Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH SEMINAR

KEPERAWATAN KOMUNITAS II
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS PADA POPULASI
PENYAKIT TIDAK MENULAR: PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK
KELOMPOK 4B

Anggota Kelompok:

1. Dian Puspita Sari 18031061


2. M. Lizky Rinaldy 18031062
3. Serli Fitri 18031063
4. Siti Nurasiah 18031064
5. Tengku Atika Rahmanisa 18031077
6. Tri Zulfiandi 18031078
7. Mutia Sari 18031079
8. Rahmi Devid 18031092
9. M. Farezi Alfaneanda 18031095

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Allhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt karena berkat rahmat dan
karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas
Pada Populasi Penyakit Tidak Menular: Penyakit Paru Obstruksi Kronik”. Dengan segala
pengetahuan dan kemampuan yang kami miliki, dalam penulisan makalah ini kami ucapkan
terimakasih kepada dosen fasilitator mata kuliah Keperawatan Komunitas II yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kami. Kami juga menyadari sepenuhnya dalam pengerjaan tugas ini terdapat
kekurangan–kekurangan. Dengan ini, Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pekanbaru, 4 Juni 2021

Kelompok 4B

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................................1

1.2 Tujuan..........................................................................................................................1

1.3 Manfaat .......................................................................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Penyakit Tidak Menular ...............................................................................3

2.2 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ...................................................................3

2.3 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik................................................................4

2.4 Etiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik....................................................................4

2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronik....................................................5

2.6 Peran Perawat Komunitas dalam Mengatasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik ..........5

2.7 Pencegahan Penyebaran pada Populasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik...................6

2.8 Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan pada Populasi Penyakit Paru Obstruksi
Kronik................................................................................................................................8

BAB III PEMBAHASAN

3.1 Kasus.........................................................................................................................13

3.2 Asuhan Keperawatan komunitas ..............................................................................15

BAB IV PENUTUP

4.1 Simpulan....................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ditujukan untuk mengelompokkan
penyakit-penyakit yang mempunyai gejala berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Istilah ini mulai dikenal pada akhir 1950-an dan permulaan tahun 1960-an. Masalah yang
menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran pernapasan
maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah bronkitis kronik
(masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim). Ada beberapa ahli
yang menambahkan kedalam kelompok ini, yaitu asma bronkial kronik, fibrosis kistik dan
bronkiektasis. Secara logika penyakit asma bronkial seharusnya dapat digolongkan kedalam
golongan arus napas yang terhambat, tetapi pada kenyataannya tidak dimasukkan ke dalam
golongan PPOK (Djojodibroto, 2009).

Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat digolongkan sebagai PPOK jika
obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cendrung progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis
kronik dan emfisema) hanya dapat dimasukkan kedalam PPOK jika keparahan penyakitnya
telah berlanjut dan obstruksinya bersifat progresif. Pada fase awal, kedua penyakit ini
belum dapat digolongkan ke dalam PPOK (Djojodibroto, 2009).

Patofisiologi terjadinya obstruksi adalah peradangan pada saluran pernapasan kecil. Pada
PPOK yang stabil, ciri peradangan yang dominan adalah banyaknya sel neutrofilik yang
ditarik oleh interleukin 8. Walaupun jumlah limfosit juga meningkat, namun yang
meningkat hanya sel T CD8 helper tipe 1 (Djojodibroto, 2009).

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit tidak menular
2. Untuk mengetahui definisi penyakit paru obstruktif kronik
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit paru obstruktif kronik
4. Untuk mngetahui etiologi penyakit paru obstruktif kronik

1
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis peyakit paru obstruktif kronik
6. Untuk mengetahui peran perawat komunitas dalam mengatasi penyakit paru
obstruktif kronik
7. Untuk mengetahui pencegahan penyebaran pada populasi penyakit paru kronik dan
strategi promosi kesehatan pada populasi penyakit paru obstruktif kronik
1.3 Manfaat
Diharapkan dapat menambah wawasan penulis, menambah pengetahuan penulis tentang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

2
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Penyakit Tidak Menular


Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang dapat dicegah bila faktor risiko
dikendalikan, sehingga perawatan pasien PTM mencerminkan kegagalan dari pengelolaan
program pencegahan dan penanggulangan. Pencegahan dan penanggulangan PTM
merupakan kombinasi upaya inisiatif pemeliharaan kesehatan mandiri oleh petugas dan
individu yang bersangkutan(Irwan, 2016).

