Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

K GANGGUAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN OKSIGENISASI DENGAN DIAGNOSA PPOK
DI RUANGAN TULIP DI RUMAH SAKIT UMUM
IMELDA PEKERJA INDONESIA MEDAN

D
I
S
U
S
U
N

OLEH:
ASRI OMPUSUNGGU

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS IMELDA
MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus Asuhan
Keperawatan Pada Tn.K Dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang
Tulip Rumah Sakit Umum Imelda Pekerja Indonesia (IPI) Medan. Laporan kasus
ini dibuat untuk memenuhi tugas dari Keperawatan Dasar Profesi.
Dalam penyusunan Makalah ini penulis mengucapkan Terimakasih kepada
Bapak/Ibu:
1. dr. H. Raja Imron Ritonga., M.Sc., selaku Ketua Yayasan Imelda.
2. Dr. dr. Imelda L. Ritonga S.Kp.,M.pd., MN., selaku Rektor Universitas
Imelda Medan.
3. dr. Hedy Tan, MARs., MOG., Sp. OG selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Imelda Pekerja Indonesia Medan.
4. Edisyah Putra Ritonga, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Ketua Prodi Ners
Universitas Imelda Medan.
5. Hamonangan Damanik, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku Sekretaris Prodi Ners
Universitas Imelda Medan sekaligus dosen pembimbing akademik..
6. Arta Panggabean, S.Kep., Ns selaku pembimbing klinik Praktik Keperawatan
Dasar Profesi.
7. Teman-teman yang ikut dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini dan semoga bermanfaat.

Medan, 26 November 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 3
1.2.1 Tujuan Umum......................................................................... 3
1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4
2.1 Konsep Medis................................................................................... 4
2.1.1 Pengertian ............................................................................... 4
2.1.2 Etiologi.................................................................................... 4
2.1.3 Tanda dan gejala.......................................................................6
2.1.4 Patofisiologi..............................................................................7
2.1.5 Pemeriksaan penunjang..........................................................11
2.1.6 Komflikasi .............................................................................11
2.1.7 Penatalaksanaan PPOK...........................................................12
2.2 Laporan pendahuluan oksigenasi.....................................................13
2.2.1 Pengertian Oksigenasi.............................................................13
2.2.2 Pohon Masalah .......................................................................13
2.2.3 Pemeriksaan Diagnosa ...........................................................14
2.2.4 Penatalaksaan Medis...............................................................14
2.2.5 Pengkajian Keperawatan.........................................................14
2.2.6 Diagnosa Keperawatan ..........................................................15
2.2.7 Rencana Keperawatan.............................................................15
BAB III LAPORAN KASUS ........................................................................... 19
3.1. Pengkajian ......................................................................................19
3.2. Analisa Data.....................................................................................20
3.3. Diagnosa Keperawatan.................................................................... 21
3.4. rencana Asuhan Keperawatan......................................................... 23
BAB IV PENUTUP............................................................................................31
4.1. Kesimpulan.......................................................................................31
4.2. Saran.................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit paru Obstruksi Kronis (PPOK) ditandai dengan obstruksi jalan
nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha nafas. Istilah lainnya adalah
COLD dan COAD (chroic obstructive lung/airway disease penyakit paru/jalan
nafas obsetruksi kronik). PPOK meliputi bronchitis kornis dan emfisema yang
sering terjadi bersamaan.. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
hidup dan semakin tingginya paparan factor risiko, seperti factor pejamu yang
diduga berhubungan dengan kejadian PPOK.
PPOK sekarang ini menjadi penyebab kematian nomor empat didunia,
tetap diproyeksikan akan meningkat menjadi penyebab kematian ketiga pada
tahun 2020. PPOK merupakan penyebab utama masalah kronik yang
mengakibatkan kematian dan kesakitan didunia (GOLD, 2017). The 2013
global burden disease study menunjukkan bahwa PPOK menjadi urutan ke-8
yang menyebabkan penderitanya hidup dalam kecacatan.Ada beberapa factor
resiko terjadinya PPOK yaitu merokok, usia, jenis kelamin, hiperensponsif
salursn pernafasan, infeksi jalan nafas, pemaparan akibat kerja polusi udara,
status social dan factor genetic.
Gejala klinis PPOK antara lain, batuk, produksi sputum, sesak nafas dan
keterbatasan aktivitas. Factor fatofisiologi yang berkontribusi dalam kualitas
dan intensitas sesak nafas saat melakukan aktifitas pada pasin PPOK
cenderung menghindari aktivitas fisik sehingga pasien mengurangi aktivitas
sehari-hari yang akhirnya akan meyebabkan immobilisasi, hubungan pasien
dengan lingkungan dan social menurun sehingga kualitas hidup menurun.
Tingkat keparahan PPOK berhubungan dengan derajat sesak nafas pasien.
Sesak nafas psien PPOK ini berhubungan dengan aktifitas fisik yang
dilakukan pasien. Menurut kuesioner modified research council (mmRC).,
sesak sesak nafas pada pasien PPOK derajat ringan dan sedang tejadi pada
saat pasien melakukan aktifitas berat hingga sedang. Kondisi ini
mengakibatkan terjadinya keterbatasan aktifitas fisik yang dapat dilakukan

1
pasien, maka akan semakin sedikit aktifitas fisik yang dapat dilakukan pasien,
dan semakin besar pula resiko timbulnya depresi pada pasien tersebut (smith
MC & Worbel JP, 2014)
Dalam penatalaksanaan penderita PPOK, disamping pemberian terapi
secara farmakologis dan penghentian merokok juga diperlukan terapi non-
farmakologi yaitu rehabilitasi paru. Salah satu rehaabilitasi paru yaitu dengan
fisioterapi dan menggunakan teknik respiratory muscle exercises. Rehabiltasi
paru penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk
mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara
optimal sehingga pasien dapat hidup mandiri dan berguna bagi masyarakat.
Perilaku merokok dan PPOK merupakan hubungan dose response karena
semakin banyak batang rokok yang dihisap dan semakin lama perilaku
merokok maka resiko PPOK akan lebih besar.
Perubahan asupan gizi makro dan mikro dapat meningkatkan derajat
keparahan PPOK. Gas atau partikel berbahaya yang masuk kedalam paru
dapat meningkatkan stress oksidatif pada pasien PPOK, sehingga
menimbulkan derajat keparahan yang berbeda-beda sesuai dengan banyaknya
urutan yang masuk kedalam paru (safitri, 2016). Aktioksidan diperlukan untuk
mencegah stress oksidatif, yaitu kondisi ketidakseimbangan antara jumlah
antioksidan didalam tubuh (wewrdhasari, 2014). Asupan makan sumber
antioksidan yang tinggi dapat meningkatkan fungsi paru-paru, menurunkan
gejala infeksi pernafasan dan eksaserbasi (Tsiligianni and van der molen,
2010)
Prognosis penyakit PPOK bersifat progresif dan terjadi keparahan dengan
ditandai timbulnya eksaserbasi (GOLD,2017). Derajat keparahan PPOK
memiliki hubungan yang signifikan dengan indeks masa bebas lemak (IMDL)
dapat menyediakan informasi yang lebih baik pada pasien PPOK yang
memiliki karateristik penurunan berat badan dan kehilangan massa beban
lemak. Penderita PPOK memliki karateristik kehilangan berat badan, dan
muscle wasting berupa kehilangan massa bebas lemak, hal ini merupakan
masalah serius yang biasanya muncul dan akan memberikan prognosis buruk
bagi penderita PPOK. Kira kira 20-40 % pasien PPOK dilaporkan memeliki

2
status gizi kurang dari malnutrisi (Hsu et.al., 2013), karakas et..,2014, yilmaz
et.al., 2015). Menurut luo (2016) IMBL memiliki hubungan yang kuat dengan
kapasitas latihan, sesak nafas, fungsi otot pernafasan, FEVI dan dapat
digunakan sebagai predictor derajak keparahan PPOK. Hasil FEVI pada
pasien PPOK dengan IMBL normal lebih tinggi dibandingkan dengan IMBL
rendah, sehingga diindikasikan bahwa malnutrisi dihubungkan dengan
gangguan fungsi paru.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus
PPOK akan mengalami peningkatan yaitu dari peringkat 6 pada tahun 1990
menjadi peeringkat pada tahun 2020 sebagai penyebab kematian tersering
didunia.
Di Indonesia berdasarkan data RISKESDAS tahun 2013 yaitu sebesar
3,7%. Prevalensi kasus PPOK diindonesia memang tidak terlalu tinggi tetapi
PPOK akan menjadi mas
alah kesehatan masyarakat yang prevalensinya akan terus mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya prevalensi prilaku merokok
masyarakat Indonesia yaitu dari 34,2 % pada tahun 2007 menjadi 38% pada
tahun 2013.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar kelompok mampu mempelajari Asuhan Keperawatan pada pasien
PPOK dengan secara komprehensif, sehingga mampu mencapai hasil yang
terbaik dalam mengatasi masalah keperawatan pada pasien dengan PPOK.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada Tn. K dengan PPOK
b. Mampu merumuskan diagnose keperawatan pada Tn. K dengan PPOK
c. Mampu menyusun rencana keperawatan pada Tn.K dengan diagnosa
PPOK
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan pada Tn.K dengan
diagnose PPOK

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Konsep Dasar Medis


2.1.1. Pengertian
Penyakit paru Ostruktif Kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru
yang nghambatkan aliran udara pada pernafasan saat menarik nafas atau
menghembuskan napas. Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru-paru
untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru
terhambat, udara akan terperangkap di dalam paru-paru hal ini akan mempersulit
paru-paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi bagiantubuh yang lainnya.
Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi yang berlebihan
dan pada akhirnya menimbulkan kelainan didalam struktur paru-paru, sehingga
aliran udara terhambat secara permanen (itulah sebabnya disebut “ obstruktif
kronik”).

Penyakit paru Obstruktif Kronis (PPOK) atau Chronic Obstruktif


Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan risestensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis, dan emfisema paru-paru. Sering
juga penyakit ini disebut dengan Chronic airflow limitation (CAL) dan Chronic
Obstructive Lung Disease (COLD).

2.1.2. Etiologi

Menurut Muttaqin Ikawati, (2016) ada beberapa faktor resiko utama


berkembangnya penyakit PPOK, yang dibedakan menjadi faktor paparan di
lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara lain
adalah :
a. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan risiko 30
kali lebih besar, dan merupakan penyebab dari 8-90% kasus PPOK. Kurang dari

4
15-20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat PPOK terkait dengan
banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status merokok yang
terakhir saat PPOK berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita PPOK
adalah perokok. Kurang lebih 10% orang yang tidak merokok juga mungkin
menderita PPOK. Perokok pasif (tidak merokok tapi sering terkena asap rokok )
juga berisiko menderita PPOK.
b. Pekerjaan
para pekerja emas atau batu bara, industry gelas dan keramik yang
terpapar debu silia atau yang terpapar debu katun dan debu gandum abses,
mempunyai risiko yang lebih besar dari pada yang berkerja di tempat selain yang
disebutkan diatas.
c. Polusi udara
Pasien yang mempunyai disfungsi paru akan semakin membentuk
gejalanya dengan adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari luar rumah
seperti asap pabrik, asap kendaraan bermotor, maupun polusi dari dalam rumah
misalnya asap dapur
d. Infeksi
Kolonisasi bakteri pada saluran pernafasan secara kronis merupakan suatu
pemicu inflamasi neutrofilik pada saluran napas, terlepas dari paparan rokok.
Adapun kolonisasi bakteri menyebabkan peningkatan terjadinya inflamasi yang
dapat diukur dari peningkatan jumlah sputum, peningkatan frekuensi eksaserbasi
dan percepatan penurunan fungsi paru, yang semua ini meningkatkan risiko
terjadinya PPOK.
Sedangkan faktor resiko yang berasal dari host atau pasiennya antara lain :
a. Usia
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko menderita PPOK
b. Jenis kelamin
Laki-laki lebih beresiko terkena PPOK dari pada wanita, mungkin hal
ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada
kecendrungan peningkatan pravalensi PPOK pada wanita karena
meningkatnya jumlah wanita yang merokok. Bukti-bukti klinis
menunjukkan bahwa wanita dapat mengalami penurunan fungsi paru

5
yang lebih besar dari pada pria dengan status merokok yang relative
sama. Wanita juga akan mengalami PPOK yang lebih parah dibanding
pria hal ini diduga ukuran paru-paru wanita umumnya relative lebih
kecil dari pada pria, sehingga dengan paparan rokok yang sama
presentase pria, sehingga dengan paparan rokok yang sama presentase
paru yang terpapar pada wanita lebih besar dari pada pria.
c. Adanya gangguan fungsi paru yang sudah terjadi
Adanya gangguan fungsi paru-paru merupakan faktor resiko terjadinya
PPOK. Individu dengan gangguan fungsi paru-paru mengalami
perananan paru-paru lebih besar sejalan dengan waktu daripada yang
fungsi parunya normal, sehingga lebih beresiko terhadap
perkembangan PPOK. Termasuk didalamnya adalah orang yang
pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan
rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.
d. Predisposisi genetik, yaitu defisiensi O2 antritipsin (AAT)
Ini terutama dikaitkan dengan kejadian emfisema, yang disebabkan
oleh hilangnya elastisitas jaringan di dalam paru secara progresif
karena adanya ketidakseimbangan antara enzim proteolitik dan faktor
protektif. Pada keadaan normal, daktor profektif AAT menghambat
enzim proteolitik sehingga mencegah kerusakan. Karena itu,
kekurangan ATT menyebabkan berkurangnya faktor proteksi terhadap
kerusakan paru.

2.1.3. Tanda dan Gejala


Menurut Ikawati 2016 diagnosa PPOK ditegakkan berdasarkan adanya
gejala-gejala seperti :
a. Batuk kronis : terjadi berselang atau setiap hari, dan seringkali terjadi
sepanjang hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk pada malam
hari)
b. Produksi sputum secara kronik : semua pola reproduksi sputum dapat
mengindentifikasi adanya PPOK.
c. Bronchitis akut : terjadi secara berulang

6
d. Sesak napas (dyspnea) : bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap
hari, memburuk jika berolahraga, dan memburuk jika terkena infeksi
pernafasan.
e. Riwayat paparan terhadap faktor resiko : merokok, partkel senyawa
kimia,asap dapur.
f. Smoker’s cough, biasanya diawali sepanjang pagi yang dingin, kemudian
berkembang sepanjang tahun.
g. Sputum, biasanya banyak lengket, berwarna kuning, hijau atau kekuningan
bila terjadi infeksi.
h. Dyspnea, terjadi kesulitan ekspirasi pada saluran pernapasan
i. Lelah dan lesu
j. Penurunan toleransi terhadap gerakan fisik (cepat lelah dan terengah-
engah)
Pada gejala berat dapat terjadi :
a. Sianosis, terjadi kegagalan respirasi
b. Gagal jantung dan odema perifer
c. Plethoric complexian yaitu menunjukkan gejala wajah yang memerah
yang disebabkan polycythemia (jumlah eritrosit yang meningkat). Hai
ini merupakan fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2
yang berlebihan.

2.1.4. Patofisiologi
Menurut Mutaqqin (2012) : Obstruktif jalan nafas menyebabkan reduksi
aliran udara yang beragam tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronis dan
bronchitis, terjadi penumpukan lendir dan rekresi yang sangat banyak sehingga
menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruktif pada pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi akibat kerusakan diding alveoli yang disebabkan oleh
overekstensi ruang udara dalam paru pada asma, jalan napas bronchial menyempit
dan membatasi jumlah udara yang mengalir kedalam paru.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi
genetic dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja
merupakan faktor resiko penting yang menunjang terjadinya penyakit ini.

7
Prosesnya terjadi dalam rentang lebih dari 20-30 tahun. PPOK juga ditemukan
terjadi pada individu yang tidak mempunyai enzim yang normal untuk mencegah
penghancuran jaringan paru oleh enzim tertentu.
PPOK merupakan kelainan dengan kemajuan lambat yang membutuhkan
waktu bertahun-tahun untuk menunjukkan omset gejala klinisnya seperti,
kerusakan fungsi paru. PPOK sering menjadi simptomatik selama bertahun-tahun
usia baya, tetapi insidenya meningkat sejalan dengan peningkatan usia.

8
9
Pathway

PPOK

Bronkhitis Kronis Empisema Asma bronkial

Obstruktif pada pertukaran oksigen dan Jalan nafas bronkial


Penumpukkan lendir dan sekresi yang
karbondioksida terjadi akibat kerusakan menyempit dan membatasi
sangat banyak menyumbat jalan nafas
dinding alveoli jumlah udara yang mengalir
Gangguan pergerakan udara dari dalam kedalam paru-paru
dan keluar paru

Penurunan kemampuan batuk Peningkatan usaha dan frekuensi


efektif pernafasan,penggunaan otot
bantu pernafasan

Ketidakefektifan bersihan
Respon sistematis dan psikologis
jalan nafas
Resiko tinggi infeksi

10
Peningkatan kerja pernafasan,
hipoksia secara reverrsibel Keluhan sistem, mual, intake
nutrisi tidak adekuat, malaise, Keluhan
kelemahan, dan kelainan fisik psikososial,
Gangguan pertukaran gas kecemasan,
ketidaktahuan akan

Resiko pertukaran gas


Perubahan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh Kecemasan
Gangguan pemenuhan ADL ketidaktahuan
Kematian informasi

11
2.1.5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes Fall Paru Spirometri (FEV¹,FEV ˡ, prediksi FVC,FEVˡ/FVC) Obstruksi ditentukan
oleh nilai FEVˡ prediksi (%) dan atau FEVˡ/FVC (%). FEVˡ merupakan parameter
yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan
penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas
harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
b. Darah rutin : Hb,Ht,leukosit
c. Radiologi : Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru
lain

2.1.6. Komplikasi
1. hipoxemia
hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg dengan
nilai satu rasioksigen <85%. Paa awalnya klien akan mengalami perubahan
konsentrasi. Pada tahap lanjut timbul sianosis.
2. Asidosis respiratorik
Timbul dari peningktan nilai PaC02 (hiperkapnia). Tanda yang muncul antara lain :
nyeri kepala, vertigo, takipnu lethargi, dizzines.
3. Infeksi respiratorik
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peingkatan
rangsangan otot polos , brongsial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan
meningktkan kerja nafas an timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Trauma korkulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dypsnea berat. Komplikas ini sering kali berhubungan
dengan bronkhitis kronis tetapi klien dengan empisema berat juga apat mengalami
masalah ini.
5. Kardiac disritmia
Timbul akibat dari hioksimea, penyakit jantung lain efek obat atau asidosis
respiratorik.
6. Status asma tikus

12
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan sering kali tidak berespon terhadap
terapi yang biasa diberikan. Penggunaan obat bantu pernafasan dan distensi vena leher
sering kali terlihat.

2.1.7 Penatalaksanaan PPOK


1. Memelihara kepatenan jalan nafas dengan menurunkan spasme bronkus dan
memberikan secret yang berlebihan
2. Memelihara ketidakefektifan pertukaran gas
3. Mencegah dan mengobati infeksi saluran pernafasan
4. Meningkatkan toleransi latihan
5. Mencegah adanya komplikasi (gagal nafas akut)
6. Mencegah allergen/iritasi jalan napas

Manajemen medis yang diberikan berupa :

1) Pengobatan farmakologi
a) Anti inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin,dll)
b) Bronkodilator
Adrenergic : efedrin, dan beta adrenergic agosis selektif
Non adrenergic : aminofilin, teofilin.
c) Antibiotik
d) Ekspektoran
Oksigen digunakan 3L/menit dengan nasal kanul
2) Hygiene paru
Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekresi paru, meningkatkan kerja silia,
dan menurunkan resiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada,
dan postural drainase
3) Menghindari bahan iritan
Penyebab iritan jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok dan perlu
juga mencegah allergen yang masuk kealam tubuh.
4) Diet
Klien sering mengalami kesulitan makan karena adanya dyspnea,pemberian porsi
yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus banyak.

13
2.2 Laporan pendahuluan kebutuhan oksigenasi
2.2.1. Pengertian Oksigenisasi
Oksigenisasi adalah proses penambahan oksigen ke dalam sistem. Respirasi berperan
dalam mempertahankan kelangsungan metabolisme sel. Sehingga diperlukan fungsi
respirasi yang adekuat. Respirasi juga berarti gabungan aktifitas mekanisme yang
berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan CO2 (hasil
pembakaran sel) (Mubarak, Wahit;2010).
2.2.2.Pohon Masalah

Bersihan jalan Pola nafas tidak


Gangguan nafas tidak efektif
ss
pertukaran gas efektif

Konsolidasi
Sputum jaringan paru
Frekuensi nafas, mengentak
pernafasan
cuping hidung
dan alat bantu PMN meningkat SDM dan Leukosit
nafas PMN mengisi alveoli

Komplain paru
Eksudat dan serios masuk
alveoli melalui pembuluh
darah
Penumpukan
cairan dalam
s alveoli
Jamur, virus, bakteri, dan
protozoa, masuk alveoli,
alergi, asma, PPOK
Perubahan anatomis
pada pembuluh darah

2.2.3 Pemeriksaan diagnosa

14
Pemeriksaan diagnosa dilakukan untuk mengaji status, fungsi dan oksigenisasi
pernapasan pasien. Beberapa jenis pemeriksaan diagnstiknya antara lain:
1. Penilaian ventilasi dan oksigenasi
2. Tes struktur sistem pernapasan
3. Deteksi abnormalitas sel dan infeksi saluran pernapasan

2.2.4 Penatalaksanaan Medis


1. Inhalasi oksigen terdapat dua sitem dalam inhalsi oksugen yaitu sistem aliran
rendah dan sistem aliran tinggi
a. Sistem aliran rendah
- Nassal kanula atau binassal kanula
- Sungkup muka sederhana
- Sungkup muka dengan kantong rebriting
- Sungkup muka dengan kantong non rebreating
2. Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri
dari:
a. Perkusi
b. Vibrasi
c. Clapping
3. Napas dalam dan batuk efektif
4. Suctioning/pengisapan lendir

2.2.5 Pengkajian Keperawatan


1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pasien yang memiliki masalah
disfungsi sistem pernapasaannya pada umumnya menyadari tentang keadaannya
setelah penyakit/ masalah yang di deritanya sudah cukup berat
2. Pola nutrisi : pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem pernapasan pada
umumnya memiliki pola nutrisi yang kurang baik bila oasien tersebut memiliki
gaya hidup yang kurang baik mislanya merokok.
3. Pola eliminasi : pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem pernapasan
umumnya memiliki masalah pada pola eliminasi oksigen atau pertukaran gas yang
kurang baik.
4. Aktivitas dan latihan : Pasien yang memiliki disfungsi sistem pernafasan pada
umumnya memiliki aktivitas yang menoton dan kurang berolahraga.

15
5. Tidur dan Istirahat : Pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem pernafasan
umumnya memiliki kebiasaan tidur yang kurang baik(begadang)
6. Sensori, persepsi, dan kognitif : Pasien yang memiliki disfunsi sitem pernafasan
pada umumnya merasa kurang nyaman dengankeadaan yang dialaminya
7. Konsep diri : Pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem pernafasan pada
umumnya memiliki masalah pada keadaan sosial, keadaan fisik(khususnya organ
pernafasan), ancaman konsep diri serta masalah psikologi.
8. Seksual dan Reproduksi : Pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem
pernafasanpada umumnya memiliki tidak maslah dalam pengetahuan yang
berhubungan seksualitas
9. Pola peran Hubungan : Pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem pernafasan
pada umumnya memiliki tidak masalah tentang peran berkaitan dengn keluarga
berkaitan teman, dan lingkungan kerja.
10. Manajemen Koping Stres : Pasien yang memiliki masalah disfungsi sistem
pernafasan pada umumnya lebih memilih merahasiakan masalah/penyakit yang
dialaminya dari orang- orang disekitarnya.
11. Sistem nilai dan keyakinan : Latar belakang budaya/etnik, status ekonomi,
perilaku kesehatan yang berkaitan dengan kelompok budaya/etnik.

2.2.6 Diagnosa keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.2.7. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI (SIKI)
1. Bersihan jalan nafas tidak SIKI SIKI
efektif Respirasi Respirasi
Penyebab Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
Fisiologis tindakan keperawatan 1. Observasi
- Spasme jalan nafas selama....x..... - Identifikasi
- Hipersekresi jalan jam,maka bersihan kemampuan batuk
nafas jalan nafas meningkat - Monitor adanya
- Disfungsi dengan kriteria hasil: retensi sputum

16
neuromuscular - Batuk efektif - Monitor tanda dan
- Benda asing dalam meningkat gejala infeksi
jalan nafas - Produksi - Monitor input dan
- Sekresi yang sputum output cairan (mis,
tertahan menurun Jumlah dan
- Hyperplesia - Mengi karakteristik)
dinding jalan nafas menurun 2. Terapeutik
- Proses infeksi - Wheezing - Atur posisi semi
- Respon alergi menurun fowler
- Efek agen - Meconium - Buang secret pada
farmakologis (pada tempat spuntum
Situsional neonatus) 3. Edukasi
- Merokok aktif menurun - Jelaskan tujuan dan

- Merokok pasif - Frekuensi prosedur batuk

- Terpajan polutan nafas efektif

Gejala dan tanda mayor membaik 4. Kolaborasi

Subjektif(tidak tersedia) Pola nafas membaik - Kolaborasi

Objektif pemberian

- Batik tidak efektif mukolitik atau


ekspektora, jika
- Tidak mampu
perlu
batuk
Manajemen jalan nafas
- Sputum berlebih
1. Observasi
- Mengi,
- Monitor pola nafas
wheezingdan atau
(frekuensi,
ronkhi kering
kedalama, usaha
- Meconium dijalan
nafas)
nafas
- Monitor bunyi
(pada neonatus)
nafas tambahan
Gejala dan tanda minor
(mis, Gurgling,
Subjektif
mengi, wheezing,
- Dyspneu
ronkhi)
- Sulit bicara
2. Terapeutik
- Ortopea

17
Objektif - Posisikan semi
- Gelisah fowler
- Sianosis - Berikan obat
- Bunyi nafas hangat
menurun - Berikan oksigen
- Frekuensi napas 3. Edukasi
berubah - Anjurkan asupan
- Pola nafas berubah cairan 200 ml/hari,
Kondisi klinis terkait jika tidak
- Gullian bare kontaindikasi
syndrome - Ajarkan teknik
- Sclerosis multiple batuk efektif

- Myasthenia gravis 4. Kolaborasi

- Prosedur - Kolaborasi

diagnostic pemberian

- Depresi system brinkodilator,

saraf pusat ekspektoran,

- Cedera kepala mukoliti, jika perlu


Pemantauan respirasi
- Stroke
- Monitor frekuensi,
- Kuadriplegia
irama, kedalaman,,
- Sindrom aspirasi
dan upaya nafas
meconium
- Monitor pola
- Infeksi saluran
nafas(Seperti
nafas
bradipnea,
takipnea,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, ataksisk)
- Monitor saturasi
oksigen
- Auskultasi bunyi
nafas

18
- Palpasi
kesimetrisan
ekspansi paru
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray
thoraks
1. Terapeutik
- Atur interval
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
2. Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan

BAB III

LAPORAN KASUS

19
3.1 Resume

Tn.K umur 43 thn, jenis kelamin laki-laki, agama Islam, suku batak, pendidikan
SMA, Pekerjaan supir lintas alamat Jln. Madio Utomo gg Keluarga Kel. Sidorame
Kec.Medan Perjuangan. Penanggung jawab klien adalah Ny.S yang berumur 41 tahun
pekerjaan ibu rumah tangga hubungan keluarga sebagai Istri dari klien yang beralamat Jln.
Madio Utomo gg Keluarga Kel.Sidorame Timur Kec. Medan. Klien datang ke IGD pada
tanggal 3 November 2021 pukul 16:20 WIB dengan keluhan sesak napas disertai batuk,
demam dialami 3 hari, lemas, mual dengan diagnosa medis PPOK (penyakit paru obstruktif
kronis). Hasil pengkajian di dapat hasil ttv TD : 120/80, HR : 80 x/i RR: 30x/i, T: 38,1ºC.

hasil pemeriksaan analisa gas darah didapat Ph: 7.33 (normal 7.35-7.45), PCO2: 33.8
mmHg (normal 35-45), PO2 163 mmhg (normal 80-105), HCO3: 18.2 mmol/L (normal 22-
26), CO2 Total 19.2 mmol/L, (normal 23-27) , Base Excess -7.9 mmHg (normal -2 -3).
berdasarkan hasil darah lengkap di dapat leukosit 20.0/ul (normal 4-11). Berdasarkan hasil
elektrolit lengkap di dapat natrium : 131 mmol/L (normal 135-150), clorida 94 mmol/L (96-
108). Terapi yang diberikan saat di IGD IVFD RL 20 tts/ menit, levofloxasin 500 gr/24 jam,
inj. merofenem 1gr/12 jam, nebul ventolin+pulmikot/8 jam, inj methilprednisolon 62,0
gram/12 jam, inj ranitidine 1 amp/12 jam, dan paracetamol 3x1.. Sumber informasi tentang
klien di peroleh dari klien. Setelah itu klien dipindahkan keruang Tulip pada tanggal 3
November 2021 pukul 20:30 wib

Hasil pengkajian tanggal 4 November 2021 jam 11.00 WIB : klien mengeluhkan
sesak nafas dengan TD : 110/70 mmHg, frekwensi nadi : 80x/i, frekwensi nafas 24x/I, temp :
37,50C. Klien mengatakan sering batuk tapi sulit mengeluarkan dahak. pola istirahat tidur saat
ini klien mengatakan kesulitan untuk tidur karena batuk dimalam hari, dan tidak dapat
beristirahat dengan baik dan sering terbangun saat tidur dimalam hari. Berdasarkan riwayat
kesehatan masalalu, klien memiliki riwayat Tb Paru. Klien perokok aktif. Dalam 1 hari klien
menghabiskan 1 ½ bungkus. Klien adalah pasien berulang. Klien pertama kali di rawat di RS
IPI Medan tahun 2014. Klien mendapat pengobatan anti Tuberculosis selama 6 bulan. Pada
tahun 2017,2018 dan 2019 klien masuk kembali dengan keluhan yang sama. Pada tanggal 3
November 2021 klien masuk kembali dengan keluhan batuk disertai sesak napas, demam
naik turun dialami 2 hari, nyeri ulu hati, lemas. Hasil pemeriksaan fisik: pola napas dengan
fase ekspirasi tidak efektif atau panjang dengan pernapasan dangkal, hiperresonan di dada

20
kiri, suara napas tambahan ronchi terjadi karena adanya sputum dan peningkatan sekresi
sputum.

terapi yang di berikan IVFD RL 20 tts/menit , levofloxasin 500 gr/24 jam, inj
merofenem 1gr/12 jam, nebul ventolin+pulmikot/8 jam, inj metilprednisolon 62,0 gr/12 jam,
inj ranitidine 1 amp/12 jam, salbutamol 3x2 mg, retapyl syr 2x ½ jam, novalgin 1 amp 1x/ 8
jam, dan paracetamol 3x1 dengan Ttv : TD:120/80, HR : 80 x/i RR: 30x/i, T: 38,1ºC.

3.2 Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

Merokok, polusi udara


1 DS: - Klien mengatakan Bersihan jalan
Asap mengiritasi jalan nafas
. sering batuk dan sulit nafas tidak efektif
Hipersekresi
untuk mengeluarkan
lender/inflamasi
sputum.
Fungsi silia
- Klien mengatakan Menurun
sesak nafas

Produksi sputum meningkat


DO: - Batuk(+)

- Sputum (+) Batuk berdahak

- Suara nafas
tambahan : ronchi Bersihan jalan nafas tidak
efektif
- frekwensi nafas
24x/

Batuk di malam hari


2 DS: - klien Gangguan pola
mengatakan tidur
kesulitan untuk Terbangun pada malam hari
tidur karena batuk
dimalam hari

21
- klien mengatakan Sulit untuk tidur kembali
tidak dapat
beristirahat dengan Gangguan pola tidur
baik dan sering
terbangun saat
tidur dimalam hari
DO:- frekwensi napas :
24x/i
- klien terpasang
oksigen nasal kanul

3 DS : - klien mengatakan Ketidakseimbangan antara Intoleransi


tidak bisa beraktifitas suplai dan kebutuhan aktivitas
oksigen
terlalu lama dan berlebihan

Tirah baring
DO : - klien tampak sesak

- Klien tampak Kelemahan


berbaring ditempat
tidur Imobilitas

- Klien tampak
lemah
Intoleransi aktivitas

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi sputum meningkat d/d klien
mengatakan sulit batuk dan susah mengeluarkan sputum.

22
2. Gangguan pola tidur b/d batuk yang menetap d/d klien mengatakan kesulitan untuk
tidur karena batuk dimalam hari, klien mengatakan tidak dapat beristirahat dengan
baik dan sering terbangun saat tidur dimalam hari, frekwensi napas : 24x/i, klien
terpasang oksigen nasal kanul.
3. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
d/d klien mengatakan tidak bisa beraktifitas terlalu lama dan berlebihan

23
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan
Nama klien: Tn.K Umur: 43 Tahun Ruang: Tulip

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Setelah dilakukan tindakan Lakukan fisioterapi dada


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d produksi
keperawatan selama 1x24 dan latihan batuk efektif
sputum meningkat d/d klien mengatakan sulit
jam,maka bersihan jalan nafas Tindakan :
batuk dan susah mengeluarkan sputum.
meningkatk Observasi
Kriteria hasil: - Identifikasi
- Batuk efektif meningkat kemampuan batuk
- Produksi sputum menurun - Monitor adanya
- Mengi menurun retensi sputum
- Wheezing menurun Terapeutik

- Meconium (pada - Berikan posisi semi

neonatus) menurun fowler

- Frekuensi nafas membaik - Buang secret pada

Pola nafas membaik tempat spuntum


- Berikan air hangat
Edukasi
- Jelaskan tujuan
dilakukannya
24
fisioterapi dada
- Jelaskan tujuan dan
prosedur batuk
efektif
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter
pemberian terapi
-

2. Gangguan pola tidur b/d batuk yang menetap d/d Setelah dilakukan 1 x 24 jam Memfasilitasi Siklus tidur
klien mengatakan kesulitan untuk tidur karena keadekuatan kualitas dan dan terjaga teratur
batuk dimalam hari, klien mengatakan tidak dapat kuantitas tidur Tindakan:
beristirahat dengan baik dan sering terbangun saat Observasi
tidur dimalam hari, frekwensi napas : 24x/i, klien Kriteria hasil - Identifikasi pola
terpasang oksigen nasal kanul. - Keluhan sulit tidur aktivitas dan tidur
membaik - Identifikasi faktor
- Keluhan sering terbangun pengganggu tidur
teratasi Terapeutik
- Keluhan tidak puas tidur - Tetapkan jadwal
tidak ada lagi tidur rutin
- Keluhan pola tidur - Berikan klien posisi

25
berubah teratasi semi fowler untuk
- Kelihan istirahat dan tidak meningkatkan
cukup dapat teratasi kenyamanan
Edukasi
- Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian terapi

26
CATATAN PERKEMBANGAN
Inisaial nama: Tn.E No RM: Ruang:Tulip Hari/ tanggal :Kamis ,04 -11-2021

NO JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


DX

melakukan fisioterapi dada dan S: klien mengatakan


1
latihan batuk efektif sering batuk dan sulit
Tindakan : untuk mengeluarkan
Observasi sputum
- Mengidentifikasi kemampuan O:- batuk (+)
batuk - Suara napas
- Monitoring adanya retensi tambahan :
sputum ronchi
Terapeutik - RR : 24x/i
- memberikan posisi semi fowler A: Masalah teratasi
- memberikan air hangat sebagian
Edukasi P : Intervensi
- Menjelaskan tujuan dilanjutkan
dilakukannya fisioterapi dada - Ajarkan tehnik
- Menjelaskan tujuan dan batuk efektif
prosedur batuk efektif - Berikan posisi
Kolaborasi semi fowler
- berkolaborasi dengan dokter pemberian - Kolaborasi
terapi dengan dokter
pemberian terapi

2 Memfasilitasi Siklus tidur dan terjaga S:klien mengatakan


teratur kesulitan untuk tidur
Tindakan: karena batuk dimalam
Observasi hari

27
- Mengidentifikasi pola aktivitas - klien
dan tidur mengatakan
- Mengidentifikasi faktor tidak dapat
pengganggu tidur beristirahat
Terapeutik dengan baik dan
- Tetapkan jadwal tidur rutin sering terbangun
- Berikan klien posisi semi fowler saat tidur
untuk meningkatkan dimalam hari
kenyamanan O:
Kolaborasi - frekwensi napas :
Kolaborasi dengan dokter 24x/i
pemberian terapi - klien terpasang
oksigen nasal
kanul
A:
Gangguan pola tidur
belum teratasi
P:
Intervensi di lanjutkan
- Identifikasi pola
aktivitas dan
tidur
- Identifikasi
faktor
pengganggu
tidur

28
CATATAN PERKEMBANGAN
Inisaial nama: Tn.E No RM: Ruang: Hari/ tanggal : jumat,05 -11-2021

NO JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


DX

melakukan fisioterapi dada dan S: klien mengatakan


1
latihan batuk efektif batuk sekali- sekali
Tindakan : dan mengeluarkan
Observasi sputum
- Mengidentifikasi kemampuan O:- batuk (+)
batuk - RR : 27x/i
- Monitoring adanya retensi A: Masalah
sputum teratasi
Terapeutik sebagian
- memberikan posisi semi fowler P : Intervensi
- memberikan air hangat dilanjutkan
Edukasi - Identifikasi
- Menjelaskan tujuan kemampuan
dilakukannya fisioterapi dada batuk

- Menjelaskan tujuan dan - Monitor

prosedur batuk efektif adanya retensi


Kolaborasi sputum

- berkolaborasi dengan dokter pemberian - Kolaborasi

terapi dengan dokter


pemberian
terapi

2 Memfasilitasi Siklus tidur dan terjaga S:


teratur
- klien
Tindakan:
mengatakan

29
Observasi sudah dapat
- Mengidentifikasi pola aktivitas tidur
dan tidur - klien
- Mengidentifikasi faktor mengatakan
pengganggu tidur sudah dapat
Terapeutik beristirahat
- Tetapkan jadwal tidur rutin dengan baik
- Berikan klien posisi semi fowler dan tidak
untuk meningkatkan terbangun saat
kenyamanan tidur dimalam
Kolaborasi hari
Kolaborasi dengan dokter pemberian O:
terapi - frekwensi
napas : 24x/i
- klien terpasang
oksigen nasal
kanul
A:
Gangguan pola tidur
teratasi sebagian
P:
Intervensi di lanjutkan

30
DISCHART PLANNING

1. Rutin utuk mengkomsumsi obat


2. Rutin olahraga, bagi pasien PPOK
3. Ingatkan selalu klien mengenai persiapan oksigen agar selalu tersedia dirumah.
4. Anjurkan untuk klien agar selalu membawa inhaler saat berpergian jauh.

Pentingnya untuk menjaga inhaler agar untuk tetap bersih terutama pada bagian
mouthpiece berikut beberapa langkah yang dapat membantu kebersihan inhaler :

1. Lepaskan kaleng logam dari inhaler (jika inhaler anda adalah metered-dose)
2. Pastikan tidak ada benda yang menyumbat area tersebut.
3. Bilas dengan air hangat hanya pada mouthpiece dan tutupnya.
4. Biarkan mengering secara alami sepanjang malam (jangan menggunakan kain untuk
mengeringkannya)
5. Dipagi hari, pasanag kembali kaleng loham kedalamnya. Pasang tutupnya
6. Jangan bilas bagian lainnya

31
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) atau Chronic Obstruktif Pulmonary Desease
(COPD) merupakan suatu istolah yang sering di gunakan untuk sekelompok penyakit
paru-paru yang berlangsung lama dan di tandai oleh peningkatan resitensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran fatofisiologi utamanya. Ketiga penyakit yag membentuk satu
kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah asma bronkial, bronkitis kronis dan
emfisema paru-paru.

4.2 Saran
Sebagai perawat di harapkan mampu membuat asuhan keperawatan dengan baik terhadap
penderita penyakit saluran pernapasan termasuk PPOK. Oleh karena itu, perawat juga
harus mampu berperan sebagai pendidik dalam hal ini melakukan penyuluhan ataupun
memberikan edukasi kepada pasien maupun keluarga pasien terutama mengenai tanda
tanda, penanganan dan pencegahannya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet,Lynda Juall.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC


Nanda.2012-2014.Panduan Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.Jakarta: EGC

Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

Tarwoto & Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : Salemba Medika.

Wilkinson,Judith M.2011.Buku Saku Dignosis Keperawatan, Diagnosis NANDA,Intervensi


NIC ,Kreteria Hasil NOC Edisi 9.Jakarta: EGC

33

Anda mungkin juga menyukai