Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN SEMINAR DENGAN KASUS DIABETES MILITUS

(DM) PADA Ny. DI RUANG TERATAI UPT RUMAH SAKIT


UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH :

KELOMPOK I
MAHASISWA PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022
LAPORAN SEMINAR DENGAN KASUS DIABETES MILITUS
(DM) PADA Ny. Y DI RUANG TERATAI UPT RUMAH SAKIT
UNDATA PROVINSI SULAWESI TENGAH

OLEH :

1. ALFIAN (2021032005)
2. INDO NURJANNA (2021032039)
3. HARDIYANTI.AM (2021032028)
4. RINA (2021032086)
5. IRMAWATI IS.L (2021032040)
6. JUMARNI (2021032042)
7. KASMINA (2021032043)

POGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU
2022

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Seminar Dengan Kasus Diabetes Militus (DM) Pada Ny. N


Di Ruang Teratai Upt Rumah Sakit Undata Provinsi Sulawesi Tengah

DEPARTEMEN
KEPERAWATAN DASAR PROFESIONAL

Mengetahui :

Penanggug Jawab Stase


CI Institusi

Ns.Abd. Rahman,M.H.Kes Ns. Moh.Malikul Mulki, S.Tr.Kep.,M.Tr.Kep


NIDK.890700020 NIP.20220901132

Koordinator Profesi Ners Ketua Program Studi Ners

Ns. Sabir, S.Kep Ns. Yuhana Damantalm, M.Erg


NIK. 2017091095 NIK. 20110901019

iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia Nya sehingga laporan seminar kasus kelompok dapat terselesaikan.
Adapun penyakit yang menjadi seminar kasus kelompok yaitu dengan diagnose
medis DM (Diabetes Mellitus)
Dalam menyelesaikan penulisan laporan ini, penulis telah banyak
menerima bimbingan, bantuan, dorongan, arahan dan doa dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Pihak Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Widya Nusantara Palu yang telah
memfasilitasi dalam pelaksanaan praktek lapangan.
2. Direktur Rumah Sakit Upt Undata Provinsi Sulawesi tengah yang telah
bersedia mengizinkan penulis untuk dapat melaksanakan praktek lapangan.
3. Bidang Dilklit Dan Bidan Keperawatan Rumah Sakit Upt Undata Provinsi
Sulawesi Tengah
4. Ns.Abd. Rahman,M.H.Kes, selaku Clinical Instructor Institusi STIKes Widya
Nusantara Palu.
5. Ns. Putu Alit, S.Kep selaku Clinical Instructor Lahan Di Ruangan Teratai
Rumah Sakit Provinsi Undata Palu
6. Perawat-perawat senior di ruangan Teratai yang telah banyak memberikan
ilmu selama pelaksanaan praktek lapangan.
7. Teman-teman kelompok yang banyak membantu dan memberikan motivasi
terhadap satu sama lain.

Kami menyadari bahwa laporan seminar kasus ini masih ada kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu kami mengharapkan saran dan
masukan demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan seminar kasus ini
dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran secara khusus dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan DM dan dapat bermanfaat bagi kita semua
khususnya profesi keperawatan.

Palu, Mei 2022

Kelompok I

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. i


LEMBAR PENGESAHAN ………………………………...…………….... iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI ………..…………………………………………………….. v

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………...... 1
B. Tujuan ……………………………………………………………... 2
C. Manfaat …………………………………………………………..... 3

BAB II KONSEP TEORI DIABETES MILITUS


A. Definisi Penyakit ………………………………………………….. 4
B. Etiologi …………………………………………………………….. 4
C. Klasifikasi ………………………………………………………… 6
D. Patofisiologi ……………………………………………………….. 10
E. Manifestasi klinik………………………………………………….. 11
F. Pemeriksaan diangnosis …………………………………………… 12
G. Penatalaksanaan Medis ……………………………………………. 15
H. patwhey …………………………………………...………….......... 22
I. Konsep Asuhan Keperawatan …………………………………….. 23
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ……………………………………. 37
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………….. 59

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …...…………………………………………………… 63
B. Saran …………………………………………………………….… 63

DAFTAR PUSTAKA

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan
oleh gagalnya organ pankreas dalam memproduksi hormon insulin secara
memadai. Penyakit ini bisa dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat
terjadi secara menahun. Berdasarkan penyebabnya diabetes melitus di golongkan
menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes melitus
gestasional (Kemenkes RI, 2020). Diabetes melitus tipe 1 disebabkan karena
reaksi autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang sel beta
pada pankreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama sekali. Sedangkan
diabetes melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin yang mana
sel-sel dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes
gestasional disebabkan karena naiknya berbagai kadar hormon saat hamil yang
bisa menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019). Maka
dari itu, untuk mengetahui bahwa seseorang mengidap penyakit diabetes melitus
dapat ditegakkan melalui pemeriksan klinis berupa pemeriksaan kadar gula
darah.
Pemeriksaan klinis merupakan data penunjang yang dapat digunakan untuk
menegakan diagnosa terhadap suatu penyakit. Salah satunya pada penderita
diabetes melitus yang dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan
glukometer. Menurut PERKENI (2015) ada empat kriteria dalam menegakkan
diagnosis DM, diantaranya melakukan pemeriksaan kadar gula darah
anteprandial, kadar gula darah post prandial, kadar gula darah acak dan
pemeriksaan HbA1c. Namun, pemeriksaan kadar gula darah dengan HbA1c saat
ini tidak digunakan lagi sebagai alat diagnosis ataupun evaluasi dikarenakan
tidak semua laboratorium di Indoesia memenuhi standar. Menurut WHO (2019),
seseorang didiagnosis diabetes melitus apabila dalam pemeriksaan kadar gula
darah ditemukan nilai pemeriksaan kadar gula darah anteprandial ≥ 126 mg/dl,
dua jam setelah makan ≥ 200 mg/dl dan kadar gula darah acak ≥ 200 mg/dl.

6
Menurut International Diabetes Federation (2019) jumlah penderita
diabetes melitus diseluruh dunia mengalami peningkatan menjadi 463 juta jiwa
pada tahun 2019 dan jumlah kematian pada kasus ini yaitu 4,2 juta jiwa yang
mana Indonesia menjadi urutan ke 7 dengan jumlah penderita 10,7 juta.
IDIABETIC FOOT juga memperkirakan bahwa pada tahun 2045 kasus diabetes
akan meningkat menjadi 700 juta. Selain itu, Menurut RISKESDAS (2018)
menyebutkan bahwa jumlah prevelensi kasus diabetes melitus di Indonesia
menurut diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 2%. Angka
tersebut menunjukan peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2013 dengan
prevelensi 1.5% . Selain itu, jumlah kasus tertinggi terjadi di provinsi Jakarta (
3,4 %) dan terendah dimiliki oleh provinsi Nusa Tenggara Timur (0,9%).
Pada tahun 2018, jumlah kasus diabetes melitus di provinsi Bali
menduduki urutan ke 14 dari 34 provinsi di Indonesia, yang mana hal tersebut
mengalami peningkatan pada tahun 2013 dengan prevelensi 1,3 % menjadi 1,7 %
pada tahun 2018 (RISKESDAS, 2018). Berdasarkan data yang diperoleh dari
jumlah kasus diabetes melitus pada tahun 2018 sebesar 67.172 kasus diabetes
melitus di Bali (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2018). Khususnya Kabupaten
Tabanan, tahun 2018 jumlah penderita diabetes melitus yang tercatat yaitu 2.744
jiwa (Dinkes Tabanan, 2018). Menurut data yang diperoleh dari catatan medik
BRSU Tabanan bahwa jumlah kunjungan diabetes melitus di ruang rawat inap
terus meningkat dari tahun 2018-2020. Pada tahun 2018 kasus DM sebanyak 143
orang, tahun 2019 sebanyak 281 orang dan pada tahun 2020 sebanyak 298 orang
(BRSU Tabanan, 2020).
Penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk kasus diabetes melitus dengan
mentaati 4 pilar, yang diantaranya mengatur pola makan, melakukan aktivitas
fisik, terapi farmakologi dan edukasi. Pengaturan pola makan dapat dilakukan
dengan prinsip 3J ( jenis, jumlah, jadwal). Hal ini dilakukan untuk mengurangi
makanan atau minuman manis yang dapat berkontribusi terhadap tingginya kadar
gula darah. Tidak hanya mengatur asupan nutrisi, melakukan aktivitas fisik juga
dapat mengontrol kadar gula dan berat badan. Aktivitas fisik dapat dilakukan

7
dengan durasi 30 menit/hari. Penderita DM sangat diwajibkan untuk melakukan
terapi insulin secara teratur untuk mencegah tingginya kadar gula darah yang
berujung komplikasi. Selain itu, pentingnya edukasi juga dapat membantu
mengendalikan kasus diabetes melitus di Indonesia (Kemenkes RI, 2020). Selain
mentaati empat pilar penatalaksanaan diabetes melitus, pasien DM juga
diwajibkan melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM berada pada kategori
normal, sedang atau buruk sehingga membantu memutuskan pencegahan atau
penatalaksanaan yang sesuai dengan status kadar gula darah dalam tubuhnya.
Menurut penelitian dari Masfufah (2014) terdapat 16,7% responden yang
melakukan pemeriksaan terkontrol dan mengetahui status kadar gula darahnya
berada dalam kategori normal sedangkan 77,8% responden yang jarang kontrol
dan tidak mengetahui status kadar gula darah didalam tubuhnya berada dalam
kategori buruk. Jadi, dapat disimpulkan bahwa responden dengan kualitas hidup
baik dimiliki oleh responden yang mengetahui status kadar gula darahnya
melalui pemeriksaan kadar gula darah yang terkontrol. Maka dari itu, pentingnya
mengetahui status kadar gula darah pada pasien DM, karena dapat membantu
tenaga kesehatan dalam menentukan penatalaksaanaan yang sesuai dengan
riwayat kesehatan pasien. Selain itu, tenaga kesehatan juga wajib memahami
status kadar gula darah pada pasien DM saat dilakukan pemeriksaan pertama
kali, karena dengan hal itu dapat mengetahui status kesehatan pasien berada
dalam kategori normal, sedang atau buruk sehingga tenaga kesehatan dapat
meningkatkan perannya didalam pemberian intervensi, motivasi dan edukasi
dalam menekan kasus DM (Masfufah, 2014).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan Asuhan Keperawatan mengenai masalah pada kasus
DM
2. Tujuan Khusus

8
a. Mendeskripsikan pengkajian keperawatan mengenai masalah pada
kasus DM
b. Merumuskan diagnose keperawatan mengenai masalah pada kasus DM
c. Mendeskripsikan pelaksanaan perencanaan keperawatan mengenai
masalah pada kasus DM
d. Mendeskripsikan pelaksanaan implementasi dan evaluasi keperawatan
mengenai masalah pada kasus DM
C. Manfaat
Diharapkan dapat menjadi referensi tambahan, dapat digunakan sebagai
acuan teori pelaksanaan asuhan keperawatan.

9
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Konsep Teori
A. Definisi
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau
mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna
manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang
mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes
melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan
absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin
(Prabowo, 2015).
Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Nugroho, 2017)
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi
diabetes mellitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai
penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2013 angka
kejadian diabetes di dunia adalah sebanyak 382 juta jiwa dimana proporsi
kejadian DM tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia. Prevalensi kasus Diabetes
melitus tipe 2 sebanyak 85-90% (Indriastuti, 2015).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan
defisiensi insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat.

B. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori klinis yaitu :
1. Diabetes melitus tipe 1. Tipe ini disebabkan oleh kerusakan sel beta
pankreas sehingga kekurangan insulin absolut. Umumnya penyakit

10
berkembang kearah ketoasidosis diabetik yang menyebabkan kematian.
Pada diabetes melitus tipe ini biasanya terjadi sebelum umur 30 tahun dan
harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor resiko dalam
diabetes melitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi virus, riwayat keluarga
diabetes melitus
2. Diabetes melitus tipe 2. Pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan
insulin tetapi insulin yang bekerja kurang sempurna karena adanya
resistensi insulin akibat kegemukan. Faktor genetis dan pola hidup juga
sebagai penyebabnya. Faktor resiko DM tipe 2 adalah : obesitas, stress
fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun, pengobatan dan
riwayat keluarga diabetes melitus. Hampir 90% penderita diabetes
melitus adalah diabetes melitus tipe 2.
3. Diabetes melitus dengan kehamilan atau Diabetes Melitus Gestasional
(DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang muncul pada saat
mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko
pada DMG adalah wanita yang hamil dengan umur lebih dari 25 tahun
disertai dengan riwayat keluarga dengan diabetes melitus, infeksi yang
berulang, melahirkan dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg.
4. Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek
genetik fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi dan sindrom genetik lain yang berhubungan
dengan diabetes melitus. Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan,
kortisol, glukagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja
insulin. Kelebihan hormone tersebut dapat mengakibatkan diabetes
melitus tipe ini

11
C. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement dm antara lain
dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.

a. Anatomi Fisiologi Pankreas


Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpadan beratnya rata-
rata 60-90 gram.Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang
lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di
dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar
pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian
pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari
organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau
terletak pada alat ini.Dari segi perkembanganembriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus.Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu Asini
sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum, pulau Langerhans yang
tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem
endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat
hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang
terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1-2 juta.

12
b. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan
terluas ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2.
Rata-rata tebal kulit 1-2mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak tangan
dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di penis.Bagian-bagian
kulit manusiasebagai berikut :
1) Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisan basal
atau stratum germinativium, lapisan malphigi atau stratum spinosum,
lapisan glanular atau stratum gronulosum, lapisan tanduk atau stratum
korneum. Epidermis mengandung juga: kelenjarekrin, kelenjar apokrin,
kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat adadua jenis,
ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan panas
dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua
daerah kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya berjulah
antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak tangan. Kelenjar
apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikelrambut,
terdapat diketiak, daerah anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar
sebaseus terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak kaki
dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka, kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol
dan zat lain.
2) Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah epidermis dan
diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapisan
atas terjalin rapat (pars papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin
lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung
pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
3) Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah dermis.
Batas antara jaringan subkutan dandermis tidak tegas.Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkan banyak lemak.Jaringan

13
subkutan mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan rambut
dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi
dari jaringan subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma
dan tempat penumpukan energy.

D. Etiologi
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri
tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. (Perkeni,
2015)
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon
autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
(Perkeni, 2015)
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas,
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin
tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destuksi sel β pancreas. (Perkeni, 2015)
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor
genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.