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang sering kali tidak terdeteksi karena
tidak bergejala dan tidak ada keluhan. Biasanya ditemukan dalam tahap lanjut sehingga
sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau kematian dini. Keadaan ini
menimbulkan beban pembiayaan yang besar bagi penderita, keluarga dan negara
(Naning,2018).

2.2 Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)


Penyakit paru obstruksi kronik merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang
ditandai dengan gejala respirasi dan hambatan aliran udara persisten yang progresif dan
berhubungan dengan abnormalitas saluran nafas dan atau alveolar yang disebabkan oleh
paparan signifikan terhadap partikel atau gas yang berbahaya (Yuliyani,2020).

Penyakit paru osbtruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang ditandai dengan
hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Penyakit paru
obstruksi ini umumnya disebabkan oleh polusi udara, radang akut saluran pernafasan yang
berkepanjangan, radang kronis saluran pernapasan, gangguan sistem imunitas paru, sekret
bronkus yang berlebihan (Seven, 2015).

3
2.3 Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Penyakit paru obstruksi kronik berdasarkan derajat yaitu :
1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batu kronis, produksi dahak, dan sesak
napas, terdapat paparan faktor resiko, sprirometri : normal
2. Derajat I (ringan)
Gejala klinis : batu kronis dan produksi dahak ada tetapi tidak sering. Pada derajat
ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK
3. Derajat II ( sedang )
Gejala klinis : sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan gejala
batu dan produksi dahak. Pada derajat ini biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatannya
4. Derajat III (berat)
Gejala klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan serangan
eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup penderita
5. Derajat IV (sangat berat)
Gejala klinis : pada derajat ini kualitas hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi
dapat mengancam jiwa biasanya disertai gagal nafas kronis (Seven, 2015).

2.4 Etiologi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)


PPOK dapat ditimbulakn oleh polusi udara baik di dalam maupun di luar ruangan
diantaranya asap rokok, asap kompor, gas buangan kendaraan bermotor, debu jalanan,
bahan kimia, zat iritasi dan gas beracun (Kaur et al., 2018). Menurut P2PTM Kemenkes RI
(2016) faktor risiko terjadinya PPOK, yaitu:
1. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh
lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok
perlu diperhatikan tentang, riwayat merokok, Perokok Aktif, Perokok Pasif, Bekas
perokok. Bila merupakan bekas perokok harus dinilai derajat berat merokok dengan
menggunakan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok
dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :

4
a) Ringan : 0-200
b) Sedang : 200-600
c) Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktivitas bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

2.5 Manifestasi Klinis Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)


Gejala yang biasanya dialami oleh penderita berupa terhambatnya arus udara pernapasan.
Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran
pernapasan maupun pada parenkim paru. Menurut P2PTM Kemenkes RI (2016)
Seseorang dengan PPOK ringan dapat tanpa keluhan atau gejala. Hal ini berbahaya karena
apabila faktor risikonya tidak dihindari maka penyakit ini akan semakin progresif. PPOK
dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:
1. Sesak napas
2. Batuk-batuk kronis (batuk 2 minggu)
3. Sputum yang produktif (batuk berdahak) Pada PPOK eksaserbasi akut terdapat
gejala yang bertambah parah seperti:
a. Bertambahnya sesak napas
b. Kadang-kadang disertai mengi
c. Bertambahnya batuk disertai meningkatnya sputum (dahak)
d. Sputum menjadi lebih purulen dan berubah warna
4. Gejala non-spesifik: lesu, lemas, susah tidur, mudah lelah, depresi

2.6 Peran Perawat Komunitas Mengatasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Asuhan keperawatan meliputi intervensi mandiri, kolaborasi, edukasi dan monitoring.
Dalam konteks komunitas perawat memiliki peran penting yaitu care giver, clien advocate,
counselor, educator, collaborator, coordinator, change agent, consultant. Manajemen
penyakit kronis dalam pelayanan keperawatan komunitas di dalam gedung sangat erat

5
dengan peran educator yang mendominasi dan peran caregiver. Dalam melaksanakan
tugasnya, caring dipersepsikan secara berbeda oleh setiap individu perawat. (Prabasari, N.
A & Ayu, M. I. 2019)

Edukasi merupakan peran penting bagi seorang perawat. Teaching didefinisikan merupakan
fungsi perawat dalam menolong pasien untuk bisa mengerti informasi yang berkaitan
dengan proses penyakit dan penyembuhannya sehingga mampu meningkatkan efikasi diri
dan kemampuan dalam mengatasi sesak nafas pada pasien PPOK (Dochterman et al, 2008).
Pengobatan dan perawatan PPOK membutuhkan proses yang lama sehingga pasien perlu
pola untuk mengelola penyakit. Self management PPOK merupakan peran aktif pasien
untuk pengobatan dan perawatan penyakit berdasarkan koping yang memadai, kepatuhan
pengobatan, perhatian terhadap teknik pernafasan. (Nurmayanti et all. (2019)

2.7 Pencegahan Peyebaran Pada Populasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
Pencegahan pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yaitu Berhenti Merokok,
Mencegah orang agar tidak mulai merokok adalah aspek utama dari pencegahan PPOK.
Kebijakan kebijakan dari pemerintah, badan kesehatan umum dan organisasi anti rokok
bisa menurunkan tingkat merokok dengan mencegah orang agar tidak mulai merokok dan
menganjurkan orang untuk berhenti merokok. Larangan merokok di tempat tempat umum
dan tempat kerja adalah sarana penting untuk menurunkan paparan asap sekunder.
Walaupun banyak tempat sudah menerapkan larangan merokok, dianjurkan agar lebih
banyak lagi. Di kalangan mereka yang merokok, berhenti merokok adalah satu satunya cara
yang terbukti untuk memperlambat memburuknya PPOK.

Bahkan pada tahap lanjut dari penyakit ini, berhenti merokok bisa menurunkan tingkat
memburuknya fungsi paru dan memperlambat serangan awal kecacatan dan kematian.
Penghentian merokok mulai dengan keputusan untuk berhenti merokok, kemudian
dilanjutkan dengan upaya untuk berhenti. Sering beberapa upaya diperlukan sebelum
pantang jangka panjang tercapai. Upaya melebihi 5 tahun membawa kesuksesan dalam
hampir 40% orang. Beberapa perokok bisa berhasil berhenti merokok jangka panjang
melalui tekad yang keras. Namun merokok sangat adiktif, dan banyak perokok memerlukan

6
bantuan lebih lanjut. Kesempatan untuk berhenti meningkat dengan dukungan sosial,
keterlibatan dalam program penghentian merokok dan penggunaan obat obatan seperti
terapi penggantian nikotin, bupropion atau Vareniklin. Selanjunya yaitu Kesehatan kerja,
Sejumlah tindakan sudah diambil untuk menurunkan kemungkinan pekerja di industri
industri yang berisiko seperti pertambangan batubara, konstruksi dan batu bata terserang
PPOK. Contoh dari tindakan pencegahan ini termasuk: pembuatan kebijakan umum,
pendidikan pekerja dan manajemen risiko, mempromosikan penghentian merokok,
pemeriksaan pekerja apakah ada tanda tanda awal PPOK, dan penggunaan respirator, dan
pengontrolan debu (Maunaturrohman, A. 2018),

Vaksin Influenza bisa menurunkan kejadian infeksi saluran nafas bawah dan kematian pada
PPOK. Vaksin pneumokokus menurunkan kejadian infeksi saluran nafas bawah,
direkomendasikan untuk pasien PPOK berusia > 65 tahun. Rehabilitas paru untuk
memperbaiki gejala, kualitas tidur, peartisipasi fisik dan emosi penderita PPOK dalam
aktivitas harian. Terapi oksigen jangka panjang dapat memperbaiki tingkat kelangsungan
hidup pasien (Kristiningrum, E.(2019)

Program latihan pernapasan yang dapat diberikan pada pasien PPOK salah satunya ialah
metode pursed lips breathing exercise, teknik ini saangat mudah untuk dipraktekkan dalam
keseharian pasien. Pursed lips breathing exercise merupakan program latihan yang
diterapkan Pada pasien PPOK yang bertujuan untuk mengatur dan memperbaiki pola dan
frekuensi napas sehingga mampu mengurangi penumpukan udara atau air trapping,
mengurangi sesak napas serta mengkoordinasi frekuensi napas dengan memperbaiki
ventilasi alveoli dan pertukaran gas dalam paru-paru. Pursed lips breathing exercise mampu
memperbaiki ventilasi dan aliran udara serta memperbaiki volume paru penderita PPOK
apabila latihan tersebut dilakukan secara teratur. Pursed Lips Breathing ialah latihan
pernapasan yang bertujuan untuk mempermudah proses pengeluaran udara yang terjebak di
dalam paru-paru dengan cara membantu melakukan penekanan pada proses ekspirasi
(Qamila et al., 2019).

7
2.8 Kebijakan dan Strategi Promosi Kesehatan pada Populasi Penyakit Paru
Obstruksi Kronik (PPOK)
Kebijakan pada populasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah:
1. Pengendalian PPOK didasari pada pendekatan pelayanan komprehensif,
terintregrasi, sepanjang hayat yang di dukung partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat dalam pencegahan PPOK serta sesuai dengan kondisi ( local area
spesific)
2. Pengendalian PPOK dilaksanakan melalui pengembangan kemitraan dan jejaring
kerja secara multidisiplin
3. Pengendalian PPOK dilakukan secara profesional, berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat serta didukung oleh sumber daya yang memadai.
4. Peningkatan peran pemerintah daerah dalam pengendalian PPOK
5. Pengembangan serta rujukan, surveilans epidemiologi dan sentinel penyakit tidak
menular khususnya PPOK.

Strategi promosi kesehatan pada populasi penyakit patu obstruksi kronik (PPOK) yaitu:
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat dalam pencegahan PPOK
2. Memfasilitasi dan mendorong tumbuhnya gerakan dalam mencegah PPOK di
masyarakat
3. Memfasilitasi kebijakan publik dalam pengendalian PPOK
4. Meningkatkan kemampuan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam pengendalian
PPOK.
5. Meningkatkan sistem surveilans epidemiologi (kasus termasuk kematian dan faktor
risiko) PPOK.
6. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan (penemuan/deteksi dini, dan
tatalaksana) PPOK yang berkualitas.
7. Melaksanakan sosialisasi dan advokasi pada Pemerintah Daerah, legislatif dan
stakeholder dalam memberikan dukungan pendanaan dan operasional.

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di desa melati terdapat 80% masyarakat
tidak mengetahui penyakit PPOK. Secara umum terdapat 35% masyarakat desa melati
yang berpengetahuan kurang tentang penyakit PPOK, terdapat 45% masyarakat desa
melati kurang terampil dalam menangani penyakit PPOK. Hasil wawancara didapatkan
55% masyarakat desa melati mengalami sesak nafas dan batuk berdahak, 65% lansia laki
laki sudah merokok sekitar kurang lebih 30 tahun lamanya dan dalam sehari mampu
menghabiskan 10 batang rokok dan masyarakat desa melati cenderung untuk tidak berobat
ketika sakit dan menganggap sakit adalah hal yang sepele.

3.2 Rencana Intervensi Keperawatan

Data Diagnosa NOC NIC


(NANDA/INCP)
Hasil pengkajian : Domain 1: Promosi Prevensi Primer: Prevensi Primer:
- Terdapat 35% Kesehatan Setelah dilakukan 5210: Bimbingan
masyarakat bimbingan antisipatif antisipatif (hal. 86)
desa melati Kelas 2: Manajemen diharapkan Aktivitas:
yang Kesehatan pengetahuan 1. Bantu klien
berpengetahua masyarakat mengidentifikasi
n kurang Ketidakefektifan meningkat mengenai kemungkinan
tentang Pemeliharaan penyakit PPOK. dampak yang
penyakit PPOK Kesehatan (00099) Domain IV: akan terjadi
- Terdapat 45% Pengetahuan akibat
masyarakat kesehatan dan perilakunya
desa melati perilaku terhadap klien
kurang Kelas S: Pengetahuan dan keluarga
terampil dalam kesehatan 2. Berikan
menangani 1805: Pengetahuan: informasi
penyakit Perilaku kesehatan mengenai
PPOK. Indikator: harapan yang
1. Mengetahui ingin dicapai
Hasil wawancara : penyakit PPOK dengan
- 55% (2à5) perubahan
masyarakat 2. Mengetahui perilaku
desa melati faktor 3. Pertimbangkan
mengalami risiko metode yang
sesak nafas dan terjadi penyakit biasa digunakan

9
batuk PPOK (2à5) klien dalam
berdahak, pemecahan
- 65% lansia laki 1823: Pengetahuan: masalah
laki sudah Promosi kesehatan 4. Bantu klien
merokok 1. Mengetahui untuk
sekitar kurang perilaku untuk memutuskan
lebih 30 tahun meningkatkan bagaimana
lamanya dan kesehatan (2à5) masalah
dalam sehari 2. Mengetahui dipecahkan
mampu screening 5. Gunakan contoh
menghabiskan kesehatan yg kasus untuk
10 batang direkomendasika meningkatkan
rokok n (2à5) kemampuan
- Masyarakat 3. Mengetahui cara pemecahan
desa melati pencegahan masalah klien dg
cenderung terjadinya cara yg tepat
untuk tidak penyakit PPOK 6. Bantu klien
berobat ketika (2à5) mengidentifikasi
sakit dan sumber yg
menganggap tersedia terhadap
sakit adalah hal tindakan yg akan
yang sepele. dilakukan
7. Latih teknik yg
digunakan untuk
beradaptasi
terhadap
perubahan
perilaku
8. Sediakan bahan
rujukan untuk
klien (bahan
pembelajaran,
pamflet)
9. Libatkan
keluarga maupun
orang terdekat
klien jika
memungkinkan
1855: Pengetahuan: 5520: Fasilitasi
Gaya hidup sehat pembelajaran (hal.
1. Mengetahui 106)
pentingnya Aktivitas:

10
melakukan 1. Pastikan klien
latihan fisik siap
teratur dan terapi menerima
kognitif (2à5) proses
pembelajaran
Domain IV: 2. Tentukan dan
Pengetahuan tulis tujuan
kesehatan dan pembelajaran yg
perilaku jelas dan mudah
Kelas R: Health dinilai
beliefs 3. Sesuaikan
Indikator: pembelajaran dg
1. Menerima tingkat
pentingnya pendidikan dan
melakukan perkembangan
latihan fisik dan klien
Kognitif 4. Buat isi
2. Menerima pembelajaran
dampak apabila sesuai dg
tidak mempunyai kemampuan
latihan fisik dan kognitif,
Kognitif. psikomotor dan
3. Menerima afektif klien
keuntungan dari 5. Berikan
tindakan informasi dg
4. Menerima urutan yg logis,
kontrol internal dg cara yg tepat
dari tindakan dan merangsang
5. Menerima kontrol perubahan
terhadap perilaku
kesehatan 6. Sesuaikan
6. Memiliki informasi dg
kemampuan gaya hidup dan
melakukan rutinitas klien
latihan fisik dan sehingga dapat
kognitif dipatuhi
7. Mengetahui 7. Gunakan alat
hambatan dalam bantu untuk
melakukan menggambarkan
latihan fisik dan materi yg penting
kognitif dan komplek
8. Gunakan metode

11
Prevensi Sekunder yg sesuai dan
Domain IV: bahasa yg umum
Pengetahuan digunakan
kesehatan dan 9. Gunakan
perilaku animasi, pamflet,
Kelas T: Kontrol atau video dalam
resiko dan keamanan menyampaikan
1908: Deteksi Resiko materi dari
Indikator: internet
1. Mengenali tanda 10. Dorong klien
dan gejala untuk
penyakit PPOK berpartisipasi
(1à4) aktif dan berbagi
2. Teridentifikasi pengalaman
faktor risiko yang dalam proses
berpotensi pembelajaran
menimbulkan 3. Gunakan
penyakit PPOK demonstrasi yg
(1à4) sesuai
3. Berparstisipasi
dalam skrining Prevensi sekunder:
terkait faktor 6520: Skrining
risiko terjadinya kesehatan (hal.422)
penyakit PPOK 1. Promosikan
(1à4) pelayanan
4. Menggunakan skrining
pelayanan kesehatan untuk
kesehatan sesuai meningkatkan
dengan kesadaran
kebutuhan (1à4) masyarakat terakit
penyakit PPOK.
Prevensi tersier: 2. Berikan akses
Domain IV: yang mudah
Pengetahuan untuk melakukan
kesehatan dan skrining baik
perilaku waktu maupun
Kelas Q: Perilaku tempat
kesehatan 3. Gunakan alat
1606: Partisipasi yang valid dan
terhadap keputusan reliabel untuk
perawatan kesehatan melakukan
Indikator: skrining

12
1. Mengemukakan 4. Berikan
pemecahan lingkungan yang
masalah terkait nyaman selama
lansia dengan melakukan
penyakit PPOK skrining
2. Mencari 5. Lakukan
informasi yang pemeriksaan fisik
benar terkait pada masyarakat
penyakit PPOK. 6. Rujuk masyarakat
3. Teridentifikasi ke pelayanan
hasil kesehatan kesehatan jika
prioritas diperlukan.
4. Teridentifikasi
barier untuk Peningkatan efikasi
meningkatkan diri (hal. 325)
fungsi 1. Bantu masyarakat
psikososial untuk
5. Teridentifikasi berkomitmen
dukungan yang terhadap rencana
tersedia untuk tindakan untuk
melakukan mengubah
kegiatan latihan perilaku
fisik dan 2. Berikan
kognitif. penguatan
kepercayaan diri
dalam membuat
perubahan
perilaku dan
mengambil
keputusan
3. Libatkan
masyarakat dalam
kegiatan latihan
fisik dan kognitif
untuk menjadi
suatu pola
aktifitas
4. Berikan
penguatan positif
dan dukungan
emosi selama
proses mengubah

13
perilaku
5. Gunakan
pernyataan
persuasif yg
positif terkait dg
kemampuan
individu untuk
mengubah
perilaku
6. Dukung interaksi
dg teman sebaya
yg telah berhasil
mengubah
perilaku

Prevensi tersier:
4360: Modifikasi
perilaku
Aktivitas:
1. Tentukan motivasi
untuk berubah
2. Pastikan
intervensi laithan
fisik dan kognitif
dapat dilakkan
oleh masyarakat.
3. Gunakan periode
waktu yang
spesifik ketika
mengukur unit
perilaku
4. Fasilitasi
pelibatan keluarga
dalam proses
membentuk
perilaku
masyarakat terkait
laithan fisik dan
kognitif
5. Golongkan
perilaku yang
berubah dengan

14
membandingkan
hasil sebelum dan
sesudah intervensi
6. Dokumentasikan
dan sampaikan
proses modifikasi
7. Tindak lanjuti
reinforcement
dalam waktu
jangka panjang

Dukungan kelompok
(hal.91)
1. Manfaatkan
dukungan
teman
sebaya
dalam membantu
mengubah
perilaku
2. Tentukan tujuan
kelompok
pendukung serta
tugas setiap
anggota
kelompok
3. Buat kelompok
dengan jumlah
anggota yg sesuai
4. Atur jadwal,
tempat pertemuan,
dan waktu
5. Monitor keaktifan
setiap peserta
kelompok
6. Pertahankan
suasana positif
untuk mendukung
perubahan gaya
hidup
7. Tekankan
pentingnya koping

15
yg efektif
8. Identifikasi topik-
topik yg mungkin
muncul dalam
kegiatan
kelompok
9. Bantu kelompok
melalui semua
tahap dalam
proses, mulai dari
orientasi sampai
terbangun
kedekatan antar
anggota

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Masalah yang menyebabkan terhambatnya arus udara tersebut bisa terletak pada saluran
pernapasan maupun pada parenkim paru. Kelompok penyakit yang dimaksud adalah
bronkitis kronik (masalah pada saluran pernapasan), emfisema (masalah pada parenkim).
Ada beberapa ahli yang menambahkan kedalam kelompok ini, yaitu asma bronkial kronik,
fibrosis kistik dan bronkiektasis. Suatu kasus obstruksi aliran udara ekspirasi dapat
digolongkan sebagai PPOK jika obstruksi aliran udara ekspirasi tersebut cendrung
progresif. Kedua penyakit tadi (bronkitis kronik dan emfisema) hanya dapat dimasukkan
kedalam PPOK jika keparahan penyakitnya telah berlanjut dan obstruksinya bersifat
progresif. Edukasi merupakan peran penting bagi seorang perawat. Teaching didefinisikan
merupakan fungsi perawat dalam menolong pasien untuk bisa mengerti informasi yang
berkaitan dengan proses penyakit dan penyembuhannya sehingga mampu meningkatkan
efikasi diri dan kemampuan dalam mengatasi sesak nafas pada pasien

Pencegahan pada penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yaitu Berhenti Merokok,
Mencegah orang agar tidak mulai merokok adalah aspek utama dari pencegahan PPOK.
Kebijakan kebijakan dari pemerintah, badan kesehatan umum dan organisasi anti rokok
bisa menurunkan tingkat merokok dengan mencegah orang agar tidak mulai merokok dan
menganjurkan orang untuk berhenti merokok. Larangan merokok di tempat tempat umum
dan tempat kerja adalah sarana penting untuk menurunkan paparan asap sekunder.
Walaupun banyak tempat sudah menerapkan larangan merokok, dianjurkan agar lebih
banyak lagi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Djojodibroto, D. (2009). Respirologi. Jakarta: EGC

Irwan. (2016). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Yogyakarta : CV Budi Utama

Rahayu, F, N. (2018). Pemanfaatan Pos Pembinaan Terpadu (POSBINDU) Penyakit Tidak


Menular (PTM) Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Ners dan Kebidanan Vol 5(1)

Seven, S. (2015). Penerapan Praktik Keperawatan Berbasis Bukti Pursed Lip Breathing
Pada Pasien Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Ruang RSU Pusat
Persahabatan Jakarta. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol 2(2)

Yuliyani, A, E. (2020). Penyuluhan Tentang Penyakit Paru Obstruktif Kronik Di Poli Paru
RSUD Provinsi NTB. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 1(2)

Kaur, B., S.Parhusip, R., & O.Sinurat, P. P. (2018). Gambaran Diagnostik Dan
Penatalaksanaan Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Jurnal Kedokteran
Methodist, 11(1), 10–13.
P2PTM Kemenkes RI. (2016). Kenali Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) -
Direktorat P2PTM. In Kementerian Kesehatan RI.
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/kenali-penyakit-paru-obstruktif-kronik-
ppok

Maunaturrohman, A., Yuswatiningsih,E. (2018). Terapi Diagpragma Untuk Pasien


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK). STIKES Majapahit Mojokerto

Kristiningrum, E.(2019). FARMAKOTERAPI PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK


(PPOK). CKD Vol 46 No 4 2019.

Qamila, B., Ulfah Azhar, M., Risnah, R., & Irwan, M. (2019). Efektivitas Teknik Pursed

Lipsbreathing Pada Pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronik (Ppok): Study Systematic

Review. Jurnal Kesehatan, 12(2), 137. https://doi.org/10.24252/kesehatan.v12i2.10180

18
Nurmayanti et all. (2019). Pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap
peningkatan saturasi oksigen dalam darah pada pasien ppok. Jurnal keperawatan
silampari. Vol 3(1)

Prabasari, N. A & Ayu, M. I. (2019). Penerapan caring perawat komunitas dalam


memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit kronis. Adi husada
nursing Journal. Vol 5(2)

Siti Fadulah. (2008). Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruksi Kronik : Jakarta .
Mentri Kesehatan Republik Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai