Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES

MELLITUS (DM)
A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah sekelompok gangguan metabolisme yang
ditandai oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan
kekurangan dalam produksi atau aksi insulin yang diproduksi oleh pankreas
di dalam tubuh. (Ullah & Khan, 2016).
B. Anatomi Fisiologi

1. Kelenjar Pankreas
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang agak panjang terletak
retroperitonial dalam abdomen bagian atas, di depan vertebrae lumbalis I
dan II. Kepala pankreas terletak dekat kepala duodenum, sedangkan
ekornya sampai ke lien (limpa). Pankreas mendapat darah dari arteri
lienalis dan arteri masenterika superior. Duktus pankreatikus bersatu
dengan duktus koledukus dan masuk ke duodenum, pankreas
menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar eksokrin.
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin bagian dari kelompok sel yang
membentuk pulau-pulau langerhans. Pulau-pulau langerhans berbentuk
oval tersebar di seluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta
pulau-pulau langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan,
setengah dari sel ini menyekresi hormon insulin.
Dalam tubuh manusia normal pulau langerhans menghasilkan empat
jenis sel:
a. Sel-sel A (alfa) sekitar 20-40% memproduksi glukagon menjadi factor
hiperglikemik, mempunyai anti-insulin aktif
b. Sel-sel B (beta) 60-80% fungsinya membuat insulin
c. Sel-sel D 5-15% membuat somatostasin
d. Sel-sel F 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida
Insulin merupakan protein kecil terdiri dari dua rantai asam amino,
satu sama lain di hubungkan oleh ikatan disulfide. Sebelum dapat
berfungsi ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar dalam
membrane sel. Sekresi insulin dikendalikan oleh kadar glukosa darah.
Kadar glukosa darah yang berlebihan akan merangsang sekresi insulin dan
bila kadar glukosa normal atau rendah maka sekresi insulin akan
berkurang.
2. Mekanisme kerja insulin:
a. Insulin meningkatkan transpor glukosa kedalam sel/jaringan tubuh
kecuali otak, tubulus ginjal, mukosa usus halus, dan sel darah merah.
Masuknya glukosa adalah suatu proses difusi, karena perbedaan
konsentrasi glukosa bebas luar sel dan dalam sel.
b. Meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel.
c. Meningkatkan sentesis protein di otak dan hati.
d. Menghambat kerja hormone yang sensitive terhadap lipase,
meningkatkan sekresi lipida.
e. Meningkatkan pengambilan kalsium dari cairan sekresi.
3. Efek Insulin
a. Efek insulin pada metabolisme karbohidrat, glukosa yang diabsorbsi
dalam darah menyebabkan sekresi insulin lebih cepat, meningkatkan
penyimpanan dan penggunaan glukosa dalam hati, dan meningkatkan
metabolisme glukosa dalam otot. Penyimpanan glukosa dalam otot
meningkatkan transpor glukosa melalui membran sel otot.
b. Efek insulin pada metabolisme lemak dalam jangka panjang.
Kekurangan insulin menyebabkan arteriosklerosis, serangan jantung,
stroke, dan penyakit vascular lainnya. Kelebihan insulin menyebabkan
sintesis dan penyimpanan lemak, meningkatkan transpor glukosa ke
dalam sel hati, kelebihan ion sitrat, dan isositrat. Penyimpanan lemak
dalam sel adiposa menghambat kerja lipase yang sensitif hormon dan
meningkat transpor ke dalam sel lemak.
c. Efek insulin pada metabolisme protein: Transpor aktif banyak asam
amino ke dalam sel, membentuk protein baru meningkatkan translasi
messenger RNA, meningkatkan kecepatan transkipsi DNA.
Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang dikenal
dengan diabetes melitus, yang mengakibatkan glukosa tertahan di luar sel
(cairan ekstraseluler), mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan
glukosa/energi dan akan merangsang glikogenolisis di sel hati dan sel
jaringan. Glukosa akan dilepaskan ke dalam cairan ekstrasel sehingga
terjadi hiperglikemia. Apabila mencapai nilai tertentu sebagian tidak
diabsorbsi ginjal, dikeluarkan melalui urine sehingga terjadi glikosuria dan
poliuria. Konsentrasi glukosa darah mempunyai efek yang berlawanan
dengan sekresi glukagon. Penurunan glukosa darah meningkatkan sekresi
glukosa yang rendah. Pankreas menyekresi glukagon dalam jumah yang
besar. Asam amino dari protein meningkatkan sekresi insulin dan
menurunkan glukosa darah. Pada orang normal, konsentrasi glukosa darah
diatur sangat sempit 90 mL/100 ml. Orang yang berpuasa setiap pagi
sebelum makan 120-140 mg/100 ml, setelah makan akan meningkat,
setelah 2 jam kembali ke tingkat normal. Sebagian besar jaringan dapat
menggeser ke penggunaan lemak dan protein untuk energi bila tidak
terdapat glukosa. Glukosa merupakan satu-satunya zat gizi yang dapat
digunakan oleh otak, retina, dan epitel germinativum.
C. Klasifikasi
Diabetes mellitus dapat digolongkan dalam berbagai cara tetapi satu
bentuk klasifikasi adalah sebagai berikut :
1. Diabetes tipe I (tergantung insulin) disebabkan oleh kerusakan sel beta
yang dimediasi oleh kekebalan tubuh, menyebabkan untuk defisiensi
insulin.
2. Diabetes idiopatikdiabetes adalah tipe 1 tanpa etiket yang diketahui dan
sangat diturunkan.
3. Diabetes tipe II (tidak tergantung insulin) disebabkan oleh defek sekresi
insulin dan resistensi insulin.
4. Diabetes mellitus gestasional adalah segala bentuk intoleransi terhadap
glukosa dengan onset atau pengakuan pertama kehamilan.
Namun diabetes sebagian besar pada dasarnya diklasifikasikan menjadi
dua tipe utama: Diabetes Tipe I (IDDM) dan Diabetes Tipe II (NIDDM)
(Ullah & Khan, 2016).
D. Etiologi
Etiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus /IDDM ) Diabetes
yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pankreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetik
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi
suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe
I. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA (
Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen
yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun
lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-
olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Diabetes
tipe ini adalah gangguan heterogen yang disebabkan oleh kombinasi
faktor genetik yang terkait dengan gangguan sekresi insulin, resistensi
insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang
olahraga, dan stres serta penuaan. Selain itu terdapat faktor-faktor risiko
tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan
ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin.
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami
hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi
insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi
sel yang terlalu banyak.
c. Riwayat keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali
lebih besar daripada subjek (dengan usiadan berat yang sama) yang
tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti
diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA.
Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2
tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing
memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi
oleh lingkungan.
d. Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin.
E. Patofisiologi
Bermacam - macam penyebab diabetes mellitus yang berbeda - beda,
akhirnya akan mengarah kepada defisiensi insulin. Diabetes Mellitus
mengalami defisiensi insulin, menyebabkan glikogen meningkat, sehingga
terjadi proses pemecahan gula baru (glukoneugenesis) yang menyebabkan
metabolisme lemak meningkat. Kemudian terjadi proses pembentukan keton
(ketogenesis). Terjadinya peningkatan keton didalam plasma akan
menyebabkan ketonuria (keton dalam urin) dan kadar natrium menurun serta
pH serum menurun yang menyebabkan asidosis.
Defisiensi insulin menyebabkan penggunaan glukosa oleh sel menjadi
menurun, sehingga kadar gula dalam plasma tinggi (Hiperglikemia). Jika
hiperglikemia ini parah dan melebihi ambang ginjal maka akan timbul
Glukosuria. Glukosuria ini akan menyebabkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran kemih (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi)
sehingga terjadi dehidrasi. Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi
insulin menyebabkan kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi
sehingga menimbulkan rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai
kompensasi terhadap kebutuhan energi. Penderita akan merasa mudah lelah
dan mengantuk jika tidak ada kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut.
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang
akan menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan
oksigen tidak adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya
gangguan.
Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina
menurun, sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang,
akibatnya pandangan menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga
terjadi nefropati.
Diabetes mempengaruhi syaraf – syaraf perifer, sistem syaraf otonom
dan sistem syaraf pusat sehingga mengakibatkan gangguan pada saraf
(Neuropati).
F. Manifestasi Klinis
1. Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi
insulin.
a. Kadar glukosa puasa tidak normal
b. Hiperglikemia berat berakibat glukosuria yang akan menjadi dieresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin (polyuria) dan timbul
rasa haus (polydipsia)
c. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang
d. Lelah dan mengantuk
e. Gejala lain yang di keluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur,
impotensi, peruritas vulva.
2. Kriteria diagnosis DM:
a. Gejala klasik DM+glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1
mmol/L)
b. Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu
c. Gejala klasik DM+glukosa plasma ≥ 126mg/dL (7,0mmol/L)
d. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200mg/dL (11,1mmol/L) TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75gram glukosa anhidrus dilarutkan kedalam air
(Nurarif & Kusuma, 2015).
G. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah air dalam cairan sel ditarik keluar
dari sel-sel masuk kedalam darah dan ginjal, kemudian membantu
membuang glukosa ke dalam urine. Jika cairan dalam sel yang keluar
tidak diganti maka akan muncul efek osmotic karena kadar glukosa
tinggi dan hilangnya air yang kemudian akan mengarak kepada
dehidrasi. Kondisi elektrolit yang tidak seimbang juga mengganggu
dan berbahaya
b. Hipoglikemia
Hipoglikemia atau kondisi tidak normal akibat glukosa darah yang
rendah. Penderita akan mengalami perasaan gelisah, berkeringat,
lemah, dan mengalami semacam rasa takut dan bergerak panik. Hal
ini disebabkan oleh faktor faktor, seperti terlalu banyak atau salah
penggunaan insulin, terlalu banyak atau salah waktu olahraga, dan
tidak cukup asupan makanan.
2. Komplikasi Kronik
a. Makroangiopati
Peningkatan kadar glukosa secara kronis dalam darah
menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Sel endotel yang melapisi
pembuluh darah mengambil glukosa lebih dari biasanya karena sel-sel
tersebut tidak tergantung pada insulin. Sel-sel tersebut kemudian
membentuk permukaan glikoprotein lebih dari biasanya sehingga
menyebabkan membran basal tumbuh lebih tebal dan lebih lemah.