14
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya
mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan
dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak
terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-
mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,
kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi
memadai untuk mempertahankan euglikemia. Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
E. Patofisiologi
Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang

15
tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino
dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri
abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak
ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar
gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

16
Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi
akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-
sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun
terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun
masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian,
diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya
yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan
diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien,
gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat
tinggi). (Perkeni, 2015)

17
F. Pathway
Reaksi autoimun Obesitas , Usia, Genetik

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Sel beta pancreas hancur Sel beta pancreas hancur


Defisiensi insulin

Anabolisme protein Katabolisme protein Lipolisis meningkat Penurunan


pemakaian glukosa
Gliserol asam lemak bebas
Kerusakan pada antibody Merangsang hipotalamus
Hiperglikemia

Kekebalan tubuh Aterosklerosis Ketogenesis


Pusat lapar & haus glycosuria Viskositas
darah
Neuropati Ketonuria
Resiko Osmotic
infeksi sensori perifer Polidipsi dan Diuresis Aliran
polifagi Ketoasidosis darah
melambat
Klien merasa tidak Dehidrasi
sakit saat luka Ketidakseimbangan  Nyeri abdomen
Ischemic
Nutrisi Kurang Dari  Mual, muntah
jaringan
Kebutuhan Tubuh  Hiperventilasi
 Nafas bau keton
 Coma
Kekurangan Ketidakefektifan
volume perfusi jaringan
 cairan perifer
Makro Mikro
vasikuler vasikuler

Jantung Serebral Retina Ginjal

Infark miocard Penyumbatan Retina Neuropati


pada otak Diabetik
Nyeri Akut Gagal Ginjal
Stroke Gangguan
penglihatan

Resiko
cedera

Nekrosis
luka

Ganggren Kerusakan integritas


kulit

(ADA, 2014)

18
G. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)

H. Komplikasi
Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan timbul berbagai
komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu
komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi:
Ketoasidosis diabetic, hiperosmolar non ketotik, dan hiperglikemia
(Perkeni,2015).
Sedangkan yang termasuk komplikasi kronik adalah,
makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati. Makroangiopati terjadi
pada pembuluh darah besar (makrovaskular) seperti jantung, darah tepi
dan otak. Mikroangipati terjadi pada pembuluh darah kecil
(mikrovaskular) seperti kapiler retina mata, dan kapiler ginjal (Perkeni,
2015).

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah: gula darah puasa 100 - 190 ml/dl, tes toleransi glukosa
80 - 190 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat

19
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal
atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering
menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal
sampai tinggi (Tipe II)
10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka.

J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan utama terapi Diabetes Melitus adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuannya
adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien
1. Diet
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut ini :
 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
 Memenuhi kebutuhan energy
 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat Bagi
semua penderita Diabetes, perencanaan makan harus
mempertimbangkan pula kegemaran pasien terhadap makanan

20
tertentu, gaya hidup, jam-jam makan yang biasa diikutinya dan
latar belakang etnik serta budayanya.
2. Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan Diabetes karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi
faktor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa
darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga
diperbaiki dengan berolahraga, latihan dengan cara melawan tahanan
(resistance training) dapat meningkatkan lean body mass dan dengan
demikian menambah laju metabolisme laju istirahat (resting metabolic
rate). Semua efek ini sangat bermanfaat pada Diabetes karena dapat
menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan
kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah
yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan menurunkan kadar
kolesterol total dan trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi
penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk
terkena penyakit kardiovaskuler pada Diabetes. Meskipun demikian,
penderita Diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250mg/dl
(14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan
hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihan
dengan kadar glukosa darah tinggi akan meningkatkan sekresi
glukagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormon ini
membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan
kadar glukosa darah.
3. Pemantauan
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara
mandiri (SMBG: self-monitoring of blood glucose), penderita diabetes
kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa
darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan pencegahan
hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan

21
kadar glukosa darah normal yang memungkinkan akan mengurangi
komplikasi diabetes jangka panjang.
4. Terapi insulin dan obat hiperglikemia
Pada diabetes tipe I, tubuh kehilangan kemampuan untuk
memproduksi insulin.Dengan demikian, insulin harus diberikan dalam
jumlah tak terbatas. Pada Diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Di samping itu, sebagian pasien Diabetes tipe II yang
biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet atau obat
oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama mengalami
sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau beberapa kejadian stres
lainnya.

K. Pencegahan
Pencegahan Primer Terhadap Diabetes Melitus Tipe 2 :
1. Sasaran pencegahan primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi
berpotensi untuk mendapat DM dan kelompok intoleransi glukosa.
Faktor Risiko Diabetes Melitus
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk intoleransi
glukosa yaitu :
A. Faktor Risiko yang Tidak Bisa Dimodifikasi
 Ras dan etnik
 Riwayat keluarga dengan DM
 Umur: Risiko untuk menderita intolerasi glukosa meningkat
seiring dengan meningkatnya usia. Usia >45 tahun harus
dilakukan pemeriksaan DM.
 Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG).
 Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang

22
lebih tinggi dibanding dengan bayi yang lahir dengan BB
normal.
B. Faktor Risiko yang Bisa Dimodifikasi
 Berat badan lebih (IMT ≥23 kg/m2 ).
 Kurangnya aktivitas fisik
 Hipertensi (>140/90 mmHg)
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan/atau trigliserida >250 mg/dl)
 Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi glukosa dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita
prediabetes/intoleransi glukosa dan DMT2.
C. Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko Diabetes Melitus
 Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan
klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
 Penderita sindrom metabolik yang memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu
(GDPT) sebelumnya.
 Penderita yang memiliki riwayat penyakit kardiovaskular,
seperti stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases)
(Perkeni, 2015).

2. Pencegahan Sekunder Terhadap Komplikasi Diabetes Melitus


Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah terdiagnosis DM. Tindakan
pencegahan sekunder dilakukan dengan pengendalian kadar glukosa
sesuai target terapi serta pengendalian faktor risiko penyulit yang lain
dengan pemberian pengobatan yang optimal. Melakukan deteksi dini
adanya penyulit merupakan bagian dari pencegahan sekunder.
Tindakan ini dilakukan sejak awal pengelolaan penyakit DM.
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
dalam menjalani program pengobatan sehingga mencapai target terapi
yang diharapkan. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan
perlu selalu diulang pada pertemuan berikutnya. (Perkeni, 2015).

23
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah
terjadinya kecacatan lebih lanjut serta meningkatkan kualitas hidup.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum
kecacatan menetap. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan
penyuluhan pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk
upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan
komprehensif dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di
rumah sakit rujukan. Kerjasama yang baik antara para ahli diberbagai
disiplin (jantung, ginjal, mata, saraf, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain-lain.) sangat
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
(Perkeni, 2015).

2. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang
diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di
gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan
utama, dan masih banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

24
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan
persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya
pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga
menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan
kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak
menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan mereka
takut akan terjadinya amputasi.
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek,
mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis
osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan
pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi
relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan

25
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren
dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan
penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang
luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati /
mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.
Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya
perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami
kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di
organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,
gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada
proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan
nefropati.
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang
kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan
menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,

26
kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran
pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,
gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman
bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah
atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi,
aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.

27
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul


1. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Cedera Biologis
2. Kerusakan integritas kulit Berhubungan Dengan Gangguan Sirkulasi
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer Berhubungan Dengan
Diabetes Mellitus.
4. Defisiensi Volume Cairan Berhubungan Dengan Kehilangan cairan
secara aktif
5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan Dengan Ketidakmampuan menggunakan glukose
6. Resiko infeksi Berhubungan Dengan Supresi respon inflamasi

C. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWAT (NOC) (NIC)
AN
1 Nyeri Akut NOC : NIC :
Berhubungan  Tingkat nyeri Manajemen nyeri :
Dengan Agen  Nyeri terkontrol 1. Lakukan 1. Nyeri merupakan
Cedera Biologis  Tingkat pegkajian nyeri pengalaman
kenyamanan secara subyektif dan harus
Setelah dilakukan komprehensif dijelaskan oleh
asuhan keperawatan termasuk lokasi, pasien. Identifikasi
selama 3 x 24 jam, karakteristik, karakteristik nyeri
klien dapat mengatasi durasi, frekuensi, dan faktor yang
nyeri dengan kualitas dan ontro berhubungan
Kriteria Hasil : presipitasi. merupakan suatu

