48% responden
memiliki tingkat stres berat, 16,3% responden memiliki riwayat Diabetes
Melitus Gestasional, dan 56% responden memiliki gangguan tidur.

35
B. Kesimpulan hasil penelitian dari ke 3 jurnal.
1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Diabetes
Mellitus dengan perilaku mengontrol gula darah.
2. Ada hubungan antara tingkat kepatuhan diet pasien DM dengan
munculnya komplikasi.
3. Diketahui lebih dari setengah tingkat kepatuhan responden adalah
tidak patuh yaitu sebanyak 32 orang (56,14%) dan sisanya patuh
sebanyak 25 orang (43,86%).
4. Diketahui lebih dari setengah adanya komplikasi responden adalah
komplikasi yaitu sebanyak 33 orang (57,89%) dan sisanya tidak ada
komplikasi sebanyak 24 orang (42,11%).
5. Menunjukkan bahwa responden yang tidak patuh terhadap diet dan
tidak mengalami komplikasi terdapat 12 orang (21,05 %), dan
mengalami komplikasi terdapat 20 orang (35,09 %). Sedangkan
responden yang patuh dan tidak mengalami komplikasi sebanyak 12
orang (21,05%), dan mengalami komplikasi terdapat 13 orang
(22,81%).
6. Dari analisis Chi Kuadrat data tabel 4 di atas didapatkan hasil X² =
0,64 dan kemudian dibandingkan dengan Xtabel dengan taraf
signifikan 5%, di mana nilai Xtabel = 3,84 dengan dk = 1 sehingga
dapat disimpulkan bahwa (Hо) ditolak yang artinya terdapat hubungan
antara tingkat kepatuhan diet pasien DM dengan munculnya
komplikasi.
7. Penelitian disimpulkan bahwa 49% responden memiliki riwayat
keluarga DM, 68% responden obesitas, 54% responden hipertensi,
45% responden memiliki aktivitas fisik kurang, 16% responden
memiliki usia menarche ≤11 tahun, 78% responden memiliki paritas
≥3, 48% responden memiliki tingkat stres berat, 16,3% responden
memiliki riwayat Diabetes Melitus Gestasional, dan 56% responden
memiliki gangguan tidur

36
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang Diabetes
Mellitus dengan perilaku mengontrol gula darah.
2. Ada hubungan antara tingkat kepatuhan diet pasien DM dengan
munculnya komplikasi.
B. Saran
1. Hasil analisa jurnal keperawatan yang telah disimpulkan bisa
dimanfaatkan oleh Rumah sakit sebagai acuan pelayanan diabetes di
Rumah Sakit..
2. Hasil analisa jurnal keperawatan yang telah disimpulkan bisa
dimanfaatkan petugas kesehatan untuk meningkatkan pelayananan
pasien.

37
DAFTAR PUSTAKA

Hubungan tingkat pengetahuan tentang diabetes mellitus dengan perilaku


mengontrol gula darah pada pasien diabetes mellitus rawat jalan di RSUD
dr. Moewardi Surakarta. Kunaryanti, Annisa Andriyani, Riyani Wulandari
Jurnal Kesehatan. ISSN 1979-7621 (Print). ISSN 2620-7761 (Online). Vol.
11. No. 1. Juni 2018

Hubungan tingkat kepatuhan diet pasien diabetes mellitus dengan munculnya


komplikasi di puskesmas pesantren II kota Kediri. Norma Risnasari ISSN.
0854-1922 Jurnal Nomor 25 Volume 01 DesemberTahun 2014

Gambaran karakteristik dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian


diabetes melitus tipe 2 pada wanita (Studi di RSUD Kardinah Kota
Tegal).
Notoadmojo, Soekidjo.(2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta

Rineka Cipta Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam


Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika

Rully. (2009).Gejala Diabetes Mellitus.http://medicastore.com/ index.php?mod


=penyakit&id=135 didapat tanggal 19 januari 2010

38

Anda mungkin juga menyukai