Anda di halaman 1dari 40

MANAJEMEN LUKA TEKAN

Di Susun Oleh:
Kelompok 7 :

Dyah Kartika Putri 202107004


Sri Dewi Astuti 202107005
Sri Fabio Fantesti 202107023
Larisma Simanjuntak 202107031

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Keluarga


Bekasi Timur
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, sehingga
pada kesempatan kali ini kelompok kami bisa menyelesaikan makalah
dengan judul “Manajemen Luka Tekan”, untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Luka.
Selanjutnya, kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns.
Lisbeth Pardede, M.Kep selaku dosen pembimbing dalam penyusunan
makalah ini. Melalui makalah tentang “Manajemen Luka Tekan” ini,
kelompok mengharapkan pengetahuan pembaca dapat meningkat tentang
Manajemen Luka Tekan.
Kelompok memohon maaf atas segala kekurangan dan kelebihannya
dalam penyusunan makalah ini, kelompok menyadari masih jauh dari kata
sempurna untuk itu kelompok sangat terbuka bagi saran yang
membangun guna menyempurnakan penyususnan makalah selanjutnya.
Atas perhatian serta dukungan yang diberikan kami ucapkan terima
kasih.
Akhirnya, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada siapa saja yang mencintai pendidikan Amin Ya
Robbal Alamin.

Bekasi, 18 juni 2020


Hormat Kami,

Kelompok

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................1
B. Tujuan Penulisan..........................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................3
A. Tinjauan Teori Luka Tekan.................................................................3
1. Definisi.....................................................................................3
2. Klasifikasi.................................................................................4
3. Etiologi.....................................................................................6
4. Patofisiologi............................................................................11
5. Lokasi.....................................................................................13
6. Komplikasi.............................................................................14
7. Pencegahan.............................................................................15
8. Penatalaksanaan......................................................................17
B. Tinjauan Kasus Luka Tekan..............................................................25
1. Pengkajian..............................................................................25
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................28
BAB III PENUTUP.................................................................................32
A. KESIMPULAN.................................................................................32
B. SARAN.............................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA................................................................................iii

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka tekan atau Pressure Ulcer  dapat diartikan cedera terlokalisir di


area kulit dan jaringan dibawahnya, biasanya diarea penonjolan tulang
yang disebabkan oleh tekanan (pressure), atau tekanan yang
mengakibatkan gesekan (friction) dari tekanan (shear) itu sendiri yang
dapat mengganggu proses pemulihan pasien serta menimbulkan nyeri
dan infeksi sehingga menambah lama proses perawatan.

Angka kejadian luka di dunia sepanjang tahun semakin meningkat,


termasuk luka akut ataupun luka kronik. Pada tahun 2009 penelitian
yang dilakukan di Amerika menyebutkan bahwa prevalensi pasien luka
adalah 350 per 1000 populasi. Etiologi luka pada pasien bervariasi
dengan data yang didapat yaitu luka bedah 113.3 juta kasus, luka
trauma 1.6 juta kasus, luka lecet 20.4 juta kasus, luka bakar 10 juta
kasus, dan ulkus dekubitus 8.5 juta kasus.

1
Di Indonesia hampir mencapai 25% penderita stroke yang terkena
dekubitus. Hasil penelitian Tarrirohan, et. Al (2010) dalam
Maskun(2017) menunjukkan bahwa lama hari rawatan dalam
terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi 88,8% muncul luka
dekubitus dengan ratarata lama hari rawat pada hari kelima perawatan.

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014,


Jumlah kejadian pasien stroke dengan tirah baring lama dan
mengalami dekubitus di Rumah Sakit adalah 42.667 kasus dan 231
diantaranya dinyatakan meninggal dunia.

Ulkus dekubitus memiliki beberapa stadium berdasarkan The National


Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) yaitu stadium I dengan
eritema kulit yang masih intak, stadium II dengan kerusakan sebagian
ketebalan kulit, stadium III dengan kerusakan seluruh ketebalan kulit
dan stadium IV dengan kerusakan seluruh ketebalan kulit berserta
jaringan di bawahnya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam


mengenai jenis luka tekan dan manajemen luka tekan.

2
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Setelah di buat makalah ini, maka mahasiswa mapu memahami


tentang Manajemen Luka tekan

2. Tujuan Khusus

a. Mahasiswa mampu memahami definisi luka tekan

b. Mahasiswa mampu memahami factor penyebab luka tekan

c. Mahasiswa mampu memahami manifestasi luka tekan

d. Mahasiswa mampu memahami komplikasi luka tekan.

3
e. Mahasiswa mampu memahami pencegahan luka tekan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Luka Tekan


1. Definisi
Luka tekan dahulu lebih di kenal dengan istilah luka dekubitus yang
berasal dari kata decumbere artinya membaringkan diri, namun
istilah tersebut kini telah di tinggalkan karena luka tekan
sebenarnya tidak hanya terjadi pada pasien berbaring saja tetapi
juga bisa terjadi pada pasien dengan posisi menetap terus menerus
seperti penggunaan korsi roda atau pasien yang memakai protesi.
Luka tekan adalah injury kulit akibat penekanan yang terjadi secara
terus menerus (konstan) karena imobilitas. Akibat tekanan terus
menerus tersebut aliran darah menjadi menurun, dan akhirnya
terjadi kematian sel jaringan (Nekrosis), kulit menjadi rusak dan
terbentuk luka terbuka (JAMA, 2006).
Luka tekan adalah cedera yang terlokalisasi pada kulit atau jaringan
di bawahnya biasanya di atas tonjolan tulang,akibat adanya
trekanan, atau kombinasi dari tekanan dan robekan (NPUAP-
EPUAP, 2009).kondisi ini dapat di gambarkan sebagaimana adanya
tekanan atau desakan pada kulit yang terus menerus, sehingga
menyebabkan suplai darah yang menuju kulit terputus dan jaringan
menjadi mati (Nazarko, 2006).
Luka tekan disebabkan cedera mekanik pada kulit dan jaringan di
bawahnya (Jesen, 2007).
Luka tekan juga dapat terjadi sebagai hasil dari gesekan yang kuat
saat memindahkan pasien selama diatas tempat tidur (Carvile,

3
2001).
Kejadian luka tekan bervariasi sesuai dengan tempat layanan. Pada
tempat layanan akut berkisar antara 0.4 hingga 38%, pada tempat
perawatan jangka panjang 2.2 hingga 23,9%, dan perawatan rumah
(home care) 0 hingga 17% (wolff et.al, 2008). Dilaporkan bahwa
48% kasus luka tekan mengalami kematian akibat sepsis (Bicket
et.al., 2008).

2. Klasifikasi
Menurut National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP), luka
tekan dibagi menjadi empat stadium, yaitu :
a. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada
kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri,
stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10
hari.
Tanda dan gejala : Adanya perubahan dari kulit yang dapat
diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal,
maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan
konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak),perubahan sensasi
(gatal atau nyeri).
b. Stadium 2
Ulserasi mengenai dermis,epidermis dan meluas ke jaringan
adiposa, terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial
(epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet

4
dan lepuh. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
Tanda dan gejala : Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu
epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya
superficial, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang
dangkal.
c. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai kelapisan lemak subkulit dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi
akan hilang struktur fibril.
Tanda dan gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap,
meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan atau
lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti
lubang yang dalam.
d. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot serta sendi.
Dapat sembuh dalam 3-6 bulan.
Tanda dan gejala : Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan
kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot,
tulang atau tendon.

5
3. Etiologi
Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya luka tekan dibagi
menjadi dua bagian, yakni faktor intrinsik dan ekstrinsik (Bansal et
al., 2005). Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari pasien,
seperti kulit yang sudah menua, hilangnya sensasi, gangguan
sirkulasi darah, kehilangan berat badan,dehidrasi dan malnutrisi
(Paul, 2008),sedangkan yang di maksud dengan faktor ekstrinsik
yaitu faktor-faktor dari luar yang mempunyai efek deteriorasi pada
lapisan eksternal dari kulit, adanya tekanan dan durasi yang cukup
lama dan di dukung oleh adanya gesekan, tahanan, kelembapan,
imobilisasi yang lama termasuk di dalamnya pembatasn fisik
(restraint) dan kondisi setelah operasi.
Braden dan Bergstorm (2000) mengembangkan sebuah skema
untuk menggambarkan faktor-faktor resiko terjadinya luka tekan.
Ada dua hal utama yang berhubungan dengan resiko terjadinya luka
tekan, yaitu faktor tekanan dan toleransi jaringan. Faktor yang
mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan di atas tulang yang
menonjol adalah imobilitas, inaktifitas dan penurunan sensori
persepsi. Penjelasan dari masing-masing faktor di atas adalah
sebagai berikut :
a. Faktor tekanan
1) Mobilitas dan aktifitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan
mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktifitas adalah
kemampuan utnuk berpindah. Pasien stroke yang berbaring
terus menerus di tempat tidur tanpa mampu untuk merubah

6
posisi beresiko tinggi untuk terkena luka tekan. Imobilitas
adalah faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka
tekan.
2) Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensasi nyeri akibat tekanan di
atas tulang yang menonjol. Pasien terkadang tidak mampu
merasakan adanya nyeri bahkan tekanan (Ignativicus &
Workman, 2006). Bla ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan. Pasien sering tidak
menyadari sampai luka tekan akhirnya terjadi dan
berkembang.
b. Faktor toleransi jaringan
1) Faktor Ekstrinsik :
a) Kelembaban
Kelembaban yang disebabkan karena inkontinensia
dapat mengakibatkan terjadinya maserasi pada jaringan
kulit. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah
mengalami erosi. Selain itu kelembaban juga
mengakibatkan kulit mudah terkena pergesekan
(friction) dan perobekan jaringan (shear). Inkontinensia
alvi lebih signifikan dalam perkembangan luka tekan
dari pada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit
(Ignativicus & Workman, 2006).
b) Gesekan

7
Pergesekan terjadi ketika dua permukaan bergerak
dengan arah yang berlawanan. Pergesekan dapat
mengakibatkan abrasi dan merusak permukaan
epidermis kulit. Pergesekan bisa terjadi pada saat
penggantian sprei pasien yang tidak berhati-hati.
Gesekan dapat mengakibatkan kulit menjadi cedera
dengan penampilan seperti abrasi atau laserasi
superfisial.
2) Faktor Intrinsik :
a) Nutrisi
Pada pasien stroke, menurut Jonsson et.al (2008), terjadi
penurunan berat badan hingga > 3 kg oleh karena penurunan
intake nutrisi yang di sebabkan oleh gangguan dalam
menelan, berkurang nafsu makan. Hipoalbuminemia,
kehilangan berat badan, dan malnutrisi umumnya di
identifikasi sebagai faktor predisposisi untuk terjadinya luka
tekan. Luka tekan stadium tiga dan empat pada orang tua
berhubungan dengan penurunan berat badan, rendahnya
kadar albumin, dan intake makanan yang tidak mencukupi.
Hipoalbuminemia mengakibatkan jaringan lunak mudah
sekali rusak. Kekurangan protein juga dapat mengakibatkan
edema, mengganggu distribusi oksigen dan transportasi
nutrisi. Kondisi ini akan meningkatkan sampah metabolik
yang meningkatkan resiko luka tekan.
b) Umur
Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi untuk

8
terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Ayello & Lyder (2008)
menyebutkan bahwa usia diatas 70 tahun diduga sebagai
faktor resiko terjadinya luka tekan. Penuaan mengakibatkan
kehilangan otot, penurunan kadar serum albumin, penurunan
respon inflamatori, penurunan elastisitas kulit, serta
penurunan kohesi antara epidermis dan dermis. Perubahan
ini berkombinasi dengan faktor penuaan lain akan membuat
kulit menjadi berkurang toleransinya terhadap tekanan,
pergesekan, dan tenaga yang merobek.
c) Tekanan arteriolar
Tekanan arteriolar yang rendah akan mengurangi toleransi
kulit terhadap tekanan sehingga dengan aplikasi tekanan
yang rendah sudah mampu mengakibatkan jaringan menjadi
iskemia. Tekanan sistolik dan tekanan diastolik yang rendah
berkontribusi pada perkembangan luka tekan. Pada
kenyataannya, tekanan darah sistolik dibawah 100mmHg
dan tekanan diastolik di bawah 60 mmHg berkaitan dengan
terjadinya luka tekan (Bryant, 2000). Kondisi hipotensi
diatas diduga akan mengakibatkan aliran darah terbatas pada
kulit karena terkonsentrasi pada organ-organ vital.
d) Stres emosional
Rintala (1995) menyebutkan status psikososial yang
dianggap mempengaruhi perkembangan terjadinya luka
tekan seperti kondisi motivasi, stres emosioanal, dan energi
emosioanal. Depresi dan stres emosional kronik misalnya

9
pada pasien psikiatrik juga merupakan faktor resiko untuk
perkembangan dari luka tekan. Stres di kaitkan dengan
adanya perubahan hormonal yakni hormon kortisol. Hormon
kortisol mengalami peningkatan akibat ketidakseimbangan
degradasi kolagen terhadap pembentukan kolagen dan
selanjutnya kehilangan kolagen di hubungkan dengan
perkembangan luka tekan (Bryant, 2000).
e) Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran
darah dan memiliki efek toksik terhadap endotelium
pembuluh darah dan dapat meningkatkan agregasi trombosit.
Suriadi et.al (2002) ada hubungan yang signifikan antara
merokok dengan luka tekan. Pada pasien yang
mengkonsumsi rokok lebih banyak, insidennya lebih tinggi
dibandingkan yang jumlahnya lebih sedikit (bryant,2000).
f) Temperatur kulit
Peningkatan suhu tubuh diduga terkait dengan luka tekan
(Allman et.al, 1986; Braden & Bergstorm, 1987; Gosnell,
1973). Meskipun masih belum bisa di buktikan, diduga
terjadinya peningkatan suhu tubuh maka kebutuhan oksigen
pun meningkat pada organ-organ vital dibandingkan di
jaringan kulit. Dengan meningkatnya suhu tubuh 1 derajat
celcius akan meningkatkan kebutuhan metabolisme jaringan
10%. Peningkatan metabolisme ini akan meningkatkan
konsumsi oksigen dan kebutuhan energi pada tingkat sel
termasuk pada daerah yang mendapat tekanan sehingga

10
kerusakan jaringan akan semakin cepat terjadi.

4. Patofisiologi
National pressure Ulcer Advisory panel (NPUAP), (1989) dalam
Potter & perry (2005) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis
jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak
tertekan diantara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal
dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi
jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan
memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa
metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu
proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang
menyebabkan iskemi jaringan.
Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau
penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller,
1991 dalam Potter & Perry, 2005). Penurunan aliran darah
menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat terlihat ketika
adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat tidak
terjadi pada pasien yang berkulit pigmen gelap.
Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang
cukup besar dan menutup kapiler tersebut. Tekanan pada kapiler
merupakan tekanan yang dibutukan untuk menutup kapiler
misalnya jika tekanan melebihi tekanan kapiler normal yang
berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987 dalam
Potter & Perry, 2005).

11
Setelah priode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua
perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan)
merupakan efek vasodilatasi lokal yang terlihat, respon tubuh
normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan
dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung
jari dan hyperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang
dari satu jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan
indurasi yang berlebihan sebagai respon dari tekanan. Kulit
terlihat berwarna merah muda terang hingga merah. Indurasi
adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia reaktif
dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu
setelah tekanan di hilangkan (Pirres & Muller, 1991 dalam Potter
& Perry, 2005).
Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah
pada penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin
besar resiko kerusakan kulit. Tekanan menyebabkan penurunan
suplai darah pada jaringan sehingga terjadi iskemi. Apabila
tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia reaktif, atau
peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut.
Hiperemia reaktif merupakan suatu respons kompensasi dan hanya
efektif jika tekan dikulit di hilangkan sebelum terjadi nekrosis atau
kerusakan. (Potter & Perry, 2005).

5. Lokasi
Lokasi luka tekan sebenarnya bias terjadi di seluruh permukaan
tubuh kita bila mendapat penekanan keras secara terus menerus.

12
Namun paling sering terjadi pada tulang yang menonjol. Lokasi
tersebut diantaranya adalah : tulang oksipital, skapula, prosesus
spinous, siku, puncak ilika, sakrum, ischium, tendon achiles,
tumit, telapak kaki, telinga, bahu, spinal ilika anterior, trochanter,
paha, lutut medial, lutut lateral, tungkai bawah atas (Potter &
Perry, 2005). Lokasi tersebut diantaranya adalah :
a. Tuberositas Ischii (Frekuensinya mencapai 30%) dari lokasi
tersering
b. Trochanter Mayor (Frekuensinya mencapai 20% dari lokasi
tersering
c. Sacrum (Frekuensinya mencapai 15%) dari lokasi tersering.
d. Tumit (Frekuensinya mencapai 10%) dari lokasi tersering.
e. Maleolous
f. Genu
g. Lainnya meliputi cubiti, scapula dan processus spinosus
vertebra

Pada gambar diatas disebutkan lokasi anatomi tubuh


manusia yang memiliki resiko tinggi mengalami luka tekan
akibat tirah baring lama. Setiap tonjoloan bagian tubuh yang
tertindih dalam jangka waktu tertentu secara terus menerus
dapat menyebabkan terhentinya aliran darah yang
memberikan suplai oksigen beserta nutrisi sehingga dapat
menyebabkan kematian jaringan dan menjadi luka.

13
6. Komplikasi
Luka tekan merupakan sebuah tantangan klinis bagi perawat,
yakni terkait dengan tindakan preventif perawat dan mengenai
penatalaksanaan pada setiap tahap terjadinya luka tekan sehingga
tidak terjadi komplikasi yang tidak diharapkan. Luka tekan
memiliki beberapa dampak yang serius, baik secara klinis,
psikologis, sosial, dan implikasi ekonomi. Dampak secara klinis
berupa adanya gangguan atau ketidaknyamanan, dampak klinis
yang lebih ekstrim lagi yakni pasien meninggal akibat dari
komplikasi luka tekan tersebut. Hal ini didukung dari pernyataan
Ayello (2007) bahwa luka tekan menimbulkan komplikasi serius
pada pasien, seperti sepsis bahkan kematian.
Durasi waktu yang dibutuhkan untuk penanganan atau
pengobatannya, pasien dapat menghabiskan waktu selama
berbulan-bulan, dan beberapa kasus mencapai tahunan, sehingga
total biaya perawatanpun meningkat. Dampak yang serius dari
luka tekan khususnya pada pasien lanjut usia yang mengalami
penurunan fungsi akan lebih luas pengaruhnya tidak hanya pada
pasien namun juga sistem pelayanan kesehatan. Gangguan
integritas kulit masalah yang sangat serius dan potensial
menyebabkan kematian dan penderitaan pasien (Crisp & Taylor,
2006).

14
7. Pencegahan
Pencegahan dari luka tekan adalah prioritas utama dalam merawat
pasien dan tidak terbatas pada pasien yang mengalami pembatasan
mobilitas.
Pencegahan luka tekan berdasarkan Nursing Intervention
Classification (NIC) yang di tulis oleh Dochterman & Bulecheck
(2004) :
a. Gunakan alat pengkajian resiko luka tekan yang telah di
tetapkan guna memonitor faktor resiko secara individual
seperti : skala Braden
b. Manfaatkan metode dalam pengukuran suhu kulit untuk
menentukan resiko luka tekan sesuai protokol institusi
masing-masing
c. Dorong individu untuk tidak merokok dan konsumsi alkohol
d. Dokumentasikan setiap kejadian luka tekan yang pernah
dialami pasien
e. Dokumentasikan berat badan dan perubahan berat badan
f. Dokumentasikan kondisi kulit pasien pada saat masuk dan
setiap hari
g. Monitor kondisi kemerahan pada kulit secara cermat
h. Hilangkan kelembaban yang berlebihan pada kulit yang
disebabkan oleh keringat, drainase luka dan inkontinensia urin
atau fekal
i. Gunakan pelindung seperti krim atau bantalan yang dapat
menyerap kelembababn untuk menghilangkan kelembaban
yang berlebihan sesuai dengan kebutuhan

15
j. Ubah posisi setiap 1 atau 2 jam sesuai kebutuhan
k. Ubah pisis hati-hati untuk mencegah robekan pada kulit yang
rapuh
l. Tempelkan jadwal perubahan posisi pasien disamping tempat
tidur pasien, jika memungkinkan
m. Inspeksi daerah kulit yang berada pada daerah tonjolan tulang
atau daerah yang tertekan pada saat reposisi, paling tidak satu
kali sehari
n. Hindari melakukan pemijatan pada daerah diatas permukaan
tonjolan tulang
o. Gunakan bantal untuk menaikkan area-area yang tertekan
p. Pertahankan linen dalam keadaanbersih, kering dan bebas dari
kerutan
q. Siapkan tempat tidur dengan menggunakan bantalan kaki
r. Gunakan tempat tidur dan kasur khusus, jika tersedia
s. Hindari penggunaan bantalan donat pada daerah sacral
t. Hindari penggunaan air panas, gunakan sabun yang lembut
saat mandi
u. Monitor sumber tekanan dan gesekan
v. Gunakan pelindung bahu dan tumit, sesuai kebutuhan
w. Berikan trapeze untuk membantu pasien dalam mengangkat
badan
x. Berikan asupan nutrisi yang adekuat, terutama protein,
vitamin B dan C, zat besi dan kalori, suplemen, sesuai
kebutuhan
y. Bantu pasien mempertahankan berat badan yang sehat

16
z. Ajarkan anggota keluarga dan pemberi perawatan lain tentang
tanda-tanda kerusakan kulit, sesuai kebutuhan Skala braden
teridri dari 6 sub skala yang mencakup nutrisi, mobilisasi,
persepsi sensori,kelembaban, aktivitas,gesekan / robek.

8. Penatalaksanaan
Menurut Perdanakusumah tahun 2017, Terapi ulkus decubitus
tergantung dengan derajat ulkus yaitu :
a. Ulkus dekubitus derajat 1 cukup dengan memberikan pelembab
VCO (minyak kelapa atau minyak zaitun) dan perubahan posisi
secara berkala.
b. Pada ulkus dekubitus derajat 2, dilakukan perawatan luka
tertutup dengan tujuan menjaga kelembaban ulkus. Perawatan
luka tertutup dapat dilakukan setiap hari dengan memberikan
tulle dressing dan krim silver sulfadiazine.
c. Pada ulkus dekubitus derajat 3 dan 4 dilakukan preparasi bed
luka untuk persiapan penutupan defek.

Penatalaksanaan dari ulkus dekubitus (pressure injury) harus


dilakukan secara cepat sejak diagnosa ditegakkan.
Penatalaksanaan dapat berupa debridemen, terapi konservatif dan
pembedahan sesuai kebutuhan klinis dan derajat lukanya.
a. Debridemen
Debridemen merupakan tatalaksana utama pada luka kronik,
salah satunya adalah ulkus dekubitus. Tujuan dari debridemen
adalah kontrol infeksi dengan cara menghilangkan jaringan

17
nekrotik, biofilm, dan abses. Teknik debridemen yang dapat
dilakukan pada pasien ulkus dekubitus adalah:
1) Surgical: Tata laksana ini dilakukan dengan menggunakan
gunting atau scalpel dibawah anestesi lokal atau umum.
2) Autolitic: Debridemen natural yang menggunakan
makrofag, dan enzim proteolitik endogen seperti kolagenase,
elastase, myeloperoxidase, acid hydrolase dan lysozymes
dalam tubuh.
3) Enzymatic: Aplikasikan proteolitik dan fibrinolitik eksogen
pada permukaan luka.
4) Biologic: Debridemen menggunakan larva lalat yang steril.
5) Mechanical: Menghilangkan jaringan mati dengan
balutan wet to dry, irigasi luka, ultrasonic
mist, ultrasound frekuensi rendah.

b. Terapi Konservatif
Terapi konservatif adalah upaya menghilangkan atau
mengurangi tekanan pada lokasi yang rentan terjadi ulkus
dekubitus, pengawasan nutrisi, kontrol infeksi, tatalaksana
nyeri dan perawatan luka.
1) Pressure Relief
Tatalaksana utama dari ulkus dekubitus adalah
melakukan offloading tekanan dari lokasi
luka. Offloading dari tekanan ini dapat dilakukan dengan
mengatur posisi dan alas permukaan dari pasien luka
tekan.

18
Pada pasien dengan risiko ataupun pasien dengan ulkus
dekubitus, gunakan alas permukaan yang dapat
mengurangi tekanan seperti egg crate mattress,natural
sheepskin.
Matras kasur yang statis dapat digunakan pada pasien
yang masih dapat bergerak dalam berbagai posisi, static
mattresses ini terbuat dari angin, busa, gel atau
kombinasinya yang dapat mengurangi gesekan
dan shear dari pasien luka tekan.
Matras kasur yang dinamis digunakan pada pasien yang
tidak dapat bergerak dalam berbagai posisi. Dynamic
support surfaces merupakan alas dengan tekanan yang
dapat diubah secara mekanik alas ini biasa disebut
dengan low air loss atau air fluidised.
Modalitas lain seperti waterbed sudah jarang digunakan,
dan hanya digunakan di negara-negara dengan
keterbatasan fasilitas.
Gunakan bantalan dalam bentuk foam pada tonjolan
tulang untuk mengurangi terjadinya gesekan.
Perubahan posisi yang dilakukan setiap 1-2 jam.
2) Nutrisi
Menurut sebuah studi oleh Keys et al. Albumin dibawah
3.5 g/dL diasosiasikan dengan rekurensi terjadinya ulkus
didalam 1 tahun, maka diperlukan koreksi albumin dan
prealbumin yang rendah. Namun, dalam mendeteksi
adanya malnutrisi tidak hanya dilihat dari hasil albumin

19
dan prealbumin saja, status nutrisi lainnya juga perlu
diperhatikan seperti berat badan yang rendah atau asupan
makanan yang kurang.
Kebutuhan energi dari pasien harus disesuaikan
berdasarkan usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi dan
aktivitasnya. Asupan nutrisi yang baik untuk pasien
dengan luka tekan adalah tinggi kalori dan tinggi protein.
Menurut The Trans Tasman Dietetic Wound Care
Guidelines, kebutuhan energy pada pasien ulkus
dekubitus  dewasa adalah 30 - 35 kcal/kgBB dan 1.25-1.5
gram protein/kgBB/hari. Tambahan untuk vitamin dan
mineral diberikan apabila pasien terbukti mengalami
defisiensi.

3) Tingkat nyeri
Salah satu hal penting yang harus ditangani pada pasien
dengan ulkus dekubitus adalah nyeri. Tujuan dari tata
laksana nyeri ini adalah upaya peningkatan kualitas hidup
pasien dengan ulkus dekubitus. Tata laksana nyeri pada
pasien ulkus dekubitus dapat dilakukan dengan cara:
a) Perawatan luka ulkus decubitus
b) Penyesuaian tekanan pada luka
c) Reposisi tubuh berkala
d) Penyediaan obat analgetik topikal maupun sistemik

20
Menurut sebuah studi, pemberian preparat opioid ataupun
non opioid topikal dapat mengurangi intensitas nyeri
pada saat penggantian balutan ataupun debridemen luka.

4) Kontrol infeksi
Kontrol infeksi perlu dilakukan karena dapat menjadi
salah satu penyebab dari terlambatnya penyembuhan luka
yang dapat menyebabkan komplikasi seperti terjadinya
osteomyelitis maupun sepsis apabila tidak ditangani.
Apabila terdapat tanda-tanda infeksi di sekitar ulkus
dekubitus seperti peningkatan drainase, bau tidak sedap,
kulit kemerahan dan hangat pemberian antibiotik topikal
dapat dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan kultur
bakteri kuantitatif namun antibiotik topikal tidak
memiliki pengaruh yang begitu signifikan dalam
penyembuhan luka serta menghilangkan infeksi.
Beberapa dokter bedah juga memberikan sediaan
antisepsis topikal seperti povidone iodine, silver
sulfadiazine, hidrogen peroxida, atau cairan Dakin
(sodium hypochlorite) untuk menghilangkan bakteri dan
mempercepat penyembuhan luka, namun preparat ini
hanya dapat diberikan dalam jangka pendek karena
bersifat sitotoksik apabila diberikan dalam jangka
panjang.
Pemberian antibiotik secara intravena tidak rutin
diberikan pada pasien ulkus dekubitus, pemberian

21
antibiotik ini hanya dianjurkan apabila terdapat tanda-
tanda infeksi secara sistemik, selulitis, osteomyelitis, dan
sepsis.
5) Rawat luka
Prinsip dasar perawatan luka dari ulkus dekubitus adalah
preparasi dasar luka dengan cara: membersihkan,
debridemen, dan pemilihan balutan dan preparat topikal
yang tepat.
Membersihkan luka dilakukan menggunakan air mengalir
atau cairan normal saline dilanjutkan dengan debridemen
luka untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati.
Pemilihan balutan (dressing) pada luka juga disesuaikan
berdasarkan jenis luka.
Hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan balutan adalah
Ukuran luka, Kedalaman luka, Bentuk luka, Lokasi dari
luka, Banyaknya eksudat, Jaringan pada dasar luka,
Ditemukannya tunnelling atau undermining serta kondisi
dari kulit sekitar.
Tujuan dari memilih balutan yang tepat adalah
meminimalisir terjadinya iritasi kulit yang lebih lanjut,
mencegah dan mengatasi infeksi serta menyeimbangkan
kelembaban luka. Balutan juga sebaiknya diganti secara
berkala untuk menghindari adanya kontaminasi dari luka.
Terdapat berbagai macam jenis balutan, dari balutan pasif
seperti kain kasa hingga balutan dalam bentuk bioaktif dan
digunakan tergantung kebutuhan. Beberapa jenis balutan

22
yang terbuat dari bahan dasar interaktif sesuai dengan
kebutuhan dari luka adalah foam, transparent films,
hydrogels, hydrocolloid.
a) Foam
Wound dressing berbentuk busa/foam terbuat dari
polyurethane merupakan bahan semipermeabel yang
dapat digunakan untuk luka dengan eksudat yang
berlebih dan luka yang dalam.
b) Transparent Films
Balutan ini berguna untuk menahan cairan dan
mempertahankan kelembaban sehingga lebih cocok
digunakan untuk luka yang kering.
c) Hydrogels
Balutan hydrogel merupakan balutan yang terbuat dari
gel dan air. Balutan ini sesuai untuk luka kering karena
dapat mengikat air untuk melembabkan.
d) Hydrocolloid
Balutan hydrocolloid terbuat dari busa atau film
polyurethane yang mengandung gelatin atau gel dengan
bahan dasar sodium caboxymethycellulose. Balutan ini
sesuai untuk luka dengan eksudat yang sedikit hingga
sedang.
Modalitas terbaru dari perawatan luka lain yang dapat
dilakukan dan masih dalam tahap pengembangan
adalah Negative Pressure Wound Therapy (NPWT),

23
terapi oksigen hiperbarik, terapi autologous, dan stem
cells.
NPWT merupakan terapi yang terdiri dari busa dan
vakum yang terikat dengan mesin suction. Alat ini
terbukti dapat mempercepat penyembuhan luka dengan
gaya mekanik yang dapat menstimulasi proliferasi dari
fibroblas.
c. Tata Laksana Pembedahan
Ulkus dekubitus yang sudah tertangani (nutrisi baik,
infeksi terkontrol, terdapat jaringan granulasi) dan
mempunyai defek yang besar dapat dilakukan
rekonstruksi untuk menutup defek. Teknik penutupan
defek dapat dimulai dari :
1) Tutup primer / direct closure
2)  Skin graft
3)  Regional flap (flap muskulokutaneus)
4)  Pedicle Flap
5)  Free Flap
Penutupan defek bertujuan untuk mengurangi jaringan
terekspose, mengurangi dead space, dan menurunkan
angka infeksi. Indikasi bedah pasien pressure
injury adalah pasien dengan luka tanpa adanya purulens,
tergranulasi dengan baik serta terproteksi dengan baik
dari kontaminasi seperti kotoran, urin maupun feses.
Indikasi dilakukannya pembedahan rekonstruksi ini
adalah pada luka yang besar, luka dengan organ dan

24
pembuluh darah yang terpapar, luka dengan
osteomyelitis, atau luka kronis yang tidak sembuh.

B. Tinjauan Kasus Luka Tekan

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Ts. S (52 tahun) agama islam, pendidikan SD, pekerjaan Buruh,
masuk ke RS Karangannyar tgl 22 Mei 2017 dengan Diagnose
medis Stroke Hemoragik, pengkajian di lakukan pada tanggal
26 Mei 2017.
b. Resume
Klien masuk IGD RSUD Karangannyar pada hari Senin, 22
Mei 2017 jam 15.00 WIB. Keluarga mengatakan 2 hari
sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan rawat jalan
dirumah. klien mengeluh kakinya lemas tidak bisa digerakan
dari 2 jam yang lalu, di IGD dilakukan pemeriksaan TTV TD:
180/100 mmHg, N: 82x/menit, S: 39ºc, R: 29x/menit,
pemasangan infus RL ditangan kiri, O2 5lpm dengan simple
mask, dan di berikan obat santagesik 1 ampul, captopril 25mg
sublingual. Jam 18.00 WIB klien dipindah ke bangsal
Mawar1,4 hari di bangsal Mawar1 klien mengalami penurunan
kesadaran tidak bisa dibangunkan, saat tidur ngorok. Pada
tanggal 26 Mei 2017 klien di pindahkan ke ruang ICU RSUD
Karanganyar untuk mendapatkan perawatan intensive di ICU
diberikan tindakan perawatan pemasangan alat elektroda,
selang NGT, DC, O2 12lpm dengan NRM, saat di ICU di

25
lakukan pemeriksaan fisik, keadaan umum: sakit berat
kesadaran somnolen GCS 8 E2M4V1 TD: 190/100mmhg, N:
85x/mnt, irama teratur, RR: 28x/mnt Spo2: 95% S:38,5ºc O2
12 lpm, saat di lakukan miring kanan dan miring kiri di
temukan kemerahan di daerah sacrum, saat di raba sacrumnya
pasien menarik atau bergeser, terapi yang di berikan infusan
Nacl 0,9% /12 jam, Santagesik 3x1 ampul, Cefotaxime 3x1 gr,
Omeperazole 2x1 ampul, Asama traneksamat 2x1 ampul.
Pemeriksaan lab Hb 14.4, Ht 41.9, Leukosit 9.0, Trombosit
208, Eritrosit 4.55.

Tipe luka Luka tekan


Tipe penyembuhan Fase Inflamasi
Gambar luka
Tanggal

26 mei 2017
keadaan umum: sakit berat kesadaran somnolen GCS 8
E2M4V1 TD: 190/100mmhg, N: 85x/mnt irama teratur,
RR: 28x/mnt Spo2: 95% S:38,5ºc O2 12 lpm, saat di
lakukan miring kanan dan miring kiri di temukan
kemerahan di daerah sacrum, saat di raba sacrumnya
Pengkajian pasien menarik atau bergeser, terapi yang di berikan
infusan Nacl 0,9% /12 jam, Santagesik 3x1 ampul,
Cefotaxime 3x1 gr, Omeperazole 2x1 ampul, Asama
traneksamat 2x1 ampul.
Pemeriksaan lab Hb 14.4, Ht 41.9, Leukosit 9.0,
Trombosit 208, Eritrosit 4.55.
Pemeriksaan TTV Keadaan umum : sakit berat
Kesadaran : somnolen

26
GCS 8 E2M4V1
TD : 190/100mmHg,
Nadi : 85x/menit
Irama : Teratur
Respirasi : 28x/menit
Suhu : 38,5c
SPO2 : 95 %
Dorsal
pedis/posterior tibia -
Hasil ABPI/
DOPPLER -
VASKULAR
LUKA Luka pada sacrum
Stadiu luka Luka tekan stadium 1
( I- unstage)
Panjang : 8 cm
Ukuran luka Lebar : 5-6 cm
(PxLxD/T) Kedalaman / tinggi : -
Goa/undermining
(goa di jam a-b,X Tidak ada goa
cm, di jam Y)
Exudate/cairan
luka Tidak ada eksudat
(Tipe, jumlah)
Warna dasar luka
(x% merah, y Kemerahan
%kuning, z
%hitam)
Dasar luka
(menyatu dengan Menyatu dengan dasar luka
dasar luka/tidak)
Tepi luka
(tebal, tipis, halus, Tipis dan halu berwarna pink
kaku, edema)
Kulit sekitar luka
(iritasi, maserasi, Kemerehan
kemerahan,
edema)
Tanda infeksi
(ada/tidak, Tidak ada tanda infeksi
lokal/sistemik,
kultur?)
Nyeri (1-10) Skala nyeri 4
Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan lab :

27
dan
penunjang lainnya Hb :14.4
(yang Ht : 41.9
Lekosit : 9.0
direncanakan Trombosit : 208
maupun dilakukan Eritrosit : 4.55
missal kultur,dll)

2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
hipertens
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan
mobilitas
d. Nyeri akut berhubung dengan agen fisiologis inflamasi
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit

Chec
No Tujuan Perawatan Implementasi
k
1. Angkat jaringan x 1. Memonitor kodisi luka (ukuran luka, derajat luka,
nekrosis/debridemang perdarahan, warna dasar luka,infeksi,eksudat,bau

2. Angkat benda asing x luka,kondisi tepi luka )

(benang, dll) 2. Memonitor tanda dan gejala infeksi pada luka

3. Rangsang granulasi  3. Memonitor status nutrisi (asupan kalori,


protein)
4. Percepat proses 
4. Mengkaji nyeri CPOT
inflamasi
5. Memonitor TTV
5. Cegah/atasi infeksi 
6. Membersihkan luka dengan sabun dan air steril
6. Angkat/bersihkan x
/ nacl 0,9%
biofilm

28
7. Ciptakan kelembaban 
8. Pertahankan dan jaga 
kelembaban seimbang
9. Serap dan tamping x
cairan luka
10. Lindungi kulit sekitar 
luka
11. Dukung proses 
7. Memberikan salep atau pelembab VCO
epitelisasi
(minyak kelapa murni)setiap perubahan posisi
12. Tipiskan tepi luka x
secara berkala
13. Kurangi faktor 
8. Memberikan posisi alih baring per 2 jam
penekanan pada luka
9. Memberikan tempat tidur dan kasur khusus
14. Kurangi nyeri 
10. Kolaborasi pemberian obat analgetik dan
15. Atasi bau tidak sedap x
antibiotik
16. Atasi hipergranulasi x
11. Mempertahankan status nutrisi pasien
Evaluasi Rencana Tindakan/Intervensi Selanjutnya (RTL)
S:
O : keadaan umum sakit berat, Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam
kesadaran somnolen GCS 8 diharapkan resiko kerusakan integritas kulit dapat
E2M4V1 TD: 1170/90mmhg, teratasi dengan kriteria hasil :
N: 82x/mnt irama teratur, RR:  Kerusakan jaringan menurun
26x/mnt Spo2: 95% S:37,5ºc  Kerusakan lapisan kulit menurun
O2 12 lpm, luka tekan masih  Kemerahan menurun
ada warna kemerahan panjang  Nyeri menurun
6cm lebar 4cm dan menyatu  Perfusi jaringan meningkat
dengan dasar kulit, saat bagian  Necrosis tidak ada
luka pasien di sentuh pasien
 Hematoma tidak ada
bergeser, skala nyeri 4
 Elastisitas jaringan menigkat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi  Perdarahan tidak ada
 Suhu kulit membaik 36ºc-37ºc

29
 Monitor kodisi luka
(ukuran luka, derajat luka, Intervensi :
perdarahan, warna dasar Observasi:
luka,infeksi,eksudat,bau  Monitor kodisi luka (ukuran luka, derajat luka,
luka,kondisi tepi luka ) perdarahan, warna dasar luka,infeksi,eksudat,bau
 Monitor tanda dan gejala luka,kondisi tepi luka )
infeksi pada luka  Monitor tanda dan gejala infeksi pada luka
 Monitor status nutrisi  Monitor status nutrisi (asupan kalori, protein)
(asupan kalori, protein) Terapeutik :
 Bersihkan luka dengan  Bersihkan luka dengan sabun dan air steril / nacl
sabun dan air steril / nacl 0,9%
0,9%  Oleskan salep / vco
 Oleskan salep / vco  Gunakan tempat tidur dan kasur khusus
 Gunakan tempat tidur dan  Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
kasur khusus sesuai dengan kondisi pasien
 Jadwalkan perubahan posisi  Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg BB/hari
setiap 2 jam atau sesuai dan protein 1,25-1,5 g/ kgBB/hari
dengan kondisi pasien  Berikan suplemen vitamin dan mineral
 Berikan diet dengan kalori Kolaborasi :
30-35 kkal/kg BB/hari dan  Kolaborasi pemberian antibiotik dan analgesik
protein 1,25-1,5 g/
kgBB/hari
 Berikan suplemen vitamin
dan mineral
 Kolaborasi pemberian
antibiotik

30
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Luka Tekan Adalah luka yang terjadi pada kulit atau jaringan di
bawahnya yang di sebabkan oleh penekanan atau gesekan yang
terjadi terus menurus, sehingga menyebabkan suplai darah yang
menuju ke kulit terputus dan jaringan menjadi mati.
Banyak factor- factor yang mempengaruhi luka tekan yaitu factor :
1. Factor mobilisai dan aktifitas
2. Penurunan sensori persepsi
3. Factor tolerasi jaringan yang di bagi menjadi 2 yaitu :
a. Extrinsik ( kelembaban,gesekan)
b. Intristik (nutrisi, umur, tekanan ateriolar, sters emosional,
merokok temperature kulit,temperature kulit)
Adapun pembagian luka tekan menurut Menurut National Pressure
Ulcer Advisory Panel (NPUAP), luka tekan dibagi menjadi empat
stadium, yaitu :
a. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada
kulit. Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri,
stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10
hari
b. Stadium 2
Ulserasi mengenai dermis,epidermis dan meluas ke jaringan

32
adiposa, terlihat eritema dan indurasi serta kerusakan kulit partial
(epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet
dan lepuh. Stadium ini dapat sembuh dalam 10-15 hari.
c. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai kelapisan lemak subkulit dan otot sudah
mulai terganggu dengan adanya edema dan inflamasi, infeksi
akan hilang struktur fibrilda tanda
d. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot serta sendi.
Dapat sembuh dalam3-6 bulan.

B. SARAN
1. Dalam pembuatan makalah manajemen luka tekan , perawat
harus memperhatikan factor factor penyebab, kategori dari luka
tekan dan komplikasi dari luka tekan
2. Edukasi pada pasien dan keluarga sangat penting agar
komplikasi dari luka tekan tidak terjadi sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup bagi pasien yang mengalami stroke
dan harus tirah baring lama.
3. Penggunaan lotion, mika-miki per 2 jam sangat lah membantu
untuk menghindari terjadi nya luka tekan pada pasien stroke
dengan tirah baring lama .

33
DAFTAR PUSTAKA

Hutagalung, M.Siregar (2021)Luka Tekan Pada Pasien Stroke Dan


Manfaat Aspirin Bagi Pasien Stroke Iskemik , Jakarta : NUSAMEDIA

Nur Hidayati (2018) Perbandingan Efek Dua Interval Turning Terhadap


Kejadian Luka Tekan, Perubahan Hemodinamik, Dan Konstipasi Pada
Klien Stroke. Thesis thesis, Univeritas Airlangga.
http://repository.unair.ac.id/id/eprint/73357

Suraini, Ika Muflihatin, Siti Khoiroh (2017) Analisis Praktek Klinik


Keperawatan pada Pasien Stroke non Hemoragik dengan Tindakan Inovatif
Massage Menggunakan Virgin Coconut Oil (VCO) untuk Pencegahan Luka
Tekan (Dekubitus) di Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
https://dspace.umkt.ac.id//handle/463.2017/362

Amir, Yufitriana, Lohrmann, C., Halfens, R. J. G., & Schols, J. M. G. A. (2017).


Pressure ulcers in four Indonesian hospitals: prevalence, patient characteristics,
ulcer characteristics, prevention and treatment. International Wound Journal,
14(1), 184–193. https://doi.org/10.1111/iwj.12580

Amr, A., Yousef, A., Amirah, M., & Alkurdi, M. (2017). A pre-post study
evaluating the effectiveness of a new initiative, the “PRESSURE Bundle,”
Compared with standard care in reducing the incidence and prevalence of sacral
pressure ulcers in Critically Ill Patients in an intensive care unit in Riyadh, Saudi
. Saudi Critical Care Journal, 1(3), 75. https://doi.org/10.4103/sccj.sccj_29_17

Bujang, B., Aini, F., & Purwaningsih, H. (2014). Pengaruh Alih Baring terhadap
Kejadian Dekubitus pada Pasien Stroke yang Mengalami Hemiparesis di Ruang
Yudistira di RSUD Kota Semarang.Jik, 2(4), 25–35.
https://doi.org/10.1016/j.cplett.2014.07.0

Dochterman & Bulecheck (2004) Nursing Intervention Classification


(NIC): Elsevier

iii

Anda mungkin juga menyukai