PERCEPTOR AKADEMIK
Ns. Dian Roza Adilla, M.Kep
DISUSUN OLEH
1. Maranatha Yohana A. A 18031033
2. M. Lizky Rinaldy 18031062
3. Shintia Rosdina 18031066
4. Tengku Atika Rahmanisa 18031077
5. Lisa Indriani 18031086
Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami berbagai
macam nikmat, sehingga aktivitas hidup ini banyak diberikan keberkahan. Dengan
kemurahan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Ucapkan terima kasih tidak lupa kami hanturkan kepada dosen dan teman- teman yang
banyak membantu dalam penyusunan Makalah Seminar PKKMB yang berjudul
“Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diabetes Melitus di Ruangan Kenanga
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau” Kami menyadari di dalam penyusunan makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki,
baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal perbuatan.
Oleh karena itu, kami meminta maaf atas ketidaksempurnaannya dan juga memohon
kritik dan saran untuk kami agar bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah ini.
Harapan kami mudah-mudahan apa yang akan kami susun ini bisa memberikan manfaat
untuk diri sendiri, teman-teman, maupun orang lain.
Penyusun
Kelompok 3B
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
1.1 Latar Belakan...........................................................................................................
1.2 Tujuan Penulisan......................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan....................................................................................................
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolik yang disebabkan oleh gagalnya
organ pankreas dalam memproduksi hormone insulin secara memadai. Penyakit ini bisa
dikatakan sebagai penyakit kronis karena dapat terjadi secara menahun. Berdasarkan
penyebabnya diabetes Melitus digolongkan menjadi tiga jenis, diantaranya diabetes
Melitus tipe 1, tipe 2 dan diabetes Melitus gestasional. (Kemenkes RI, 2020). Diabetes
Melitus tipe 1 disebabkan karena reaksi autoimun yang menyebabkan sistem kekebalan
tubuh menyerang sel beta pada pancreas sehingga tidak bisa memproduksi insulin sama
sekali. Sedangkan diabetes Melitus tipe 2 terjadi karena akibat adanya resistensi insulin
yang dimana sel-sel dalam tubuh tidak mampu merespon sepenuhnya insulin. Diabetes
gestasional disebabkan oleh karena naiknya berbagai kadar hormone saat hamil yang
bisa menghambat kerja insulin (International Diabetes Federation, 2019).
LANDASAN TEORI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik
yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal (InfoDatin, 2020).
Diabetes Melitus merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemia (kadar glukosa yang tinggi dalam darah) karena kekurangan insulin,
resistensi insulin atau keduanya. Insulin adalah hormone penting yang diproduksi di
pankreas kelenjar tubuh, yang merupakan transportasi glukosa dari aliran darah ke
dalam sel-sel tubuh di mana glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau
ketidakmampuan sel untuk merespons insulin menyebabkan kadar glukosa darah tinggi,
atau hiperglikemia, yang merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi, jika dibiarkan dalam
jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan yang
melumpuhkan dan mengancam jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati,
nefropati dan penyakit mata, yang menyebabkan retinopati dan kebutaan (IDF, 2017)
Penyebab utama kekurangan insulin karena adanya kerusakan pada sel β pancreas, yaitu
sel yang berfungsi untuk memproduksi insulin. Selain itu DM dapat juga disebabkan
oleh resitensi insulin. Resistensi insulin adalah berkurangnya kemampuan insulin untuk
merangsang penggunaan glukosa atau turunnya respons sel target, seperti otot, jaringan,
dan hati terhadap kadar insulin fisiologis. (Hardianto, 2021)
Keluhan lain dapat berupa; sering lelah dan lemas, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ekresi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita. (PERKENI, 2015)
Komplikasi akibat Diabetes Melitus dibagi menjadi dua yaitu dapat bersifat komplikasi
akut dan kronis :
a. Komplikasi Akut
1) Hipoglikemia, yaitu keadaan sesorang dengan kadar glukosa darah dibawah
normal (<60mg/dL)
2) Hiperglikemia, yaitu adanya masukan kalori ke dalam tubuh yang berlebihan dan
penghentian obat oral maupun penyuntikan insulin. Ditandai dengan pandangan
kabur rasa sangat haus, muntah, berat badan menurun, kult kering dan gatal, rasa
mengantuk sampai kesadaran menurun disertai kekurangan cairan akibat
banyaknya jumlah urine yang dikeluarkan.
3) Ketoasisdosis diabetik diartikan sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan
insulin dan bersifat mendadak akibat adanya infeksi, lupa menyuntikan insulin
pola makan yang terlalu berlebihan.
4) Hiperosmolar ketotik terjadi akibat adanya dehidrasi berat, tekanan darah yang
menurun dan syok tanpa adanya berat badan keton.
5) Koma lakto asisdosis, keadaan tubuh dengan asam laktat yang tidak dapat diubah
menjadi bikarbonat.
b. Komplikasi Kronis
1. Komplikasi spesifik, terjadi akibat kelainan pembuluh darah kecil atau
mikroangiopati diabetik dan kelainan metabolisme dalam jaringan. Jenis-jenis
komplikasi spesifik seperti:
a) Retinopati diabetik
b) Nefropati diabetik
c) Neuropati diabetik
d) Diabetik food
2. Komplikasi tidak spesifik
a) Kelainan pembuluh darah besar atau mikroangiopati diabetik. Kelainan ini
berupa timbunan zat lemak di dalam dan dibawah pembuluh darah.
b) Kekeruhan pada lensa mata (katarak)
c) Adanya infeksi seperti infeksi saluran kencing dan tuberkolosis.
(Mohammad Roni, 2022)
Timbulnya energi merupakan hasil dari proses kimia yang rumit dari zat makanan di
dalam sel terutama pembakaran glukosa. Insulin merupakan suatu zat/hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta pankreas yang berperan penting dalam proses metabolisme
yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai bahan bakar.
Insulin merupakan kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian dimetabolisir menjadi tenaga. tidak dapat masuk ke dalam sel
akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah sehingga kadar gula di
dalam darah meningkat. Tidak ada sumber energi di dalam sel mengakibatkan tubuh
menjadi lemas. Proses ini terjadi pada DM tipe I. Pada DM tipe II jumlah insulin normal
namur terjadi penurunan reseptor insulin pada permukaan sel. Meskipun banyak
terdapat insulin, tetapi reseptor berkurang akibatnya glukosa yang masuk sel akan
sedikit sehingga sel akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam
pembuluh darah akan meningkat. Sehingga DM tipe II sering disebut sebagai resistensi
insulin. . (Mohammad Roni, 2022)
2.7 WOC DM
Risiko
kekurangan
volume cairan Osmolaritas
Membuang massa tubuh
meningkat fatique
BB turun
Risiko
kekurangan
nutrisi Hipertensi, peningkatan Gangguan
Diabetek kadar LDL fungsi imun
Suplai darah ↓
Infeksi, gangguan
penyembuhan luka
- Berkurang
sensasi
Gangguan
- neuropati
perfusi Nekrosis Kerusakan
jaringan
integritas kulit
Intoleransi aktivi
Nyeri akut
Tujuan umum pelaksanaan DM adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang
diabetes, menghilangkan keluhan, mengurangu resiko komplikasi akut,mencegah dan
menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati serta
menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Sedangkan tujuan utama terapi DM adalah
mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada
setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Diabates Melitus dapat dicegah, faktor resiko DM dibagi menjadi beberapa faktor
resiko, namun ada beberapa yang dapat diubah oleh manusia, dalam hal ini dapat berupa
1. Pola makan
2. Pola aktifitas
3. Pengelolaan stress
4. Menurunkan berat badan
Bentuk pengendalian ini dilakukan dengan menurunkan berat badan sedikit (5-7 %)
dari total berat badan) disertai dengan 30 menit kegiatan fisik/olahraga 5 hari per
minggu, sambil makan secukupnya yang sehat, mengurangi jumlah karbohidrat seta
mengatur waktu dan jadwal makan Selain itu untuk indentifikasi diri terhadap risiko
diabetes, maka setiap orang berusia 45 tahun, terutama untuk yang memiliki berat badan
berlebih, seharusnya melakukan uji diabetes (Rahmasari, 2019).
a. postprandial
dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum
b. hemoglobin glikosilat
Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.
c. tes toleransi glukosa oral
seteelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula, dan
akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam setelah
meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. tes glukosa darah dengan finger stick
jari ditusuk dengan sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang
dimasukkan kedalam celah pada mesin glucometer, pemeriksaan ini digunakan
hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah (Lestari et al.,
2021)
Kolaborasi :
19
direkomendasi
Terapeutik :
20
Edukasi:
Kolaborasi
Terapeutik :
Edukasi:
21
3 Infeksi b.d peningkatan Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Pengcegahan Infeksi
Leukosit selama 1x 24 jam maka tingkat infeksi Observasi
menurun - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
KH : dan sistematik
Tingkat nyeri menurun
Terapetik
Integritas kulit dan jaringan
membaik - Berikan perawatan kulit pada area
Kontrol resiko meningkat edema
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
22
Edukasi
Edukasi:
23
- Jelaskan tanda,gejala infeksi
Kolaborasi:
- Kolaborasi prosedur debridement
4 Intoleransi Aktivitas b.d Setelah dilakukan tintdakan keperawatan Terapi aktivitas
imobilitas selama 1x 24 jam intoleransi aktivitas Observasi :
membaik - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
KH : - Identifikasi kemapuan berpartisipasi
Toleransi aktivitas membaik dalam aktivitas tertentu
Tingkat keletihan menurun
Terapeutik :
24
Observasi :
- Identifikasi pengetahuan dan
pengalaman aktivitas fisik
sebelumnya
- Identifikasi kemampuan pasien
beraktivitas
Terapeutik :
Edukasi:
25
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan kelompok didapatkan data pada penilaian
tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 110/65 mmHg. Berdasarkan Rohma
(2021) dijelaskan bahwa tekanan darah normal yaitu 120/80 mmHg, untuk nilai sistol
berkisar 90-120 sedangkan nilai diastol 60-80. Sehingga berdasarkan uraian tersebut
dinyatakan tekanan darah pada pasien masih pada nilai normal. Pada pemeriksaan nadi
pasien didapatkan 101 x/menit dimana berdasarkan Potter & Perry (2017) menyatakan
bahwa nadi normal pada dewasa kisaran 60-100 kali/menit. Berdasarkan data yang
didapatkan pasien tersebut dinyatakan bahwa pasien mengalami takikardia karena nadi
pasien lebih dari kisaran normal. Hal tersebut dapat terjadi akibat kadar glukosa darah
yang tidak stabil dan defisiensi insulin pada tubuh yang selanjutnya mengakibatkan
viskositas darah meningkat dan memicu kerja jantung lebih berat.
Hasil pengkajian menunjukkan faktor risiko diabetes melitus yang ada pada pasien
berhubungan dengan faktor keturunan dari kedua orang tua kandung dan obesitas. Anak
dari seseorang dengan DM tipe 2 memiliki kemungkinan 15% berkembang menjadi DM
tipe 2 dan 30% risiko mengalami intoleransi glukosa (ketidakmampuan untuk
memetabolisme karbohidrat secara normal). Berdasarkan perhutungan indeks massa
tubuh (IMT) pasien adalah 30 kg/m2 yang artinya pasien mengalami kelebihan berat
badan atau overweight. Obesitas, didefinisikan sebagai kelebihan 20% dari berat badan
ideal atau memiliki indeks massa tubuh minimal 27 kg/m2. Obesitas seringkali
memunculkan kondisi menurunnya jumlah reseptor insulin yang tersedia di sel otot
rangka dan jaringan adiposa, proses ini disebut dengan peripheral insulin resistance.
Selain itu, obesitas merusak kemampuan sel beta untuk melepaskan insulin sebagai
respons terhadap peningkatan kadar glukosa (Lemone et al., 2017).
Gejala klasik diabetes mellitus termasuk polidipsia, (haus berlebihan), poliuria (kencing
berlebihan), dan polifagia (lapar berlebihan). Sejumlah besar glukosa dalam darah
menyebabkan peningkatan konsentrasi serum, atau osmolalitas. Tubulus ginjal tidak
dapat menyerap kembali semua kelebihan glukosa yang disaring oleh glomerulus, dan
hasil glikosuria. Sejumlah besar air tubuh diperlukan untuk diekskresikan glukosa ini,
menyebabkan poliuria, nokturia (kencing malam hari), dan dehidrasi. Peningkatan
osmolalitas dan dehidrasi menyebabkan polidipsia. Karena glukosa tidak dapat masuk
ke dalam sel, sel-sel kelaparan, menyebabkan polifagia. Glukosa darah tinggi dapat juga
menyebabkan kelelahan, penglihatan kabur, sakit perut, dan sakit kepala (Williams &
Hopper, 2015)
Manifestasi klinis diabetes melitus yang muncul pada pasien Ny. R adalah luka yang
sulit sembuh, nyeri, sering kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah. Luka yang
sulit sembuh dapat terjadi karena meningkatnya viskositas darah sehingga terjadinya
masaah pada pembuluh darah. Penyakit pembuluh darah akan mencegah suplai darah
yang baik untuk mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan. Jika infeksi terjadi,
penyembuhannya lambat dan dapat berkembang menjadi nekrosis (Williams & Hopper,
2015). Pada luka pasien tampak adanya pus dan jaringan nekrotik.
Nyeri, kelemahan otot, kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah yang dirasakan
pasien merupakan salah satu tanda komplikasi yang menunjukkan adanya kehilangan
persepsi sensori. Kondisi ini merujuk pada Neuropati Perifer Diabetik (NPD) yang
merupakan komplikasi umum yang sering diderita oleh pasien DM. Kerusakan pada
serabut saraf sensorik menyebabkan rasa sakit yang diikuti dengan hilangnya sensasi.
Kerusakan pada serabut saraf motorik mengakibatkan kelemahan otot. Kerusakan
serabut saraf di saraf otonom sistem dapat menyebabkan disfungsi di setiap bagian
tubuh. Hiperglikemia menyebabkan NPD melalui perubahan pembuluh darah dan
penurunan perfusi jaringan yang menyebabkan hipoksia saraf. Baik akson dan selubung
mielinnya rusak karena berkurangnya aliran darah (Ignatavicious, Workman, & Rebar,
2018).
Berdasarkan Rendi & Margareth (2012) dijelaskan bahwa prioritas masalah yang
muncul pada pasien dengan diabetes melitus antara lain:
Sedangkan berdasarkan kasus yang terjadi pada Ny. R diagnosa keperawatan yang
muncul yaitu:
Diagnosa kedua, berdasarkan teori yaitu kerusakan integritas jaringan b/d faktor
mekanik: mobilitas fisik dan penurunan neuropati, perubahan sirkulasi sedangkan
berdasarkan kasus diagnosa muncul Kerusakan integritas kulit b/d mikroangiopati
ditandai dengan adanya luka terbuka, puss pada luka, perbahan warna kulit pada luka,
dan luka sulit sembuh
Hal ini sesuai dengan teori Fady (2015) seseorang yang mengalami hiperglikemia atau
peningkatan gula darah akan menyebabkan gangguan sirkulasi karena pembuluh darah
mikrovaskuler mengalami penyempitan, sehingga suplai darah dan oksigen ke jaringan
perifer (daerah luka) mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan daerah luka terjadi
kekurangan oksigen sehingga luka sukar sembuh.
Pada diagnosa ketiga berdasarkan kasus yaitu hambatan mobilitas fisik b/d
ketidakmampuan melakukan aktivitas fisik secara mandiri, edema, luka sulit sembuh,
parastesia sedangkan bedasarkan teori tidak ditegakkan namun, berada dalam etiologi
dari kerusakan integritas kulit. Pada kasus dijelaskan bahwa pasien mengalami
penurunan kekuatan otot dan terhambatnya pasien terhadap pergerakkan dalam
melakukan imobilisasi.
Kelemahan otot, kebas dan kesemutan pada ekstremitas bawah yang dirasakan pasien
merupakan salah satu tanda komplikasi yang menunjukkan adanya kehilangan persepsi
sensori. Kondisi ini merujuk pada Neuropati Perifer Diabetik (NPD) yang merupakan
komplikasi umum yang sering diderita oleh pasien DM. Kerusakan pada serabut saraf
sensorik menyebabkan rasa sakit yang diikuti dengan hilangnya sensasi. Kerusakan
pada serabut saraf motorik mengakibatkan kelemahan otot (Ignatavicious, Workman, &
Rebar, 2018).
Berdasarka diagnosa keempat kelompok sejalan dengan diagnosa yang muncul pada
diagnosa teori yaitu nyeri kronik b/d ulkus diabetikum ditandai dengan keluhan verbal,
adanya luka, nyeri skala 4, dan berdenyut. Pemilihan kronik bukan akut pada kasus
dikarenakan berdasarkan Nanda (2018) dijelaskan bahwa nyeri kronik merupakan
pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Berdasarkan data subjektif yang telah
disampaikan oleh pasien dinyatakan bahwa pasien mengalami ulkus diabetik dan nyeri
akibat ulkus sejak 4 bulan yang lalu, sehingga nyeri yang dialami telah dikategorikan
dengan kronik. Hasil pengkajian penunjang lainnya yaitu pemeriksaan karakteristik
nyeri yaitu PQRST didapatkan:
Nyeri yang muncul pada pasien akibat dari gangguan dari resistensi insulin pasien yang
mengakibatkan neurosensori pada pasien sehingga ulkus diabetik sukar disembuhkan
akibat viskositas darah yang meningkat dan pembuluh darah yang mengantarkan
oksigen dan nutrisi dalam membantu proses penyembuhan terhambat dan menghambat
proses penyembuhan, sehingga pasien merasakan nyeri.
Pada diagnosa kelima resiko resiko ketidakstabilan gula darah b/d resistensi insulin.
Pada pasien ditemukan bahwa terjadi resiko ketidakstabilan gula darah ditemukan tanda
dan gejala dari penderita dengan ketidakstabilan gula darah yaitu, kadar gula darah yang
dapat naik dan turun, parasthesia, poliuria, dan penurunan sensasi rasa di ekstremitas.
Pada diagnosa terakhir kelompok mengangkat diagnosa Resiko infeksi b/d ulkus
diabetikum. Berdasarkan data yang telah kelompok dapatkan bahwa luka pasien terlihat
pus dan darah, luka terbuka, dan terjadi peningkatan kadar leukosit dalam darah.
Peningkatan leukosit merupakan salah satu tanda gejala dari infeksi dikarenakan
leukosit merupakan melawan berbagai mikroorganisme dalam mengatasi infeksi.
Penderita Diabetes Mellitus (DM) memiliki risiko yang sangat tinggi untuk mengalami
infeksi. Penyebab dari risiko infeksi ini adalah karena adanya luka ganggren dan
perawatan luka ganggren yang kurang tepat. Risiko infeksi ini juga disebabkan karena
adanya ketidaknormalan neurologis yang bisa menimbulkan adanya proses inflamasi,
sehingga akan menghambat kesadaran dan trauma serta predisposisi terhadap infeksi
bakteri dan jamur.
Ulkus diabetikum disebabkan karena adanya angiopati, neuropati dan risiko infeksi.
Neuropati perifer menyebabkan adanya rasa baal atau menurunnya sensasi nyeri pada
luka di kaki dan mengakibatkan trauma tanpa terasa yang bisa mengakibatkan
terjadinya ulkus pada kaki (Wijaya & Putri Mariza, 2013). Luka yang yang susah untuk
sembuh merupakan komplikasi kronis dari penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang bisa
timbul akibat kadar glukosa darah yang tidak terkontrol dengan baik.
Rencana intervensi untuk diagnose risiko infeksi berhubungan dengan ulkus diabetikum
menurut (Purwanto, 2016) ditegakkan dengan kriteria hasil berupa tidak terjadinya
infeksi. Intervensi yang dilakukan adalah:
IDF. (2017). IDF Diabetes Atlas Eighth edition 2017. In International Diabetes
Federation. IDF Diabetes Atlas, 8th edn. Brussels, Belgium: International Diabetes
Federation, 2017.
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas 9th edition 2019. In International Diabetes Federation
Diabetes Atlas, Ninth Edition
Lestari, L., Zulkarnain, Z., & Sijid, S. A. (2021). Diabetes Melitus: Review etiologi,
patofisiologi, gejala, penyebab, cara pemeriksaan, cara pengobatan dan cara
pencegahan. Prosiding Seminar Nasional Biologi, 7(1), 237–241.