Anda di halaman 1dari 20

A.

KONSEP TEORI DIABETES MELITUS


1. DEFINISI
Diabetes berasal dari bahasa yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
(siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes mellitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang
banyak dengar kadar glukosa tinggi. Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia
yang ditandai denganketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative
insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009).
Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada
membrane basalis dalam Pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer dkk,
2007).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karateristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin atau kedua-duanya.
Diabetes mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dar kehilangan toleransi
terhadap glukosa (Rab, 2008).
DM merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart, 2002).

2. ETIOLOGI
a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
1) Factor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah te rjadinya diabetes
tipe I. kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang mewakili tipe
antigen HLA (Human leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertaggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Factor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan abnormal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Factor lingkungan
Faktir esternal yang dapat memicu destruksi sel beta pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel B pancreas.
b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan ddalam sekresi insulin
maupun kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport
glukosa menembus membrane sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jimlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang lama dan meningkatkan sekresi insulin tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995).
Diabetes mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
bergantung insulin (DMTT) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes
yang lebih ringan terutama dijumpai pada orang dewasa tetapi terkadang dapat
timbul padsa masa kanak-kanak. Factor resiko yang berhubungan dengan p roses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah :
1) Usia (resitensi urin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Mellitus tipe I
Pada diabetes mellitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksiglukosa yang tidak teratur
oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi
psprandal (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieksresikan kedalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolik yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsia).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak
yang meneybabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimoan) dan
gluconeogenesis (pembentukan glukosa barudari asam amino dan substansi lain).
Namunpada penserita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemi. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak.badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventalasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkanperubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolik sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
b. Diabetes Mellitus tipe II
Pada diabetes tipe II dapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terkait dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mempu
mengimbangi peningkatkan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih teerdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demiakian, diabetes tipe II yang tidak terkotrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemi
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progesf, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringam dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau peradangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sanggat tinggi).

4. PATHWAY

5. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American diabetes Association’s Expert
Commite on the diagnose and Classification of Daibetes Melitus, menjabar 4 kategori
utama diabetes, yaitu :
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus
Tergantung Insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetesadalah tipe I. Sel-sel
beta dari pancreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) / Diabetes
mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
90-95 % penderita diabetes adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensivitas terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatanpertama adalah dengan dan olahraga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetic, penyakit pankreasm(trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibody, sindrom penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
d. Diabetes kehamilan : Gestasional Duabetes Melitus (GDM)

6. MANIFESTASI KLINIS
a. Diabetes Mellitus tipe I
Menurut Smeltzer & Bare (2002), tanda dan gejala penderita DM tipe II
sebagai berikut :
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Peningkatan frekuensi buang air (poliuria)
3) Peningkatan rasa lapar (polifagia)
4) Peningkatan rasa haus (polidipsia)
5) Keletihan dan kelemahan
6) Ketoasidosis diabetic (mual, nyeri abdomen,muntah, hiperventilasi, ada
perubahan tingkat kesadaran).
b. Diabetes Mellitus tipe II
Menurut Smeltzer & Bare (2002), tanda dan gejala penderita DM tipe II
sebagai berikut :
1) Peningkatan frekuensi buang air (poliuria)
2) Peningkatan rasa lapar (polifagia)
3) Peningkatan rasa haus (polidipsia)
4) Kehilangan tenaga dan merasa tidak fit
5) Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
6) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif.
7) Luka pada kulit memerlukan waktu kesembuhan yang lama

7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic Menurut Smeltzer & Bare (2008), dapat dilakukan antara
lain :
a. Glukosa darah
Gula darah puasa >130 ml/dl, tes toleransi glukosa >200 mg/dl, 2 jam setelah
pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum, meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/l
e. Eletrolit Na mungkin normal, meningkat atau menurun. Ka normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri, menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3.
g. Trombosit darah
Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin, mungkin meningk atatau normal.
i. Insulin darah, mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II).
j. Urine, gula atau seton positif
k. Kultur dan sensitivitas, kemungkinan adanya ISK, infeksi pernapasan dan
infeksi luka.

8. KOMPLIKASI
Komplikasi DM menurut Black (2014) yaitu sebagai berikut :
a. Komplikasi DM akut
1) Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel karena
kurangnya insulin. Tanpa kesediaannya KH untuk bahan bakar sel, mengubah
simpanan glikogennya kembali ke glukosa (glikogenesis) dan
meningkatkan biosintesis glukosa (gluconeogenesis).
2) Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis.
Sindrom hiperglikemia hyperosmolar nonketosis (hyperglycemic
hyperosmolar nonketotic syndrome [HHNS]) adalah varian ketoasidosis
diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstern (600 – 2.000 mg/dl),
dehidrasi nyata, ketourinaria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak ada
asidosis.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi
hipoglikemia) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai di dalam
klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan insulin atau obat oral. Kadar
glukosa darah yang tepat pada klien mempunyai gejala hipoglikemia
bervariasi, tapi gejala itu tidak terjadi sampai kadar glukosa darah < 50 – 60
mg/dl.
4) Gangguan hipoglikemia lain.
Gejala lain perubahan mekanisme melawan regulator dalam DM tipe 1
adalah tidak menyadari hipoglikemia, hipoglikemia dengan hiperglikemia
pantulan (efek somogyi), dan fenomena subuh.
b. Komplikasi DM akut
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi coroner,
vascular perifer dan vascular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakir pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Control kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru dan infeksi saluran kemih.
5) Ulkus/gangrene/kai diabetic.

9. PENATALAKSANAAN
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM menurut, Setiati (2014) yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan

Prinsip diet DM, adalah :

1) Jumlah sesuai kebutuhan


2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti


pedoman 3 J yaitu:

1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi


atau ditambah.
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus
disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan
dengan menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR =
berat badan normal) dengan rumus :

BB (Kg)

BBR = X 100 %

TB (cm)-100

1) Kurus (underweight) BBR < 90 %


2) Normal (ideal) BBR 90% - 110%
3) Gemuk (overweight) BBR > 110%
4) Obesitas apabila BBR > 120%
 Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
 Obesitas sedang BBR 130% - 140%
 Obesitas berat BBR 140% - 200%
 Morbid BBR >200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari


untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah :

1) Kurus (underweight) BB X 40-60 kalori sehari


2) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk (overweight) BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
1) Meningkatkan kepekaan insulin, apabila dikerjakan setiap 1 jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensivitas insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembetukan glikogen baru.
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan
kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara
atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi
kelompok, dan sebagainya.
d. Obat-Obatan
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral
(OHO)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada
penderita dengan berat badan normal dan masih bisa
dipakai pada pasien yang berat badannya sedikit lebih.
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu
:
 Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
1. Menghambat absorpsi karbohidrat
2. Menghambat glukoneogenesis di hati
3. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
 Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin.
 Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler.
2. Insulin
a. Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10)DM dan underweight
11)DM dan penyakit Graves
b. Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
2) Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1–4
jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELITUS
1. PENGKAJIAN
a. Keluhan Utama
Cemas, lelah, anoreksia , mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien mungkin
berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuria, polidipsi, penglihatan yang kabur,
kelemahan dan sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit (coma Hipoglikemik, KAD/HONK),
penyebab terjadinya (coma hipoglikemik, KAD/HONK) serta upaya yang telah
dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan insulin misalnya penyakit prankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya factor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit, obesitas.
e. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas dan Istirahat
a) Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
b) Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
2) Sirkulasi
a) Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,
klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada
kaki, penyembuhan yang lama.
b) Tanda : takikardia, perubahan TD postural, nadi menurun, disritmia,
krekels, kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas ego
a) Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b) Tanda : ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
a) Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri
terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen, diare.
b) Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.
5) Makanan dan cairan
a) Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
b) Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi
abdomen, muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton.
6) Neurosensori
a) Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,
gangguan penglihatan.
b) Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan memori,
refleks tendon menurun, kejang.
7) Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi
dysritmia, krekel, DVJ (GJK).
8) Pernapasan
a) Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
sputum.
b) Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.
9) Seksualitas
Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.
10) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, anseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
11) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisiologis
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Ketidakstabilan Setelah dilakukan Manajemen Observasi
gula darah b.d tindakan keperawatan Hiperglikemia 1. Mengetahui kadar
resistensi insulin selama ...x 24 jam Observasi : glukosa darah
maka ketidakstabilan 1. Monitor kadar glukosa normal
gula darah membaik darah, jika perlu 2. Agar memberikan
KH : 2. Monitor tanda dan gejala medikasi yang
1. Kestabilan kadar hiperglikemia tepat dan sesuai
glukosa darah Terapeutik : Terapeutik
membaik 1. Berikan asupan cairan 1. Memenuhi
2. Lelah menurun oral kebutuhan cairan
3. Keluhan lapar Edukasi : pasien
menurun 1. Anjurkan kepatuhan Edukasi
4. Rasa haus terhadap diet dan olah 1. Kepatuhan
menurun terhadap diet dapat
raga mencegah
2. Ajarkan pengelolaan terjadinya
diabetes komplikasi
Kolaborasi : 2. Dengan
1. Kolaborasi pemberian mengetahui caraa
insulin pengelolaan
diabetes, makanan
dapat terkontrol
dan kesehatan
dapat terjaga
Kolaborasi
1. Pemberian insulin
dapat mengubah
gula menjadi energi
sehingga kadar
insulin dapat
digunakan kembali

2 Nyeri Akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri Observasi


Agen cedera tindakan Observasi : 1. Mengetahui daerah
fisiologis Keperawatan ...X 24 1. Identifikasi lokasi, nyeri, kualitas,
jam diharapkan nyeri karakteristik, durasi, intensitas, dan
menurun KH : frekuensi, intensitas nyeri
Tingkat nyeri kualitas,intensitas nyeri yang dirasakan
menurun 2. Identifikasi skala nyeri 2. Memberikan
Penyembuhan luka 3. Identifikasi faktor yang intervensi
membaik memperberat nyeri berdasarkan tingkat
Tingkat cidera Terapeutik : keparahan nyeri
menurun 1. Berikan teknik non yang dirasakan
farmakologis untuk 3. Mengantisipasi agar
mengurangi rasa nyeri nyeri yang
Edukasi: dirasakan tidak
1. Jelaskan penyebab dan bertambah berat
periode dan pemicu Terapeutik
nyeri 1. Mengurangi
2. Jelaskan strategi kemungkinan
meredakan nyeri terjadinya efek
3. Ajarkan teknik non merugikan dari
farmakologis untuk penggunaan
mengurangi nyeri analgetik
4. Anjurkan menggunakan Edukasi
analgetik secara tepat 1. Agar pasien dapat
Kolaborasi: mengenali dan
1. Kolaborasi pemberian menghindari hal
analgetik yang dapat memicu
terjadinya nyeri
2. Agar pasien dapat
mengontrol nyeri
3. Agar klien dapat
melakukan teknik
non farmakologis
secara mandiri
ketika merasakan
nyeri
4. Agar memberikan
efek yang maksimal
dalam mengurangi
nyeri
Kolaborasi
1. Pemberian analgetik
diberikan ketika
teknik non-
farmakologis tidak
efektif sehingga
perlu di
kombinasikan
dengan pemberian
anlgetik
3 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi Observasi
aktivitas b.d tintdakan 1. Mengetahui
Observasi
kelemahan keperawatan selama penyebab dari
...x 24 jam merasa kelelahan
1. Identifkasi gangguan
diharapkan toleransi 2. Untuk menjaga pola
fungsi tubuh yang
aktivitas meningkat dan jam tidur
mengakibatkan
menurun KH : 3. Untuk mengetahui
kelelahan
1. Frekuensi nadi lokasi dan
2. Monitor pola dan jam
meningkat ketidaknyamanan
tidur
2. Kemudahan dalam emlakukan
3. Monitor lokasi dan
dalam melakukan aktiitas
ketidaknyamanan
aktivitas sehari Terapeutik
selama melakukan
hari meningkat 1. Untuk menjaga
aktivitas
3. Kecepatan kenyamanan pasien
berjalan Terapeutik 2. Untuk dapat
meningkat menenangkan
1. Sediakan lingkungan
4. Kekuatan tubuh pasien
nyaman dan rendah
bagian bawah Edukasi
stimulus (mis. cahaya,
meningkat 1. Untuk menghindari
suara, kunjungan)
5. Keluhan lelah agar pasien tidak
2. Berikan aktivitas
menurun kelelahan
distraksi yang
6. Tekanan darah 2. Melakukan aktivitas
menyenangkan
membaik secara bertahap
untuk menghindari
Edukasi
kelelahan
Kolaborasi
1. Anjurkan tirah baring
1. Untuk memenuhi
2. Anjurkan melakukan
kebutuhan energi
aktivitas secara bertahap
bagi tubuh

Kolaborasi

1. Kolaborasi dengan ahli


gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan
DAFTAR PUSTAKA

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik, (Edisi 1) Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI

Shadine,M,2010. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus. Jakarta : Penebit Keenbooks

Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC

Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Mediaq

Anda mungkin juga menyukai