Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Diabetes Militus

2.1.1 Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai

berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan

berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,

disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop

elektron (Mansjoer dkk, 2007)

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetes

merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau

kedua-duanya.

2.1.2 Klasifikasi

Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American Diabetes Association’s

Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,

menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)

1. Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes

Melitus tergantung insulin (DMTI)

Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-

sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan


oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar

gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.

2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe

II.Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin

(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.

Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar

glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan

insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol

hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari

30 tahun dan pada mereka yang obesitas.

3. DM tipe lain

Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,

infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan

karakteristik gangguan endokrin.

4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)

Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap

diabetes.
2.1.3 Etiologi

1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)

a. Faktor genetik :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri

tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah

terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada

individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte

Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung

jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon

autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah

pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan

tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas,

sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin

tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan

destuksi sel β pancreas.

2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor

genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya

resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)


penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai

dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.Pada

awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja

insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor

permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang

meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien

dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan

reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat

reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi

penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system

transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam

waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada

akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk

mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit Indriastuti 2008). Diabetes

Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin

(DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang

merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih

ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat

timbul pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan

proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65

tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik

2.2.4. Patofisiologi

Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan

untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan

oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa

yang tidak terukur oleh hati.Di samping itu glukosa yang berasal dari

makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah

dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).

Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak

dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya

glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang

berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai

pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan

diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien

akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus

(polidipsia).

Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan

lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami

peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori.

Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal

insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan)

dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino

dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan
terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang

mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk

samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu

keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis

yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri

abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak

ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan

memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala

hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar

gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.

Diabetes tipe II.Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi

insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut,

terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi

intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk

menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.

Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya

glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang

disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi

akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-

sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin,

maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun

terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun

masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah

pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu

ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.Meskipun demikian,

diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut

lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik

(HONK).

Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang

berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.Akibat intoleransi glukosa yang

berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan

diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.Jika gejalanya dialami pasien,

gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,

iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit yang lama sembuh-sembuh,

infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat

tinggi).
2.2.5. Manifestasi Klinis

1. Diabetes Tipe I

- Hiperglikemia berpuasa
- Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- Keletihan dan kelemahan
- Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah,

hiperventilasi, nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran,

koma, kematian)

2. Diabetes Tipe II

- Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif


- Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,

poliuria, polidipsia,
- Luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan

kabur
- Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit

vaskular perifer)

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa

> 200 mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.


2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K

normal atau peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering

menurun.
6. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan

hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.


8. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
9. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal

sampai tinggi (Tipe II)


10. Urine: gula dan aseton positif
11. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya ISK, infeksi

pernafasan dan infeksi luka.

2.2.7. Komplikasi

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

1. Akut

1) Hipoglikemia dan hiperglikemia


2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,

penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah

kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,

retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf

otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth

and Brunner, 1990).


2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

1) Neuropati diabetic
2) Retinopati diabetic
3) Nefropati diabetic
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
a. Grade 0 : Tidak ada luka
b. Grade I : Kerusakan hanya sampai pada

permukaan kulit
c. Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d. Grade III : Terjadi abses
e. Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
f. Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai

bawah
distal

2.2.8. Penatalaksanaan

1. Medis

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas

insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya

komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe

DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi

hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada lima

komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu :

1) Diet

Syarat diet DM hendaknya dapat :

a. Memperbaiki kesehatan umum penderita

b. Mengarahkan pada berat badan normal


c. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati

diabetic

d. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan

penderita

e. Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

a. Jumlah sesuai kebutuhan

b. Jadwal diet ketat

c. Jenis : boleh dimakan / tidak

2) Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,

adalah :

 Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap

1 1/2 jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten

pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor

insulin dan meningkatkan sensivitas insulin dengan reseptornya.

 Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore

 Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen

 Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein

 Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka

latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru.

 Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah

karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.


3) Penyuluhan

Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan

kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media

misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan

sebagainya.

4) Obat

 Suntikan insulin subkutan

Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah

suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan

tergantung pada beberapa faktor antara lain :

5) Cangkok pankreas

Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup

saudara kembar identik.

2. Keperawatan

Pengkajian

Fokus utama pengkajian pada klien Diabetes Mellitus adalah

melakukan pengkajian dengan ketat terhadap tingkat pengetahuan dan

kemampuan untuk melakukan perawatan diri. Pengkajian secara rinci

adalah sebagai berikut


a. Pengkajian Primer

Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :

 Airway + cervical control

1) Airway

Lidah jatuh kebelakang (coma hipoglikemik), Benda asing/

darah pada rongga mulut

2) Cervical Control : -

 Breathing + Oxygenation

1) Breathing :

- Ekspos dada, Evaluasi pernafasan

- KAD : Pernafasan kussmaul

- HONK : Tidak ada pernafasan Kussmaul (cepat dan dalam)

2) Oxygenation : Kanula, tube, mask

 Circulation + Hemorrhage control

1) Circulation

- Tanda dan gejala schok

- Resusitasi: kristaloid, koloid, akses vena.

2) Hemorrhage control : -

 Disability : pemeriksaan neurologis è GCS

A : Allert : sadar penuh, respon bagus

V : Voice Respon : kesadaran menurun, berespon thd suara


P : Pain Respons : kesadaran menurun, tdk berespon thd

suara, berespon thd rangsangan nyeri

U :Unresponsive : kesadaran menurun, tdk berespon thd

suara, tdk bersespon thd nyeri

b. Pengkajian Sekunder

Pemeriksaan sekunder dilakukan setelah memberikan

pertolongan atau penenganan pada pemeriksaan primer.

Pemeriksaan sekunder meliputi :

1. AMPLE : alergi, medication, past illness, last meal, event

2. Pemeriksaan seluruh tubuh : Head to toe

3. Pemeriksaan penunjang : lebih detail, evaluasi ulang

Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari

200mg/dl). Biasanya, tes ini dianjurkan untuk pasien yang

menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

2. Gula darah puasa normal atau di atas normal.

3. Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

4. Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

5. Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat

menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan

propensitas pada terjadinya aterosklerosis.


Anamnese

a. Keluhan Utama

Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas

pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,

polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala

b. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,

KAD/ HONK), penyebab terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik,

KAD/ HONK) serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk

mengatasinya.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang

ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.

Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa

digunakan oleh penderita.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang

penyakit, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan

anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,


pembedahan, trauma, infeksi, penyakit) atau terapi obat

(glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).


e. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.

f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia,

polifagia, penurunan berat badan, pruritus vulvular, kelelahan,

gangguan penglihatan, peka rangsang, dan kram otot. Temuan ini

menunjukkan gangguan elektrolit dan terjadinya komplikasi

aterosklerosis.

g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan

diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah komplikasi.

Diagnosa yang Mungkin Muncul

1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan

perifer)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.

ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)

3. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b.d.

kelebihan intake nutrisi (tipe 2)

4. Defisit Volume Cairan b.d Kehilangan volume cairan secara aktif,

Kegagalan mekanisme pengaturan

5. PK: Hipoglikemia
PK: Hiperglikemi

6. Perfusi jaringan tidak efektif b.d hipoksemia jaringan.


Rencana Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)


1 Nyeri akut berhubungan NOC: Manajemen nyeri :
dengan agen injuri biologis - Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
(penurunan perfusi jaringan - Nyeri terkontrol durasi, frekuensi, kualitas dan presipitasi.
perifer) - Tingkat kenyamanan 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
selama 3 x 24 jam, klien dapat : klien sebelumnya.
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator : 4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
- Mengenal faktor-faktor penyebab pencahayaan, kebisingan.
- Mengenal onset nyeri 5. Kurangi presipitasi nyeri.
- Tindakan pertolongan non 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
farmakologi 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengatasi
- Menggunakan analgetik nyeri.
- Melaporkan gejala-gejala nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
kepada tim kesehatan. 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
- Nyeri terkontrol 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan berhasil.
indikator: 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
- Melaporkan nyeri
- Frekuensi nyeri Administrasi analgetik :.
- Lamanya episode nyeri 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
- Ekspresi nyeri; wajah 2. Cek riwayat alergi.
- Perubahan respirasi rate 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
- Perubahan tekanan darah 4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
- Kehilangan nafsu makan 5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Food and Fluid Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh Intake 1. Monitor intake makanan dan minuman yang dikonsumsi klien setiap hari
b.d. ketidakmampuan - Intake makanan peroral yang 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan dengan
menggunakan glukose (tipe 1) adekuat berkolaborasi dengan ahli gizi
- Intake NGT adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan vitamin C
- Intake cairan peroral adekuat 4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
- Intake cairan yang adekuat 5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
- Intake TPN adekuat 6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral

3 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management


lebih dari kebutuhan tubuh - Kalori 1. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan budaya serta faktor
b.d. kelebihan intake nutrisi - Protein hereditas yang mempengaruhi berat badan.
(tipe 2) - Lemak 2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
- Karbohidrat 3. Kaji berat badan ideal klien
- Vitamin 4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
- Mineral 5. Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan berat badan.
- Zat besi 6. Timbang berat badan setiap hari.
- Kalsium 7. Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan nutrisinya
4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: NIC :
Kehilangan volume cairan - Fluid balance Fluid management
secara aktif, Kegagalan - Hydration 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
mekanisme pengaturan - Nutritional Status : Food and 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Fluid Intake 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
Kriteria Hasil : tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
- Mempertahankan urine output 4. Monitor vital sign
sesuai dengan usia dan BB, BJ urine 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
normal, HT normal 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
- Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 7. Monitor status nutrisi
dalam batas normal 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
- Tidak ada tanda tanda dehidrasi, 9. Dorong masukan oral
Elastisitas turgor kulit baik, membran 10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
mukosa lembab, tidak ada rasa haus 11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
yang berlebihan 12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep 2x24 jam Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi diharapkan perawat akan menangani dan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
meminimalkan episode hipo/ 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit
hiperglikemia. dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung,
ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit
sampai kadar gula darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk diet
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl,
pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan,
pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap
atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada
urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu
pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak efektif NOC : NIC :
b.d hipoksemia jaringan. - Circulation status Peripheral Sensation Management (Manajemen sensasi perifer)
- Tissue Prefusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
Kriteria Hasil : panas/dingin/tajam/tumpul
- Mendemonstrasikan status sirkulasi 2. Monitor adanya paretese
- Tekanan systole dandiastole dalam 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
rentang yang diharapkan 4. Gunakan sarung tangan untuk proteksi
- Tidak ada ortostatikhipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
- Tidak ada tanda tanda peningkatan 6. Monitor kemampuan BAB
tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 7. Kolaborasi pemberian analgetik
mmHg) 8. Monitor adanya tromboplebitis
- Mendemonstrasikan kemampuan 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
kognitif yang ditandai dengan:
- Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
- Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
- Memproses informasi
- Membuat keputusan dengan
benar

Anda mungkin juga menyukai