b. Mikroangiopati
Perubahan – perubahan mikrovaskuler yang ditandai dengan
penebalan dan kerusakan membran diantara jaringan dan pembuluh
darah sekitar. Terjadi pada penderita DMTI/IDDM yang terjadi
neuropati, nefropati, dan retinopati. Nefropati terjadi karena
perubahan mikrovaskuler pada struktur dan fungsi ginjal yang
menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal.
c. Retinopati
Yaitu perubahan dalam retina karena penurunan protein dalam retina.
Hal ini mengakibatkan gangguan dalam penglihatan. Retinopati dibagi
menjadi 2 tipe yaitu :
1) Retinopati back ground , yaitu mikroneuronisma di dalam
pembuluh retina menyebabkan pembentukan eksudat keras.
2) Retinopati proliferatif, yaitu perkembangan lanjut dari retinopati
back ground yang terjadi pembentukan pembuluh darah baru pada
retina akan menyebabkan pembuluh darah menciut dan tarikan
pada retina serta pendarahan di rongga vitreum. Juga mengalami
pembentukan katarak yang disebabkan hiperglikemia
berkepanjangan.
3) Neuropati diabetik, yaitu akumulasi orbital dalam jaringan dan
perubahan metabolik mengakibatkan penurunan fungsi sensorik
dan motorik saraf yang menyebabkan penurunan persepsi nyeri.
4) Kaki diabetik perubahan mikroangiopati, mikroangiopati dan
neuropati menyebabkan perubahan pada ekstermitas bawah.
Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,
gangrene, penurunan sensasi, dan hilangnya fungsi saraf sensorik.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa terjadi
hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.
Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu:
1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat:
a. Memperbaiki kesehatan umum penderita.
b. Mengarahkan pada berat badan normal.
c. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda.
d. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik.
e. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore.
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen..
d. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMPS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM melalui bermacam-macam atau media misalnya leaflet, poster, TV,
kaset, video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
a) Kerja OAD tingkat preseptor: pankreatik, ekstra pankreas.
b) Kerja OAD tingkat reseptor.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektifitas
insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat.
- Menghambat glukoneogenesis di hati.
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin.
b) Biguanida pada tingkat reseptor: meningkatkan jumlah
reseptor insulin.
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselueler.
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin:
DM tipe I, DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat
dirawat dengan OAD, DM kehamilan, DM dan gangguan faal
hati yang berat, DM dan infeksi akut (selulitis, gangren), DM
dan TBC paru akut, DM dan koma lain pada DM, DM operasi,
DM patah tulang, DM dan underweight, dan DM dan penyakit
graves.
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4
jam, sesudah suntikan subkutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa faktor antara
lain:
- Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu
dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap hari 14 hari agar
tidak memberikan perubahan kecepatan absorpsi setiap
hari.
- Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorpsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah insulin
karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah
dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
- Pemijatan (massage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
- Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi akan
mempercepat absorpsi insulin).
- Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja
insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskular akan
lebih cepat efeknya daripada subkutan.
- Konsenterasi insulin
Apabila konsenterasi insulin berkisar 40-100 u/ml tidak
terdapat penurunan dari u-100 ke u-10 maka efek
insulin dipercepat.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada kasus
diabetik atau pada kasus–kasus dengan degradasi lemak
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
5. Cangkok pankreas
Pendekatan terbaru untuk cangkok pankreas segmen dari donor
hidup saudara kembar identik
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
No Pemeriksaan Normal
1. Glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
2. Glukosa darah puasa >140 mg/dl
3. Glukosa darah 2 jam setelah puasa >200 mg/dl

b. Pemeriksaan fungsi tiroid


Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan
glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat
dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( +
+ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
J. Konsep Askep
1. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang
diagnosa. Data tersebut harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan
dalam tahap berikutnya, meliputi nama pasien,umur, keluhan utama.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan
seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi,
koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infark miokard.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
dan tatalaksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren pada kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi
negatif terhadap diri dan kecendurangan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama,lebih dari 6 juta dari
penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya
defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan
sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan,
banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan
tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan
metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual
muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan
aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan
kelemahanotot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita
tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari secara maksimal,
penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang
luka,sehingga klien mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati
rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri.
Pengecapan mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh , lamanya perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas
maupun ereksi seta memberi dampak dalam proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya perdangan pada vagina, serta orgasme menurun
dan terjadi impoten pada pria. Risiko lebih tinggi terkena kanker
prostat berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam
melaksanakan ibadah tetapi mempengarui pola ibadah penderita.
4. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa
tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi
pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP
(Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)
5. Diagnosa Keperawatan
Setelah didapatkan data dari pengkajian yang dilakukan secara
menyeluruh, maka dibuatlah analisa data dan membuat kesimpulan
diagnosis keperawatan. Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul
bagi klien dengan diabetus mellitus dengan menggunakan Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) dalam Tim Pokja SDKI DPP
PPNI 2017 (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
b. Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme (D.0019)
c. Risiko Hipovolemia (D.0034)
d. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d nekrosis luka (D.0129)
e. Intoleransi Aktivitas
f. Risiko infeksi bd hiperglikemia (D.0142)
6. Intervensi Keperawatan
Berikut adalah uraian tujuan dan kriteria hasil untuk intervensi bagi
klien dengan diabetus mellitus dengan menggunakan Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI). (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018; Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, 2019)
a. Perfusi perifer tidak efektif b.d hiperglikemia
Setelah dilakukan intervensikeperawatan maka diharapkan
perfusiperifer dapat meningkat.
Kriteria hasil :
1. Denyut nadi perifer meningkat
2. Sensai meningkat
3. Penyembuhan luka meningkat
4. Warna kulit pucat menurun
5. Nekrosis menurun
6. Pengisian kapiler cukup membaik
7. Turgor kulit cukup membaik
8. Tekanan darah cukup membaik
Intervensi:
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis.diabetes,
perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
4. Hindari pengukuran darah pada ekstremitas dengan keterbatasan
perfusi
5. Informasikan tanda gejala darurat yang harus dilaporkan (mis.
rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka
DAFTAR PUSTAKA

Ullah, A., & Khan, A. (2016). Diabetes mellitus dan stres oksidatif – Sebuah
ringkas tinjauan.

Nurarif Amin Huda., & Kusuma, H, N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC (jilid 1). Yogyakarta:
Medication.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai