Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

CEDERA KEPALA BERAT


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengampu: Agus Prasetyo

Disusun Oleh :

Dudi Tri Wibowo (108116010)


Kristin Indaryani (108116017)
Sonia Okta Indriarti (108116018)
Keke Kartika (108116025)
Rizal Dwi Irantto (108116027)
Dwi Asri Putri A.W (108116032)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat yang
diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah Keperawatan Kebutuhan
Khusus tentang “Cedera Kepala Berat” untuk melengkapi materi berikutnya.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber yang telah membantu
penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis sampaikan apabila
terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena kami masih dalam tahap
belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah
wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Cilacap, 22 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover ..........................................................................................................i
Kata Pengantar ....................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan .......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................... 3
A. Definisi Cedera Kepala Berat ........................................................ 3
B. Etiologi Cedera Kepala Berat ....................................................... 3
C. Manifestasi Klinis Cedera Kepala Berat ...................................... 3
D. Patofisiologi Cedera Kepala Berat ................................................ 4
E. Penatalaksanaan Cedera Kepala Berat ........................................ 5
F. Pemeriksaan Penunjang Cedera Kepala Berat ........................... 7
G. Komplikasi Cedera Kepala Berat ................................................. 8
H. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala Berat................................ 8
BAB IV PENUTUP ................................................................................ 14
A. Kesimpulan ................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012).
Menurut Irawan, et al (2010) trauma kepala adalah salah satu masalah kesehatan
yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Salah satu
penyebab terjadinya trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas, dimana yang
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita (Aghakhani et al.,2013). Trauma
kepala merupakan penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2011).
Tanda dan gejala yang paling sering muncul pada cedera kepala berat
diantaranya; merasa lemah, lesu, lelah, hilang keseimbangan, perubahan tekanan
darah, perubahan frekuensi jantung, mual, muntah dan kehilangan kesadaran. Sedang
komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi: perdarahan intra kranial, kejang,
parese saraf kranial, meningitis, infeksi, edema serebri, kebocoran cairan
serebrospinal. Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada pasien TKB
adalah:1.Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
edema serebral, peningkatan tekanan intra kranial, 2. Pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan gangguan/kerusakan pusat pernafasan di medula
oblongata/cedera jaringan otak.
Dampak yang paling sering terjadi pada pasien trauma kepala berat jika tidak
mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, contoh: Perdarahan intra cranial,
kejang, parese saraf cranial, meningitis atau abses otak, infeksi,edema serebri,
kebocoran cairan serebrospinal, yang ahirnya berujung pada kematian atau kecacatan
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Cedera Kepala Berat?
2. Apa etiologi dari Cedera Kepala Berat?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Cedera Kepala Berat?
4. Bagaimana patofisiologi dari Cedera Kepala Berat?

1
5. Bagaimana penatalaksanaan dari Cedera Kepala Berat?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjadng dari Cedera Kepala Berat ?
7. Bagaimana komplikasi dari Cedera Kepala Berat ?
8. Bagaimana asuhan keperawatan dari Cedera Kepala Berat ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk dapat mengetahui tentang definisi dari Cedera Kepala Berat
2. Untuk dapat mengetahui tentang etiologi dari Cedera Kepala Berat
3. Untuk dapat mengetahui tentang manifestasi dari Cedera Kepala Berat
4. Untuk dapat mengetahui tentang patofisiologi dari Cedera Kepala Berat
5. Untuk dapat mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari Cedera Kepala
Berat
6. Untuk dapat mengetahui tentang komplikasi dari Cedera Kepala Berat
7. Untuk dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan Cedera Kepala Berat
D. Manfaat Penulisan
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang definisi dari Cedera Kepala Berat
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang etiologi dari Cedera Kepala Berat
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang manifestasi dari Cedera Kepala Berat
4. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang patofisiologi dari Cedera Kepala
Berat
5. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang pemeriksaan penunjang dari Cedera
Kepala Berat
6. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang komplikasi dari Cedera Kepala Berat
7. Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang asuhan keperawatan dari Cedera
Kepala Berat

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau degenerative, tetapi
disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat mengakibatkan kerusakan
kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik
trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekanya
subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral
disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).
B. Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (1996 : 108) mendiskripsikan bahwa penyebab
cedera kepala adalah karena adanya trauma yang dibedakan menjadi 2 faktor yaitu :
1. Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan deselerasi)
2. Trauma sekunder
Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi
intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.
3. Trauma akibat persalinan
4. Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil, kecelakaan pada saat
olahraga.
5. Jatuh
6. Cedera akibat kekerasan

C. Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Iritabel

3
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing
7. Nyeri kepala hebat
8. Terdapat hematoma
9. Kecemasan
10. Sukar untuk dibangunkan
11. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

D. Patofisologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan di dalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui
proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran
darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 %
dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak
mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses
metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio
berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60
ml/menit/100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output dan akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi
Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala ditandai
oleh kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah
serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan asumsi asam laktat
sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan pembentukan edema. Akibat

4
berlangsungnya metabolisme anaerob, sel-sel otak kekurangan cadangan energy yang
turut menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat energy
dependent (Werner dan Engelhard, 2007).
Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi membrane terminal yang diikuti
dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori (glutamate dan asparat) yang berlebihan
(Werner dan Engelhard, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera
kepala primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu
proses biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat
memberi dampak kerusakan jaringan otat.
Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara
periosteun tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya
darah pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma
adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Kematian pada penderita
cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi
autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia
jaringan otak (Tarwoto, 2007)

E. Pentalaksanaan
Resusitasi jantung paru ( circulation, airway, breathing = CAB) Pasien dengan trauma
kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat gangguan
kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang benar adalah:
1. Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan sekunder.
Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia akibat perdarahan luar, ruptur organ
dalam, trauma dada disertai temponade jantung atau pneumotoraks dan syok
septic. Tindakan adalah menghentikan perdarahan, perbaikan fungsi jantung dan
mengganti darah yang hilang dengan plasma atau darah.
2. Jalan nafas (airway)

5
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau pipa endotrakheal,
bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi lambung
dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi
muntahan.
3. Pernafasan (breathing)
Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan perifer.
Kelainan sentral dalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata,
pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenic hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru,
infeksi. Gangguan pernafasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Tindakan dengan pemberian O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan
kalau perlu memakai ventilator.
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah
sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah, hanya cairan
infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya
kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Pada anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Terapi obat-obatan.
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 %
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
d. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidasol.
e. Pada trauma berat. karena hari-hari pertama didapat penderita

6
mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium
dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak
cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan
dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah
makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP).
6. Pembedahan bila ada indikasi.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan
jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri.
Indikasi dilakukan CT-Scan:
a) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgesia.
b) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
c) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll).
d) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
e) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.
f) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari
g) GCS (Sthavira, 2012).
2. MRI
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.
Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
3. Cerebral Angiography
Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder
menjadi edema, perdarahan dan trauma.
4. EEG (Elektroencepalograf)

7
Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang
6. BAER
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET
Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Pungsi
Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid dan untuk
mengevaluasi/mencatat peningkatan tekanan cairan serebrospinal.
9. ABGs
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intrakranial
10. Kadar Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan
intrkranial
11. Screen Toxicologi
Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran.

G. Komplikasi
1. Perdarahan intra cranial
2. Kejang
3. Parese saraf cranial
4. Meningitis atau abses otak
5. Infeksi
6. Edema cerebri
7. Kebocoran cairan serobospinal

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Kegawatdaruratan :
a) Primary Survey

8
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan
adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea.
Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama
memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas
yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi:fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan Hemorrhage control
Volume darah dan Curah jantung Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan
hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hipovelemia. Observasi yang
dalam hitungan detik dapat memberikan informasi mengenai keadaan
hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
4) Kontrol Perdarahan
5) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
6) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b) Secondary Survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar
dan membrana timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada

9
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan
jantung, pemantauan EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma
tumpul abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma,
memar dan cedera yang lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi,
takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
10) Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
11) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan statu
mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
13) Nyeri/kenyamanan

10
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
15) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang
gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis,
demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16) Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
12. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperwatan yang lazim muncul pada pasien dengan TKB adalah:
a) Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan
edema serebral, peningkatan tekanan intra cranial (TIK)
b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan
13. Intervensi
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Resiko NOC : 1. Monitor TIK
ketidakefektifan Circulation status - Berikan info pada
Tissue Prefusion : orang terdekat pasien
perfusi jaringan cerebral - Monitor status
cerebral Kriteria Hasil : neurologi
Perfusi jaringan - Monitor intake dan
berhubungan output
cerebral
dengan edema - TIK normal 2. Manajemen edema
- Tidak ada nyeri cerebral
serebral, - Monitor adanya
kepala
peningkatan - Tidak ada kebingungan,
kegelisahan keluhan pusing
tekanan intra - Monitor status
- Tidak ada penurunan
cranial (TIK) tingkat kesadaran pernafasan, frekuensi
- Tidak ada gangguan dan kedalaman
refleks saraf pernafasan

11
Status neurologi - Kurangi stimulus
- Kesadaran normal dalam lingkungan
- TIK normal pasien
- Pola bernafas normal - Berikan sedasi sesuai
- Ukuran dan reaksi kebutuhan
pupil normal 3. Monitor neurologi
- Laju pernafasan - Monitor tingkat
normal kesadaran (GCS)
- Monitor refleks batuk
dan menelan
- Pantau ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Monitor TTV
5. Posisikan head up (30-
40 derajat)
6. Beri terapi O2 sesuai
anjuran medis
Kolaborasi pemberian
terapi medis
2. Pola nafas tidak NOC : 1. Airway Management
1. Respiratory status : - Monitor adanya
efektif
2. Ventilation keluhan pusing, sakit
berhubungan 3. Respiratory status : kepala, mual,
dengan 4. Airway patency muntah, gelisah
Vital sign Status - Beri posisi head up
kegagalan otot Kriteria Hasil :
3040 derajat untuk
pernafasan 1. Irama pernafasan memaksimalkan
normal Ventilasi.
2. Frekuensi pernafasan - Keluarkan sekret
normal dengan suction.
3. TTV dalam batas
- Monitor alat
normal
4. Tidak ada tanda Ventilator pada
sesak pasien
2. Oxygen Therapy
- Pertahankan jalan
nafas yang paten
- Monitor aliran
Oksigen
- Monitor adanya
Tandatanda
Hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
- Monitor
TD,suhu,RR -
Identifikasi

12
penyebab dari
perubahan Vital
Sign
7. Kolaborasi pemberian
Therapy medis

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury
baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya
(1998), cedera kepala adalah keadaan dimana struktur lapisan otak dari lapisan kulit
kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera
baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus.
Dampak yang paling sering terjadi pada pasien trauma kepala berat jika tidak
mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, contoh: Perdarahan intra cranial,
kejang, parese saraf cranial, meningitis atau abses otak, infeksi,edema serebri,
kebocoran cairan serebrospinal, yang ahirnya berujung pada kematian atau kecacatan

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?ei=u30RXdnnNKfbz7sPt9uHoAs&g=KTI+RP
L+GEL+l=%2528+TRauma+Kepala+Berat%2529%281%29.pdf (diunduh
pada tanggal 22 September 2019 pukul 19.00)

15

Anda mungkin juga menyukai