Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN DENGAN


PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK)
Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal
Dosen Pengampu : Pak Rizal

Disusun Oleh :

Ade susanti NIM. 170711012


Elga sonia NIM.170711055
Suhartono NIM. 170711062
Firyaal salsabila NIM. 170711045
Devi maryana NIM. 170711054
Wilda febryana NIM. 170711058

FAKULTSA ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDY IlMU KEPERAWATA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat taufik dan
hidayah-Nya, makalah ini dapat di selesaikan. Makalah ini merupakan makalah
pengetahuan bagi mahasiswa/i Keperawatan maupun para pembaca untuk bidang
Ilmu Pengetahuan. Makalah ini sendiri dibuat guna memenuhi salah satu tugas
kuliah dari dosen mata kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal dengan
judul “ Asuhan Keperawatan pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK)”. Dalam penulisan makalah ini penyusun berusaha menyajikan bahasa
yang sederhana dan mudah dimengerti oleh para pembaca.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih
banyak kekurangan. Oleh karenanya, penyusun menerima kritik dan saran yang
positif dan membangun dari rekan-rekan pembaca untuk penyempurnaan makalah
ini. Penyusun juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang
telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.

Cirebon, januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar belakang Masalah ........................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................... 3
2.1 Definisi Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) ..................................... 3
2.2 Klasifikasi ................................................................................................. 3
2.3 Etiologi ..................................................................................................... 5
2.4 Manifestasi Klinis..................................................................................... 6
2.5 Pemeriksaan Diagnostik ........................................................................... 7
2.6 Komplikasi .................................................................................................
2.7 Penatalaksanaan........................................................................................ 8
2.7 Patofiologi ................................................................................................ 8
BAB III KASUS ................................................................................................. 9
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 17
4.1 Kesimpulan ............................................................................................ 17
4.2 Saran ...................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif Kronis (PPOK) merupakan istilah lain dari beberapa
jenis penyakit paru-paru yang berlangsung lama atau menahun, ditandai dengan
meningkatnya resistensi terhadap aliran udara (Maisaroh, 2018)

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan salah satu kelompok


penyakit tidak menular yang menjadi masalah di bidang kesehatan baik di
Indonesia maupun di dunia. PPOK adalah penyakit inflamasi kronik pada saluran
napas dan paru yang ditandai oleh adanya hambatan aliran udara yang bersifat
persisten dan progresif sebagai respon terhadap partikel atau gas berbahaya.
Karakteristik hambatan aliran udara PPOK biasanya disebabkan oleh obstruksi
saluran nafas kecil (bronkiolitis) dan kerusakan saluran parenkim (emfisema)
yang bervariasi antara setiap individu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam
Agustin, 2017). Pada umumnya penyakit ini dapat dicegah dan diobati (Suyanto
dalam Agustin, 2017).

PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik


dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara,
dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian)
merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada terjadinya penyakit
ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 tahunan. (Smeltzer dan
Bare dalam Rahmadi, 2015. Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika
tidak segera ditangani (Smeltzer dan Bare dalam Rajmadi, 2015).

Berdasarkan Latar belakang di atas terlihat bahwa angka kejadian penderita


PPOK semakin meningkat setiap tahun, maka kami sebagai penyusun makalah
tertarik untuk membuat “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis” untuk menambah wawasan bagi mahasiswa Keperawatan
maupun untuk pembaca lain agar menambah ilmu pengetahuan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
2. Apa saja Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
3. Apa saja etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
4. Apa saja manifestasi klinis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
5. Apa saja pemeriksaan diagnostik Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK)?
6. Apa saja komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
7. Bagaimana penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
8. Bagaimana Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?
9. Bagaimana studi kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
2. Mengetahui Klasifikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
3. Mengetahui etiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
4. Mengetahui manifestasi klinis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
5. Mengetahui pemeriksaan diagnostik Penyakit Paru Obstruktif Kronis
(PPOK)
6. Mengetahui komplikasi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
7. Mengetahui penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
8. Mengetahui Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
9. Mengetahui studi kasus Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmunary


Disease (COPD) adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara
yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat
progresif dan dikaitkan dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap
partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan napas,
hipersekresi mukus, dan perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner &
Suddarth, 2013)

Penyakit Paru Obstuktif Kronis (Chronic obstructive pulmonary disease –


COPD) merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit paru-paru yang


ditandai dengan penyumbatan pada aliran udara dari paru-paru. Penyakit ini
merupakan penyakit yang mengancam kehidupan dan mengganggu pernafasan
normal (WHO dalam Maisaroh, 2018).

2.2 Klasifikasi PPOK

PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat, menurut Global Initiative for


Chronic Obstructuve Lung Disease (GOLD) dalam Rahmadi tahun 2015, yaitu:

1. Derajat 0 (beresiko)
Gejala klinis : memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi
sputum, dan dispnea, terdapat paparan faktor resiko, sprirometri : normal.
2. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala Klinis : batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi tidak sering.
Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
3. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala Klinis : sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan kadang ditemukan
gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya pasien mulai
memeriksakan kesehatannya.
4. Derajat III (PPOK Berat)
Gejala Klinis : sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah dan
serangan eksasernasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup
pasien
5. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala Klinis : Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas atau gagal
jantung kanan dan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kualitas hidup
pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa biasanya
disertai gagal napas kronik.

2.3 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) dalam Rahmadi (2015)
adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu, asap dan gas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya
fungsi paru-paru bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan asma
orang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang
normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan orang yang
kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia yang relatif
muda, walau pun tidak merokok.
2.4 Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis
menurut Reeves (2001) dalam Rahmadi (2015) adalah :
Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi
kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-
batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat pagi hari. Nafas
pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Batuk dan produksi
dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten
yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.

Biasanya pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan


berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan
mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang
menyangkut tanggung jawab pekerjaannya. Pasien mudah sekali merasa lelah dan
secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

Selain itu pada pasien PPOK banyak yang mengalami penurunan berat badan
yang cukup drastis, sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi
dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera
makan (isolasi sosial) penurunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak
cukupnya oksigenasi sel dalam sistem (GI) gastrointestinal. Pasien dengan PPOK
lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga
dalam melakukan pernafasan.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis


(PPOK) menurut Somantri (2009) antara lain :

a. Chest X-Ray : dapat menunjukan hiperinflation paru, flattened diafragma,


peningkatan ruang udara restrotenal, penurunan tanda vaskuler/bullae
(emfisema), peningkatan suara bronkovaskular (bronkitis), normal
ditemukan saat periode remisi (asma).
b. Pemeriksaan Fungsi Paru : dilakukan untuk menentukan penyebab
dispnea, menentukan abnormalitas fungsi tersebut apakah akibat obstruksi
atau restriksi, memperkirakan tingkat disfungsi, dan mengevaluasi efek
dari terapi, misalnya bronkodilator.
c. Total Lung Capacity (TLC) : meningkat pada bronkitis berat dan biasanya
pada asma, namun menurun pada emfisema.
d. Kapasitas Inspirasi : menurun pada emfisema.
e. FEV1/FVC : rasio tekanan volume ekspirasi (FEV) terhadap tekanan
kapasitas vital (FVC) menurun pada bronkitis dan asma.
f. Arterial Blood Gasses (ABGs) : menunjukan proses penyakit kronis,
sering kali PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau meningkat (bronkitis
kronis dan emfisema), tetapi sering kali menurun pada asma, pH normal
atau asidosis, alkalosis repiratori ringan sekunder terhadap hiperventilasi
(emfisema sedang atau asma).
g. Bronkogram : dapat menunjukan dilatasi dari bronki saat inspirasi, kolaps
bronkial pada tekanan ekspirasi (emfisema), pembesaran kelenjar mukus
(bronkitis).
h. Darah Lengkap : terjadi peningkatan hemoglobin (emfisema berat) dan
eosinofil (asma).
i. Kimia Darah : alpha 1-antitripsin kemungkinan kurang pada emfisema
primer.
j. Sputum Kultur : untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi
patogen, sedangkan pemeriksaan sitologi digunakan untuk menentukan
penyakit keganasan atau alergi.
k. Elektrokardiogram (EKG) : deviasi aksis kanan, gelombang P tinggi (asma
berat), atrial distritmia (bronkitis), gelombang P pada leads II, III, dan
AVF panjang, tinggi (pada bronkitis dan emfisema), dan aksis QRS
vertikal (emfisema).
l. Exercise EKG, Stress test : membantu dalam mengkaji tingkat disfungsi
pernapasan, mengevaluasi keefektifan obat bronkodilator, dan
merencanakan/evaluasi program.
2.6 Komplikasi PPOK

Menurut Irman Sumantri (2009), Komplikasi PPOK yaitu :

a. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 < 55 mmHg,
dengan nilai saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap
lanjut akan timbul sianosis.
b. Asidosis Respiratori
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, letargi, dizzines, dan takipnea.
c. Infeksi Respiratori
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus
dan rangsangan otot polos bronkial serta edem mukus. Terbatasnya aliran
udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
d. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonl (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini
sering kali berhubungan dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan
emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
e. Kardiak Disritma
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratori.
f. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma brokial.
Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali
tidak berespons terhadap terapi yang biasa diberikan. Penggunaan otot
bantu pernapasan dan distensi vena leher sering kali terlihat pada klien
dengan asma.

2.7 Pentalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut


Mansjoer dalam Rahmadi (2015) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.


2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi
ini umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5
g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika
kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis
yang memproduksi beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau
doksisilin pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti
mempercepat penyembuhan dam membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama
periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan
baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan
adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau
ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan
nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x
0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas
tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II
dengan PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa
sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar
terhindar dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru
obstruksi kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi
pekerjaan.

Asih dalam Rahmadi (2015) menambahkan penatalaksanaan medis pada


pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

a. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen


penyebab dan edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari
penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi
normal individu, mencegah gejala kekambuhan, mencegah serangan
hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai
medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat
klien mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan
berkelanjutan. Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah
merupakan proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid
bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering
diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat
mencapai lebih dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek
samping yang berkaitan dengan steroid oral. Direkomendasikan
bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih dahulu untuk
membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
b. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada
pemeriksaan fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis
gas darah. Pemeriksaan ini mencerminkan sifat progresif dari
penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis kronis adalah
pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit
ini bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari
bantuan medis untuk mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah
terjadi sedemikian besar.

Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika


merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat
menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.
Bronkodilator, ekspektoran, dan terapi fisik dada diterapkan sesuai yang
dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk individu termasuk konseling
nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini infeksi, dan teknik yang
meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir dimonyongkan, beberapa
individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama selama musim dingin.
Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap lanjut (Rahmadi,
2015)
2.8 Pathway

Faktor
predisposisi

Bersihan jalan
nafas tidak Edema, spasme
efektif bronkus, peningkatan
secret bronkus

Obstruksi
bronkiolus awal
Fase Ekpirasi

Udara
terperangkap
dalam alveolus

Suplay O2 PaO2 rendah Sesak nafas, Pola nafas


jaringan rendah nafas pendek tidak efektif
PaO2 tinggi

Kompensasi
kardiovaskuler Angguan Gangguan
metabolisme pertukaran
jaringan gas
Hipertensi
pulmonal
Metabolisme
aerob
Gagal jantung
kanan
Produksi ATP
menurun

Intoleransi
Defisit energy Lelah, lemah aktivitas

Gangguan
pola tidur
BAB III

KASUS

Tn.Z usia 53 th alamat cirebon, datang ke IGD RS muhammadiyah diantar


oleh istrinya pada tanggal 03 januari 2020 dengan keluhan sesak nafas. Istri
pasien mengatakan suaminya sering batuk disertai dahak berwarna kuning.
Terdapat nyeri dada sebelah kanan dan nyeri bertambah apabila batuk. Pasien
mengalami penyakit ini sekitar < 1 tahun kebelakang, tapi ia tidak menghiarukan
keadaanya. Dikeluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti ini, tetapi
kebiasaan pasien adalah merokok dan bekerja sebagai kontraktor bangunan.
Setelah dilakukan pengkajian oleh perawat ditemukan keadaan TD 140/80 mmHg,
Nadi 86 x/menit, suhu 37 C, respirasi 30 x/ menit. Setelah didiagnosa pasien
menderita PPOK stadium akhir.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan kumpulan penyakit


paru yang sudah lama dan bertahun tahun, ditandai dengan adanya penyumbatan
pada aliran udara dari paru-paru. Dengan penyebab utama dari lingkungan polusi
udara, merokok, paparan debu, dan gas-gas kimiawi. Faktor Usia dan jenis
kelamin sehingga mengakibatkan berkurangnya fungsi paru-paru bahkan pada
saat gejala penyakit tidak dirasakan. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti
peunomia, bronkitis, dan asma orang dengan kondisi ini berisiko mendapat
PPOK.

Jika individu berhenti merokok, progresif penyakit dapat ditahan. Jika


merokok dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat
menurun dan pada akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Susan C. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan . Vol:2. Jakarta : Penerbit Salemba Medika.

http://repo.stikesicme-
jbg.ac.id/910/13/151210013_Iis%20Maisaroh_KTI%20benarkunci.pdf (diakses
pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 10.00 WIB)

http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/539/1/NISA%20AGUSTIN%20NIM.%20A0
1401932.pdf (diakses pada tanggal 11 Oktober 2019, pukul 14.00 WIB)

http://eprints.ums.ac.id/25892/14/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (diakses pada


tanggal 12 Oktober 2019, pukul 19.00 WIB)

https://www.google.com/url?q=https://www.academia.edu/37689132/asuhan_kep
erawatan_pada_pasien_dengan_PPOK&sa=U&ved=2ahUKEwjf0_7S2ZvlAhWF
dn0KHYzXA3MQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw3TTVNbVYVQVmbPnhQAJ
qM7 (diakses pada tanggal 13 Oktober 2019, pukul 12.00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai