Anda di halaman 1dari 62

LAPORAN MAKALAH MINI SEMINAR PRAKTIK KLINIK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Ny. R DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANGAN KENANGA
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
PEKANBARU 2022

PERCEPTOR AKADEMIK
Ns. Dian Roza Adilla, M.Kep

DISUSUN OLEH
1. Maranatha Yohana A. A 18031033
2. M. Lizky Rinaldy 18031062
3. Shintia Rosdina 18031066
4. Tengku Atika Rahmanisa 18031077
5. Lisa Indriani 18031086

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HANGTUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan. Dengan
kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Ucapkan terima kasih tidak lupa kami hanturkan kepada dosen dan teman- teman yang
banyak membantu dalam penyusunan Makalah Seminar PKKMB yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diabetes Melitus di Ruangan Kenanga
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau” Kami menyadari di dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal perbuatan.

Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaannya dan juga memohon
kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah ini.
Harapan kami mudah-mudahan apa yang akan kami susun ini bisa memberikan manfaat
untuk diri sendiri, teman-teman, maupun orang lain.

Pekanbaru, 26 Januari 2022

Penyusun

Kelompok 3B
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1 Latar Belakan...........................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Definisi Diabetes ......................................................................................................
2.2 Etiologi Diabetes Melitus.........................................................................................
2.3 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus.........................................................................
2.4 Komplikasi Diabetes Melitus....................................................................................
2.5 Klasifikasi Diabetes Melitus.....................................................................................
2.6 Patofisiologi Diabetes Melitus..................................................................................
2.7 Pathway Diabetes Melitus.........................................................................................
2.8 Penatalaksanaan Keperawatan..................................................................................
2.9 Pemeriksaan Penunjang Diabetes Melitus................................................................
2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis.................................................................................
2.11 Diagnosa Keperawatan...........................................................................................
2.12 Intervensi Keperawatan..........................................................................................

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Contoh Kasus............................................................................................................
3.2 Kasus.........................................................................................................................

BAB IV PEMBAHASAN KASUS


BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan...............................................................................................................
5.2 Saran.........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh gagalnya
organ pankreas dalam memproduksi hormone insulin secara memadai. Penyakit ini bisa
dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara menahun. Berdasarkan
penyebabnya diabetes Melitus digolongkan menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes
Melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes Melitus gestasional. (Kemenkes RI, 2020). Diabetes
Melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta pada pancreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama
sekali. Sedangkan diabetes Melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin
yang dimana sel-sel dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes
gestasional disebabkan oleh karena naiknya berbagai kadar hormone saat hamil yang
bisa menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019).

Menurut International Diabetes Federation (2019) jumlah penderita diabetes Melitus


diseluruh dunia mengalami peningkatan menjadi 463 juta jiwa yang mana Indonesia
menjadi urutan ke-7 dengan jumlah penderita 10,7 juta. Menurut PERKENI (2015) ada
empat kriteria dalam menegakkan diagnosis DM, diantaranya ,melakukan pemeriksaan
kadar gula darah anterprandial, kadar gula darah post prandial, kadar gula darah acak
dan pemeriksaan HbA1c. namun pemeriksaan kadar gula darah dengan HbA1C saat ini
tidak digunakan lagi sebagai alat diagnosis ataupun evaluasi dikarenakan tidak semua
laboratorium di Indonesia memenuhi standar.

Menurut WHO (2019) Seseorang didiagnosis diabetes Melitus apabila dalam


pemeriksaan kadar gula darah ditemukan pemeriksaan kadar gula anteprandial ≥126
mg/dl, dua jam setelah makan ≥200 mg/dl dan kadar gula darah acak ≥200 mg/dl.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dapat memahami teori dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diabetes Melitus.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mahasiswa dapat memahami definisi diabetes melitus
2. Untuk mahasiswa dapat memahami etiologi diabetes melitus
3. Untuk mahasiswa dapat memahami manifestasi diabetes melitus
4. Untuk mahasiswa dapat memahami patofisiologi dan woc diabetes melitus
5. Untuk mahasiswa dapat memahami komplikasi diabetes melitus
6. Untuk mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
diabetes melitus

1.3 Manfaat Penulisan


1. Agar mahasiswa dapat memahami definisi diabetes melitus
2. Agar mahasiswa dapat memahami etiologi diabetes melitus
3. Agar mahasiswa dapat memahami manifestasi diabetes melitus
4. Agar mahasiswa dapat memahami patofisiologi dan woc diabetes melitus
5. Agar mahasiswa dapat memahami komplikasi diabetes melitus
6. Agar mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
diabetes melitus
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik
yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal (InfoDatin, 2020).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia (kadar glukosa yang tinggi dalam darah) karena kekurangan insulin,
resistensi insulin atau keduanya. Insulin adalah hormone penting yang diproduksi di
pankreas kelenjar tubuh, yang merupakan transportasi glukosa dari aliran darah ke
dalam sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau
ketidakmampuan sel untuk merespons insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi,
atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika dibiarkan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan yang
melumpuhkan dan mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati,
nefropati dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan kebutaan (IDF, 2017)

Penyebab utama kekurangan insulin karena adanya kerusakan pada sel β pancreas, yaitu
sel yang berfungsi untuk memproduksi insulin. Selain itu DM dapat juga disebabkan
oleh resitensi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk
merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respons sel target, seperti otot, jaringan,
dan hati terhadap kadar insulin fisiologis. (Hardianto, 2021)

2.2 Etiologi Diabetes Melitus


1. Usia
Terjadinya DM tipe 2 bertambah dengan pertambahan usia (jumlah sel β yang
produktif berkurang seiring pertambahan usia).
2. Berat badan (obesitas)
Berat badan lebih BMI ≥25 atau kelebihan berat badan 20% meningkatkan dua kali
resiko terkena DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin
(retensi insulin). Semakin banyak jaringan lemak dalam tubuh semakin resisten
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh terkumpul di daerah sentral atau
perut
3. Riwayat keluarga
Orang tua atau saudara kandung mengidap DM. Sekitar 40% diabetes terlahir dari
keluarga yang juga mengidap DM
4. Gaya hidup
Gaya hidup adalah perilaku seseorang yang ditujukkan dalam aktivitas sehari-hari.
Penderita DM diakibatkan oleh pola makan yang tidak sehat diakarenakan pasien
kurang pengetahuan tentang bagaimana pola makan yang baik. Dimana
mengkonsumsi makanan yang mempunyai karbohidrat dan sumber glukosa secara
berlebihan.
5. Riwayat diabetes pada kehamilan (gestasional).
Seorang ibu yang hamil akan menambah konsumsi makanannya, sehingga berat
badannya mengalami peningkatan 7-10kg, saat makanannibu ditambah
konsumsinya tetapi produksi insulin kurang mencukupi maka akan terjadi DM.
(Amin huda nurafif, 2015)
6. Jenis kelamin
Menunjukkan kejadian DM di indonesia lebih banyak menyeran perempuan
(61,6%). Hal ini dipicu oleh fluktuasi hormonal yang membuat distribusi lemak
menjadi mudah terakumulasi dalam tubuh sehingga indeks massa tubuh IMT
meningkat dengan persentase lemak yang lebih tinggi (Amin huda nurafif, 2015)
7. Kurangnya aktivitas fisik
Menunjukkan bahwa lebih dari seperempat penduduk indonesia kurang beraktifitas
fisik. Saat berolahraga, otot menggunakan glukosa yang tersimpan dalam otot dan
jika glukosa berkurang, otot mengisi kekosongan dengan mengambil glukosa dari
darah. Ini akan mengakibatkan menurunnya, glukosa darah sehingga memperbesar
pengendalian glukosa darah.
8. Hipertensi
Defenisi hipertensi sebelumnya dinyatakan sebagai peningkatan tekanan darah
arteri sistemik yang menetap pada tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg menjadi ≥130mmHg. Hipertensi memiliki resiko 4,166
kali lebih besar menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan yang tidak mengalami
hipertensi
9. Displidemia
Displidemia merupakan kondisi kadar lemak dalam darah tidak sesuai batas yang
ditetapkan atau abnormal yang berhubungan dengan resistensi insulin.
10. Konsumsi alkohol
Alkohol dapat menyebabkan perlemakan hati sehingga dapat merusak hati secara
kronis, merusak lambung, merusak pankreas. Alkohol akan meningkatkan kadar
gula dalam darah karena alkohol akan mempengaruhi kinerja hormon insulin
11. Merokok
Pengaruh nikotin terhadap insulin di antaranya menyebabkan penurunan pelepasan
insulin akibat aktivasi hormon ketokolamin, pengaruh negatif pada kerja insulin,
gangguan pada sel β pankreas dan perkembangan ke arah resistensi insulin.

2.3 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus


Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Kecurigaan adanya DM perlu
ditangani apabila terdapat keluhan klasik DM seperti:
1. Poliuria (sering buang air kecil)
Buang air kecil lebih sering dari biasanya terutama pada malam hari (poliuria), hal
ini dikarenakan kadar gula darah melebihi ambang ginjal (>180mg/dl), sehingga
gula akan dikeluarkan melalui urine. Guna menurunkan konsentrasi urine yang
dikeluarkan, tubuh akan menyerap air sebanyak mungkin ke dalam urine sehingga
urine dalam jumlah besar dapat dikeluarkan dan sering buang air kecil. Dalam
keadaan normal, keluaran urine harian sekitar 1,5 liter, tetapi pada pasien DM yang
tidak terkontrol.
2. Polidipsia (sering haus berlebihan)
Haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga
tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
3. Polifagia (sering lapar)
Nafsu makan meningkat (polifagia) dan merasa kurang tenaga. Insulin menjadi
bermasalah pada penderita DM sehingga pemasukan gula ke dalam sel-sel tubuh
kurang dan energi yang dibentuk pun menjadi kurang. Selain itu, sel juga menjadi
miskin gula sehingga otak juga berfikir bahwa kurang energi itu karena kurang
makan, maka tubuh kemudian berusaha meningkatkan asupan makanan dengan
menimbulkan alarm rasa lapar
4. Penurunan berat badan
Ketika tubuh tidak mampu mendapatkan energi yang cukup dari gula karena
kekurangan insulin, tubuh akan bergegas mengolah lemak dan protein yang ada di
dalam tubuh untuk diubah menjadi energi. Dalam sistem pembuangan urine,
penderita DM yang tidak terkendali bisa kehilangan sebanyak 500gr glukosa dalam
urine per 24 jam (setara dengan 2000 kalori per hari hilang dari tubuh). kemudian
gejala lain atau gejala tambahan yang dapat timbul yang umumnya ditunjukkan
karena komplikasi adalah kaki kesemutan, gatal-gatal, atau luka yang tidak kunjung
sembuh, pada wanita kadang disertai gatal di daerah selangkangan (pruritus vulva)
dan pada pria ujung penis terasa sakit (balanitis). (Lestari et al., 2021).

Keluhan lain dapat berupa; sering lelah dan lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ekresi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. (PERKENI, 2015)

2.4 Komplikasi Diabetes Melitus

Komplikasi akibat Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu dapat bersifat komplikasi
akut dan kronis :

a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia, yaitu keadaan sesorang dengan kadar glukosa darah dibawah
normal (<60mg/dL)
2) Hiperglikemia, yaitu adanya masukan kalori ke dalam tubuh yang berlebihan dan
penghentian obat oral maupun penyuntikan insulin. Ditandai dengan pandangan
kabur rasa sangat haus, muntah, berat badan menurun, kult kering dan gatal, rasa
mengantuk sampai kesadaran menurun disertai kekurangan cairan akibat
banyaknya jumlah urine yang dikeluarkan.
3) Ketoasisdosis diabetik diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan
insulin dan bersifat mendadak akibat adanya infeksi, lupa menyuntikan insulin
pola makan yang terlalu berlebihan.
4) Hiperosmolar ketotik terjadi akibat adanya dehidrasi berat, tekanan darah yang
menurun dan syok tanpa adanya berat badan keton.
5) Koma lakto asisdosis, keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak dapat diubah
menjadi bikarbonat.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi spesifik, terjadi akibat kelainan pembuluh darah kecil atau
mikroangiopati diabetik dan kelainan metabolisme dalam jaringan. Jenis-jenis
komplikasi spesifik seperti:
a) Retinopati diabetik
b) Nefropati diabetik
c) Neuropati diabetik
d) Diabetik food
2. Komplikasi tidak spesifik
a) Kelainan pembuluh darah besar atau mikroangiopati diabetik. Kelainan ini
berupa timbunan zat lemak di dalam dan dibawah pembuluh darah.
b) Kekeruhan pada lensa mata (katarak)
c) Adanya infeksi seperti infeksi saluran kencing dan tuberkolosis.
(Mohammad Roni, 2022)

2.5 Klasifikasi Diabetes Melitus


1) Diabetes Melitus Tipe 1
DM Tipe 1 disebabkan oleh reaksi autoimun dimana sistem kekebalan tubuh menyerang
sel beta penghasil insulin dipankreas. Akibatnya, tubuh menghasilkan insulin yang
sangat sedikit dengan defisiensi insulin relatif atau absolut. Kombinasi kerentanan
genetik dan pemicu lingkungan seperti infeksi virus, racun atau beberapa faktor diet
telah dikaitkan dengan DM tipe 1 . Penyakit ini bisa berkembang pada semua umur tapi
DM tipe 1 paling sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Orang dengan DM tipe 1
memerlukan suntikan insulin setiap hari untuk mempertahankan tingkat glukosa dalam
kisaran yang tepat dan tanpa insulin tidak akan mampu bertahan.

2) Diabetes Melitus Tipe 2


DM tipe 2 adalah jenis DM yang paling umum, terhitung sekitar 90% dari semua kasus
DM. Pada DM tipe 2, hiperglikemia adalah hasil dari produksi insulin yang tidak
adekuat dan ketidakmampuan tubuh untuk merespon insulin secara sepenuhnya,
didefinisikan sebagai resistensi insulin. Selama keadaan resistensi insulin, insulin tidak
bekerja secara efektif dan oleh karena itu pada awalnya mendorong peningkatan
produksi insulin untuk mengurangi kadar glukosa yang meningkat namun seiring waktu,
suatu keadaan produksi insulin yang relatif tidak memadai dapat berkembang. DM tipe
2 paling sering terlihat pada orang dewasa yang lebih tua, namun semakin terlihat pada
anak-anak, remaja dan orang dewasa muda. Penyebab DM tipe 2 ada kaitan kuat dengan
kelebihan berat badan dan obesitas, bertambahnya usia serta riwayat keluarga. Di antara
faktor makanan, bukti terbaru juga menyarankan adanya hubungan antara konsumsi
tinggi minuman manis dan risiko DM tipe 2 (IDF, 2017).

3) Diabetes Melitus Gestasional


DM gestasional adalah jenis DM yang mempengaruhi ibu hamil biasanya selama
trimester kedua dan ketiga kehamilan meski bisa terjadi kapan saja selama kehamilan.
Pada beberapa wanita DM dapat didiagnosis pada trimester pertama kehamilan namun
pada kebanyakan kasus, DM kemungkinan ada sebelum kehamilan, namun tidak
terdiagnosis. DM gestasional timbul karena aksi insulin berkurang (resistensi insulin)
akibat produksi hormon oleh plasenta (IDF, 2017).

2.6 Patofisiologi Diabetes Melitus

Timbulnya energi merupakan hasil dari proses kimia yang rumit dari zat makanan di
dalam sel terutama pembakaran glukosa. Insulin merupakan suatu zat/hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta pankreas yang berperan penting dalam proses metabolisme
yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin merupakan kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga. tidak dapat masuk ke dalam sel
akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah sehingga kadar gula di
dalam darah meningkat. Tidak ada sumber energi di dalam sel mengakibatkan tubuh
menjadi lemas. Proses ini terjadi pada DM tipe I. Pada DM tipe II jumlah insulin normal
namur terjadi penurunan reseptor insulin pada permukaan sel. Meskipun banyak
terdapat insulin, tetapi reseptor berkurang akibatnya glukosa yang masuk sel akan
sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam
pembuluh darah akan meningkat. Sehingga DM tipe II sering disebut sebagai resistensi
insulin. . (Mohammad Roni, 2022)

2.7 WOC DM

Kerusakan sel α dan β prankreas


Kegagalan prosuksi
Kegagalan prosuksi

Meningkatkan gula darah Produksi gula dari


lemak dan protein

Risiko
kekurangan
volume cairan Osmolaritas
Membuang massa tubuh
meningkat fatique

Peningkatan gula darah Berat badan


Poliuri Polidipsi Poliphagi kronik turun ↓

BB turun

Small vessel disease Arterosklerosis

Risiko
kekurangan
nutrisi Hipertensi, peningkatan Gangguan
Diabetek kadar LDL fungsi imun

Suplai darah ↓
Infeksi, gangguan
penyembuhan luka
- Berkurang
sensasi
Gangguan
- neuropati
perfusi Nekrosis Kerusakan
jaringan
integritas kulit

2.8 Pentalaksaan diabetes Melitus Pembedahan :


amputasi

Intoleransi aktivi
Nyeri akut
Tujuan umum pelaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes, menghilangkan keluhan, mengurangu resiko komplikasi akut,mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Sedangkan tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

a. Langkah-langkah pelaksanaan Umum:


1. Riwayat penyakit: gejala yang dialami, pengobatan yang mempengaruhi glukosa
darah, faktor resiko ( merokok, hipertensi, penyakit jantung koroner, obesitas,
riwyat penyakit keluarga), riwyata penyakit dan pengobatan serta pola hidup,
budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi
2. Pemeriksaan fisik: pengukurang TB, BB, tekanan darah, nadi, pemeriksaan kaki
secara komprehensif.
3. Evaluasi laboratorium: pemeriksaan glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan.
4. Albumin urin kuanritatif, elektrokardiogram, elektrokardiogram, pemeriksaan kaki
secara komprehensif.

b. Langkah-langkah pemeriksaan khusus:


1. Edukasi : promosi hidup kesehatan
Terapi nutrisi (TNM) : penjelasan pentingnya keteraturan jadwal makan, Janis dan
jumlah makanan, terutama bagi penderita yang menggunakan obat penurun glukosa
darah dan insulin (Mohammad Roni, 2022)
2. Latihan jasmani. Perlu dilakukan latihan jasmani secara teratur (3-5 hari seminggu
selama 30-45 menit dengan total latihan 150 menit perminggu. Dengan jeda antar
latihan tidak boleh lebih dari 2 hari berturut-turut). Latihan jasmani bersifat earobik
dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat,
bersepeda santai, jogging dan renang.
3. Intervensi farmakologi
a. Obat antihiperglikemia oral meliputi pemacu sekresi insulin (sulfonylurea dan
glinid), peningkatan sensivitas terhadap insulin (metformin dan tiazolidindinon),
penghambatan absorbs glukosa (penghambat glucosidase alfa), penghambat DPP-
IV (Dipeptidyl peptidase-IV), dan penghambat SGLT-2 (sodium glucose co-
transporter 2).
b. Obat antihipertensi suntik insulin
c. Terapi kombinasi: obat antihiperglikemia oral dan insulin
d. Obat DM oral yang digunakan pada saat ini adalah golongan sulfonilura, biguanida
dan acarbose. Saat ini beberapa tenaman herbal telah digunakan sebagai
antidiabetes diantaranya buah pare (momordica charantia), saun ciplukan (ohysalis
angyulata) bawang putih (A.sativum L.), tanaman kersen (muntingia calabura), dll

2.9 Pencegahan Diabetes Melitus

Diabates Melitus dapat dicegah, faktor resiko DM dibagi menjadi beberapa faktor
resiko, namun ada beberapa yang dapat diubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa

1. Pola makan
2. Pola aktifitas
3. Pengelolaan stress
4. Menurunkan berat badan

Bentuk pengendalian ini dilakukan dengan menurunkan berat badan sedikit (5-7 %)
dari total berat badan) disertai dengan 30 menit kegiatan fisik/olahraga 5 hari per
minggu, sambil makan secukupnya yang sehat, mengurangi jumlah karbohidrat seta
mengatur waktu dan jadwal makan Selain itu untuk indentifikasi diri terhadap risiko
diabetes, maka setiap orang berusia 45 tahun, terutama untuk yang memiliki berat badan
berlebih, seharusnya melakukan uji diabetes (Rahmasari, 2019).

2.10 Pemeriksaan Penunjang DM

Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4 hal yaitu :

a. postprandial
dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum
b. hemoglobin glikosilat
Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c. tes toleransi glukosa oral
seteelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. tes glukosa darah dengan finger stick
jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glucometer, pemeriksaan ini digunakan
hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah (Lestari et al.,
2021)

2.1.1 ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian perlu
dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut harus
seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi nama
pasien,umur, keluhan utama
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada kaki
diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang
lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko
kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai bawah
menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara
maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya
perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita tidak
mampu menggunakan mekanisme koping yang kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah
dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi
dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi
infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher

Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar


tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-
2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa
baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
2.12 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
2. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisik
3. Infeksi b.d peningkatan Leukosit
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas
2.12 Rencana Asuhan keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
1 Ketidakstabilan gula darah Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Manajemen hiperglikemia
b.d resistensi insulin selama 1x 24 jam maka ketidakstabilan gula Observasi :
darah membaik
- Identifikasi kemungkinan penyebab
KH :
hiperglikemia
- Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
 Kestabilan kadar glukosa darah
Terapeutik :
membaik
- Berikan asupan cairan oral
 Status nutrisi membaik
Edukasi :
 Tingkat pengetahuan meningkat
- Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan
olah raga

Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian insulin 6 Iu

 Edukasi program pengobatan


Observasi :
- Identifikasi pengobatan yang

19
direkomendasi

Terapeutik :

- Berikan dukungan untuk menjalani


program pengobatan dengan baik dan
benar
Edukasi:
- Jelaskan mamfaat dan efek samping
pengobatan
- Anjurkan mengosomsi obat sesuai
indikasi
Nyeri Akut b.d Agen cedera Setelah dilakukan tindakan Keperawatan 1  Manajemen nyeri
fisik x24 jam diharapkan nyeri menurun Observasi :
KH : - Identifikasi identifikasi lokasi,
 Tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi, frekuensi,
 Penyembuhan luka membaik kualitas,intensitas nyeri
 Tingkat cidera menurun - Identifikasi skala nyeri
Terapeutik :
- Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

20
Edukasi:

- Jelaskan penyebab dan periode dan


pemicu nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik


 Edukasi teknik nafas dalam
Observasi :
- Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi

Terapeutik :

- Sediakan materi dan media pendidikan


kesehatan

Edukasi:

- Jelaskan tujuan dan mamafaat teknik


nafas dalam
- Jelaskan prosedur teknik nafas dalam

21
3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Pengcegahan Infeksi
Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi Observasi
menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
KH : dan sistematik
 Tingkat nyeri menurun
Terapetik
 Integritas kulit dan jaringan
membaik - Berikan perawatan kulit pada area
 Kontrol resiko meningkat edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien

22
Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik
 Perawatan luka
Observasi :
- Monitor karakteristik luka (drainase,
warna ukuran, bau)
- Monitor tanda tanda infeksi
Terapeutik :
- Lepaskan balutan dan plester seccara
perlahan
- Bersihkan dengan Nacl
- Bersihkan jaringan nikrotik
- Berikan salaf yang sesuai kekulit
- Pertahan teknik steril saat
melakkanperawtan luka

Edukasi:

23
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan  Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas Observasi :
membaik - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
KH : - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
 Toleransi aktivitas membaik dalam aktivitas tertentu
 Tingkat keletihan menurun
Terapeutik :

- Fasilitasi pasien dan keluarga


dalam menyesuiakan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang di pilih
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
Edukasi:
- Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih
 Manajenen program latihan

24
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas

Terapeutik :

- Motivasi untuk memulai/


melanjutkan aktivitas fisik

Edukasi:

- Jelaskan mamnfaat aktivitas fisik

25
26
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan kelompok didapatkan data pada penilaian
tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 110/65 mmHg. Berdasarkan Rohma
(2021) dijelaskan bahwa tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg, untuk nilai sistol
berkisar 90-120 sedangkan nilai diastol 60-80. Sehingga berdasarkan uraian tersebut
dinyatakan tekanan darah pada pasien masih pada nilai normal. Pada pemeriksaan nadi
pasien didapatkan 101 x/menit dimana berdasarkan Potter & Perry (2017) menyatakan
bahwa nadi normal pada dewasa kisaran 60-100 kali/menit. Berdasarkan data yang
didapatkan pasien tersebut dinyatakan bahwa pasien mengalami takikardia karena nadi
pasien lebih dari kisaran normal. Hal tersebut dapat terjadi akibat kadar glukosa darah
yang tidak stabil dan defisiensi insulin pada tubuh yang selanjutnya mengakibatkan
viskositas darah meningkat dan memicu kerja jantung lebih berat.

Hasil pengkajian menunjukkan faktor risiko diabetes melitus yang ada pada pasien
berhubungan dengan faktor keturunan dari kedua orang tua kandung dan obesitas. Anak
dari seseorang dengan DM tipe 2 memiliki kemungkinan 15% berkembang menjadi DM
tipe 2 dan 30% risiko mengalami intoleransi glukosa (ketidakmampuan untuk
memetabolisme karbohidrat secara normal). Berdasarkan perhutungan indeks massa
tubuh (IMT) pasien adalah 30 kg/m2 yang artinya pasien mengalami kelebihan berat
badan atau overweight. Obesitas, didefinisikan sebagai kelebihan 20% dari berat badan
ideal atau memiliki indeks massa tubuh minimal 27 kg/m2. Obesitas seringkali
memunculkan kondisi menurunnya jumlah reseptor insulin yang tersedia di sel otot
rangka dan jaringan adiposa, proses ini disebut dengan peripheral insulin resistance.
Selain itu, obesitas merusak kemampuan sel beta untuk melepaskan insulin sebagai
respons terhadap peningkatan kadar glukosa (Lemone et al., 2017).

Gejala klasik diabetes mellitus termasuk polidipsia, (haus berlebihan), poliuria (kencing
berlebihan), dan polifagia (lapar berlebihan). Sejumlah besar glukosa dalam darah
menyebabkan peningkatan konsentrasi serum, atau osmolalitas. Tubulus ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua kelebihan glukosa yang disaring oleh glomerulus, dan
hasil glikosuria. Sejumlah besar air tubuh diperlukan untuk diekskresikan glukosa ini,
menyebabkan poliuria, nokturia (kencing malam hari), dan dehidrasi. Peningkatan
osmolalitas dan dehidrasi menyebabkan polidipsia. Karena glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel, sel-sel kelaparan, menyebabkan polifagia. Glukosa darah tinggi dapat juga
menyebabkan kelelahan, penglihatan kabur, sakit perut, dan sakit kepala (Williams &
Hopper, 2015)

Manifestasi klinis diabetes melitus yang muncul pada pasien Ny. R adalah luka yang
sulit sembuh, nyeri, sering kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah. Luka yang
sulit sembuh dapat terjadi karena meningkatnya viskositas darah sehingga terjadinya
masaah pada pembuluh darah. Penyakit pembuluh darah akan mencegah suplai darah
yang baik untuk mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan. Jika infeksi terjadi,
penyembuhannya lambat dan dapat berkembang menjadi nekrosis (Williams & Hopper,
2015). Pada luka pasien tampak adanya pus dan jaringan nekrotik.

Nyeri, kelemahan otot, kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah yang dirasakan
pasien merupakan salah satu tanda komplikasi yang menunjukkan adanya kehilangan
persepsi sensori. Kondisi ini merujuk pada Neuropati Perifer Diabetik (NPD) yang
merupakan komplikasi umum yang sering diderita oleh pasien DM. Kerusakan pada
serabut saraf sensorik menyebabkan rasa sakit yang diikuti dengan hilangnya sensasi.
Kerusakan pada serabut saraf motorik mengakibatkan kelemahan otot. Kerusakan
serabut saraf di saraf otonom sistem dapat menyebabkan disfungsi di setiap bagian
tubuh. Hiperglikemia menyebabkan NPD melalui perubahan pembuluh darah dan
penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan hipoksia saraf. Baik akson dan selubung
mielinnya rusak karena berkurangnya aliran darah (Ignatavicious, Workman, & Rebar,
2018).

4.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan Rendi & Margareth (2012) dijelaskan bahwa prioritas masalah yang
muncul pada pasien dengan diabetes melitus antara lain:

1. Nyeri akut b/d agen injury: fisik


2. Kerusakan integritas jaringan b/d faktor mekanik: mobilitas fisik dan penurunan
neuropati, perubahan sirkulasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis

Sedangkan berdasarkan kasus yang terjadi pada Ny. R diagnosa keperawatan yang
muncul yaitu:

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d hiperglikemia ditandai dengan


hipotensi, takiardia, peningkatan CRT, edema dan parastesia
2. Kerusakan integritas kulit b/d mikroangiopati ditandai dengan adanya luka
terbuka, puss pada luka, perbahan warna kulit pada luka, dan luka sulit sembuh
3. Hambatan mobilitas fisik b/d ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik secara
mandiri, edema, luka sulit sembuh, parastesia
4. Nyeri kronik b/d ulkus diabetikum ditandai dengan keluhan verbal, adanya luka,
nyeri skala 4, dan berdenyut
5. Resiko ketidakstabilan gula darah b/d resistensi insulin
6. Resiko infeksi b/d ulkus diabetikum

Berdasarkan kasus, diagnosa pertama ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d


hiperglikemia ditandai dengan hipotensi, takiardia, peningkatan CRT, edema dan
parastesia. Pada pengkajian riwayat penyakit saat ini selain mengeluh kesemutan dan
kebas pada kaki kanan dan kiri pasien juga mengeluh nyeri pada kaki sebelah kanan,
nyeri yang dirasakan hilang timbul dan skala nyeri 4. Pada hasil observasi dan
pemeriksaan fisik head to toe di dapatkan data pada ekstremitas bawah klien khususnya
bagian kanan dan kiri yaitu pengisian kapiler jari (CRT > 3 detik), suhu kulit ujung kaki
dingin, dan kekuatan otot kaki kanan pasien 2.

Pada penderita DM biasanya sering terjadi komplikasi mikrovaskuler dan


makrovaskuler. Komplikasi makrovaskuler adalah terjadinya penyumbatan pada
pembuluh darah besar seperti di jantung dan di otak yang sering menyebabkan kematian
dan penyumbatan pembuluh darah besar di ektremitas bawah (Yuhelma et, al, 2013).
Akibat dari penyumbatan tersebut adalah denyut nadi lemah, edema, pincang,
terlambatnya luka perifer, perubahan fungsi motorik, dan nyeri ekstremitas (Savana,
2014 dalam Thoriq, 2015).

Diagnosa kedua, berdasarkan teori yaitu kerusakan integritas jaringan b/d faktor
mekanik: mobilitas fisik dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi sedangkan
berdasarkan kasus diagnosa muncul Kerusakan integritas kulit b/d mikroangiopati
ditandai dengan adanya luka terbuka, puss pada luka, perbahan warna kulit pada luka,
dan luka sulit sembuh

Hal ini sesuai dengan teori Fady (2015) seseorang yang mengalami hiperglikemia atau
peningkatan gula darah akan menyebabkan gangguan sirkulasi karena pembuluh darah
mikrovaskuler mengalami penyempitan, sehingga suplai darah dan oksigen ke jaringan
perifer (daerah luka) mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan daerah luka terjadi
kekurangan oksigen sehingga luka sukar sembuh.

Pada diagnosa ketiga berdasarkan kasus yaitu hambatan mobilitas fisik b/d
ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik secara mandiri, edema, luka sulit sembuh,
parastesia sedangkan bedasarkan teori tidak ditegakkan namun, berada dalam etiologi
dari kerusakan integritas kulit. Pada kasus dijelaskan bahwa pasien mengalami
penurunan kekuatan otot dan terhambatnya pasien terhadap pergerakkan dalam
melakukan imobilisasi.

Kelemahan otot, kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah yang dirasakan pasien
merupakan salah satu tanda komplikasi yang menunjukkan adanya kehilangan persepsi
sensori. Kondisi ini merujuk pada Neuropati Perifer Diabetik (NPD) yang merupakan
komplikasi umum yang sering diderita oleh pasien DM. Kerusakan pada serabut saraf
sensorik menyebabkan rasa sakit yang diikuti dengan hilangnya sensasi. Kerusakan
pada serabut saraf motorik mengakibatkan kelemahan otot (Ignatavicious, Workman, &
Rebar, 2018).

Berdasarka diagnosa keempat kelompok sejalan dengan diagnosa yang muncul pada
diagnosa teori yaitu nyeri kronik b/d ulkus diabetikum ditandai dengan keluhan verbal,
adanya luka, nyeri skala 4, dan berdenyut. Pemilihan kronik bukan akut pada kasus
dikarenakan berdasarkan Nanda (2018) dijelaskan bahwa nyeri kronik merupakan
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Berdasarkan data subjektif yang telah
disampaikan oleh pasien dinyatakan bahwa pasien mengalami ulkus diabetik dan nyeri
akibat ulkus sejak 4 bulan yang lalu, sehingga nyeri yang dialami telah dikategorikan
dengan kronik. Hasil pengkajian penunjang lainnya yaitu pemeriksaan karakteristik
nyeri yaitu PQRST didapatkan:

1) P : pasien mengalami nyeri akibat ulkus diabetik, dimana panjang ulkus ±


60 cm dan lebar ± 10 cm
2) Q : ulkus diabetik pada kaki kanan pasien terasa seperti berdenyut-denyut
3) R : Nyeri yang dirasakan pada kaki sebelah kanan pasien mulai dari telapak
kaki hingga paha
4) S : skala nyeri yang dirasakan pasien skala 4 (Nyeri yang mengganggu)
5) T : nyeri dirasakan pada saat pasien bergerak dan malam hari

Nyeri yang muncul pada pasien akibat dari gangguan dari resistensi insulin pasien yang
mengakibatkan neurosensori pada pasien sehingga ulkus diabetik sukar disembuhkan
akibat viskositas darah yang meningkat dan pembuluh darah yang mengantarkan
oksigen dan nutrisi dalam membantu proses penyembuhan terhambat dan menghambat
proses penyembuhan, sehingga pasien merasakan nyeri.

Pada diagnosa kelima resiko resiko ketidakstabilan gula darah b/d resistensi insulin.
Pada pasien ditemukan bahwa terjadi resiko ketidakstabilan gula darah ditemukan tanda
dan gejala dari penderita dengan ketidakstabilan gula darah yaitu, kadar gula darah yang
dapat naik dan turun, parasthesia, poliuria, dan penurunan sensasi rasa di ekstremitas.

Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah disebabkan oleh obesitas, kurang


berolahraga, makan secara berlebih, serta perubahan gaya hidup yang tidak sehat. Pada
kasus diabetes melitus terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi dan gangguan restensi. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Dengan demikian insulin tidak
efektif untuk menstimulus pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi
glukosa yang berlangsung melambat dan progresif maka diabetes melitus dapat terjadi
tanpa terdeteksi (Elfrida, 2018)

Pada diagnosa terakhir kelompok mengangkat diagnosa Resiko infeksi b/d ulkus
diabetikum. Berdasarkan data yang telah kelompok dapatkan bahwa luka pasien terlihat
pus dan darah, luka terbuka, dan terjadi peningkatan kadar leukosit dalam darah.
Peningkatan leukosit merupakan salah satu tanda gejala dari infeksi dikarenakan
leukosit merupakan melawan berbagai mikroorganisme dalam mengatasi infeksi.

Penderita Diabetes Mellitus (DM) memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengalami
infeksi. Penyebab dari risiko infeksi ini adalah karena adanya luka ganggren dan
perawatan luka ganggren yang kurang tepat. Risiko infeksi ini juga disebabkan karena
adanya ketidaknormalan neurologis yang bisa menimbulkan adanya proses inflamasi,
sehingga akan menghambat kesadaran dan trauma serta predisposisi terhadap infeksi
bakteri dan jamur.

Ulkus diabetikum disebabkan karena adanya angiopati, neuropati dan risiko infeksi.
Neuropati perifer menyebabkan adanya rasa baal atau menurunnya sensasi nyeri pada
luka di kaki dan mengakibatkan trauma tanpa terasa yang bisa mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki (Wijaya & Putri Mariza, 2013). Luka yang yang susah untuk
sembuh merupakan komplikasi kronis dari penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang bisa
timbul akibat kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik.

4.3 Intervensi Keperawatan

Rencana intervensi untuk diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


berhubungan dengan hiperglikemia ditandai dengan adanya hipertensi, takikardia,
peningkatan CRT , edema dan parastesia adalah setelah 3 x 24 jam diharapkan kriteria
menunjukkan hasil adanya perbaikan suhu kulit, tekanan darah sistolik dan diastolik,
edema perifer, serta adanya nyeri ekstremitas. Aktivitas yang dilakukan adalah seperti
observasi sirkulasi perifer. Sirkulasi perifer yang diobservasi meliputi nadi, edema,
CRT, warna dan suhu kuli karena keadaan hiperglikemia meningkatkan viskositas darah
sehingga aliran darah ke ekstremitas akan terganggu. Perawatan luka yang tepat sesuai
kondisi luka sangat perlu dilakukan untuk menjaga kebersihan dan membantu
debridemen atau pembentukan jaringan baru. Kolaborasi pemberian antiplatelet juga
perlu dikonsultasikan karena pada penderita DM terjadi peningkatan viskositas darah
yang dapat memunculkan masalah pada peredaran darah pasien.

Diagnosa kerusakan integritas kulit berhubungan dengan mikroangiopati ditandai


dengan gangguan mobilitas, adanya pus, perubahan warna kulit, dan luka sulit sembuh.
Dalam 1 x 24 jam perawatan, diharapkan adanya peningkatan granulasi yang akan
membantu penyembuhan luka, berkurangnya peradangan luka, dan luka bersih dari
jaringan nekrotik. Aktivitas yangdilakukan adalah perawat perlu mengobservasi bentuk,
ukuran dan keadaan luka untuk dapat menentukan jenis perawatan luka yang tepat.
Pemberian kontrol nyeri secara farmakologi dan non farmakologi kepada pasien perlu
diterapkan untuk mengurangi adanya rasa ketidaknyamanan yang dirasakan pasien
akibat luka. Luka perlu dibersihkan, diberikan obat topikal sesuai anjuran dokter,
pembuangan jaringan nekrotik, dan penggunaan balutan yang menyerap cairan penting
diberikan untuk menjaga kelembapan luka, mempercepat perbaikan jaringan, dan
menjaga luka dari risiko infeksi yangmungkin muncul.

Diagnosa risiko ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi urin


diharapkan setelah 1 x 24 jam dapat teratasi dengan kriteria hasil berkurangnya rasa
kantuk, lelah, lesu, rasa lapar, dan berkurangnya kadar glukosa dalam urin dan dalam
darah. Aktivitas yangdilakukan adalahmemonitor kadar gula dalam darah. GDS pasien
adalah ditargetkan dibawah 200 mg/dl. Pasien perlu diajarkan untuk cara mengatur diit,
olahraga, mengontrol kadar gula darah mandiri, dan patuh mengkonsumsi obat-obatan.
Pada pasien DM, tidak selamanya pasien akan mengalami kondisi hiperglikemia,
kondisi hipoglikemia juga dapat terjadi tiba-tiba. Oleh sebab itu perlu diajarkan kepada
pasien untuk mengenali tanda dan gejala yang muncul saat dua kondisi ini terjadi. Pada
pasien yang mengalami hipoglikemia, ajarkan pasien untuk mengkonsumsi gula dalam
batas wajar.

Rencana intervensi untuk diagnose risiko infeksi berhubungan dengan ulkus diabetikum
menurut (Purwanto, 2016) ditegakkan dengan kriteria hasil berupa tidak terjadinya
infeksi. Intervensi yang dilakukan adalah:

a) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Pasien mungkin masuk dengan


infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi
nasokomial.
b) Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang
yangberhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri. Mencegah
timbulnya infeksi nasokomial.
c) Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif. Kadar glukosa tinggi akan
menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
d) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah
yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang. Sirkulasi
perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko
terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
e) Bantu pasien melakukan oral higiene. Menurunkan resiko terjadinya penyakit
mulut.
f) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat. Menurunkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai
Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurafif, H, K. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis Nanda NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction

Hardianto, D. (2021). Telaah Komprehensif Diabetes Melitus: Klasifikasi, Gejala,


Diagnosis, Pencegahan, Dan Pengobatan. Jurnal Bioteknologi & Biosains
Indonesia (JBBI), 7(2), 304–317. https://doi.org/10.29122/jbbi.v7i2.4209

IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas Eighth edition 2017. In International Diabetes
Federation. IDF Diabetes Atlas, 8th edn. Brussels, Belgium: International Diabetes
Federation, 2017.

IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas 9th edition 2019. In International Diabetes Federation
Diabetes Atlas, Ninth Edition

Lestari, L., Zulkarnain, Z., & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(1), 237–241.

Ignatavicious, D. D., Workman, M. L., & Rebar, C. (2018). Medical-Surgical Nursing:


Concepts for Interprofessional Collaborative Care (9, ed.). St. Louis Missouri:
Elsevier.
Lemone, Burke, Levett-Jones, Dwyer, Moxham, Reid-Searl, … Raymond. (2017).
Medical- surgical nursing:critical thinking for person-centred care (3rd ed.).
Melbourne: Pearson Australia. Retrieved from www.pearson.com.au
Purwanto, H. (2016). Keperawatan medikal bedah II. Jakarta: kementrian kesehatan
republik indonesia.
Williams, L. S., & Hopper, P. D. (2015). Understanding Medical Surgical Nursing. In
Medical Surgical Nursing Specialities (5th ed.). Phila: F.A Davis Company.
https://doi.org/10.5005/jp/books/10521

Anda mungkin juga menyukai