Anda di halaman 1dari 79

SEMINAR KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TnC.S DENGAN MASALAH DIABETES


MELITUS DIRUANGAN CENDANA
RSUD NAIBONAT KABUPATEN KUPANG

OLEH
Nama Nim
SUPRY R. FATU 86302823
CINDY A.S SAHID 80702823
ROSDIANA 85702823
EUGEBIO J.G DE JESUS 81502823

PRODI : PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA KUPANG


PRODI NERS
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmatnya
dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adaalah Asuhan Keperawatan Pada Tn C.S DENGAN
MASALAH DIABETES MELITUS DIRUANGAN CENDANA
RSUD NAIBONAT KABUPATEN KUPANG
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dosen mata kuliah KMB 3 yang telah membimbing kami sehingga kami bisa
menyelesaikan pengerjaan makalah seminar ini.
Kami jauh dari sempurna, dan ini merupakan langkah yang baik dari studi
yang sesungguhnya, oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka
kritik dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan. Semoga makalah ini
dapat berguna bagi yang membutuhkannya.

Kupang, Desember 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN............................................................................................v

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................v

1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................vi

BAB 2 TINJAUAN TEORI..........................................................................................1

2.1. Konsep Dasar Penyakit DM Tipe 2....................................................................1

2.2.Konsep Asuhan Keperawatan DM.....................................................................18

BAB 3 STUDI KASUS...............................................................................................39

3.1. Pengkajian Keperawatan...............................................................................39

3.2. Diagnosa Keperawatan......................................................................................50

3.3. Intervensi Keperawatan.....................................................................................50

3.4. Implementasi Keperawatan...............................................................................55

3.5. Catatan Perkembangan Hari Kedua...................................................................58

BAB 4 PEMBAHASAN.........................................................................................64

4.1. Pengkajian.......................................................................................................64

4.2. Diagnosa Keperawatan...................................................................................65

4.3. Intervensi Keperawatan.................................................................................65

4.4. Implementasi keperawatan............................................................................66

4.5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................67

BAB 5 PENUTUP......................................................................................................69

5.1. Kesimpulan.......................................................................................................69

iii
5.2. Saran.................................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................70

iv
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa) akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya. (Kowalak, dkk. 2016). Pada tahun 2015
menyebutkan sekitar 415 juta orang dewasa menderita diabetes, kenaikan 4 kali
lipat dari 108 juta di tahun 1980an. Apabila tidak ada tindakan pencegahan maka
jumlah ini akan terus meningkat tanpa ada penurunan. Diperkirakan pada tahun
2040 meningkat menjadi 642 juta penderita (IDF, 2015).
Diabetes Melitus disebut dengan thesilentkiller karena penyakit ini
dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan penglihatan mata,
katarak, penyakit jantung,sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru,gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya .Tingginyan prevalensi diabetes melitus Tipe 2 disebabkan oleh
faktor risiko yang tidak dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor
genetik, selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor genetik yang dapat diubah
misalnya kebiasaan merokok, tingkat pendidikkan, konsumsi alkhol, dan indeks
masa tubuh, aktivitas fisik, lingkar pinggang.
International Diabetes Federation mengatakan Prevalensi DM di dunia
mengalami peningkatan yang sangat besar. International Diabetes Federation
(IDF) mencatat sekitar 366 juta orang di seluruh dunia, atau 8,3% dari orang
dewasa, diperkirakan memiliki DM pada tahun 2011. Jika tren ini berlanjut,
pada tahun 2030 diperkirakan dapat mencapai 552 juta orang, atau 1 dari 10
orang dewasa akan terkena diabetes melitus. Diabetes melitus saat ini telah
menjadi ancaman serius kesehatan global, 70% dari total kematian didunia dan
lebih dari setengah beban penyakit. 90-95 % dari kasus diabetes adalah diabetes
tipe II yang sebgaian besar dapat dicegah karena disebabkan oleh gaya hidup
yang tidak sehat (WHO, 2016). Pada tahun 2015 Indonesia menempati
peringkat ketujuh
v
prevalensi penderita diabetes tertinggi didunia bersama dengan Negara China,
India, Amerika Serikat,Brazil, Rusia dan mexico, dengan jumlah estimasi orang
dengan diabetse sebesar 10 juta jiwa.
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu masalah besar dibidang
kesehatan yang ditandai dengan tingginya pervalensi DM tahun 2013-2018 yang
telah mencapai 8,5 % pada usia ≥ 15 tahun (Riskesdas, 2018). Di provinsi NTT
Prevelensi penyakit Diabetes Melitus sebanyak 1,2 % yang terdiagnosa oleh
dokter dan diperkirakan gejala akan meningkat seiring bertambahnya usia
(Riskesdas 2013). Di kota Kupang, Sebagian besar pasien dengan Diabetes
Mellitus Tipe II berusia kurang dari 70 tahun, sebanyak 81,5%, berjenis kelamin
perempuan 70,8%. Kasus Diabetes Mellitus yang ditemukan di puskesmas Penfui
terhitung bulan Januarai- Mei 2019, mencapai angka 0,18 %. Dengan rincian
laki-laki 7 orang dan perempuan 9 orang.
Untuk mengatasi masalah diabetes melitus, pemerintah di Indonesia
menekankan pentingnya food labelling untuk peringatan kepada masyarakat
mengenai makanan dan minuman yang tidak sehat (terlalu banyak mengandung
gula, garam dan lemak). Untuk mencapai keberhasilan upaya pencegahan dan
pengendalian diabetes, diperlukan kerja sama pemangku kepentingan lain diluar
sektor kesehatan, baik lintas sektoral di tingkat nasional, kerja sama kawasan
(regional) maupun secara global. Peran perawat sangatlah penting dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Diabetes Melitus.
Asuhan keperawatan yang professional diberikan melalui pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penetapan diagnosa, pembuatan
intervensi, impelementasi keperawatan, dan mengevaluasi hasil tindakan
keperawatan.
1.2. Rumusan Masalah
1) Bagaimana gambaran pengkajian asuhan keperawatan dengan Diabetes militus
tipe 2 di ruangan Cendana RSUD Naibonat.
2) Bagaimana rumusan diagnosa Keperawatan Dengan Diabetes militus tipe 2 di
ruangan Cendana RSUD Naibonat.

vi
3) Bagaimana proses merencanakan asuhan keperawatan dengan Diabetes
militus tipe 2 ruangan Cendana RSUD Naibonat.
4) Bagaimana proses implementasi keperawatan dengan Diabeten militus tipe 2
di ruangan Cendana RSUD Naibonat.
5) Bagaimana proses Evaluasi asuhan keperawatan dengan Diabetes Militus di
ruangan Cendana RSUD Naibonat.
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Tujuan Umum
Mempelajari asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan
dengan Diabetes Militus.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mempelajari pengkajian keperawatan dengan masalah Diabetes Militus
Tipe 2 di ruangan Cendana RSUD Naibonat
2. Mempelajari proses penegakan diagnosa keperawatan dengan masalah
diabetes Militu tipe 2 di ruangan Cendana RSUD Naibonat.
3. Mempelajari proses perencanaan keperawatan dengan masalah diabetes
militus tipe 2 di ruangan Cendana RSUD Naibonat
4. Mempelajari proses tindakan keperawatan pada Tn. CS dengan masalah
diabetes militus di ruangan Cendana RSUD Naibonat
5. Mempelajari cara evaluasi keperawatan pada Tn. CS dengan masalah
diabetes militus di ruangan Cendana RSUD Naibonat.

vii
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Dasar Penyakit DM Tipe 2


2.1.1. Pengertian
DM atau sering disebut dengan kencing manis adalah suatu penyakit
kronik yang terjadi ketika tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau
tidak dapat menggunakan insulin (resistensi insulin), dan di diagnosa melalui
pengamatan kadar glukosa di dalam darah. Insulin merupakan hormon yang
dihasilkan oleh kalenjar pankreas yang berperan dalam memasukkan glukosa
dari aliran darah ke sel-sel tubuh untuk digunakan sebagai sumber energi
(IDF, 2017).
DM adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia
dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang dihubungkan
dengan kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi
insulin. Gejala yang dikeluhkan pada pasien diabetes mellitus yaitu polidipsia,
poliuria, polifagia, penurunan berat badan, kesemutan (Restyana, 2015).
DM merupakan penyakit metabolisme yang termasuk dalam kelompok
gula darah yang melebihi batas normal atau hiperglikemia <120 mg/dl atau
120 mg% (Suiraoka, 2012). DM tipe 2 merupakan kondisi saat gula darah
dalam tubuh tidak terkontrol akibat gangguan sensitivitas sel beta (β) pankreas
untuk menghasilkan hormon insulin yang berperan sebagai pengontrol kadar
gula darah dalam tubuh (Dewi, 2014).Pankreas masih bisa membuat insulin,
tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai
kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya glukosa dalam
darah meningkat. Kemungkinan terjadinya DM tipe 2 adalah bahwa sel-sel
jaringan tubuh dan otot penderita tidak peka atau sudah resisten terhadap
insulin

1
sehingga glukosa tidak dapat masuk kedalam sel dan akhirnya tertimbun
dalam peredaran darah (Tandra, 2007).
2.1.2. Etiologi
Hasdianah (2012) menyatakan bahwa etiologi penyakit DM adalah :
a. Kelainan genetik
DM dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen penyebab
DM akan dibawah oleh anak jika orang tuanya menderita diabetes
mellitus.
b. Usia
Usia seseorang setelah >40 tahun akan mengalami penurunan
fisiologis. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Pola hidup dan pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang
dibutuhkan oleh tubuh dapat memicu timbulnya diabetes. Pola
hidup juga sangat mempengaruhi, jika orang malas berolahraga
memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena diabetes, karena
olahraga berfungsi untuk membakar kalori yang berlebihan di
dalam tubuh.
d. Obesitas
Seseorang dengan berat badan >90 kg cenderung memiliki
peluang lebih besar untuk terkena penyakit DM.
e. Gaya hidup stress
Stres akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan
kerja pankreas sehingga pankreas mudah rusak dan berdampak
pada penurunan insulin.
f. Penyakit dan infeksi pada pankreas
Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi
pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu
2
menyebabkan sel beta (β) pada pankreas tidak bekerja secara
optimal dalam mensekresi insulin.
g. Obat-obatan yang dapat merusak pankreas
Bahan kimia tertentu dapat mengiritasi pankreas yang
menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas
dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal
dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk
metabolisme dalam tubuh, termasuk hormon insulin.
Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,
berkaitan dengan beberapa factor yaitu factor resiko yang tidak dapat
diubah, factor risiko yang dapat diubah dan factor lain. Menurut American
Diabetes Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faKtor risiko
yang tidak dapat diubah meliputi :
a. Riwayat keluarga dengan DM (first degree relative)
Seorang yang menderita diabetes mellitus diduga mempunyai
gen diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen
resesif. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen
resesif tersebut yang menderita diabetes mellitus.
b. Umur ≥ 45 tahun
Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena DM adalah
>45 tahun.
c. Etnik
d. Riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional.
e. Riwayat lahir dengan berat badan rendah (<2,5 kg).
Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah pada penyakit DM tipe 2
meliputi:
a. Obesitas berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm
pada wanita dan ≥90 cm pada laki-laki.Terdapat korelasi

3
bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah, pada
derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
b. Kurangnya aktivitas fisik.
c. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah pada hipertensi
berhubungan erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam
dan air, atau meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada
sirkulasi pembuluh darah perifer.
d.Dislipidemi adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan
kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat
hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya
HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien Diabetes.
e. Diet tidak sehat
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita
Polycystic Ovary Sindrome (PCOS),penderita sindrom
metabolik memiliki riwatyat Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti
stroke, PJK, atau Peripheral Arterial Diseases (PAD), konsumsi
alkohol,faktor stres, kebiasaan merokok, jenis kelamin,konsumsi
kopi dan kafein. Alkohol akan menganggu metabolisme gula
darah terutama pada penderita DM, sehingga akan mempersulit
regulasi gula darah dan meningkatkan tekanan darah. Seseorang
akan meningkat tekanan darah apabila mengkonsumsi etil
alkohol lebih dari 60ml/hari yang setara dengan 100 ml proof
wiski, 240 ml wine atau 720 ml.
2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi DM dikaitkan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
merombak glukosa menjadi energi karena tidak ada atau kurangnya

4
produksi insulin di dalam tubuh. Insulin adalah suatu hormon
pencernaan yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas dan berfungsi
untuk memasukkan gula ke dalam sel tubuh untuk digunakan sebagai
sumber energi. Pada penderita diabetes mellitus, insulin yang
dihasilkan tidak mencukupi sehingga gula menumpuk dalam darah
(Agoes dkk, 2013). Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa
keadaan yang berperan
yaitu :
a. Resistensi insulin
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun
karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon
insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi
insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan
kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.
b. Disfungsi sel β pankreas
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel β menunjukan gangguan
pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal
mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan
baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel
B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara
progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga
akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita
DM tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut,
yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin.
Menurut ADA (2016), kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin
namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi
insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan
kurangnya sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA,
2016). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-

5
reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif
mengantar pesan-pesan biokimia menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam
kebanyakan kasus DM tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan
dapat menjadi alternatif. Resistensi insulin pada otot dan liver serta
kegagalan sel β pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan
sentral dari DM tipe-2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan sel beta
terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan sebelumnya.
Selain otot, liver dan sel β, organ lain seperti jaringan lemak
(meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel alpha (α)
pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan
otak (resistensi insulin), kesemuanya ikut berperan dalam menimbulkan
terjadinya gangguan toleransi glukosa pada DM tipe-2.
2.1.4. Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2016), klasifikasi
diabetes mellitus atau DM yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional,
dan DM tipe lain. Namun jenis DM yang paling umum yaitu DM tipe 1
dan DM tipe 2.
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
DM tipe 1 merupakan kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan
metabolik glukosa yang ditandai dengan hiperglikemia kronik. Keadaan
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta (β) pankreas baik oleh proses
autoimum maupun idiopatik. Proses autoimun ini menyebabkan tubuh
kehilangan kemampuan untuk memproduksi insulin karena sistem
kekebalan tubuh menghancurkan sel yang bertugas memproduksi insulin
sehingga produksi insulin berkurang atau terhenti (Rustama dkk, 2010).
Diabetes mellitus tipe 1 dapat menyerang orang semua golongan umur,
namun lebih sering terjadi pada anak-anak. Penderita DM tipe 1
membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol glukosa

6
darahnya (IDF, 2017). Diabetes mellitus tipe ini sering disebut juga
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), yang berhubungan
dengan antibodi berupa Islet Cell Antibodies (ICA), Insulin
Autoantibdies (IAA), dan Glutamic Acid Decarboxylase Antibodies
(GADA). 90% anak-anak penderita mempunyai jenis antibody ini
(Bustan, 2007).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
DM tipe 2 atau yang sering disebut dengan Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM) adalah jenis diabetes mellitus yang paling
sering terjadi, mencakup sekitar 85% pasien DM. keadaan ini ditandai
oleh resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif. Diabetes
mellitus tipe ini lebih sering terjadi pada usia diatas 40 tahun, tetapi
dapat pula terjadi pada orang dewasa muda dan anak-anak (Greenstein
dan Wood, 2010).
Pada tipe ini, pada awalnya kelainan terletak pada jaringan
perifer (resistensi insulin) dan kemudian disusul dengan disfungsi sel
beta pankreas (defek sekresi insulin), yaitu sebagai berikut, menurut
Tjokroprawiro (2007) :
1) Sekresi insulin oleh pankrea mungkin cukup atau kurang, sehingga
glukosa yang sudah diabsorbsi masuk ke dalam darah terapi jumlah
insulin yang efektif belum memadai.
2) Jumlah reseptor di jaringan perifer kurang (antara 20.000 – 30.000)
pada obesitas jumlah reseptor bahkan hanya 20.000.
3) Kadang-kadang jumlah reseptor cukup, tetapi kualitas reseptor
jelek, sehingga kerja insulin tidak efektif (insulin binding atau
afinitas atau sensitifitas insulin terganggu).
4) Terdapat kelainan di pasca reseptor sehingga proses glikolisis
intrasellluler terganggu.
5) Adanya kelainan campuran diantara nomor, 1,2,3 dan 4. DM tipe 2
ini biasanya terjadi di usia dewasa. Kebanyakan orang tidak
7
menyadari telah menderita diabetes mellitus tipe 2, walaupun
keadaannya sudah menjadi sangat serius. Diabetes tipe 2 sudah
menjadi umum di Indonesia, dan angkanya terus bertambah akibat
gaya hidup yang tidak sehat, kegemukan dan malas berolahraga
(Riskesdas, 2007). DM tipe 2 bisa menimbulkan komplikasi.
Komplikasi menahun diabetes mellitus merajalela ke mana-mana
bagian tubuh. Selain rambut rontok, telinga berdenging atau tuli,
sering berganti kacamata (dalam setahun beberapa kali ganti),
katarak pada usia dini, dan terserang glaucoma (tekanan bola mata
meninggi, dan bisa berakhir kebutaan), kebutaan akibat retinopathy,
melumpuhnya saraf mata terjadi setelah 10-15 tahun. Terjadi
serangan jantung coroner, payah ginjal neuphropathy, saraf-saraf
lumpuh atau muncul gangrene pada tungkai dan kaki serta serangan
stroke. 10 pasien DM tipe 2 mempunyai risiko terjadinya penyakit
jantung coroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih
besar, kematian akibat penyakit jantung 16,5% dan kejadian
komplikasi ini terus meningkat. Kualitas pembuluh darah yang
tidak baik ini pada penderita diabetes mellitus diakibatkan 20 faktor
diantaranya stress, stress dapat merangsang hipotalamus dan
hipofisis untuk peningkatan sekresi hormon-hormon kontra insulin
seperti ketokelamin, ACTH, GH, kortisol, dan lain-lain.
c. Diabetes Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki resiko lebih
besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10
tahun setelah melahirkan.
d. Diabetes Tipe Lain

8
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada efek genetik
fungsi sel beta, defek genetic kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenic, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
2.1.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang serig dijumpai pada pasien DM menurut
Bararah dan Jauhar (2013) yaitu :
a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urin) merupakan gejala yang
paling utama yang dirasakan oleh setiap pasie. Jika konsentrasi
glukosa dalam darah tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali
semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekresi ini akan disertai pengeluaran
cairan dan eletrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmosis. Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria).
b. Polidipsia merupakan peningkatan rasa haus akibat volume urine
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dihidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke
plasma hipertonik. Dihidrasi intrasel merangsang pengeluaran
Antideuretik Hormone (ADH) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan
gula didalam tubuh meskipun kadar gula darah tinggi.
d. Peningkatan infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mucus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.

9
e. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
f. Kelainan kulit, yaitu kelainan kulit gatal-gatal diketiak dan dibawah
payudara, biasanya akibat tumbuh jamur.
g. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati, pada penderita DM
regenerasi sel persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya
bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibat banyak
persyarafan terutama perifer mengalami kerusakan.
h. Luka yang tidak sembuh-sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makan
yang lain. Pada penderita DM bahan protein banyak diformulasikan
untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan dipergunakan untuk
pergantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu
luka yang sulit sembuh juga dapat diakibatkan oleh pertumbuhan
mikroorganisme yang cepat pada penderita DM.
i. Mata kabur yang disebabkan gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia. Dapat disebabkan juga kelainan pada
korpus itreum.
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan DM diklasifikasikan sebagai komplikasi
akut dan kronik.Komplikasi akut terjadi apabila kadar glukosa darah seorang
meningkat atau menurun tajam dalam waktu yang singkat (Anonim, 2001).
Sedangkan komplikasi kronik terjadi apabila kadar glukosa darah secara
berkeoanjangan tidak terkendali dengan baik sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi kronik diabetes melitus (Perkeni, 2011). Beberapa
komplikasi akut dan kronik dari DM adalah :
a. Hipoglikemia

10
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah)
terjadi jika glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl.
Penyebab hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Gejala terdiri atas
gejala adrenergik seperti tremor, takikardia, palpitasi, rasa lapar,
dan gejala neuro-glikopenik seperti perasaan ingin pingsan,
penurunan daya ingat, gelisah, kejang, kesadaran menurun sampai
koma.Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gr
gula yang bekerja cepat peroral. Penderita DM tipe II yang
menggunakan obat hipoglikemia oral juga dapat mengalami
hipoglikemia (khususnya pasien yang menggunakan klorpropamid
yang merupakan obat hipoglikemia oral dengan kerja lama)
(Brunner & Suddarth, 2013).
b. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau
tidak cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah insulin berkurang,
jumlah glukosa yang memasuki sel akan berkurang pula. Disamping
itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan, ginjal akan mensekresikan
glukosa bersama air dan elektrolit. Diuresis osmotik yang ditandai
oleh poliuri akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Terapi ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan utama, yaitu
dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis (Brunner & Suddarth,
2013).
c. Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun setelah awitan DM
yang mencakup :

11
1) Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) :
memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak.
2) Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil)
:memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal (nefropati).
3) Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori motorik dan
otonom serta berperan memunculkan sejumlah masalah,
seperti impotensi dan ulkus kaki diabetik (Brunner &
Suddarth, 2013).
2.1.7. Pemeriksaan Penunjang
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (Perkeni,2011), menjelaskan
bahwa pemeriksaan penunjang atau diagnosis klinis DM ditegakkan
bila ada gejala khas DM berupa polyuria (peningkatan pengeluaran
urin), polydipsia (peningkatan rasa haus) , polifagia (peningkatan rasa
lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya.
Jika terdapat gejala khas, maka pemeriksaan dapat
dilakukan, yaitu:
a. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS)≥200mg/dl diagnosis
DM sudah dapat ditegakkan.
b.Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP)≥126mg/dljuga dapat
digunakan untuk pedoman diagnosis DM.
c. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan
tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka
panjang dan berguna pada semua tipe penyandang DM.
Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan
kendaliglikemik. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk
dilakukan secara rutin pada pasien DM. Pemeriksaan pertama
untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal
penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan
12
terhadap

13
keberhasilan pengendalian. Untuk pasien tanpa gejala khas DM,
hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja belum
cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan
investigasi lebih lanjut yaitu:
1) PemeriksaanGDP≥126mg/dl,GDS≥200mg/dlpadahariyang
lain.
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200mg/dl
2.1.8. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan teraputik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar gglukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglekemia dan gangguan serius pada pola aktivitaspasien. Ada lima
komponen dalam penatalaksanaan DM (Andarmoyo, 2013), yaitu:
a. Diet
1) Jumlah sesuai dengan kebutuhan. Kebutuhan zat gizi pada pasien
DM adalah :
a) Protein American Diabetes Association (ADA),
merekomendasikan protein yang dikonsumsi pasien diabetes
mellitus sebesar 10-20%.
b) Lemak. Asupan lemak yang dibutuhkan 20-25% tapi jika
pasien dengan kadar trigliserida > 1000 mg/dl dianjurkan
untuk diet dyslipidemia tahap II yaitu < 7% energy total dari
lemak jenuh, tidak lebih dari lemak total dan kandungan
kolesterol 200 mg/hari.
c) Karbohidrat. Rekomendasi jumlah karbohidrat untuk
penderita DM adalah 60-70% kalori.

14
d) Serat. Serat yang direkomendasikan pada penderita DM
adalah serat larut dengan jumlah yang dikonsumsi sebesar 20-
30% dari berbagai sumber makanan.
e) Natrium. Asupan natrium pada pasien DM sama dengan yang
tidak menderita DM yaitu sebesar tidak lebih dari 300 mg dan
pasien hipertensi ringan sampai sedang dianjurkan 2400 mg
natriun perhari.
f) Alkohol. Alkohol diminum oleh penderita DM sebaiknya pada
saat makan karena mengakibatkan hipoglikemia. Tapi jika
penggunaan alkohol dikonsumsi dengan jumlah sedang tidak
akan mempengaruhi kadar gula darah jika gula darah
terkontrol.
2) Jadwal Diet Ketat
Pasien DM diperlukan jadwal makan yang teratur, agar
terkendali gula darahnya. Jadwal makan itu yaitu makan pagi,
makan siang, makan malam dan snack antara makan besar.
Makan saat lapar porsinya biasanya lebih besar di bandingkan
makan sebelum lapar. Karena itu pasien DM dianjurkan
makan sebelum lapar. Jumlah kalori diet DM sesuai dengan
status gizi pasien, berkisar antara 110-2500 kalori.
3) Jenis
boleh dimakan/ tidak Banyak yang beranggapan bahwa
penderita DM harus makan makanan khusus, anggapan
tersebut tidak selalu benar karena tujuan utamanya adalah
menjaga kadar glukosa darah pada batas normal. Untuk itu
sangat penting bagi kita terutama penderita DM untuk
mengetahui efek dari makanan pada glukosa darah. Ada
beberapa jenis makanan yang dianjurkan dan jenis makanan
yang tidak dianjurkan atau dibatasi bagi penderita DM yaitu :

15
a) Jenis bahan makanan yang dianjurkan untuk penderita DM
adalah :
(1) Sumber karbohidrat kompleks seperti nasi, roti, mie,
kentang, singkong, ubi dan sagu.
(2) Sumber protein rendah lemak seperti ikan, ayam tanpa
kulitnya, susu skim, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
(3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk
makanan yang mudah dicerna. Makanan terutama
mudah diolah dengan cara dipanggang, dikukus,
disetup, direbus dan dibakar.
b) Jenis bahan makanan yang tidak dianjurkan atau dibatasi
untuk penderita DM adalah :
(1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti gula pasir,
gula jawa, sirup, jelly, buah-buahan yang diawetkan,
susu kental manis, soft drink, es krim, kue-kue manis,
dodol, cake dan tarcis.
(2) Mengandung banyak lemak seperti cake, makanan siap
saji (fast-food), goreng-gorangan.
(3) Mengandung banyak natrium seperti ikan asin, telur
asin dan makanan yang diawetkan (Almatsier, 2006).
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi
penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake).
2) Mencegah kegemukan.
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai
oksigen.
4) Meningkatkan kadar kolesterol High Density
Lipoprotein (HDL).

16
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang,
maka latihan akan merangsang pembentukan
glukosa baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida
dalam darah karena pembakaran asam lemak
menjadi lebih baik
c. Penyuluhan
Penyuluhan yang diberikan adalah pemahaman tentang
perjalanan penyakit, pentingnya pengendalian penyakit,
komplikasi yang ditimbulkan dan resikonya, intervensi
obat dan pemantauan glukosa darah, cara mengatasi
hipoglikemi, olahraga yang teratur dan cara menggunakan
fasilitas kesehatan. Perencanaan diet yang tepat yaitu
cukup asupan kalori, protein, lemak, mineral dan serat.
Ajarkan pasien untuk dapat mengontrol gula darah untuk
mencegah komplikasi dan mampu merawat diri sendiri
(ADA, 2016). Penyuluhan tentang DM dapat
menggunakan media leaflet, poster, TV, video, diskusi
kelompok, atau alat peraga lain yang dapat digunakan
media untuk penyuluhan.
d. Obat
Obat untuk penderita DM ada obat hipoglikemi oral dan
insulin yang
diberikan sesuai kebutuhan. Obat hipoglikemi oral dapat
dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan cara kerjanya
yaitu :
1) Pemicu sekresi insulin Sulfonilurea bekerja
meningkatkan sekresi insulin pada otot dan sel beta
pankreas, meningkatkan performance dan jumlah
reseptor insulin pada otot dan sel lemak,
17
meningkatkan efisiensi sekresi insulin dan
potensiasi stimulasi insulin transport karbohidrat ke
sel otot dan jaringan lemak, penurunn produksi
glukosa oleh hati, bekerja melalui alur kalsium
sensitive terhadap ATP. Contohnya obat
Khlorpropamid, Glibenklamid, Gliklasid,
Glikuidon, Glipsid, Gimepiri Glinid obat generasi
baru tapi cara kerjanya sama dengan Sulfonilurea.
Contoh obatnya Repaglinid dan Nateglinid.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin Biguamid.
Cara kerjanya tidak merangsang sekresi insulin dan
menurunkan kadar glukosa darah sampai normal
(euglikemia), dan tidak menyebabkan hipoglikemia.
Contoh obat ini adalah Metformin dan
Thiazolindion/ glitazon.
3) Penghambat alfa glukosidase/ Acarbose. Cara kerja
obat ini adalah menghambat enzim alfa glukosidase
pada dinding usus halus yang dapat mengurangi
digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya
sehingga mengurangi peningkatan kadar glukosa
post prandial. Obat ini hanya mempengaruhi kadar
glukosa pada saat makan dan tidak mempengaruhi
kadar glukosa darah setelah itu terjadi pemberian
obat ini yang tepat adalah pada saat makan.
Pasien DM yang mendapat pengobatan suntikan
insulin multiple berisiko hipoglikemia, untuk
pencegahannya diperlukan pemantauan gula darah
sebanyak empat kali sehari yaitu sebelum sarapan
pagi, sebelum makan siang, sebelum makan malam,

18
dan sebelum tidur. Pasien yang mendapat suntikan
insulin dengan dosis 1 atau 2 kali perhari, bertujuan
mencegah hipoglikemia dan ketosis, pemantauan
kadar gula darah dilakukan lebih jarang yaitu 1 kali
sehari sebelum sarapan pagi atau sebelum makan
malam.
e. Cangkok pankreas
Cangkok pankreas merupakan pencegahan tersier
yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kecacatan akibat DM, pada individu
yang telah mengidap DM. pencegahan tersier terdiri
dari tiga tahap, yaitu :
1) Mencegah terjadinya komplikasi.
2) Mencegah komplikasi berkembang dan
merusak organ atau jaringan.
3) Mencegah terjadinya kecacatan akibat
kegagalan organ atau jaringan Pendekatan
terbaru untuk cangkok adalah segmental
dari donor hidup saudara kembar identik.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan DM
Proses keperawatan adalah suatu proses pemecahan masalah yang
dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien sampai ke taraf
optimal melalui pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan membantu
kebutuhan klien (Nursalam, 2005). Dalam asuhan keperawatan pasien dengan
DM tipe 2, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari 5
tahap, yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
(implementasi), dan evaluasi. Proses keperawatan ini merupakan pedoman

19
untuk melaksanakan asuhan keperawatan dengan uraian masing-masing
sebagai berikut :
2.2.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang
dilakukan secara sistematik untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya, sehingga dapat mengindentifikasi masalah-masalah
keperawatan yang dialami pasien. Dengan tahap pengkajian ini data
dikumpulkan selengkapnya mungkin yang diperoleh dari pasien langsung
maupun keluarganya serta catatan keperawatan, medis dan sumber-sumber
lainnya. Pengumpulan data pada klien dengan DM tipe 2 adalah:
a. Meliputi nama lengkap nama panggilan, tempat dan tanggal
lahir, jenis kelamin, status, agama, bahasa yang digunakan, suku
bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, sumber dana/ biaya serta
identitas orang tua.
b. Riwayat Keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi,
penyakit jantung seperti infart miokard
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke Pelayanan kesehatan atau RS
dengan keluhan nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah,
luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata
cekung, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan
bingung.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
c. Pola Kebiasaan
1) Aktifitas/istirahat

20
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram
otot, tonus otot menurun, gangguan tidur atau
istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau
dengan aktifitas, latergi atau disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikaridia, perubahan tekanan darah postural,
hipertensi, nadi yang menurun atau tak ada,
disriymia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan,
bola mata cekung.
3) Integritas ego
Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, masalah
finansial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang
4) Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/ terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK
baru/ berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat
berkembang menjadi oliguria/anuria jika terjadi
hypovolemia berat, urine berkabut, bau busuk
infeksi), abdomen keras, adanya ansietas, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
5) Makanan/ cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak
mengikuti diet, peningkatan masukan glukosa/
karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
21
periode beberapa hari/ minggu, penggunaan
diuretic (tizaid).
Tanda: Kulit kering/ berisik, turgor jelek, kekakuan/
distensi abdomen, muntah, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolic dengan
peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau
buah (napas aseton).
6) Neurosensory
Gejala : Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas
kelemahan otot, paresthesia, gangguan
penglihatan.
Tanda : Disoreintesi, mengamuk, alergi, stupor/ koma
(tahap lanjut), gangguan memori, reflek tendon
menurun, kejang.
7) Nyeri/ keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat)
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak
sangat berhati-hati
8) Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/
tanpa sputum purulent (tergantung adanya
infeksi/ tidak)
Tanda : Batuk dengan / tanpa sputum purulent (infeksi),
frekuensi pernapasan
9) Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
Tanda : Demam, diaphoresis, kulit rusak, lesi/ ulserasi,
menurunya kekuatan umum/ rentang gerak,
paresthesia/ paralysis otot termasuk otot-otot

22
pernapasaan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
d. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah
pembesaran pada keher, telinga kadang-kadang
berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur/ ganda, diplopia, lensa
mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna
kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit
didaerah sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan pada
kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernapasan.
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada, pada
penderita DM mudah terjadi infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/ bradikardi, hipertensi/
hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat poliphagi, polidipsi, mual muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan,
peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

23
6) Sistem urinaria
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa
panas atau sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan
tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya
gangren di ekstremitas.
8) Sistem neurologis
Terjadinya penurunn sensoris, parathesia, anatesia,
letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,
disorientasi.
2.2.2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut ( D.0077 )
b. Defisit Nutrisi (D.0019)
c. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
d. Kerusakan integritas jaringan (D.0139)
e. Hipervolemia (D.0022)
f. Resiko infeksi ( D.0142)
g. Resiko cedera ( D.0136
2.2.3. Intervensi keperawatan

24
No Diagnose Tujuan/luaran Intervensi
1. Nyeri akut b. d Tujuan : setelah (Manajemen nyeri I.08238)
Agen pencedera dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik
fisiologis ( mis : keperawatan nyeri, durasi, frekuensi,
inflamasi, iskemia, diharapkan tingkat intensitas nyeri
neoplasma). nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
( D.0077 ) Kriteria hasil : Tingkat 3. Identifikasi faktor yang
Batasan nyeri ( L.08066) memperberat dan memperingan
Karakteristik : 1. Pasien mengatakan nyeri
Kriteria Mayor : nyeri berkurang 4. Berikan terapi non farmakologis
Subjektif : 2. Pasien menunjukan untuk mengurangi rasa nyeri
mengeluh nyeri.n ekspresi wajah (mis: akupuntur,terapi musik
Objektif : tampak tenang hopnosis, biofeedback, teknik
meringis, bersikap 3. Pasien dapat imajinasi terbimbing,kompres
protektif (mis : beristirahat dengan hangat/dingin)
waspada, posisi nyaman 5. Kontrol lingkungan yang
menghindar nyeri), memperberat rasa nyeri (mis:
gelisah, frekuensi suhu ruangan,
nadi meningkat, pencahayaan,kebisingan)
sulit tidur. 6. Anjurkan memonitor nyeri
Kriteria Minnor : secara mandiri
Subjektif : tidak 7. Ajarkan teknik non
ada farmakologis untuk mengurangi
Objektif : tekanan nyeri
darah meningkat,  Kolaborasi pemberian
pola nafas analgetik, jika perlu
berubah, nafus
makan berubah,
proses berfikir
terganggu,
menarikdiri,
berfokus pada diri
sendiri, diaforesis.
Kondisi Klinis
Terkait :
a. Kondisi
pembedahan
b. Cedera
traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom
koroner akut

25
Glaukoman
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
(D.0019) tindakan keperawatan (I. 03119)
selama 3x24 jam, Observasi
diharapkan status  Identifikasi status nutrisi
nutrisi terpenuhi  Identifikasi alergi dan intoleransi
dengan kriteria hasil makanan
Status Nutrisi  Identifikasi makanan yang
(L.03030) disukai
1. Porsi makan yang di  Identifikasi kebutuhan kalori dan
habiskan meningkat jenis nutrient
(5)  Identifikasi perlunya penggunaan
2. Berat badan selang nasogastrik
membaik (5)  Monitor asupan makanan
3. Indeks masa  Monitor berat badan
Tubuh membaik  Monitor hasil pemeriksaan
(5) laboratorium
4. Frekuensi Terapeutik
makan  Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat (5) makan, jika perlu
5. Napsu makan  Fasilitasi menentukan pedoman
meningkat 5) diet (mis. Piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan (mis. Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu

26
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
3. Intoleransi Goal : setelah Manajemen energi ( I. 05178 )
aktivitas ( D. dilakukan tindakan Observasi
0056) keperawatan toleransi  Monitor gangguan fungsi
aktivitas tubuh yang mengakibatkan
meningkat dengan kelelahan
kriteria hasil :  Monitor pola jam dan jam
1. Frekuensi nadi tidur
meningkat Terapeutik
2. Saturasi oksigen  Sediakan lingkungan
meningkat nyaman dan rendah
3. Keluhan lelah stimulus
menurun  Lakukan latihan rentang
4. Dyspnea saat gerak pasif dan aktif
aktivitas  Berikan aktivitas distraksi
menurun yang menenangkan
Tekanan darah Edukasi
membaik  Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang meningkatkan
asupan makanan
4. Kerusakan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Kulit
Integritas jaringan tindakan keperawatan (I.11353)
(D.0139) selama ... x ... jam Tindakan:
pasien akan terbebas Observasi:
dari risiko kerusakan • Identifikasi penyebab gangguan
integritas kulit/jaringan integritas kulit (mis. Perubahan
dengan kriteria hasil: sirkulasi, perubahan status
1. Kerusakan jaringan nutrisi, penurunan kelembaban,
menurun (5) suhu lingkungan ekstrim,
2. Kerusakan lapisan penurunan mobilitas)
kulit menurun (5) Terapeutik:
• Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring
• Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang, jika perlu

27
• Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
• Gunakan produk berbahan
petrolium atau minyak pada kulit
kering
• Gunakan produk berbahan
ringan/ alami dan hipoalergik
pada kulit sensitive
• Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
Edukasi:
• Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotion, serum)
• Anjurkan minum air yang cukup
• Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan
buah dan sayur
• Anjurkan menghindari terpapar
suhu ekstrem
• Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 menit saat
berada diluar rumah
• Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun secukupnya
5. D.0022 Setelah dilakukan
Hipervolemia tindakan keperawatan Manajemen hypervolemia
selama 1x24 jam maka Observasi
Definisi : keseimbangan cairan 1. periksa tanda dan gejala
Peningkatan meningkat hypervolemia
volume cairan dengan kriteria hasil : 2. identifikasi penyebab
intravaskular, 1. asupan cairan hypervolemia
interstisial, dan / meningkat 3. monitor status
atau intraselular. 2. haluaran urine hemodinamik
meningkat 4. monitor intake dan output
Penyebab 3. kelembaban cairan
membrane 5. monitor tanda
1. Gangguan mukosa hemokonsentrasi
mekanisme meningkat 6. monitor tanda peningkatan
regulasi 4. edema menurun tekanan onkotik plasma

28
2. Kelebihan 5. dehidrasi 7. monitor kecepatan infus
asupan menurun secara keta
cairan 6. tekanan darah 8. monitor efek samping
3. Kelebihan membaik diuretic
asupan 7. denyut nadi Terapeutik
natrium membaik 1. timbang berat badan setiap
4. gangguan 8. membrane hari pada waktu yang sama
aliran balik mukosa 2. batasi asupan cairan dan
vena membaik garam
5. Efek agen 9. berat badan 3. tinggikan kepala tempat
farmakolog membaik tidur 30-40
is (mis. Edukasi
kartikoster 1. anjurkan melapor jika
oid, haluaran urine <0,5
chlorpropa mL/kg/jam dalam 6 jam
mide, 2. anjurkan melapor jika BB
tolbutamid bertambah >1 kg dalam
e, sehari
vincristine, 3. ajarkan cara mengukur dan
tryptilinesc mencatat asupan dan
arbamazepi haluaran cairan
ne) 4. ajarkan cara membatasi
cairan
Gejala dan Tanda Kolaborasi
Mayor 1. kolaborasi pemberian
diuretic
Subjektif 2. kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat
1. Ortopnea diuretic
2. Dispenea 3. kolaborasi pemberian
3. Paroxysmal CRRT, bila perlu
nocturnal Pemantauan cairan
dyspnea Observasi
(PND)
1. Monitor rekuensi dan
Objektif kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi napas
1. Ederma 3. Monitor tekanan darah
anasarka 4. Monitor berat badanmonitor
dan/atau waktu pengisian kapiler
ederma 5. Monitor turgor kulit
perifer

29
2. Berat 6. Monitor jumlah, warna dan
badan berat jenis urine
meningkat 7. Monitor kadar albumin dan
dalam protein total
waktu 8. Monitor hasil pemeriksaan
singkat urine
3. Jugular 9. Monitor intake dan output
Venous cairan
Pressure 10. Identifikasi tanda-tanda
(JVP) hipervolemia
dan/atau 11. Identifikasi factor risiko
Cental ketidakseimbangan cairan
Venous Terapeutik
Pressure 1. Atur interval waktu
(CVP) pemantauan sesuaidengan
meningkat kondisi pasien
4. Refleks 2. Dokumentasikan hasil
hepatojugul pemantauan
ar positif Edukasi
1. Pemantauan Informasikan
Gejala dan Tanda hasil pemantauan, jika perlu
Minor pemantauan
2. Informasikan hasil
1. Ditensi pemantauan, jika perlu
vena
jugularis
2. Terdengar
suara nafas
tembahan
3. Hepatomeg
ali
4. Kadar
Hb/Ht
turun
5. Oliguria
6. Intake
lebih
banyak dari
output
(balans
cairan
positif)

30
7. Kongesti
paru

6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan Manajemen Imunisasi/


( D.0142) intervensi vaksinasi (I.14508)
keperawatan selama Observasi
3x24 jam, maka 1. Identifikasi riwayat
tingkat in feksi kesehatan dan riwayat
menurun alergi
Dengan kriteria 2. Identifikasi kontraindikasi
hasil : pemberian imunisasi
1. Demam 3. Identifikasi status imunisasi
menurun setiap kaliunjungan ke
2. Kemerahan pelayanan kesehatan
menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun 1. Berikan suntikan pada bayi
4. Bengkak dibagian paha anterolateral
menurun 2. Dokumentasikan informasi
5. Kadar sel vaksinasi
darah putih 3. Jadwalkan imunisasi
membaik interval waktu yang tepat
Edukasi
1. Jelaskan tujuan, manfaat,reaksi
yang terjadi,jadwal,dan efek
samping
2. Informasikan imunisasi yang
diwajibkan pemerintah
3. Informasikan imunisasi yang
melindungi terhadap penyakit
namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah
4. Informasikan faksinasi yang
kejadian khusus

Pencegahan infeksi ( I.14539)


Observasi
1. Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal
Terapeutik
1. Batasi jumlah pengunjung

31
2. Berikan perawatan kulit pada
area edema
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptik
pada pasienberesiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi
jika perlu

7. Risiko cedera Setelah dilakukan Manajemen keselamatan


( D.0136) intervensi lingkungan ( I.14513)
keperawatan selama Observasi
3 x 24 jam maka 1. Identifikasi kebutuhan
tingkat cedera keselamatan
menurun, dengan 2. Monitor perubahan
kriteria hasil : status keselamatan
1. Kejadian cedera lingkungan
menurun Terapeutik

 Hilangkan bahaya
keselamatan lingkungan
(mis: fisik, biologi, kimia),
jika memungkinkan
 Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bahaya dan risiko
 Sediakan alat bantu
keamanan lingkungan (mis:
commode chair dan
pegangan tangan)

32
 Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik, rel
samping, pintu terkunci,
pagar)
 Hubungi pihak berwenang
sesuai masalah komunitas
(mis: puskesmas, polisi,
damkar)
 Fasilitasi relokasi ke
lingkungan yang aman
 Lakukan program skrining
bahaya lingkungan (mis:
timbal)

Edukasi

 Ajarkan individu, keluarga,


dan kelompok risiko tinggi
bahaya lingkungan

Pencegahan Cedera (I.14537)

Observasi

 Identifikasi area lingkungan


yang berpotensi
menyebabkan cedera
 Identifikasi obat yang
berpotensi menyebabkan
cedera
 Identifikasi kesesuaian alas
kaki atau stoking elastis
pada ekstremitas bawah

Terapeutik

 Sediakan pencahayaan yang


memadai
 Gunakan lampu tidur
selama jam tidur

33
 Sosialisasikan pasien dan
keluarga dengan lingkungan
ruang rawat (mis:
penggunaan telepon, tempat
tidur, penerangan ruangan,
dan lokasi kamar mandi)
 Gunakan alas kaki jika
berisiko mengalami cedera
serius
 Sediakan alas kaki antislip
 Sediakan pispot dan urinal
untuk eliminasi di tempat
tidur, jika perlu
 Pastikan bel panggilan atau
telepon mudah terjangkau
 Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
 Pertahankan posisi tempat
tidur di posisi terendah saat
digunakan
 Pastikan roda tempat tidur
atau kursi roda dalam
kondisi terkunci
 Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas
pelayanan Kesehatan
 Pertimbangkan penggunaan
alarm elektronik pribadi
atau alarm sensor pada
tempat tidur atau kursi
 Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik yang
diperlukan
 Diskusikan mengenai alat
bantu mobilitas yang sesuai
(mis: tongkat atau alat
bantu jalan)
 Diskusikan Bersama
anggota keluarga yang
dapat mendampingi pasien

34
 Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan

Edukasi

 Jelaskan alasan intervensi


pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
 Anjurkan berganti posisi
secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri

8. ketidakstabilan Setelah dilakukan ti Manajemen Hiperglikemia (


kadar glukosa dakan keperawatan I.03115)
darah selama 3 x 24 jam maka
( D.0038 ) kestabilan kadar Observasi
glukosa darah 1. Identifikasi
meningkat. kemungkinan
Dengan kriteria hasil : penyebab
1. Mengantuk hiperglikemia
menurun 2. Identifikasi
2. Pusing menurun kemungkinan yang
3. Kadar glukosa menyebabkan
darah membaik kebutuhan insulin
meningkat
3. Monitor kadar
glukosa darah jika
perlu
4. Monitor tanda dan
gejala hiperglikemia
5. Monitor keton urine
, kadar analisa gas
darah,elektrolit,teka
nan darah ortostatik
dan frekuensi nadi
6. Monitor intake dan
output cairan
Terapeutik

35
1. Berikan asupan
cairan oral
2. Konsultasi dengan
medis jika tanda dan
gejala hiperglikemia
tetap ada atau
memburuk
3. Fasilitasi ambulasi
jika ada hipotensi
orstoktatik
Edukasi
1. Anjurkan
menghindari
olahraga saat kadar
glukosa darah lebih
dari 250 mg/dl
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan
terhadap diet dan
olahraga
4. Anjurkan indikasi
dan pentingnya
pengujian keton
urine, jika perlu
5. Ajarkan pengelolaan
diabetes ( mis.
Pengunaan insulin,
obat oral, monitor
asupan cairan,
pengantian
karbohidrat, dan
bantuan profesional
kesehataan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2. Kolaborasi peberian cairan
IV,jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
kalium,jika perlu

36
9. Gangguan Setelah dilakukan Manajemen halusinasi (I.09288)
presepsi tindakan keperawatan Observasi
sensori selama 3x24 jammaka 1. Monitor prilaku yang
(D.0085) presepsi sensori mengindikasikan
membaik dengan halusinasi
kriteria hasil: 2. Monitor dan sesuaikan
1. Verbalisasi tingkat aktifitas dan
mendengar stimulasi lingkungan
bisikan menurun 3. Monitor isi halusinas
2. Distorsisensori 4. Hindari perdebatan
menurun tentang validitas
3. Perilaku halusinasi
halusinasi Terapeutik
menurun 1. Pertahankan
4. Respon sesuai lingkungan yang
stimulus aman
membaik 2. Lakukan tindakan
keselamatan ketika
tidak dapat
mengontrol perilaku
( mis. Limit
setting,pembatasan
wilaya,pengekangan
fisik,seklusi)
3. Diskusi perasaan
dan respon
terhadap halusinasi
4. Hindari perdebatan
tentang validitas
halusinasi
Edukasi
1. Anjurkan
memonitor sendiri
situasi terjadinya
halusinasi
2. Anjurkan bicara
pada orang
terpercaya untuk
memberi dukungan
dan umpan balik

37
korektif terhadap
halusinasi
3. Anjurkan
melakukan distraksi
(mis.mendengarkan
musik,melakukan
aktifitas dan teknik
relaksasi)
4. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
mengontrol
halusinasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan antiansietas
jika perlu

10 Resiko Setelah dilakukan Pencegahan syok (I.02068)


syok tindakan keperawatan Observasi
(D.0039) selama 3x24jam maka 1 Monitor status
tingkat syok menurun kardiopulmonal
dengan kriteria hasil: 2 Monitor status oksigenasi
1. Tekanan 3 Monitor status cairan
arteri rata-rata 4 Monitor tingkat kesadaran
membaik dan respon pupil
2. Tekanan darah 5 Priksa riwayat alergi
sistolik Terapeutik
membaik 1 Berikan oksigen untuk
3. Tekanan darah mempertahankan saturasi
diastolik oksigen
membaik 2 Persiapkan intubasi dan
4. Pengisian ventilasi mekanis jika
kapiler perlu
membaik 3 Pasang jalur IV,jika perlu
5. Frekuensi nadi 4 Lakukan skintes alergi
membaik untu mencegah reaksi
6. Frekuensi alergi
napas membaik Edukasi
1 Jelaskan penyebab /
faktor resiko syok
2 Jelaskan tanda dan
gejala syok

38
3 Anjurkan melapor jika
menemukan atau
merasakan tanda dan
gejala awal syok
4 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
5 Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi
1 Kolaborasi pemberian
IV, jika perlu
2 Kolaborasi pemberian
tansfusi darah jika perlu
3 Kolaborasi pemberian
antin flamasi jika perlu

2.2.4. Implementasi keperawatan


Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana keperawatan. Tindakan mencakup tindakan mandiri dan tindakan
kolaborasi (Wartonah, 2015).
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yangdilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada
kebutuhan klien, faktor-faktor lainyang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi
(Dinarti & Muryanti, 2017).
2.2.5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses
keperawatan guna tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur
keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang
dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien (Dinarti &Muryanti, 2017)

39
BAB 3

STUDI KASUS

3.1. Pengkajian Keperawatan


Nama Pasien : Tn. C.S
Ruang/ kamar : CENDANA/2A
Dx Medis : DM
No. Medical Record : 095491
Tanggal Pengkajian : 18/12/2023 Jam :10. 53
Masuk Rumah Sakit : 16/12/2023 Jam : 22.00
Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. C.S Jenis Kelamin :
Laki-laki
Umur/Tanggal lahir : 63 Tahun Status Perkawinan :
Menikah
Agama : Kristen Protestan Suku Bangsa :
Timor
Pendidikan Terakir : SD Pekerjaan :
PETANI
Alamat :MERDEKA
Identitas Penanggung
Nama : Tn.A.P Pekerjaan :
PETANI
Jenis Kelamin :L Hub dengan Klien :
Saudara Kandung
Alamat : Merdeka
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama : badan lemas

40
 Kapan : dari satu hari sebelum masuk RS
2. Lokasi : seluruh tubuh
Riwayat Keluhan
utama
 Mulai timbulnya keluhan : sejak 1 hari sebelum MRS
 Sifat keluhan : hilang timbul.
 Lokasi : seluruh badan punggung dan bokong
 Keluhan yang menyertai : Nyeri punggung bawah sampai bokong
, BB mmenurun dari 70kg menjadi 64 kg.
 Faktor Pencetus : duduk dan berdiri yang terlalu
lama
 Apaakah keluhan bertmbah/berkurang disaat-saat tertentu : saat
beristirahat dan tidak beraktivitas
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya
 Riwayat penyakit yang pernah diderita : pasien mengataakan
tidak ada riwayat penyakit masa lalu
 Riwayat Alergi : pasien mengatakan tidak
ada riwayat alergi
 Riwayat Operasi : pasien mengatakan tidak ada
riwayat operasi
4. Kebiasaan
 Merokok : pasien mengatakan memiliki kebiasaan merokok
sebanyak 4 batang dalam sehari
 Minum Alkohol : pasien mengatakan memiliki kebiasaan minum
alkohol
 Minum Kopi : pasien mengatakan memiliki kebiasaan minum kopi
sebanyak 2 gelas dalam sehari
 Minum obat : pasien mengatakan ia minum obat metformin 2x500
gr ( pagi dan malam)

41
Riwayat Keluarga/Genogram

Keterangan :
: laki-laki :laki-laki meninggal

: perempuan : perempuan meninggal


: pasien
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda Vital
 TD : 119/86 mmHg
 Pernapasan : 20x/menit
 Nadi : 86x/menit
 Suhu : 36,1
 Saturasi Oksigen : 96%
2. Kepala dan Leher
Kepala

42
 Sakit kepala : pasien tidak mengeluh sakit kepala
 Bentuk/ukuran : normal
 Lesi : tidak ada
 Masa : tidak ada
 Observasi wajah : simetris

Pengelihatan
 Konjungtiva :merah muda
 Sklera : putih
 Pakai kacamat a : tidak
 Pengelihatan kabur : tidak
 Nyeri : tidak
 Peradangan : tidak

Pendengaran
 Gangguan pendengaran : tidak
 Nyeri : tidak
 Peradangan : tidak

Hidung
 Alergi Rhinnitus : tidak
 Riwayat polip : tidak
 Sinusitis : tidak
 Epitaksis : tidak

Tenggorokan dan Mulut


 Keadaan gigi : normal
 Caries : ya
 Memakai gigi palsu : tidak
 Gangguan bicara : tidak

43
 Gangguan menelan : tidak
 Pembesaran kelenjar leher : tidak
3. Sistem Kardiovaskular
 Nyeri dada : tidak
 Inspeksi : simetris
 Kesadaran/GCS : composmentis/15
 Bentuk dada : normal
 Bibir : normal
 Kuku : normal
 Capullary Refill : normal
 Tangan : normal
 Kaki : normal
 Sendi : normal
 Ictus cordis/Apical pulse : teraba
 Vena jugularis : tidak teraba
 Perkusi pembesaran jantung : normal
 Aiskultasi BJ I dan II : normal
4. Sistem Respirasi
Keluhan : pasien bernapas
bebas Inspeksi
 Jejas : tidak ada
 Bentuk dada : normal
 Irama napas : teratur
 Retraksi otot pernapasan : tidak
 Penggunaan alat bantu napas: tidak

Perkusi cairan : tidak


 Udara : tidak

44
 Massa : tidak

Auskultasi
 Inspirasi : normal
 Ekspirasi : normal
 Ronchi : tidak
 Whwzzing : tidak
 Krepitasi : tidak
 Ralles : tidak

Clubbing Finger : normal


5. Sistem Pencernaan
a. Keluhan : tidak ada keluhan
b. Inspeksi
 Turgor kulit : normal
 Keadaan bibir : lembab
 Keadaan rongga mulut
Warna mukosa : merah muda
Luka/perdarahan : tidak
Tanda-tanda radang : tidak
Keadaan gusi : normal
 Keadaan abdomen
Warna kulit : putih
Luka : tidak
Pembesaran : tidak ada pembesaran abdomen
 Keadaan rektal
Luka : tidak ada luka
Perdarahan : tidak ada perdarahan
Hemmoroid : tidak ada

45
Lecet/tumor/bengkak : tidak ada
c. Auskultasi
Bising usus/peristaltik : 20x/menit
d. Perkusi
 Cairan : normal
 Udara : normal
 Massa : normal
e. Palpasi
 Tonus otot : normal
 Nyeri : tidak ada nyeri
 Massa : tidak ada massa
6. System Persyarafan
a. Keluhan : pasien mengeluh nyeri leher sampai kepala
b. Keluhan subyektif nyeri
P : Makan lemak babi dan konsumsi ikan asin
Q : Nyeri hilang timbul
R : Leher dan kepala
S : Skala 2
T : Saat beraktivitas maupun istirahat
c. Tingkat Kesadaran : composmentis GCS(E/M/V) ; 15/ E;4
V;5 M;6
d. Pupil : isokor
e. kejang : tidak
f. jenis kelimpuhan : tidak ada kelumpuhan
g.. Parasthesia : tidak ada
h. koordinasi gerak : normal
i. Cranial nerves : normal
j. Reflexes : normal

46
7. System Muskuloskeletal
a. Keluhan : tidak ada keluhan
b. Kelainan ekstremitas : tidak ada kelainan
c. Nyeri otot : tidak ada nyeri
d. Nyei sendi : tidak ada
e. Reflek sendi : normal
f. Kekuatan otot : normal
8. System Integumentari
a. Rash : tidak ada
b. Lesi : tidak ada
c. Turgor : lembab
d. Kelembapan : normal
e. Petechie : tidak ada
9. System perkemihan : tidak ada keluhan
a. Gannguan kencing : tidak ada gangguan
b. Alat bantu (kateter) : tidak menggunakan alat bantu kencing
c. Kandung kemih membesar: tidak
d. Produksi urin :
e. Intake cairan : 1500cc/oral
f. Bentuk alat kelamin : normal
10. System Endokrin
a. Keluhan : tidak ada keluhan
b. Pembesaran kelenjar ; tidak ada
11. System Reproduksi
a. Keluhan : tidak ada keluhan
b. Pembesaran prostat : tidak ada
12. Pola Kegiatan Sehari-hari ( ADL)
A. Nutrisi
1. Kebiasaan

47
 Pola makan : baik
 Frekuensi makan : 3 kali sehari
 Nafsu makan : saat di RS tidak ada nafsu makan
 Makanan pantangan : tidak ada
 Makanan yang disukai : daging babi kecap
 Banyak minum dalam sehari: 1000cc
 BB : 65 kg TB : 170cm
B. Eliminasi
1. Buang air kecil (BAK)
 Kebiasaan
Frekuensi dalam sehari : >10 kali warna : kuning
Bau : amis
 Perubahan selama sakit : tidak ada
2. Buang air besar (BAB)
 Kebiasaan : 1 kali
 Warna : kecoklatan
 Konsistensi : padat
 Bau : amis
 Perubahan selama sakit : tidak ada
C. Olahraga dan Aktivitas
 Kegiatan olahraga yang disukai : main bola kaki
 Apakah olahraga dilakukan secara teratur : tidak
D. Istirahat dan Tidur
 Tidur malam jam : 22.00
 Bangun pagi jam : 05.30
 Tidur siang jam : 13.30
 Bangun jam : 14.30
 Apakah mudah terbangun : tidak

48
 Apakah yang dapat menolong untuk tidur nyama : lampu
dimatikan

Pila Interaksi Sosial


1. Siapa orang yang penting/terdekat : saudara kandung
2. Organisasi sosial yang diikuti : arisan keluarga
3. Keadaan rumah dan lingkungan : baik dan bersih
4. Jika mempunyai masalah pasien selalu menduiskusikan dengan keluarga
5. Bagaimana anda mengatasi masalah dalam keluarga : berbicara bersama
6. Bagaimana interaksi dalam keluarga : baik

Kegiatan Keagamaan/Spiritual
1. Ketaatan menjalankan ibadah : setiap minggu pasien mengikuti ibadah
di gereja
2. Keterlibatan dalam organisasi keagamaan : ikut dalam ibadat kaum
bapak

Keadaan Psikologis selama Sakit


1. Persepsi klien terhadap penyakit yang diderita : sakit bisa menghalangi
segala kemampuannya untuk kerja
2. Persepsi klien terhadap keadaan kesehatannya : sehat itu penting
3. Pola interaksi dengan tenaga kesehatan dan lingkungan : baik

Penatalaksanaan /pengobatan
Obat
 Antrain 3x1 gr/IV
 Ranitidin 2x1/IV
 Cefadroxil
 Amlodipin 1x10 mg/PO
- Analisa Data

49
No Data Etilogi Masalah
1. DS : pasien mengatakan nyeri Agen pencederaan Nyeri akut
punggung bawah sampai fisiologis
bokong, sesak satu hari sebelum
masuk rumah sakit.
DO : Pasien tampak kesakitan
P:-
Q : rasa seperti tertusuk-tusuk
R : Punggung sampai bokong
S : Skala nyeri 3
T : saat duduk terlalu lama dan
berdiri terlalu lama, pasien
tampak gelisah.
2. DS : Pasien mengatakan badan Disfusi pankreas Ketikstabilan kadar
lemas, cepat mengantuk, glukosa darah
frengkuensi makan meningkat,
BB turun dan cepat lapar.

DO : - Gula darah sewaktu


437,2 mg/dl
- TTV :
TD : 116/86 mmHg.
N : 88 x/mnt
RR : 20 x/mnt
- IVFD : Ns 20 tpm.
3 DS : Pasien mengataka belum Kurang terpapar Deficit pengetahuan
mengetahui kalau dia menderita informasi tentang diabetes melitus
dm, pasien juga mengatakan apa

50
itu dm, penyebab, tanda dan
gejala, serta penatalaksanaan dm.
DO :

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Ketikstabilan kadar glukosa darah b.d disfusi pancreaS

2. Nyeri akut b.d agen pencederaan fisiologis

3. Deficit pengetahuan tentang diabetes melitus b.d kurang terpapar informasi

3.3. Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan Manajemen hiperglikemia (I.
glukosa darah b.d disfusi intervensi selamar 8 03115)
prankreas jam, maka kestabilan Observasi
kadar glukosa darag 1. Monitor tanda dan gejala
meningkat : hiperglikemia (mis,
1. Kadar glukosa poliuria, polidipsia,
dalam darah polifagia, kelelahan).
membaik.
2. Identifikasi kemungkinan
2. Lelah/lesu penyebab hiperglikemia.
menurun.
3. Monitor kadar glukosa
3. Keluhan lapar darah.
menurun
Terapeutik
1. Brikan asupan cairan oral.

51
2. Komunikasi dengan medis
jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada.

3. Fasilitasi ambulansi jika


ada hipotensi bitostatik

Edukasi
1. Anjurkan menghindarkan
olahraga saat kadar
glukosa darah >250 mg/dl.

2. Anjurkan monitor kadar


glukosa darah secara
mandiri.

3. Njurkan untuk kepatuhan


terhadap diet dan olahraga.

4. Ajarkan pengelolaan
diabetes (penggunaan
insulin)

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
novorapid 3x6 iv/sc

2. Kolaborasi pemberian
levemik 1x10 iv/sc

3. Kolaborasi pemberian ns
20 tpm.

52
2. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri ( I. 08238)
pencederaan fisiologis intervensi keperawatan Observasi
selama 8 jam, maka 1. Identifikasi lokasi,
tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,
1. Keluhan nyeri intersitas nyeri.
menurun
2. Identifikasi skala nyeri.
2. Meringis menurun
3. Identifikasi faktor yang
Kontrol nyeri memperberat dan
meningkat dengan memperingan nyeri.
kriteria hasil :
Terapeutik
1. Melaporkan nyeri
1. Berikan teknik
terkontrol
nonfarmakologis untuk
meningkat
mengurangi rasa nyeri
2. Kemampuan (teknik relaksasi napas
menggunakan dalam).
teknik dan
2. Kontrol lingkungan yang
farmakologis
memperberat nyeri
meningkat.
(misalnya, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan).

3. Fasilitasi istirahat dan


tidur.

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri.

53
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

3. Ajarkan tektik non-


farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
ketorolax 3x30
mg/iv.
3. Deficit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi kesehatan (I. 12383)
tentang diabetes melitus intervensi selama 8 jam, Observasi
b.d kurang terpapar maka tingkat 1. Identifikasikan kesiapan
informasi. pengetahuan dan kemampuan menerima
meningkat, dengan informasi.
kriteria hasil :
2. Identifikasi faktor-faktor
1. Pertanyaan tentang
yang dapat meningkatkan
masalah yang
dan menurunkan motivasi
diahadapi menurun.
perilaku hidup bersih dan
2. Kemampuan
sehat.
mejelaskan
pengetahuan Terapeutik
tentang diabetes 1. Sediakan materi dan media
melitus meningkat. pendidikan kesehatan.

2. Jelaskan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan.

54
Edukasi
1. Jelaskan faktor resiko yang
dapat memperngaruhi
kesehatan.

2. Anjurkan untuk hidup


bersih dan sehat.

Edukasi proses penyakit (I.


12444)
1. Jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit
diabetes melitus.

2. Jelaskan proses
patofiologis munculnya
diabetes melitus.

3. Jelaskan tanda dan gejala


yang ditimbulkan oleh
penyakit.

4. Jelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi.

5. Ajarkan cara
meredekan/mengatasi
gejala yang dirasakan.

55
3.4. Implementasi Keperawatan
No Hari/tgl/ Dx Implementasi Evaluasi
jam
1. Rabu/ Ketikstabil 1. memonitor tanda dan S : pasien mengatakan cepat
19/12
an kadar gejala hiperglekemia. lapar, badan lemas.
/2023
glukosa Hasil : pasien O : - glukosa darah sewaktu
08.00
darah b.d mengatakan cepat lapar, 437,2 mg/dl
disfusi badan lemas. - Pasien tampak lemas.
pancreas 2. memonitor kadar
A : ketidakstabilan glukosa
glukosa darah.
darah
Hasil : GDS : 437,2
P : lanjutkan intervensi
mg/dl
manajemen hiperglikemia.
3. menganjurkan
untuk diet rendah
lemak
4. mengajarkan pasien
dan keluarga
menggunakan pen
insulin.
5. melayani injeksi
insulin 10 iv/sc
6. melayani pemberian
mitformin 5000 mg/oral
2. Rabu/19 Nyeri akut 1. Mengidentifikasi S : - pasien mengatakan nyeri
/12/2023 b.d agen lokasi karakteristik, dipunggung sampai
/10.40 pencedera durasi, frekuensi, bokong , hilang timbul,
fisiologis kualitas, integritas nyeri seperti tertusuk-
nyeri. tusuk.

56
Hasil : pasien - Pasien juga mengeluh
mengatakan nyeri nyeri bertambah saat
dipunggung sampai duduk dan berdiri
bokong , hilang terlalu lama.
timbul, nyeri seperti
O : - skala nyeri 3
tertusuk-tusuk.
- Pasien tampak
2. mengidentifikasi
kesakitan
skala nyeri.
Hasil : skala nyeri 3 A : Nyeri akut
3. menidentifikasi P : lanjutkan intervensi
faktor yang manajemen nyeri
memperberat dan
memperingan nyeri.
Hasil : pasien
mengatakan nyeri
brtambah saat duduk
dan berdiri terlalu lama.
4. mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
untuk mengurangi rasa
nyeri.
5. melayani injeksi obat
ketorolax 20 mg/iv
3. Rabu Deficit 1. mengidentifikasi S : - pasien mengatakan siap
19/12/20 pengetahu kesiapan pasien untuk untuk menerima penkes
23 an b.d menerima informasi - Pasien mengatakan ia
kurang tidak tahu apa-apa
tentang penyakit DM.

57
terpapar Hasil : pasien O : pasien tampak bingung
informasi mengatakan siap dan tampak ingin tahu tentang
menerima penkes. penyakitnya.
2. menjadwalkan P : lanjutkan intervensi
penkes tentang penyakit edukasi proses penyakit.
DM bersama pasien.
Hasil : pasien bersedia
pada pagi hari intinya
jangan malam hari
karena mengganggu
waktu tidur.
3. meminta pasien
untuk menjelskan
kronologi sehingga ia
menderita DM.
Hasil : pasien
mengatakan ia tidak
tahu apa-apa tentang
penyakit DM, dan
untuk makan minum
sudah batasi dari tahun
2020 sejak pasien
didiagnosa saraf
terjepit.

58
3.5. Catatan Perkembangan Hari Kedua
No Hari/tgl/jam DX SOAPIE
1. Kamis Ketidakstabilan kadar S : pasien mengatakan badan
20/12/2023 glukosa darah b.d disfusi lemas berkurang, tapi masih cepat
pankreas lapar.
08.00 O : gula darah puasa 360,3
A : ketikstabilan kadar glukosa
darah
P : lanjutkan intervensi
1. memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia
2. monitor kadar glukosa darah.
3. kolaborasi pemberian lerevil
14 iv/sc, novorapid 8 iv/sc
4. anjurkan untuk patuhi diet.
I : 1. Monitor tanda dan gejalah
hiperglikemia
Hasil : pasien mengatakan cepat
lapar.
2. memonitor kadar glukosa darah.
Hasil : GDP= 150 mg/dl
3. menganjurkan untuk mematuhi
diet.
4. melayani terapi levemis 14 iv/sc
5. melayani terapi novorapid 8
iv/sc.

59
E : S : pasien mengatakan cepat
lemas berkurang tapi masih cepat
lapar.
O : - GDS : 430 mg/dl
- TTV : TD 104/60 mmHg, N
62x/mnt, RR 20x/mnt,
SPO2 98%.

A : ketidakstabilan kadar glukosa


darah.
P : lanjutkan intervensi manajemen
hiperglikemia.
2. Kamis Nyeri akut b.d agen S : pasien mengatakan masih nyeri
20/12/2023 pencedera fisiologis punggung sampai bokong tapi
sudah berkurang.
O : - skala nyeri 2
- Pasien tampak tersenyum

A : nyeri akut
P : lanjutkan intervensi
1. identifikasi skala nyeri
2. berikan teknik relaksasi napas
dalam.
3. kolaborasi pemberian injeksi
obat ketorolac 3x30 mg/iv
I : mengidentifikasi skala nyeri
Hasil : skala nyeri 2
- memberikan teknik relaksasi
napas dalam

60
- melayani terapi injeksi ktc 30
mg/iv
E:
S : pasien mengatakan masih nyeri
dan hilang timbul.
O : - skala nyeri 2
- Pasien tampak kesakitan

A : nyeri akut
P : lanjutkan intervensi manajemen
nyeri
3. Kamis Defisit pengetahuan tentang S : pasien mengatakan mengetahui
20/12/2023 DM b.d kurang terpapar tentang penyakit DM
informasi O : Pasien tampak bingung dan
ingin tahu tentang penyakitnya.
A : desfisit pengetahuan tentang
DM.
P : lanjutkan intervensi
1. jelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit DM.
2. jelaskan proses patofisiologi
munculnya DM.
3. jelaskan tanda dan gejala yang
timbulkan penyakit
4. jelaskan kemungkinan terjadinya
komplikasi.
I : - menjelaskan penyebab dan
faktor risiko penyakit DM

61
- Menjelaskan proses
patofisiologi munculnya
DM.

- Menjelaskan tanda dan


gejala yang ditimbulkan
penyakit.

- Menjelaskan kemungkinan
terjadinya komplikasi.
08.00 08.00
E : S : pasien mengatakan sudah
agak memahami tentang pengertian
penyebab dan tana dan gejala,
tetapi masih bingung dengan
perjalanan penyakit DM.
O : pasien tampak memahami dan
menerima apa yang di edukasikan
A : deficit pengetahuan tentang
DM
P : lanjutkan intervensi

62
Catatan Perkembangan Hari Ketiga
Hari/tgl/jam DX SOAPIE
Jumat/ Ketidakstabilan S : Pasien mengatakan cepat lapar tapi badan lemas
21/12/2023
kadar glukosa sudah berkurang.
darah b.d O : - GDS : 230 mg/dl
08.00
disfunsi - Pasien tidak tampak lemas
pankreas
A : ketidakstabilan kadar glukosa darah
P : Lanjutkan intervensi
1. monitor tanda dan gejala hiperglikemia
2. monitor kadar glukosa darah
3. kolaborasi pemberian levemir 14 iv/sc
I:
1. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemia
 Pasien mengatakan badan masih

10.00 lemas tapi sudah berkurang


2. Memonitor kadar glukosa darah
 180 mg/dl
3. Memberikan injeksi levemir 14 IV/Sc
E:

12.00 S : Pasien mengatakan badan masih lemas tapi


sudah berkurang
O : GDS : 180 mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

Jumat/21/12/2023 Nyeri akut b.d S : pasien mengatakan nyeri berkurang.


agen pencedera O : Skala nyeri 1
14.30 fisiologis A : nyeri akut

63
P : lanjutkan intervensi
1. ajarkan teknik relaksasi napas dalam
2. observasi skala nyeri
3. kolaborasi pemberian ktc 30 mg/iv
16.00 I : 1. mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.
2. mengobservasi skala nyeri
Hasil : pasien mengataka sudah tidak nyeri lagi.
E : S : pasien mengataka sudah tidak nyeri lagi.
17.00 O : - pasien tampak kooperatif
- Pasien tampak tersenyum

A : nyeri akut teratasi


P : hentikan intervensi

64
BAB 4

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan ini akan diuraikan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi


antara teori dan kasus nyata yang ditemukan saat memberikan asuhan keperawatan pada
Tn.C.S dengan Diabetes Melitus di ruang Cendana RSUD NAIBONAT . Pembahasan ini
akan di bahas sesuai dengan proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan.
4.1. Pengkajian

Berdasarkan teori ( wayan 2018 ) manifestasi klinis dari penyakit


diabetes melitus yaitu berupa: poliuri, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan
tanpa penyebab yang jelas. Keluhan lain yang mungkin ditemukan dapat berupa:
mudah lelah, gatal pada kulit, pandangan kabur, kesemutan, dan disfungsi ereksi pada
laki-laki
Berdasarkan kasus yang dialami pasien mengeluh badan lemas dan
keluhan yang menyertai yaitu nyeri punggung bawah sampai ke bokong dan berat
badan pasien menurun dari 70Kg menjadi 64Kg sejak satu hari sebeum masuk rumah
sakit.
Berdasarkan teori manifestasi klinis dan tanda dan gejala dari keluhan
pasien tidak ada kesenjangan dimana pasien datang mengeluh bada lemas dan
terjadi penurunan berat badan sementara itu keluhan yang menyertai yaitu nyeri
ada kesenjangan dimana nyeri tidak ada hubungan dengan penyakit diabetes
melitus
4.2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan teori diagnosa keperawatan yang terdapat pada penyakit
diabetes melitus ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri akut ( d.0077 ), defisit
nutrisi (d.0019), perfusi perifer tidak efektif (d.0009), kerusakan integritas jaringan
(d.0139), hipervolemia (d.0022), resiko infeksi ( d.0142), resiko cedera ( d.0136)

65
Dalam studi kasus ini hanya angkat 3 diagnosa prioritas yang pertama
diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah yang ditandai dengan badan
lemas dan terjadinya penurunan berat badan, yang kedua diagnosa nyeri akut
ditandai dengan pasien mengeluh nyeri punggung dan diagnosa defisit
pengetahuan ditandai dengan pasien tidak mengetahui pengertian, tanda gejala
dan penanganan diabetes melitus, sementara itu diagnosa perfusi perifer tidak
efektif, kerusakan integritas jaringan, hipervolemia, dan resiko infeksi tidak
diangkat karena tidak sinkron dengan data data dari keluhan dari pasien saat
masuk RS.
4.3. Intervensi Keperawatan

Pada teori intervensi Keperawatan ( SIKI, 2018 ) untuk diagnose yang


pertama ketidakstabilan kadar glukosa darah yaitu manajemen hiperglikemia yaitu
berdasarkan OTEK : Monitor tanda dan gejala hiperglikemia ( mis: polyuria,
polydipsia, polifagia, kelelahan ), identifikasi kemungkinan penyebab hiperglekimia,
monitor kadar glukosa darah. Terapeutik, berikan asupan cairan oral, komunikasi
dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada, fasilitasi ambulansi jika
ada hipotensi bitostatik., anjurkan menghindarkan olahraga saat kadar glukosa darah
>250 mg/dl, anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri, anjurkan untuk
kepatuhan terhadap diet dan olahraga. 4. ajarkan pengelolaan diabetes (penggunaan
insulin), kolaborasi pemberian novorapid 3x6 iv/sc, Kolaborasi pemberian levemik
1x10 iv/sc. Kolaborasi pemberian ns 20 tpm.
Intervensi Keperawatan ( SIKI, 2018 ) untuk diagnose yang kedua nyeri
akut yaitu manajemen nyeri tindakannya yaitu Identifikasi karateristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan instensitas nyeri. Identifikasi respons nyeri non verbal.
Berikan teknik non farmakologi untuk mengatasi nyeri. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri. Jelaskan strategi meredakan nyeri. Ajarkan teknik nonfarmkologis
untuk mengurangi rasa nyeri. Kolaborasi pemberian analgetik, (ketorolac/ iv )
Intervensi Keperawatan ( SIKI, 2018 ) untuk diagnose yang ketiga yaitu

66
defisit pengetahuan intervensinya Edukasi Kesehatan tindakanya yaitu
identifikasikan kesiapan dan kemampuan menerima informasi, identifikasi faktor-
faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan
sehat. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan. Jelaskan pendidikan
kesehatan sesuai kesepakatan. Jelaskan faktor resiko yang dapat memperngaruhi
kesehatan. Anjurkan untuk hidup bersih dan sehat. Jelaskan penyebab dan faktor
risiko penyakit diabetes melitus . Jelaskan proses patofiologis munculnya diabetes
melitus. Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit . Jelaskan
kemungkinan terjadinya komplikasi . Ajarkan cara meredekan/mengatasi gejala yang
dirasakan.
4.4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan pada diagnosa keperawatan ketidakstabilan
kadar glukosa darah yaitu rata rata intervensi manajemen hiperglikemia
dilaksanakan semua dikarenakan pasien baru, didiagnosa penyakit diabetes
melitus diantaranya memonitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis, poliuria,
polidipsia, polifagia, kelelahan), mengidentifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia., memonitor kadar glukosa darah memberikan asupan cairan
oral menganjurkan menghindarkan olahraga saat kadar glukosa darah >250
mg/dl.menganjurkan monitor kadar glukosa darah secara
mandiri.mengajurkan untuk kepatuhan terhadap diet dan
olahraga.mengajarkan pengelolaan diabetes (penggunaan insulin) ,
mengolaborasi pemberian novorapid 3x6 iv/sc, levemik 1x10 iv/sc dan
pemberian ns 20 tpm.
Implementasi keperawatan pada diagnosa nyeri akut yaitu manajemen
nyeri, dimana mengidentifikasi skala nyeri yang dilakukan paling utama
dikarenakan untuk memberikan penanganan yang tepat berdasarkan besar
kecilnya skala nyeri, mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan
nyeri untuk mengetahui faktor risiko atau faktor yang memperberat nyeri.
Memberikan teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi rasa nyeri pasien,
mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri ( suhu ruangan, kebisingan )
67
untuk

68
memberikan rasa nyaman pada pasien, menjelaskan strategi meredakan nyeri untuk
mengantisipasi adanya nyeri saat pasien diluar perawatan tenaga medis
mengolaborasi pemberian ketorolax 3x30 mg/iv untuk mengurangi rasa nyeri
pasien, jadi intervensi manajemen nyeri juga dilaksanakan semua pada saat
implementasi karena penting untuk perawatan pasien nyeri.
Implementasi diagnose keperawatan 3 defisit pengetahuan intervensi
edukasi kesehatan dilaksanakan semua pada pasien dikarenakan pengetahuan
pasien tentang penyakitnya masih kurang dan minim.
4.5. Evaluasi Keperawatan

Setelah melaksanakan tahapan dalam proses keperawatan yang meliputi


pengkajian, menetapkan diagnosa keperawatan, menentukan rencana/intervensi dan
implementasi, tahapan terakhir adalah melakukan evaluasi atas rencana yang sudah
dilaksanakan. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dan keriteria hasil dari
rencana keperawatan yang di buat pada tahap perencaaan tercapai atau tidak. Evaluasi
dalam bentuk catatan perkembangan yang terdiri dari: subjektif yaitu keluhan yang
dirasakan oleh pasien, objektif yaitu data yang diperoleh melalui observasi langsung,
assessment dan planning adalah merupakan tindak lanjut yang akan dilakukan bila
masalah belum teratasi.
Pada diagnosa keperawatan 1 Ketidakstabilan kadar glukosa darah
berhubungan dengan disfungsi pancreas, evaluasi tindakan yang telah dilakukan diambil
pada hari ketiga perawatan dan diperoleh , S : Pasien mengatakan cepat lapar dan badan
lemas sudah berkurang. O: GDS : - , pasien tidak tampak lemas A: masalah belum
teratasi P: Intervensi dilanjutkan perawat ruangan.
Pada diagnosa keperawatan ke 2 Nyeri Akut b.d agen pencedera fisiologis.
evaluasi tindakan yang telah dilakukan diambil pada hari ketiga perawatan dan
diperoleh: S: Pasien mengeluh nyeri berkurang, O : Pasien tidak terlihat meringis saat
mengalami nyeri, skala nyeri 1 Pasien nampak melakukan aktivitas secara bertahap. A:
masalah nyeri

69
akut teratasi P: Intervensi dihentikan.
Pada diagnose keperawatan ke 3 defisit pengetahuan berhubungan dengan
kurang terpapar informasi, evaluasi tindakan yang telah dilakukan diambil pada hari
kedua perawatan dan di peroleh data S : pasien mengatakan sudah mengerti tentang
penyakit diabetes melitus, tanda dan gejala penyakit DM. O : pasien Nampak memahami
dan menerima apa yang di edukasikan. A: masalah deficit pengetahuan teratasi. P :
intervensi di hentikan.
.

70
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Pengkajian keperawatan Pasien : Tn. C.S, Cendana/2A, Dx Medis : DM No.


Medical Record : 095491, tanggal pengkajian :18/12/2023, Jam :10.15, Masuk
Rumah Sakit : 16/12/2023, Jam : 22.00, keluhan utama : nyeri punggung
bawah sampai bokong, keluhan lain yang menyertai BB mmenurun dari 70kg
menjadi 64 kg. Lemas dan cepat mengantuk
2. Diagnosa keperawatan yang diangkat dari keluhan yang ada yang pertama
Ketikstabilan kadar glukosa darah , Nyeri akut b.d agen pencederaan
fisiologis,
b.d disfusi pancreas, deficit pengetahuan tentang diabetes melitus b.d kurang
terpapar informasi
3. Intervensi keperawatan yang diambil adalah manajemen nyeri untuk diagnosa nyeri
akut, manajemen hiperglikemia untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa,
edukasi kesehatan untuk diagnosa defisit pengetahuan
4. Implementasi keperawatan dari tiga diagnosa yaitu dilakukan selama 3 hari
perawatan
5. Evaluasi keperawatan untuk diagnosa nyeri akut teratasi,ketidakstabilan
kadar glukosa darah intervensi dilanjutkan, defisit pengetahuan teratasi
5.2. Saran
Bagi pembaca makalah ini bisa memberikan kritik dan saran untuk
membangun daya trampil penulis.

71
DAFTAR PUSTAKA

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan


Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan II. Jakarat: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan III.


Jakarat: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia edisi 1 cetakan II.


Jakarat: DPP PPNI

Sudoyo. A.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Penyakit Dalam FKUI

Rohmah & Wahid. 2014. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi. Yogyakarta:
ARRUZZ MEDIA

72

Anda mungkin juga menyukai