2. ETIOLOGI
a. Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)
1) Factor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi
suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah te rjadinya diabetes
tipe I. kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang mewakili tipe
antigen HLA (Human leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertaggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Factor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan abnormal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya
seolah-olah sebagai jaringan asing.
3) Factor lingkungan
Faktir esternal yang dapat memicu destruksi sel beta pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat dapat
memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel B pancreas.
b. Diabetes Mellitus Tak Tergantung Insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan ddalam sekresi insulin
maupun kerja insulin.
Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan
sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transport
glukosa menembus membrane sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan
dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jimlah tempat reseptor yang responsive insulin pada membrane sel.
Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin
dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang lama dan meningkatkan sekresi insulin tetapi pada akhirnya
sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan
euglikemia (Price, 1995).
Diabetes mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak
bergantung insulin (DMTT) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk diabetes
yang lebih ringan terutama dijumpai pada orang dewasa tetapi terkadang dapat
timbul padsa masa kanak-kanak. Factor resiko yang berhubungan dengan p roses
terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah :
1) Usia (resitensi urin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun).
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik
3. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes Mellitus tipe I
Pada diabetes mellitus tipe I terdapat ketidakmampuan untuk
menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produksiglukosa yang tidak teratur
oleh hati. Disamping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan
dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemi
psprandal (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieksresikan kedalam urine, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolik yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotic. Sebagai
akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami
peningkatan dalam berkemih (polyuria) dan rasa haus (polidipsia).
Difisiensi insulin juga akan menganggu metabolisme protein dan lemak
yang meneybabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimoan) dan
gluconeogenesis (pembentukan glukosa barudari asam amino dan substansi lain).
Namunpada penserita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan
dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemi. Disamping itu akan terjadi
pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang
merupakan produk samping pemecahan lemak.badan keton merupakan asam yang
menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventalasi, nafas berbau aseton dan bila
tidak ditangani akan menimbulkanperubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolik sesuai kebutuhan akan
memperbaiki dengan cepat kelainan metabolic tersebut dan mengatasi gejala
hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula
darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
b. Diabetes Mellitus tipe II
Pada diabetes tipe II dapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terkait dengan reseptor tersebut terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang
normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mempu
mengimbangi peningkatkan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi
insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih teerdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demiakian, diabetes tipe II yang tidak terkotrol
dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemi
hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progesf, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringam dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau peradangan yang kabur
(jika kadar glukosanya sanggat tinggi).
4. PATHWAY
5. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh American diabetes Association’s Expert
Commite on the diagnose and Classification of Daibetes Melitus, menjabar 4 kategori
utama diabetes, yaitu :
a. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Mellitus
Tergantung Insulin (DMTI).
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetesadalah tipe I. Sel-sel
beta dari pancreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
b. Tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) / Diabetes
mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
90-95 % penderita diabetes adalah tipe II. Kondisi ini diakibatkan oleh
penurunan sensivitas terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah
pembentukan insulin. Pengobatanpertama adalah dengan dan olahraga, jika
kenaikan kadar glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat
hipoglikemik (suntikan insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat
mengontrol hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia
lebih dari 30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
c. DM tipe lain
Karena kelainan genetic, penyakit pankreasm(trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibody, sindrom penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
d. Diabetes kehamilan : Gestasional Duabetes Melitus (GDM)
6. MANIFESTASI KLINIS
a. Diabetes Mellitus tipe I
Menurut Smeltzer & Bare (2002), tanda dan gejala penderita DM tipe II
sebagai berikut :
1) Hiperglikemia berpuasa
2) Peningkatan frekuensi buang air (poliuria)
3) Peningkatan rasa lapar (polifagia)
4) Peningkatan rasa haus (polidipsia)
5) Keletihan dan kelemahan
6) Ketoasidosis diabetic (mual, nyeri abdomen,muntah, hiperventilasi, ada
perubahan tingkat kesadaran).
b. Diabetes Mellitus tipe II
Menurut Smeltzer & Bare (2002), tanda dan gejala penderita DM tipe II
sebagai berikut :
1) Peningkatan frekuensi buang air (poliuria)
2) Peningkatan rasa lapar (polifagia)
3) Peningkatan rasa haus (polidipsia)
4) Kehilangan tenaga dan merasa tidak fit
5) Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
6) Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif.
7) Luka pada kulit memerlukan waktu kesembuhan yang lama
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic Menurut Smeltzer & Bare (2008), dapat dilakukan antara
lain :
a. Glukosa darah
Gula darah puasa >130 ml/dl, tes toleransi glukosa >200 mg/dl, 2 jam setelah
pemberian glukosa.
b. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas, kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum, meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/l
e. Eletrolit Na mungkin normal, meningkat atau menurun. Ka normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
f. Gas darah arteri, menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3.
g. Trombosit darah
Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi merupakan
respon terhadap stress atau infeksi.
h. Ureum/kreatinin, mungkin meningk atatau normal.
i. Insulin darah, mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II).
j. Urine, gula atau seton positif
k. Kultur dan sensitivitas, kemungkinan adanya ISK, infeksi pernapasan dan
infeksi luka.
8. KOMPLIKASI
Komplikasi DM menurut Black (2014) yaitu sebagai berikut :
a. Komplikasi DM akut
1) Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetic
Hiperglikemia akibat saat glukosa tidak dapat diangkut kedalam sel karena
kurangnya insulin. Tanpa kesediaannya KH untuk bahan bakar sel, mengubah
simpanan glikogennya kembali ke glukosa (glikogenesis) dan
meningkatkan biosintesis glukosa (gluconeogenesis).
2) Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosis.
Sindrom hiperglikemia hyperosmolar nonketosis (hyperglycemic
hyperosmolar nonketotic syndrome [HHNS]) adalah varian ketoasidosis
diabetik yang ditandai dengan hiperglikemia ekstern (600 – 2.000 mg/dl),
dehidrasi nyata, ketourinaria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak ada
asidosis.
3) Hipoglikemia
Hipoglikemia (juga dikenal sebagai reaksi insulin atau reaksi
hipoglikemia) adalah ciri umum dari DM tipe 1 dan juga dijumpai di dalam
klien dengan DM tipe 2 yang diobati dengan insulin atau obat oral. Kadar
glukosa darah yang tepat pada klien mempunyai gejala hipoglikemia
bervariasi, tapi gejala itu tidak terjadi sampai kadar glukosa darah < 50 – 60
mg/dl.
4) Gangguan hipoglikemia lain.
Gejala lain perubahan mekanisme melawan regulator dalam DM tipe 1
adalah tidak menyadari hipoglikemia, hipoglikemia dengan hiperglikemia
pantulan (efek somogyi), dan fenomena subuh.
b. Komplikasi DM akut
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
1) Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi coroner,
vascular perifer dan vascular serebral.
2) Mikrovaskular (penyakir pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati)
dan ginjal (nefropati). Control kadar glukosa darah untuk memperlambat atau
menunda awitan baik komplikasi mikrovaskuler maupun makrovaskuler.
3) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
4) Rentan infeksi, seperti tuberculosis paru dan infeksi saluran kemih.
5) Ulkus/gangrene/kai diabetic.
9. PENATALAKSANAAN
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM menurut, Setiati (2014) yaitu:
a. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm)-100
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan resistensi insulin
b. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen cedera fisiologis
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Kolaborasi
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, (Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta:
Trans Info Mediaq