Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MILETUS

SUKMA NURHAYATI
NIM. 2302032323

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2023
BAB 1

DIABETES MELITUS

1. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS


A. DFINISI
Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”
( siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit
diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak
dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang
ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2019).
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik
pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi  pada membran basalis dalam
pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2017)
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2015, diabetes merupakan
suatu kelompok panyakit metabolic dengan karakteristik  hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Diabetes Mellitus adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi
terhadap glukosa (Rab, 2018).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kelainan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi
insulin atau akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, S.C., 2015).

B. KLASIFIKASI
Dokumen konsesus tahun 1997 oleh  American   Diabetes Association’s Expert
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus, menjabarkan 4
kategori utama diabetes, yaitu (Corwin, 2019) :
1. Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan oleh
proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk  mengontrol kadar gula
darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2. Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes Mellitus
tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin (resisten
insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin. Pengobatan
pertama adalah dengan diit dan olah Pengobatan pertama adalah dengan diit
dan olah raga, jika kenaikan kadar  , jika kenaikan kadar  glukosa darah
menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan insulin
dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol hiperglikemia). Terjadi
paling sering pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun dan pada orang yang
obesitas.
3. DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan karakteristik
gangguan endokrin.
4. Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
betes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM) Diabetes yang terjadi
pada wanita hamil yang sebelumnya tidak  mengidap diabetes.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetik :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditentukan pada   individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte  Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggungjawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pankreas, sebagai contoh hasil
penyelid hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus ikan menyatakan bahwa
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel β pancreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
a. Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui faktor  genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin
b. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin
maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada
reseptor-reseptor  permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler
yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien
dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal
ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif
insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi  penggabungan abnormal antara
komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan
sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tetapi pada
akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai   untuk
mempertahankan euglikemia (Price, 1995 cit  Indriastuti 2018). Diabetes Melitus
tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak  tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes  Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok
heterogen   bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada
orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
c. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya
adalah:
1) Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik 

D. PATOFISIOLOGI
1. Diabetes tipe I
Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk  menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh   proses. autoimun. Hiperglikemi
puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang    berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini akan disertai  pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan.
Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi  pemecahan
lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi dan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang
diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen,
mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin
bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis.
Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan
komponen terapi yang penting.

2. Diabetes tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.    Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi   pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi iresistensi
insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat
peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi toleransi  
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang  berlebihan   dan
kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak  mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar  glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe
II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II,
namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan   lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik  hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang  berusia
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang  berlangsung
lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami   pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka
pada kulit yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadar  glukosanya sangat tinggi).
E. PATWAY
F. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada pasien DM menurut Wijaya & Yessie
(2013) yaitu:

a. Poliuria (peningkatan pengeluaran urine)


Gejala yang paling utama yang dirasakan oleh setiap pasien. Jika konsentrasi glukosa
dalam darah tinggi, ginjal tidak mampu menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika
glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis
osmosis. Sebagai akibat dari kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien
akan mengalami peningkatan dalam berkemih ( poliuria).
b. Polidipsia
Peningkatan rasa haus akibat volume urine yang besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel
karena air intrasel akan derdisfusi keluar mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma hipertonik. Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antideuretik
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar) diakibatkan habisnya cadangan gula didalam tubuh
meskipun kadar gula darah tinggi
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan darah pada pasien diabetes lama,
katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
e. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati Pada penderita DM regenerasi sel
persyarafan mengalami gangguan akibat kurangnya  bahan dasar utama yang berasal
dari unsur. protein. Akibat banyak persyarafan terutama perifer mengalami
kerusakan.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2017), menjelaskan bahwa
pemeriksaan  pemeriksaan penunjang penunjang atau diagnosis diagnosis klinis DM
ditegakkan ditegakkan bila ada gejala khas DM  berupa  polyuria (peningkatan
pengeluaran urine),  polydipsia (peningkatan rasa haus) ,  polifagia (peningkatan rasa
lapar) dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan  penyebabnya. Jika terdapat
gejala khas, maka pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu:
1. Pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat
ditegakkan.
2. Pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) ≥ 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk
pedoman diagnosis DM.
3. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1C) merupakan pemeriksaan tunggal yang
sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna pada semua
tipe  penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan
kendali glikemik.
4. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM.
Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal
penanganan,  penanganan, pemeriksaan pemeriksaan selanjutnya merupakan
pemantauan terhadap berhasilan  pengendalian.
5. Untuk pasien tanpa gejala khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah abnormal satu
kali saja belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM Diperlukan investigasi
lebih lanjut yaitu:
1) Pemeriksaan GDP ≥  126 mg/dl, GDS ≥  200 mg/dl pada hari yang lain
2) Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ≥ 200 mg/dl.
H. PENATALAKSANAAN
1. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) / Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfani lurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan,
menurunkan ambang sekresi insulin dan meningkatkan sekresi insulin sebagai
akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada
penderita dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien yang
berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang
dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu :
a) Biguanida pada tingkat pre reseptor → ekstra pankreatik 
 Menghambat absorpsi karbohidrat
 Menghambat glukoneogenesis di hati
 Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin:
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3) DM kehamilan
4) DM dengan gangguan faal hati yang berat
5) DM dangan gangguan infeksi akut (selulit selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DM
8) DM operasi
9) DM patah tulang
10) DM dan under weight
11) DM dan penyakit graves
Beberapa cara pemberian insulin

1) Suntikan insulin subkutan


Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam, sesudah suntikan
subkutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor
antara lain :
a) Cangkok pancreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok adalah segmental dari donor hidup saudara
kembar identik 
2. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat :
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
4) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
5) Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah :
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan / tidak 
c. Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti  pedoman 3 J
yaitu:
1) Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) Jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
3) Jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung  Percentage of Relative Body
Weight ( BBR = berat badan normal) dengan rumus :
a. Kurus (under weight ) BBR < 90 %
b. Normal (ideal) BBR 90% - 110% BBR 90% - 110%
c. Gemuk (overweight ) BBR > 110%
d. Obesitas apabila BBR > 120%
1) Obesitas ringan BBR 120 % - 130%
2) Obesitas sedang BBR 130% - 140%
3) Obesitas berat BBR 140% - 201%
4) Morbid BBR >201 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk  penderita DM yang
bekerja biasa adalah :

a. Kurus (underweight ) BB X 40-60 kalori sehari


b. Normal (ideal) Normal (ideal) BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk (overweight ) BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas apabila BB X 10-15 kalori sehari

3. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah :
a. Meningkatkan kepekaan insulin , apabila dikerjakan setiap 1 1/2  jam sesudah
makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada  penderita   dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensivitas
insulin dengan reseptornya.
b. Mencegah kegemukan bila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah suplai oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol – high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru.
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karen pembakaran
asam lemak menjadi lebih baik.
4. Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada  penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, video senam
diabetik,perawatan kaki diabetik , pemantauan gula darah dan sebagainya.

I. KOMPLIKASI

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada diabetes melitus tipe 2 akan
menyebabkan  berbagai  berbagai komplikasi. Komplikasi diabetes melitus melitus tipe 2
terbagi dua berdasarkan nama terjadinya, yaitu : komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Smeltzer dan Bare, 2016).

a. Komplikasi Akut
a) Ketoasidosis diabetik (KAD)
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang ditandai dengan
peningkatan kadar glukosa darah yang tinggi (300-600 mg/dL), mg/dL), disertai
dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma keton (+) kuat.
b) Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion
gap (PERKENI, 2017).
c) Hiperosmolar non ketotik (HNK) Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa
darah sangat tinggi (600- 1200 mg/dL), tanpa tanda dan gejala asidosis,
osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasmaketon (+/-),
anion gap normal atau sedikit meningkat (PERKENI, 2017).
d) Hipoglikemia Hipoglikemia ditandai dengan menurunya kadar glukosa darah
mg/dL. Pasien diabetes melitus yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Gejala hipoglikemia terdiri dari berdebar-
debar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan kesadaran
menurun sampai koma (PERKENI, 2017).
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
Komplikasi makrovaskular pada diabetes melitus terjadi akibat akteros
leorosis dari pembulu-pembulu darah besar, khususnya arteri akibat timbunan plat
ateroma.Makroangiopati tidak spesifik pada diabetes mellitus namun dapat timbul
lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. Berbagai studi epidemiologis  
menunjukan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan penderita
diabetes mellitus meningkat 4-5 kali dibandingkan orang normal. Komplikasi
makroangiopati umumnya tidak ada hubungan dengan control kadar gula darah
yang baik. Tetapi telah terbukti secara epidemiologi bahwa hiperinsulinemia
merupakan suatu factor resiko mortalitas kardiovaskular dimana peninggian kadar
insulin dapat menyebabkan terjadinya resiko kardiovaskular menjadi semakin
tinggi. Kadar insulin puasa >15 mU/mL akan meningkatkan resiko mortalitas
koroner sebesar 5 kali lipat. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar
antara lain adalah pembulu darah jantung atau penyakit jantung koroner,
pembuluh darah otak atau strok, dan penyakit pembuluh darah. Hiperinsulinemia
juga dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam
timbulnya komplikasi makrovaskular (Smeltzer dan Bare, 2016).

2) Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi mikrovaskular terjadi akibat penyumbatan pada pembuluh
darah kecil khususnya kapiler yang terdiri dari retinopati diabetik dan neprovati
diabetik.Retinopati diabetic dibagi dalam dua kelompok, yaitu retinopati non-
proliveratif  proliveratif dan retinopati pro-liveratif. Retinopati non-proliveratif 
merupakan stadium awal dengan ditandai adanya mikroaneorisma, sedangkan
retinopati proliveratif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh darah
kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksiaretina. Seterusnya, neprovati diabetik
adalah gangguan fungsi ginjal akibat kebocoran selaput penyaring darah.
Nefrovati diabetic ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0,5 gr/24 jam),
terdapat retinopati jam), terdapat retinopati dan hipertensi. Kerusakan ginjal yang
spesifik pada diabetes mellitus mengakibatkan perubahan fungsi penyaring,
sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat masuk kedalam kemih
seperti protein dapat masuk kedalam kemih (albumino (albuminoria). Akibat dari
neprovatik diabetic tersebut dapat menyebabkan kegagalan ginjal progresif dan
upaya  preventif pada nepropati nepropati adalah control metabolism dan control
tekanan darah (Smeltzer dan Bare, 2016).

3) Neuropati
Diabetes neurovatik adalah kerusakan saraf sebagai komplikasi serius
akibat diabetes mellitus.Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah
neuropati terifer, berupa hilangnya sensasi distal dan biasanya mengenai kaki
terlebih dahulu, lalu kebagian tangan. Neuropati beresiko tinggi untuk terjadinya
ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering dirasakan adalah kaki terasa terbakar
dan  bergetar   sendiri, dan lebih terasa sakit dimalam hari.Setelah hari.Setelah
diagnosis diabetes mellitus ditegakan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropatidistal. Apabila ditemukan adanya
polineuropati distal,   perawatan kaki yang memadai akan menurunkan resiko
amputasi. Semua    penyandang diabetes diabetes mellitus yang disertai neuropati
perifer harus diberikan diberikan edukasi perawatan kaki untuk mengurangi
resiko ulkus kaki (PERKENI, 2017).
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS

A. PENGKAJIAN
Adapun pengkajian Diabetes Melitus menurut Smelltzer, (2011). Yaitu
sebagai berikut:
1. Anamnese
a. Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis Kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomer register, tanggal masuk Rumah Sakit,
dan Diagnosa Medis
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/ tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
Badan terasa panas, mual, lemas dan nafsu makan menurun.
c. Riwayat Kesehatan
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas, adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah didapat
atau obat-obatan yang bisa digunakan oleh penderita
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita diabetes mellitus atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin missal hipertensi, jantung.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, emosi yang di alami oleh
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.

2. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tanda-tanda vital Yang terdiri dari tekanan darah, pernafasan, dan suhu
badan meningkat. Tubuh tampak lemah, tekanan darah dan pernafasan pada
pasien DM bisa tinggi maupun normal nadi dalam batas normal, sedangkan
suhu akan mengalami  perubahan jika  terjadi infeksi
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran dapat terganggu, rentak dari cenderung tidur,
disorientasi/bingung, sampai koma

3. Pemeriksaan Fisik Head to Toe


a. Kepala dan Muka
Kaji bentuk kepala keadaan rambut biasanya tidak terjadi  pembesaran kelenjar
tiroid, kelenjar getah bening
b. Mata
Mata cekung (penurunan cairan tubuh), anemis (penurunan oksigen ke
jaringan), konjungtiva pucat dan kering (Sukarmin, 2013)
c. Mulut dan Faring
Mukosa bibir kering (penurunan cairan intrasel mukosa), bibir   pecah-pecah,  
lidah kotor, bau mulut tidak sedap (penurunan hidrasi hidrasi  bibir dan
personal hygiene) (Sukarmin, 2013).
d. Abdomen
- Inspeksi:
Keadaan kulit : warna, elastisitas, kering, lembab, besar  dan bentuk
abdomen rata atau menonjol. Jika pasien melipat lutut sampai dada sering
merubah posisi, menandakan pasien nyeri.
- Auskultasi:
Distensi bunyi usus sering hiperaktif selama  perdarahan,dan hipoaktif
setelah perdarahan.
- Perkusi:
Pada penderita gastritis suara abdomen yang ditemukan hypertimpani
(bising usus meningkat).
- Palpasi:
Pada pasien gastritis dinding abdomen tegang. Terdapat nyeri tekan pada
regio epigastik (terjadi karena distruksi asam lambung) (Doengoes, 2014)
e. Integumen
Warna kulit pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah),
kelemahan kulit/membran mukosa berkeringan (menunjukkan status syok,
nyeri akut, respon psikologik) (Doengoes, 2014).
4. Pemeriksaan kebutuhan
a. Aktivitas atau istirahat
Tanda:
1) Lemah, letih, susah bergerak/susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun
2) Takikardi, takipnea pada keadaan istirahat/daya aktivitas
3) Letargi/disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Adanya riwayat hipertensi: infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas, takikardia
2) Perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi yang menurun/ tidak
ada
3) Disritmia
c. Neurosensori
Gejala:
Pusing/ pening, gangguan pemglihatan, disorientasi, mengantuk, sakit kepala,
kesemutan pada otot, parestesia, gangguan memori.
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Darah meliputi: GDS >200mg/dl, gula darah puasa >120mg/dl,
dan 2 jam post prandial >200mg/dl
b. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa pada urine. Pepemriksaan dilakukan
dengan cara benedict(reduksi). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine: hijau (+), kuning (++). Merah (+++), dan merah bata (++++).
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017):
1. Resiko keseimbangan cairan
2. Resiko kekurangan nutrisi
3. Intoleransi Aktivitas

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


(SLKI) (SIKI)
1. Resiko keseimbangan Keseimbangan cairan manajemen cairan (I.03098)
cairan d.d (L.03020)
Observasi
meningkatnya suhu Definisi : Ekuilibrim antara
tubuh (D.0036) volume Cairan di ruang 1. Monitor status hidrasi
intraseluler dan ekstraselular (mis: frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral,
Definisi : tubuh.
pengisian kapiler,
Ekspektasi : meningkat kelembaban mukosa,
Beresiko mengalami
Setelah dilakukan tindakan turgor kulit, tekanan
penurunan, peningkatan darah)
keperawatan, tingkat
atau percepatan keletihan teratasi dengan 2. Monitor berat badan
kriteria hasil: harian
perpindahan cairan dari 3. Monitor berat badan
- Asupan cairan
intravaskuler, interstitial meningkat sebelum dan sesudah
- Output urin dialisis
atau intraseluler 4. Monitor hasil
meningkat
- Membrane mukosa pemeriksaan
lembab meningkat laboratorium (mis:
Faktor Risiko : hematokrit, Na, K, Cl,
- Edema menurun
1. Prosedur - Dehidrasi menurun berat jenis urin, BUN)
pembedahan mayor - Tekanan darah 5. Monitor status
2. Trauma/pembedahan membaik hemodinamik (mis:
3. Luka bakar - Frekuensi nadi MAP, CVP, PAP,
4. Aferesis membaik PCWP, jika tersedia)
5. Obstruksi intestinal - Kekuatan nadi
6. Peradangan pankreas membaik Terapeutik
7. Penyakit ginjal dan - Tekanan arteri rata-
kelenjar rata membaik 1. Catat intake-output dan
8. Disfungsi intestinal - Mata cekung hitung balans cairan 24
membaik jam
2. Berikan asupan cairan,
Kondisi Klinis Terkait - Turgor kulit sesuai kebutuhan
1. Prosedur membaik 3. Berikan cairan
pembedahan mayor - Tidak ada asistes intravena, jika perlu
2. Penyakit ginjal dan
- Mata cekung
kelenjar Kolaborasi
3. Perdarahan - Turgor kulit normal
4. Luka bakar 1. Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

2 Resiko defisit nutrisi Status nutrisi Manajemen nutrisi


(D.0056) (SLKI: L. 03030) (I. 03119)

Definisi : Defenisi: Keadekuatan asupan Definisi : mengidentifikasi


Beresiko mengalami nutrisi untuk memenuhi dan mengelola asupan
asupan nutrisi tidak nutrisi yang seimbang
kebutuhan metabolisme.
cukup untuk memenuhi
metabolisme Ekspetasi: membaik Tindakan
Observasi:
Faktor Risiko 1. Identifikasi status nutrisi
1. Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan 2. Identifikasi alergi dan
menelan makanan keperawatan, deficit nutrisi intoleransi makanan
2. Ketidakmampuan 3. Identifikasi kebutuhan
membaik dengan
mencerna makanan kalori dan Janis nutrient
3. Ketidakmampuan Kriteria hasil 4. Identifikasi perluhnya
mengabsorbsi 1. Porsi makan yang penggunaan selang
nutrien nasogastric
dihabiskan
4. Peningkatan 5. Monitoring asupan
kebutuhan 2. Kekuatan otot pengunyah makanan
metabolisme kekuatan otot menelan 6. Monitoring berat badan
5. Faktor ekonomi 7. Monitoring hasil
(mis. finansial tidak 3. keinginan untuk pemeliharaan
mencukupi) meningkatkan nutrisi laboratorium
6. Faktor psikologis
4. Pengetahuan tentang
(mis. stres, Terapeutik
keenganan untuk pilihan makanan yang 1. Lakukan oral hygiene
makan) sehat sebelum makan, jika
perlu
5. Pengetahuan tentang 2. Fasilitasi menentukan
Kondisi Klinis Terkait
minuman yang sehat pedoman diet.
1. Stroke 6. Pengetahuan tentang 3. Sajikan makanan secara
2. Parkinson menarik dan suhu yang
3. Mobius Syndrome standar asupan nutrisi sesuai
4. Celebral palsy yang tepat 4. Berikan makanan tinggi
5. Cleft lip serat untuk mencegah
7. Frekuensi makan konstipasi
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral membaik 5. Berikan makanan tinggi
scierosis kalori dan tinggi
8. Berat badan membaik
8. Kerusakan protein.
neuromuskular 9. Sikap terhadap 6. Berikan suplemen
9. Luka bakar makanan/minuman sesuai makanan, jika perlu.
10. Kanker 7. Hentikan pemberian
11. Infeksi dengan tujuan kesehatan makan melalui selang
12. AIDS nasogatrik jika asupan
13. Penyakit Crohn’s oral dapat ditoleransi.
14. Enterokolotis
15. Fibrosis kistik Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk,
jika perlu
2. Ajarkan diet yang di
programkan

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan (mis. Pereda
nyeri, antiametik), jika
perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
menentuhkan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu

3 Intoleransi Aktivitas TOLERASI AKTIVITAS TERAPI AKTIVITAS


b/d kelemahan (D.0056) (L.05047) (I.05186)
Definisi : Setelah dilakukan tindakan
Ketidakcukupan energi keperawatan, toleransi Observasi:
untuk melakukan aktivitas menigkat dengan 1. Identifikasi deficit
aktivitas sehari hari kriteria hasil : tingkat aktivitas
1. Frekuensi nadi 2. Identifikasi
Penyebab : meningkat kemampuan
1. Ketidakseimbangan 2. Kekuatan tubuh bagian berpartisipasi dalam
antara suplai dan atas dan bawah aktivotas tertentu
kebutuhan oksigen meningkat 3. Identifikasi sumber
2. Tirah baring 3. Keluhan lelah menurun daya untuk aktivitas
3. Kelemahan 4. Perasaan lemah yang diinginkan
4. Imobilitas menurun 4. Identifikasi strategi
5. Gaya hidup monoton 5. Tekanan darah meningkatkan
membaik partisipasi dalam
Gejala dan Tanda aktivitas
Mayor  Subjektif 5. Identifikasi makna
1. Dispnea saat/setelah aktivitas rutin (mis.
aktivitas bekerja) dan waktu
2. Merasa tidak nyaman luang
setelah beraktivitas 6. Monitor respon
3. Merasa lemah emosional, fisik,
social, dan spiritual
terhadap aktivitas

Terapeutik:
1. Fasilitasi focus pada
kemampuan, bukan
deficit yang dialami
2. Sepakati komitmen
untuk meningkatkan
frekuensi danrentang
aktivitas
3. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan social
4. Koordinasikan
pemilihan aktivitas
sesuai usia
5. Fasilitasi makna
aktivitas yang dipilih

Edukasi:
1. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
2. Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
3. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan ko , dan
kognitif, dalam
menjaga fungsi dan
kesehatan
4. Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
5. Anjurkan keluarga
untuk member
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu

5. IMPLEMENTASI
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi
(Tarwoto & Wartonah, 2015).

6. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan
status keadaan kesehatan dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah ditetapkan (Tarwoto &
Wartonah, 2015).

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA). 2018. Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus.
Diabetes Care.

Gillani, S. W., Sulaiman S.A., Abdul, M.I.M., & Saad S.Y. 2018. Aqualitative study to  Aqualitative
study to explore the explore the  perception and behavior  perception and behavior of
patients towards of patients towards diabetes management with physic diabetes
management with physical disability, al disability,  Diabetology & Metabolic
Syndrome. Biomed Central.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2017. Konsensus Pengendalian dan


Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2017 . Jakarta.

Smeltzer, S.C. dan Bare, B.G. 2016. Buku Ajar  Buku Ajar Keperawatan Medikal Keperawatan
Medikal Bedah Brunner & Bedah Brunner & Suddarth, Suddarth, edisi 8 . EGC : Jakarta

Price dan Wilson. 2017. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –  Proses Penyakit . EGC. Jakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik  Edisi 1. Cetakan III. Jakarta Selatan:Dewan Pengu  Edisi 1. Cetakan
III. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta Selatan:Dewan Pengurus Pusat PPNI

Wijaya, A dan Yessie M Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperaatan Dewasa
Teori dan Catatan Askep. Yogyakarta : Nuha Medika.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN


STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN DIANGNOSA DIABETES MELITUS DI
RUANG………… rsm ahmad dahlan kota Kediri

Anda mungkin juga menyukai