28
1. Mengontrol nyeri, hal yang amat
dengan indikator : 2. Pertahankan tirah penting untuk
 Mengenal faktor- baring dan posisi memilih intervensi
faktor penyebab yang nyaman yang cocok dan
 Mengenal onset untuk mengevaluasi
nyeri 3. Ajarkan teknik keefektifan dari
 Tindakan relaksasi napas terapi yang
pertolongan non dalam diberikan.
farmakologi 2. dengan adanya tirah
 Menggunakan 4. Monitor Tanda – baring akan
analgetik tanda vital mengurangi nyeri
 Melaporkan 3. teknik relaksasi
gejala-gejala 5. Kolaborasi untuk dapat mengurangi
nyeri kepada tim pemberian rasa nyeri dan
kesehatan analgetik membuat relaks
 Nyeri terkontrol 4. Mengetahui
2. Menunjukkan perkembangan
tingkat nyeri, kesehatan pasien
dengan indikator : 5. pemberian analgetik
untuk mengurangi
 Melaporkan
nyeri yang
nyeri
dirasakan pasien
 Frekuensi nyeri
 Lamanya episode
nyeri
 Ekspresi nyeri;
wajah
 Perubahan
respirasi rate
 Perubahan
tekanan darah
 Kehilangan nafsu
makan
.
2 Kerusakan NOC : NIC :
integritas kulit Label Label :: Skin
Berhubungan :: Tissue Integrity Surveillance
Integrity :: Skin
Dengan
Skin & Mocous 1. Anjurkan untuk 1. Meningkatkan
Gangguan Membranes melakukan latihan aliran darah
Sirkulasi Tujuan : Klien mampu ROM (range of kesemua daerah
mempertahankan motion) dan 2. Menghindari
keutuhan kulit Setelah mobilisasi jika tekanan dan
dilakukan asuhan mungkin meningkatkan
keperawatan selama 3 2. Rubah posisi tiap 2 aliran darah
x 24 jam, klien dapat jam 3. Menghindari
mengetahui dan 3. Gunakan bantal tekanan yang
mencegah dari luka air atau pengganjal berlebih pada

29
dengan yang lunak di daerah yang
Kriteria hasil : bawah daerah- menonjol
- Klien mau daerah yang 4. Menghindari
berpartisipasi terhadap menonjol kerusakan-
pencegahan luka 4. Lakukan massage kerusakan kapiler-
- Klien mengetahui pada daerah yang kapiler
penyebab dan cara menonjol yang 5. Hangat dan
pencegahan luka baru mengalami pelunakan adalah
- Tidak ada tanda- tekanan pada tanda kerusakan
tanda kemerahan atau waktu berubah jaringan
luka posisi 6. Mempertahankan
5. Observasi keutuhan kulit
terhadap eritema
dan kepucatan dan
palpasi area sekitar
terhadap
kehangatan dan
pelunakan jaringan
tiap merubah
posisi
6. Jaga kebersihan
kulit dan
seminimal
mungkin hindari

3 Ketidakefektifa NOC : NIC :


n Perfusi  Circulation status Peripheral
Jaringan Perifer  Tissue Prefusion : Sensation
Berhubungan cerebral Management
Dengan
Diabetes (Manajemen sensasi
Setelah dilakukan
Mellitus asuhan keperawatan perifer)
selama 3 x 24 jam, 1. Kaji secara 1. Sirkulasi perifer dapat
klien dapat komprehensif menunjukan tingkat
menunjukan perfusi sirkulasi perifer keparahan penyakit
jaringan dengan 2. Evaluasi nadi 2. Pulsasi yang lemah
perifer dan edema menimbulkan
Kriteria Hasil :
3. Elevasi anggota kardiak output
1. Mendemonstrasika
n status sirkulasi badan 200 atau 3. Untuk meningkatkan
 Tekanan systole lebih venous return
dan diastole 4. Ubah posisi 4. Mencegah komplikasi
dalam rentang pasien setiap 2 dekubitus
yang diharapkan jam 5. Menggerakan otot
 Tidak ada 5. Dorong latihan dan sendi agar tidak
ortostatik
ROM sebelum kaku
hipertensi

30
 Tidak ada tanda bedrest 6. Nilai laboratorium
tanda 6. Monitor dapat menunjukan
peningkatan laboratorium (Hb, komposisi darah
tekanan hmt) 7. Meminimalkan
intrakranial
7. Kolaborasi adanya bekuan dalam
(tidak lebih dari
15 mmHg) pemberian anti darah
2. Mendemonstrasika platelet atau anti 8. Mengetahui status
n kemampuan perdarahan pasien
kognitif yang 8. Kaji TTV
ditandai dengan :
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat
keputusan
dengan benar
4 Defisiensi NOC: NIC :
Volume Cairan  Fluid balance Fluid Managemen
Berhubungan  Hydration 1. Kaji keadaan 1. Mengetahui
 Nutritional Status
Dengan umum klien dan dengan cepat
: Food and Fluid
Kehilangan Intake tanda-tanda vital. penyimpangan dari
cairan secara Setelah dilakukan keadaan
aktif tindakan keperawatan 2. Kaji input dan normalnya.
selama 3x 24 jam output cairan. 2. Mengetahui
defisiensi volume balance cairan dan
cairan teratasi dengan 3. Observasi adanya elektrolit dalam
Kriteria hasil:
tanda-tanda syok tubuh/homeostatis
 Mempertahankan
urine output sesuai 3. Agar dapat segera
dengan usia dan 4. Anjurkan klien dilakukan tindakan
BB, BJ urine untuk banyak jika terjadi syok.
normal, minum. 4. Asupan cairan
 Tekanan darah, sangat diperlukan
nadi, suhu tubuh 5. - Kolaborasi untuk menambah
dalam batas
dengan dokter volume cairan
normal
 Tidak ada tanda dalam pemberian tubuh
tanda dehidrasi, cairan I.V. 5. Pemberian cairan
Elastisitas turgor I.V sangat penting

31
kulit baik, bagi klien yang
membran mukosa mengalami deficit
lembab, tidak ada volume cairan
rasa haus yang
untuk memenuhi
berlebihan
 Orientasi terhadap kebutuhan cairan
waktu dan tempat klien.
baik
 Jumlah dan irama
pernapasan dalam
batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt
dalam batas
normal
 pH urin dalam
batas normal
 Intake oral dan
intravena adekuat

5. Ketidakseimban NOC : NIC


gan Nutrisi  Nutritional Status Nutrition
: Food and Fluid Management 1. Pasien dengan DM
Kurang Dari
Intake 1. Kaji kebiasaan pasti memiliki
Kebutuhan
Setelah dilakukan diet. kebiasaaan pola
Tubuh
tindakan keperawatan 2. Auskultasi bunyi makan yang buruk.
Berhubungan selama 3x 24 jam usus 2. Penurunan bising
Dengan Nutrisi klien dapat
3. Berikan usus menunjukkan
Ketidakmampu terpenuhi dengan
perawatan oral penurunan motilitas
an
Kriteria Hasil : 4. Timbang berat gaster
menggunakan
glukose  Intake makanan badan sesuai 3. Rasa tidak enak, bau
peroral yang indikasi. adalah pencegahan
adekuat 5. Konsul ahli gizi utama yang dapat
 Intake NGT membuat mual dan
adekuat
muntah.
 Intake cairan
4. Berguna
peroral adekuat
 Intake cairan yang menentukan
adekuat kebutuhan kalori
 Intake TPN dan evaluasi
adekuat keadekuatan
rencana nutrisi
5. Kebutuhan kalori
yang didasarkan
pada kebutuhan
individu
memberikan nutrisi

32
maksimal.

6. Resiko infeksi NOC : NIC : Infection


Berhubungan  Infection Manegement
Dengan supresi Tujuan : setelah 1. Mencegah terjadinya
dilakukan asuhan 1.Pertahankan teknik infeksi
respon
keperawatan selama 3 aseptif 2. Mencegah terjadinya
inflamasi
x 24 jam diharapkan 2.Cuci tangan infeksi Nosokomial
resiko infeksi dapat sebelum dan 3. Merencanakan
dicegah dan teratasi.
sesudah tindakan tindakan untuk
Kriteria Hasil : keperawatan menghambat tanda
 Pasien bebas dari 3.Monitor tanda dan gejala infeksi
tanda gejala infeksi gejala infeksi 4. Mencegah terjadinya
 Menunjukkan 4.Meningkatkan kelemahan/
kemampuan untuk intake nutrisi kelelahan pada
mencegah timbulnya 5.Berikan perawatan pasien
infeksi
luka pada area 5. Membersihkan luka,
 Jumlah lekosit dlam
batas normal epiderma mencegah resiko
 Menunjukkan 6.Observasi kulit, infeksi
perilaku hidup sehat membrane mukosa 6. Mengetahui
terhadap perkembangan
kemerahan, panas , penyembuhan luka
drainase 7. Mengetahui kondisi
7.Inspeksi kondisi luka
luka/insisi bedah 8. Merencanakan
8.Kolaborasi pencegahan bakteri
pemberian patologi / anaerob
antibiotik. menyerang pada
insisi pembedahan

33
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Biodata Pasien
1. Nama : Ny. Y
2. Umur : 49 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. No. Register : 01-04-68-37
5. Alamat : Morowali utara
6. Status : Menikah
7. Keluarga terdekat : Suami
8. Diagnosa Medis : DM Tipe 2

B. Anamnese
1. Keluhan Utama (Alasan MRS)
Saat MRS : klien mengatakan kaki kesemutan, lemah, pusing
Saat Pengkajian :klien mengatakan kepala terasa pusing badan terasa
lemah,letih, mengantuk dan sering kesemutan pada bagian kaki maupun
tangan, dan klien selalu mengeluh lapar dan klien mengatakan selalu
mengkonsumsi makanan dan minuman yang manis.
2. Riwayat penyakit sekarang
Klien masuk IGD pada tanggal 23-03-2022 dengan keluhan kedua kaki
terasa kesemutan begitu juga pada kedua tangan,kepala pusing dan
badan terasa lemah,keluhan timbul secara mendadak, keluhan
dirasakankurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit upaya yang
dilakukan untuk mengatasi keluhan yaitu membeli obat sendiri di
apotek, Metformin dan glimepiride.
3. Riwayat penyakit yang lalu
Ny. Y mengatakan beliau sudah menderita penyakit gula kurang lebih 8
tahun dan pernah dirawat dirumah sakit didaerahnya yaitu Morowali
Utara dan klien mengatakan tidak rutin meminum obat gulanya.

34
4. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan ayah dan ibunya juga menderita penyakit DM (gula)
tetapi tidak ada yang menderita penyakit menular seperti hepatitis
maupun TBC
C. Pola Pemeliharaan Kesehatan
1. Pola pemenuhan kebutuhan nutrisi

Di Rumah Di RumahSakit

Pagi : klien mengatakan lebih Pagi: makan hanya setengah dari


banyak makan nasi dibandingkan diet yang diberikan
sayur dan sering konsumsi Siang: makan sedikit dari diet yang
makanan manis diberikan
Siang: makan nasi,sayur, ikan dan Malam: makan setengah dari diet
air putih yang diberikan
Malam: makan nasi Pantangan : tidak ada
sayur,ikan,minum air putih,
Pantangan: tidak ada

2. Pola eliminasi

Di Rumah Di RumahSakit

Pagi: BAB 1x/hari BAB 1x sehari


BAK 5-6x/hari BAK terpasang kateter dengan
Siang: BAB(-),BAK 1-2x/hari jumlah urine 200cc/hari
Malam: BAB(-) BAK 2-3x/hari Bau : amoniak
Bau : amoniak Warna : kuning jernih
Warna : kuning Masalah eliminasi: tidak ada
Masalah eliminasi: tidak ada

35
3. Pola Istirahat Tidur

Di Rumah Di Rumah Sakit

Klien mengatakan tidur malam . Klien mengatakan tidur malam


sekitar 6-8 jam dan tidur siang sekitar 6 jam dan tidur siang
kurang lebih 1-2 jam kurang lebih 1-2 jam

4. Pola Kebersihan Diri

Di Rumah Di RumahSakit

Frekuensi mandi : Frekuensi mandi :


Klien mengatakan mandi Klien mengatakan mandi 2x/sehari
2x/sehari secara mandiri secara mandiri dengan cara dilap
Frekuensi mencuci rambut : oleh keluarganya
2-3 kali dalam seminggu Frekuensi mencuci rambut :
Frekuensi gosok gigi : Tidak pernah
Setiap kali mandi Frekuensi gosok gigi :
Keadaan kuku : 2x sehari
Kuku tampak bersih Keadaan kuku :
Kuku tampak bersih

5. Pola Aktifitas

Di Rumah Di Rumah Sakit

Klien mengatakan aktivitas sehari- Klien mengatakan hanya bisa


hari adalah mengurus pekerjaan melakukan aktivitas yang terbatas
rumah tangga
D. Riwayat Sosial Ekonomi
a. Latar belakang social, budaya dan spiritual klien
Kegiatan kemasyarakatan : klien mengatakan dapat bersosialisai dengan
baik bersama masyarakat didaerah tempat tinggalnya dan tidak
memiliki konflik klien memiliki hubungan yang baik dan harmonis
dengan keluarga dan paling berarti baginya adalah suami dan anak-

36
anaknya dan taat menjalankan agamanya yaitu setiap hari minggu
ibadah ke Gereja disekitar tempat tinggalnya.
b. Ekonomi
Klien mengatakan selama dirawat di rumah sakit klien menggunakan
kartu BPJS karena suami klien seorang ASN dan untuk biaya yang
lainnya klien di biayai oleh keluarganya.
E. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg BB : 43,5 kg
N : 68 x/menit TB : 156 cm
RR : 20 x/menit
S : 36,5 ºC
BB sebelum sakit 60 Kg
BB saat ini 43,5 kg
BBI : (TB cm-100) Kg 10%
(156-100) Kg-10%
=56 kg-5,6 Kg
=50,4 Kg
2. KeadaanUmum
Saat dilakukan pengkajian kesadaran klien Composmentis, klien
tampak lemah dan terpasang infuse Rl 500 ml 20 tpm.
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
a. Kepala
Inspeksi : Bentuk kepala bulat, tidak ada luka, penyebaran
rambut merata, warna rambut hitam, dan tidak ada
kerontokan rambut
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada peradangan dan tidak ada
pembesaran tiroid
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

37
4. Pemeriksaan wajah
a. Mata
Inspeksi :
Bentuk mata simetris kiri dan kanan, kelopak mata tidak ada
kelambatan kelopak, tidak ada pembengkakan, tidak ada luka, tidak
ada kerontokan bulu mata, konjungtiva tidak anemis, pupil isokor
dan reaksi pupi terhadap cahaya baik (miosis)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b. Hidung
Inspeksi :
Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada deviasi septum,
tidak ada perdarahan, tidak ada pembengkakan, tidak ada
secret/cairan dan tidak ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada polip
c. Mulut
Inspeksi :
Bentuk mulut simetris, tidak ada lesi maupun inflamasi, tidak
sumbing, warna bibir coklat, tidak ada perdarahan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada mandibularis dan maksiaris
d. Telinga
Inspeksi :
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, ukuran besar kiri dan kanan
sama, tidak ada lesi maupun inflamasi, tidak ada pengeluaran
cairan, dan tidak ada perdarahan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
e. Wajah
Inspeksi :
Klien tampak lemah, bentuk wajah simetris, tidak ada
pembengkakan, tidak ada kemampuan otot parsialis
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

38
5. Pemeriksaan Toraks/Paru
Inspeksi :
Bentuk dada simetris antara kanan dan kiri, pengembangan dada
simetris tidak penggunaan otot bntu nafas respirasi 20x/menit, tidak
ada lesi
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar suara sonor pada area paru
Auskultasi : suara napas vesikuler Tidak ada suara napas tambahan
6. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Bentuk dada simetris, tidak ada benjolan dan tidak ada lesi
Auskultasi : Frekuensi peristaltic usus normal 16x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Terdengar bunyi timpani
7. Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Inspeksi : Bentuk simetris kiri dan kanan, tidak ada deformitas dan
fraktur
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Ekstremitas Bawah
Inspeksi : bentuk simetris kiri dan kanan tidak ada deformitas dan
fraktur
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
8. Pemeriksaan Fungsi Neurologis
Kesadaran GCS : E4 M6 V5 = 15 (Composmentis)
Status mental : Orientasi baik, tidak ada penurunan kesadaran
9. Pemeriksaan Kulit/Integumen
Inspeksi : kulit klien Nampak putih dan tidak ada luka
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
F. Riwayat Psikologi
1. Status Emosional
Pada saat dilakukan pengkajian nampak menerima keadaan penyakitnya
tapi Nampak lemah

39
2. Gaya Komunikasi
Saat dilakukan pengkajian klien dapat berkomunikasi dengan baik dan
kooperatif pada petugas pelayanan kesehatan
3. Pola Pertahanan
Klien tampak tidak mampu mempertahankan rutinitas yang seperti
biasanya
4. Dampak dirawat dirumah sakit
Pada saat pengkajian, klien mengatakan selama dirumah sakit makin
sering menghabiskan waktu bersama suami dan anakanya serta lebih
banyak mengungat sang kuasa.
G. Pemeriksaan Laboratorium tanggal 10-02-2022
Darah lengkap Satuan Rujukan
Hemoglobin (HGB) 11.8 g/dl 12-16
Leukosit (WBC) 11,4 ribu/ul 4,0-11,0
Eritrosit (RBC) 3.80 juta/ul 4,1-5,1
Hematokrit (HCT) 3.50 % 36-47
Trombosit (PLT) 266 ribu/ul 150-450
Kimia darah
Ureum 35 mg/dl <50
Kreatinin 0.61 mg/dl 0.6-11
SGOT 26 u/L ≤34
SGPT 24 u/L ≤31
Elektrolit
Natrium 141,3 mmol/l 136-146
Klorida 99,7 mmol/l 3.5-5.0
kalium 4,52 mmol/l 98-106
Pemeriksaan GDP dan GD2PP
28-3-22 GDP 280 mg/dl 70-126
28-3-22 GD2PP 340 mg/dl 70-200
29-3-22 GDP 260 mg/dl 70-126
29-3-22 GD2PP 301 mg/dl 70-200
30-3-22 GDP 275 mg/dl 70-126

40
30-3-22 GD2PP 312 mg/dl 70-200

H. Pemeriksaaan Penunjang
EKG dalam batas normal
I. Terapi Yang Telah Diberikan
1. Injeksi Levemir 0-0-8
2. Injeksi Novorapid 4-4-4
KLASIFIKASI DATA

Data Subjektif Data Objektif


- Ny. Y mengatakan kepala - Ny. Y Nampak lemah
pusing,sering mengantuk dan - GDP DAN GD2PP naik turun
merasa lapar serta sering - BB sebelum sakit 60 Kg
kesemutan pada bagian kaki - BB saat ini 43,5 kg
- Ny. Y mengatakan berat - TTV = TD: 120/70 mmhg
badan menurun ND: 68x/ menit
- Ny. Y mengatakan badan SB : 36,5 C
terasa lemah RR : 20x/ menit

ANALISA DATA

Data Fokus Etiologi Masalah


Subjektif (S) dan Objektif (O)
DS : Resistensi insulin Ketidakstabilan
- Ny. Y mengatakan kadar glukosa darah
kepala pusing,sering
mengantuk dan merasa
lapar serta sering
kesemutan pada bagian
kaki
D0 : Ny. Y Nampak lemah
- GDP DAN GD2PP naik
turun

DS: Ketidak mampuan Defisit Nutrisi


- Ny. Y mengatakan mengabsorbsi nutrisi
berat badan menurun
- Ny. Y mengatakan
badan terasa lemah
DO:
- BB sebelum sakit 60 Kg
- BB saat ini 43,5 kg
- TTV =
TD: 120/70 mmhg

41
ND: 68x/ menit
SB : 36,5 C
RR : 20x/ menit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan Resistensi insulin
2. Defisit nutrisi berhubungan dengan Ketidak mampuan mengabsorbsi nutrisi

42
INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & KRITERIA INTERVENSI RASIONAL


HASIL
1. (SDKI D.0027) (SLKI L.03022) (SIKI 1.03115)
Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan 1. mengetahui apa
glukosa darah keperawatan selama 3 x 24 jam penyebeb hiperglikemia penyebab
berhubungan dengan klien tidak mengalami defisit hiperglikemia
Resistensi insulin nutrisi dengan kriteria hasil : 2. Monitor kadar glukosa 2. mengetahui kadar
DS : 1. Lelah/lesu menurun darah glukosa dalam darah
- Ny. Y 2. Keluhan lapar menurun
pasien
mengatakan
kepala 3. Monitor tanda dan 3. mengontrol gejala
pusing,sering
gejala hiperglikemia hiperklikemia
mengantuk
dan merasa 4. Anjurkan monitor kadar 4. mengetahui cara
lapar serta
glukosa darah secara mengontrol glukosa
sering
kesemutan mandiri darah
pada bagian
5. Ajarkan pengelolaan 5. menegetahui cara
kaki
D0 : diabetes menyuntikan insulin
- Ny. Y
secara mandiri
Nampak
lemah 6. Kolaborasi pemberian 6. dapat mengontrol
- GDP dan

43
GD2PP naik insulin kadar glukosa darah
turun

2. (SDKI D.0019) (SLKI l.08063) (SIKI 1.08238)


Defisit Nutrisi b/d
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Meningkatkan asupan
kurangnya asupan
makanan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi yang adekuat
DS : - Klien
klien tidak mengalami defisit 2. Identifikasi makanan 2. Agar kebutuhan nutrisi
mengatakan pusing
sering kesemutan nutrisi dengan kriteria hasil : disukai klien terpenuhi
pada bagian kaki
1. Klien mengatakan tidak 3. Anjurkan posisi duduk 3. Agar makanan
- Klien
mengatakan mual yang disukai terabsorbsi dengan
nafsu makan
2. Klien mengatakan tidak baik
berkurang dan
BB turun lemah 4. Sajikan makanan yang 4. Sehingga
3. Klien tampak memiliki menarik menimgkatkan nafsu
DO : - klien Nampak
lemah nafsu makan makan
- TD: Tanda
5. Identifikasi perubahan 5. Mengetahui berubahan
tanda vital
TD: 140/90 Berat badan atau perkembangan
mmhg
Berat badan
ND: 80x/mnt
SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
- GDS : 260
mg/dl

44
Leukosit : 11.4 ribu/ul
BB sebelum sakit 80
kg
BB setelah sakit 54
kg
GDS : 260 mg/dl
Leukosit : 11.4 ribu/ul

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

No. Tanggal /jam Tindakan keperawatan Evaluasi


1. D/P 1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia Tgl 31-3-22 Jam 13.00
31-3-22
dengan hasil klien tidak mengkontrol makanannya S : klien mengatakan masih sering makan yang
8.30
2. Memonitor kadar glukosa darah dengan hasil gdp 280 manis
mg/dl, gd 2 pp 340 mg/dl O:
3. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil Novorapid - Terlihat ada roti dan susu di meja klien
4 unit/sc - Tanda tanda vital
TD: 130/90 mmhg
ND: 85x/mnt
SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1.indetifikasi kemungkinan penyebab

45
hiperglikeia
2. monitor kadar glukosa darah
3. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
5. ajarkan pengelolaan diabetes
6. kolaborasi pemberian insulin

D/S 4. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia dengan hasil Tgl 31-3-22 Jam 20.00
klien mudah lapar, sering mengantuk dan mudah lelah S : klien mengatakan masih lemah dan pusing
16.30
5. Menganjurkan memonitor kadar glukosa darah secara O :
mandiri dengan hasil perawat menyarankan untuk - Klien berbaring ditempat tidur
mengecek kadar glukosa darah sendiri dirumah (klien - Tanda tanda vital
TD: 130/90 mmhg
melakukan)
ND: 85x/mnt
6. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil novorapid SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
4 unit/sc
- GDP 280 mg/dl
- GD2PP 340 mg/dl
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

46
1. indetifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikeia
2. monitor kadar glukosa darah
3. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
5. ajarkan pengelolaan diabetes
6. kolaborasi pemberian insulin
D/M 7. Menganjarkan pengelolaan diabetes dengan hasil perawat Tgl 1-4-22 Jam 08.00
mengajarkan klien dan keluarga cara menyuntik insulin S : keluarga klien mengatakan masih takut
22.00
secara mandiri menyuntikan insulin
8. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil levemir 8 O :
unit/sc - Tanda tanda vital
TD: 130/80 mmhg
ND: 75x/mnt
SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. indetifikasi kemungkinan penyebab

47
hiperglikeia
2. monitor kadar glukosa darah
3. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
5. ajarkan pengelolaan diabetes
6. kolaborasi pemberian insulin
D/P 1. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab 1-4-22 jam 13.00
1-4-22
hiperglikemia dengan hasil klien tidak mengkontrol S : klien mengatakan sudah mengurangi
09.00
makanannya makanan yang manis
2. Memonitor kadar glukosa darah dengan hasil gdp 280 O :
mg/dl, gd 2 pp 340 mg/dl - Masih ada makanan dan minuman yang
3. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil manis dimeja klien
Novorapid 4 unit/sc - Tanda tanda vital
TD: 120/90 mmhg
ND: 85x/mnt
SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan

48
1.indetifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikeia
2. monitor kadar glukosa darah
3. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
5. ajarkan pengelolaan diabetes
6. kolaborasi pemberian insulin
D/S 7. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia dengan hasil Tgl 1-4-22 Jam 21.30
14.00
klien mudah lapar, sering mengantuk dan mudah lelah S : klien mengatakan sudah tidak pusing
8. Menganjurkan memonitor kadar glukosa darah secara O :
mandiri dengan hasil perawat menyarankan untuk - Klien sudah bisa duduk
mengecek kadar glukosa darah sendiri dirumah (klien - Tanda tanda vital
TD: 120/70 mmhg
melakukan)
ND: 70x/mnt
9. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil novorapid SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
4 unit/sc
- GDP 110 mg/dl
- GD2PP 150 mg/dl
A : masalah belum teratasi

49
P : intervensi dilanjutkan
1. indetifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikeia
2. monitor kadar glukosa darah
3. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
4. anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri
5. ajarkan pengelolaan diabetes
6. kolaborasi pemberian insulin
D/M 9. Menganjarkan pengelolaan diabetes dengan hasil perawat 1-4-22 jam 07.30
22.00
mengajarkan klien dan keluarga cara menyuntik insulin S : keluarga klien mengatakan sudah bisa
secara mandiri menyuntikkan insulin sendiri
10. Berkolaborasi pemberian insulin dengan hasil levemir 8 O :
unit/sc - keluarga menyuntikkan insulin kepada
klien
- Tanda tanda vital
TD: 130/80 mmhg
ND: 75x/mnt
SB: 36.5⸰c
RR: 20x/mnt
A : masalah teratasi

50
P : intervensi dihentikan (pasien pulang)
2. D/P 1. Mengidentifikasi status nutrisi klien Hasil : klien 31-3-22 jam 13.00
31-3-22
mulai mengkonsumsi nasi dari rumah sakit S : klien mengatakan selalu makan makanan
09.00 2. Mengidentifikasi makanan yang disukai Hasil : klien dari RS
menyukai makan buah apel O:
- Makanan klien dihabiskan ± ½ porsi
A : defisit nutrisi belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2. Identifikasi status nutrisi
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik
5. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium
D/S 3. Menganjurkan kepada keluarga untuk menyajikan 31-3-22 jam 20.30
15.40
makanan yang menarik Hasil : suami memberikan S : Klien mengatakan kadang makan masakan
makanan yang sesuai dengan klien inginkan dari rumah
O : - klien makanan dari rumah
A : defisit nutrisi belum teratasi

51
P : lanjutkan intervensi
6. Identifikasi status nutrisi
7. Identifikasi makanan yang disukai
8. Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik
9. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium
D/M 4. mengidentifikasi perubahan Berat badan dengan hasil 31-3-22 Jam 7.40
21.30
terjadi perubahan berat badan pada klien S : klien mengatakan berat badanya mengalami
penurunan semenjak sakit
O:
- BB sebelum sakit 60 Kg
- BB saat ini 43,5 kg

A : defisit nutrisi belum teratasi


P : lanjutkan intervensi
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi makanan yang disukai
3. Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik

52
4. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium
D/P 1. Mengidentifikasi status nutrisi klien Hasil : klien 1-4-22 jam 13.00
1-4-22
mulai mengkonsumsi nasi dari rumah sakit S : klien mengatakan selalu makan makanan
10.00 2. Mengidentifikasi makanan yang disukai Hasil : klien dari RS
menyukai makan buah apel O:
- Makanan klien dihabiskan
A : Masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
10. Identifikasi status nutrisi
11. Identifikasi makanan yang disukai
12. Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik
13. Memonitor hasil pemeriksaan
laboratorium
D/S 5. Menganjurkan kepada keluarga untuk menyajikan 1-4-22 jam 20.40
16.00
makanan yang menarik Hasil : suami memberikan S : Klien mengatakan kadang makan masakan
makanan yang sesuai dengan klien inginkan dari rumah
O : - klien makanan dari rumah

53
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi
14. Identifikasi status nutrisi
15. Identifikasi makanan yang disukai
16. Anjurkan keluarga untuk menyajikan
makanan yang menarik
17. Identifikasi perubahan bb
D/M 6. mengidentifikasi perubahan Berat badan dengan hasil 1-4-22 jam 08.00
22.40
terjadi perubahan berat badan pada klien S : klien mengatakan ada peningkatan bb
O:
- BB sebelum sakit 60 Kg
- BB saat ini 43,7 kg

A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

54
BAB IV
PEMBAHASAN

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron (Nugroho, 2017)
Selama kelompok melakukan asuhan keperawatan pada klien Ny. Y
dengan Diabetes Melitus diruang Teratai Rumah Sakit Provinsi Undata
Palu pada tanggal 30 Maret – 1 April 2022. Beberapa hal yang perlu
dibahas dan diperhatikan dalam penerapan kasus keperawatan tersebut,
kelompok telah berusaha mencoba menerapkan dan mengaplikasikan
proses Asuhan Keperawatan pada klien dengan Diabetes Melitus sesuai
dengan teori-teori yang ada. Untuk melihat lebih jelas asuhan keperawatan
yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai akan diuraikan
sesuai dengan prosedur keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Pengkajian kasus yang dilakukan pada klien Ny. Y didapatkan data
dari klien yaitu klien masuk IGD Rumah Sakit Provinsi Undata Palu pada
tanggal 22 Maret 2022 dengan keluhan Nyeri pada payudara sebelah kanan
dan terdapat benjolan pada area payudara yang sudah ada sejak 2 tahun
yang lalu. Pada saat pengkajian tanggal 30/03/2022, klien mengatakan
nyeri pada payudara kanan, terasa seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5
(sedang) dan klien mengatakan nyeri hilang timbul ±10 menit
Dalam melakukan pemeriksaan fisik pada Ny. Y Kelompok tidak
mengalami hambatan, tidak semua pemeriksaan fisik pada klien yang
dapat dilakukan, namun dalam pemeriksaan teoritis dan tinjauan kasus
tidak terdapat kesenjangan karena pemeriksaan sangat penting dilakukan
untuk menggali sejauh mana perkembangan penyakit dan kondisi klien.
Menurut teoritis pemeriksaan head to toe harus dilakukan pada setiap
pasien yaitu berupa pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan

55
auskultasi. Pada kasus Ny. N didapatkan kelainan pada beberapa
pemeriksaan yaitu : pada daerah payudara sebelah kanan klien dimana
terdapat benjolan.
Pada tinjauan kasus kelompok menemukan 2 diagnosa keperawatan,
diagnosa yang muncul pada tinjauan kasus adalah : Ketidakstabilan kadar
glukosa darah dan Defisit Nutrisi. Dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan pada klien berdasarkan prioritas masalah yang ditemukan,
tidak semua rencana tindakan pada teori dapat ditegakkan pada tinjauan
kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus disesuaikan dengan
keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian dilakukan.
Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah,
mengurangi, dan mengatasi masalah- masalah yang telah diidentifikasikan
dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh
man perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah dengan
efisien (Nikmatur rohmah & Saiful walid, 2012). Intervensi atau
perencanaan yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi
klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan
dengan SMART spesifik, measurable, acceptance, rasional dan timing
(Nikmatur rohmah & Siful walid, 2012).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada pasien
telah menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan
standar luaran keperawatan indonesia (SLKI). Adapun tindakan pada
standar intervensi keperawatan Indonesia terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi (PPNI, 2018).
Untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah rencana
tindakan yang dilakukan adalah identifikasi kemampuan penyebab
hiperglikemia, monitor kadar glukosa darah, monitor tanda dan gejala
hiperglikemia, anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri,
ajarkan pengelolaan diabetes, kolaborasi pemberian insulin. Kolaborasi
dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan ketidakstabilan kadar glukosa
darah tidak berhasil.

56
Untuk diagnose defisit nutrisi rencana tindakan yang dilakukan
adalah identifikasi status nutrisi , identifikasi makanan yang disukai,
anjurkan posisi duduk yang disukai, sajikan makanan yang menarik, dan
monitor hasil pemeriksaan laboratorium.
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk
dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi,
dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014)
Setelah rencana tindakan ditetapkan maka dilanjutkan dengan
melakukan rencana tersebut dalam bentuk nyata, sebelum diterapkan pada
klien terlebih dahulu melakukan pendekatan pada klien dan keluarga klien
agar tindakan yang akan diberikan dapat disetujui klien dan keluarga klien,
sehingga seluruh rencana tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan
masalah yang dihadapi klien.
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan
cara berkesinambungan dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga
kesehatan lainnya (Setiadi, 2012). Dari 2 diagnosa keperawatan yang
kelompok tegakkan sesuai dengan apa yang kelompok temukan dalam
melakukan studi kasus dan melakukan asuhan keperawatan belum
mencapai perkembangan yang diharapkan, dikarenakan waktu yang
singkat oleh karena itu diharapkan kepada perawat dan tenaga medis
lainnya untuk melanjutkan intervensi yang telah kelompok rencanakan.
Dalam melakukan asuhan keperawatan untuk mencapai hasil yang
maksimal memerlukan adanya kerja sama antara penulis dengan klien,
perawat, dokter, dan tim kesehatan lainnya.
Untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah dianggap
teratasi karena kadar glukosa darah sudah staabil tetapi menganjurkan
klien untuk melakukan kontrol rutin dan diet. Untuk diagnosa kedua defisit

57
nutrisi , dianggap teratasi karena berat badan klien sudah meningkat 2 ons
dari berat badan sebelum sakit.

58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penerapan asuhan keperawatan pada pasien Ny. Y di
Rumah Sakit Umum Provinsi Undata, kelompok dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pada pengkajian pasien dengan Diabetes Militus ditemukan data berupa
ketidakstabilannya kadar glukosa darah pada pasien
2. Diagnosa Keperawatan
Pada kasus Diabetes Militus kelompok menemukan 2 diagnosa yang
dapat muncul pada penderita Diabetes Militus, yaitu ketidakstabilan
kadar glukosa darah dan defisit nutrisi.
3. Perencanaan
Kelompok menyusun rencana asuhan keperawatan yang telah disusun
berdasarkan specific, measurable, achievable, reasonable, dan time.
Dengan menggunakan standar luaran dan kriteria hasil, serta standar
intervensi keperawatan sesuai teori.
4. Pelaksanaan
Kelompok melakukan tindakan asuhan keperawatan pada pasien yang
telah dilakukan penyusunan rencana asuhan keperawatan. Kelompok
melakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi
Peneliti melakukan evaluasi pada pasien sesuai dengan kriteria hasil yang
telah dibuat oleh peneliti untuk target yang akan dicapai pada pasien.
B. Saran
1. Bagi Kelompok
Dalam upaya memberikan asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Militus yang diberikan dapat tepat, kelompok selanjutnya harus
benar-benar menguasai konsep tentang Diabetes Militus itu sendiri,
terutama pada faktor etiologi, anatomi fisiologi dan patofisiologi tentang
ca mamae, selain itu peneliti juga harus melakukan pengkajian dengan

59
tepat agar asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai dengan masalah yang
ditemukan pada pasien.
Kelompok juga harus teliti dalam mengangkat dan merumuskan
diagnose keperawatan yang ada pada pasien agar masalah keperawatan
yang muncul pada pasien dapat teratasi dan mendapatkan penanganan
secara komprehensif dan menyeluruh, Tidak hanya berfokus kepada
masalah biologis pasien, namun juga terhadap masalah psiko, sosio,
spiritual pasien. Sehingga asuhan keperawatan yang dilakukan dapat
terlaksana secara optimal, dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi
pasien dan juga peneliti itu sendiri.
2. Bagi Rumah Sakit Undata
Bagi pihak rumah sakit hendaknya penanganan pasien Diabetes Militus
lebih ditingkatkan lagi kerja sama antar petugas pelayanan kesehatan
dalam hal menjaga keaadaan pasien serta memperhatikan aspek
bio,psiko,sosio,social dan spiritual pasien. Serta diharapkan dapat
menjaga kebersihan pasien agar infeksi yang terjadi pada pasien tidak
bertambah buruk.
3. Bagi Perawat Ruangan
Disamping mendapatkan perawatan dan pengobatan pada saat di rumah
sakit, Alangkah baiknya jika tenaga kesehatan yang ada memberikan
pengetahuan tentang penyakit Diabetes Militus yang dialami oleh pasien,
sehingga itu dapat memotivasi pasien dalam mempertahankan
kesehatannya baik saat berada di rumah sakit maupun di rumah.

60
DAFTAR PUSTAKA

Febriani, D. and Sulistyarini, T. (2016). Pentingnya Sikap Pasien yang Positif


dalam Pengelolaan Diabetes Mellitus. Jurnal Stikes RS Baptis Kediri, 7(1)
Indriastuti, Na. (2015). Laporan Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Efusi
Pleura dan Diabetes Mellitus Di Bougenvil 4 RSUP dr Sardjito
Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Nugroho, Y.W. and Handono, N.P., (2017). Hubungan Tingkat Kepatuhan Diet
terhadap Kadar Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Mellitus di
Kelurahan Bulusulur. Jurnal KEPERAWATAN GSH, 6(1).
Nanda International, (2018). Diagnosa keperawatan : definisi dan klasifikasi
2018-2020 (10th ed). Jakarta: ECG

Perkeni, (2015.) Konsensus Pengelolaan dan pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2


tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PB PERKENI
Prabowo, A. and Hastuti, W., (2015). Hubungan Pendidikan dan Dukungan
Keluarga Dengan Kepatuhan Diit pada Penderita Diabetes Mellitus di
Wilayah Puskesmas Plosorejo Giribangun Matesih Kabupaten Karanganyar.
Jurnal KEPERAWATAN GSH, 4(2)

61
62

Anda mungkin juga menyukai