Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KASUS DIABETES MELITUS (DM) TIPE 2

Disusun Oleh :

Sagita Fransiska 202254059

Dosen Pengampu :
MI Ekatrina Wijayanti,Ns.,MSN

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis yang ditandai dengan
peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan karena
kurangnya produksi hormon insulin yang diperlukan tubuh. Penyakit ini juga
dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah. Penyakit
diabetes merupakan penyakit endokrin yang paling banyak ditemukan (Susanti,
2019).

Pada diabetes tipe 2 bentuk paling umum dari kondisi pancreas menghasilkan
insulin, tetapi dalam jumlah yang tidak mencukupi dan / atau sel-sel tubuh
resisten terhadap aksinya. Akibatnya, sel menerima terlalu sedikit glukosa dan
kadar glukosa darah naik terlalu tinggi. (Walker, 2020) Organisasi Internasional
Diabetes Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya terdapat 483 juta orang
pada usia 20-79 tahun di dunia menderita diabetes pada tahun 2018 atau setara
dengan angka prevalensi sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang
sama.

Menurut IDF tahun 2019 Indonesia masuk peringkat ke 7 di 10 negara dengan


jumlah penderita diabetes tertinggi yaitu sebesar 10,7 juta. Berdasarkan jenis
kelamin, IDF memperkirakan prevalensi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada
perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes diperkirakan
meningkat seiring bertambahnya umur penduduk menjadi 19,9% atau 111,2 juta
orang pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksi terus meningkat hingga
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045. (KEMENKES
P2PTM, 2020).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdes) 2018, menunjukkan


prevalensi Penyakit Tidak Menular (PTM) salah satunya adalah Diabetes
Melitus mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013,
prevalensi berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes mellitus naik dari
6,9% menjadi 8,5%. Kenaikan prevalensi penyakit tidak menular ini
berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, aktivitas fisik dan
konsumsi buah dan sayur. (KEMENKES P2PTM, 2020)

Diabetes mellitus tipe II merupakan tipe diabetes yang paling sering ditemukan
di dunia. DM tipe II meliputi 90 hingga 95% dari semua populasi DM. DM tipe II
disebut juga DM tidak tergantung insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Pengelolaan terapeutik yang teratur melalui
perubahan gaya hidup pasien yang tepat, tegas, dan permanen sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi DM tipe II.

1.2 Tujuan

Melaksanakan Asuhan Keperawatan pada klien yang mengalami


penyakit Diabetes Melitus dengan masalah Gangguan system
endokrin diabetes mellitus.
BAB II
KONSEP PENYAKIT

2.1 KONSEP PENYAKIT


2.1.1 Pengertian
Diabetes Melitus didefinisikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai
sindrom metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat salah
satu dari beberapa kondisi yang menyebabkan sekresi dan / atau tindakan
insulin yang rusak.. Penyakit Diabetes Melilitus (DM) adalah penyakit kronis
yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat
adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh. Gangguan metabolisme
tersebut disebabkan karena kurangnya produksi hormon insulin yang
diperlukan tubuh. Penyakit ini juga dikenal sebagai penyakit kencing manis
atau penyakit gula darah. Penyakit diabetes merupakan penyakit endokrin
yang paling banyak ditemukan (Susanti, 2019).

Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan 3 cara yaitu jika terdapat keluhan


klasik, pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM, yang kedua bila pemeriksaan glukosa plasma
puasa ≥126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik dan yang ketiga tes
toleransi glukosa oral (TTGO) >200mg/dL.(American Diabetes Association.
Diabetes Guidelines. Diabetes Care, 2016).

2.1.2 Etiologi
Penyebab dari penyakit diabetes melitus (Susanti, 2019)
1. Genetik
Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit Diabetes
Melitus. Sekitar 50% penderita diabetes tipe 2 mempunyai orang tua yang
menderita diabetes, dan lebih dari sepertiga penderita diabetes mempunyai
saudara yang mengidap diabetes. Diabetes tipe 2 lebih banyak kaitannya
dengan faktor genetik dibanding diabetes tipe 1. 2. Ras atau etnis Ras
Indian di Amerika, Hispanik dan orang Amerika Afrika, mempunyai risiko
lebih besar untuk terkena diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan karena ras-ras
tersebut kebanyakan mengalami obesitas sampai diabetes dan tekanan
darah tinggi. Pada orang Amerika di Afrika, usia di atas 45 tahun, mereka
dengan kulit hitam lebih banyak terkena diabetes dibanding dengan 2-3 kali
lebih sering daripada non-hispanik terutama pada kaum wanitanya. orang
kulit putih. Suku Amerika Hispanik terutama Meksiko mempunyai risiko
tinggi terkena diabetes
2. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko diabetes yang paling penting untuk
diperhatikan. Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe 2 adalah
orang yang gemuk. Hal disebabkan karena semakin banyak jaringan lemak,
maka jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin,
terutama jika lemak tubuh terkumpul di daerah perut. Lemak ini akan
menghambat kerja insulin sehingga gula tidak dapat diangkut ke dalam sel
dan menumpuk dalam peredaran darah.
3. Metabolic syndrome
Metabolic syndrome adalah suatu keadaan seseorang menderita tekanan
darah tinggi, kegemukan dan mempunyai kandungan gula dan lemak yang
tinggi dalam darahnya. Menurut WHO dan NCEP-ATP III, orang yang
menderita metabolic syndrome adalah mereka yang mempunyai kelainan
yaitu tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mg/dl, kolesterol HDL kurang
dari 40 mg/dl, trigliserida darah lebih dari 150 mg/dl, obesitas sentral
dengan BMI lebih dari 30, lingkar pinggang lebih dari 102 cm pada pria dan
88 cm pada wanita atau sudah terdapat mikroalbuminuria.
4. Pola makan dan pola hidup
Pola makan yang terbiasa dengan makanan yang banyak mengandung
lemak dan kalori tinggi sangat berpotensi untuk meningkatkan resiko
terkena diabetes. Adapun pola hidup buruk adalah pola hidup yang tidak
teratur dan penuh tekanan kejiwaan seperti stres yang berkepanjangan,
perasaan khawatir dan takut yang berlebihan dan jauh dari nilai-nilai
spiritual. Hal ini diyakini sebagai faktor terbesar untuk seseorang mudah
terserang penyakit berat baik diabetes maupun penyakit berat lainnya. Di
samping itu aktivitas fisik yang rendah juga berpotensi untuk seseorang
terjangkit penyakit diabetes.
5. Usia
Pada diabetes melitus tipe 2, usia yang berisiko ialah usia diatas 40 tahun.
Tingginya usia seiring dengan banyaknya paparan yang mengenai
seseorang dari unsur-unsur di lingkungannya terutama makanan
6. Riwayat endokrinopati
Riwayat endokrinopati yaitu adanya riwayat sakit gangguan hormone
(endokrinopati) yang melawan insulin seperti peningkatan glukagon,
hormone pertumbuhan, tiroksin, kortison dan adrenalin.
7. Riwayat infeksi pancreas
Riwayat infeksi pancreas yaitu adanya infeksi pancreas yang mengenai sel
beta penghasil insulin. Infeksi yang menimbulkan kerusakan biasanya
disebabkan karena virus rubella, dan lain-lain
8. Konsumsi obat-obatan
Konsumsi obat yang dimaksud ialah riwayat mengonsumsi obatobatan
dalam waktu yang lama seperti adrenalin, diuretika, kortokosteroid, ekstrak
tiroid dan obat kontrasepsi.

2.1.3 Patofisiologi
DM tipe 2 merupakan suatu kelainan metabolik dengan karakteristik utama
adalah terjadinya hiperglikemik kronik. Meskipun pola pewarisannya belum
jelas, faktor genetik dikatakan memiliki peranan yang sangat penting dalam
munculnya DM tipe 2. Faktor genetik ini akan berinteraksi dengan faktor-faktor
lingkungan seperti gaya hidup, obesitas, rendahnya aktivitas fisik, diet, dan
tingginya kadar asam lemak bebas (Smeltzer dan Bare, 2015).

Mekanisme terjadinya DM tipe 2 umumnya disebabkan karena resistensi


insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin
dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi
resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terjadi peningkatan jumlah insulin yang disekresikan (Smeltzer dan Bare,
2015).

Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel β tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadi DM tipe 2. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe 2, namun masih terdapat
insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan
produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu, ketoasidosis diabetik
tidak terjadi pada DM tipe 2.

Meskipun demikian, DM tipe 2 yang tidak terkontrol akan menimbulkan


masalah akut lainnya seperti sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Non-Ketotik
(HHNK) (Smeltzer dan Bare, 2015). Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat (selama bertahuntahun) dan progresif, maka awitan DM
tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala
tersebut sering bersifat ringan, seperti: kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama-lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi).

Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit DM selama bertahun-


tahun adalah terjadinya komplikasi DM jangka panjang (misalnya, kelainan
mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi
sebelum diagnosis ditegakkan (Smeltzer dan Bare, 2015).
Gambar 1: Patofisiologi DM Tipe 2
2.1.4 Klasifikasi DM Tipe 2
Diabetes Melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:

1. Diabetes Melitus tipe 1 (Diabetes tergantung pada insulin) Diabetes Melitus tipe
1 terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas sehingga tubuh mengalami
kekurangan insulin, sehingga penderita Diabetes tipe 1 akan ketergantungan
insuli seumur hidup, Diabetes Melitus tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik
(keturunan) faktor imunologik dan faktor lingkungan.
2. Diabetes Melitus tipe tipe 2 (Diabetes Melitus tidak tergantung pada insulin)
Diabetes Melitus tipe 2 ini disebabkan insulin yang berada didalam tubuh tidak
bekerja dengan baik, bisa meningkat bahkan menurun , Diabetes tipe ini umum
terjadi dikarenakan oleh faktor resikonya yaitu malas olahraga dan obesitas,
faktor yang mempengaruhi Diabetes yaitu riwayat keluarga obesitas, gaya hidup
dan usia yang lebih 65 tahun memiliki resiko tinggi (Muhlisin, 2015).

2.1.5 Tanda dan gejala


1. Kadar gula darah meningkat
Dikarenakan kerusakan sel betha pankreas yang mengakibatkan insulin
tidak dapat diproduksi dengan demikian gula darah tidak dapat masuk
dalam sel sehingga terjadi penumpukan gula darah atau disebut juga
dengan Hiperglikemia.
2. Poliuria
Disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan karena kadar
gula darah tidak dapat masuk dalam sel dan terjadi penumpukan gula
dalam darah (Hiperglikemia) maka ginjal akan bekerja untuk menskresi
glukosa kedalam urin yang mengakibatkan dieresis osmotik yang memicu
gangguan sering berkemih.
3. Polifagia (Makan yang berlebihan)
Pada Saat berkemih kalori yang berada dipembuluh darah akan ikut hilang
terbawa air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan, untuk
mengkompensasi hal ini penderita sering merasa lapar yang luar biasa.
4. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Disebabkan jumlah urin yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi extrasel. intrasel mengikuti dehidrasi extrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient
konsentrasi keplasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrase
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormon) dan menimbulkan
rasa haus (Wijaya dan Putri , 2013).

2.1.6 Pemeriksaan diagnostic

1. Pemeriksaan Laboratorium Hasil pemeriksaan didapatkan adanya


glukosa urine/pemeriksaan dilakukan dengan cara benedict(reduksi).

2. Kadar glukosa darah Pemeriksaan darah meliputi : pemeriksaan gula


darah sewaktu (GDS) nilai normal 100-126 mg/dl, gula darah puasa 70-
<100mg/dl. Sedangkan gula darah 2 jam post pradial < 180 mmg/dl

3. Pemeriksaan fungsi tiroid. Merupakan pemeriksaan aktifitas hormone


tiroid meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan insulin.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi akut :
1. Hipoglikemia
Adalah penurunan kadar gula darah lebih rendah dari 60 mg/dl dan
akan menimbukan gejala yaitu takhicardi, mual, muntah,lapar, dan bisa
mengakibatkan penurunan kesadaran.
2. Diabetes Ketoasidosis
Merupakan gejala yang paling buruk dari Diabetes yang timbul secara
tiba-tiba karena adanya stres fisik seperti kehamilan atau mengalami
penyakit akut dan trauma.
3. Hiperglikemia
Adalah sebuah perburukan dari Diabetes Melitus dapat memperburuk
suatu penyakit tetapi tidak rentan mengalami ketosis, tetapi akan
mengalami hiperglikemia berat dengan kadar glukosa darah lebih dari
300mg/100 ml bagi penderita yang mengalaminya (Lemone, 2016).

Komplikasi kronik :

1. Komplikasi makrovaskuler
Sebuah komplikasi yang menyerang pembuluh darah besar akibat
aterosklerotik
2. Komplikasi mikrovaskuler

a. Retinopati Diabetikum Penyebabnya adalah perubahan dalam


pembuluh darah kecil yang berada diretina mata yang banyak
mengandung pembuluh darah kecil sehingga dapat memicu
kebutaan jika tidak segera di tangani.

b. Nefropati diabetikum Adalah penyakit ginjal yang ditandai adanya


albumin didalam urine, hipertensi, edema, dan insufiensi ginjal
progresif.

c. Neuropati Diabetikum Disebabkan karena hiperglikemia yang


mengakibatkan darah menjadi kental sehingga aliran darah
kepembuluh darah perifer tidak lancar. Terdapat 2 tipe neuropati
diabetikum yang sering dijumpai yaitu polineuropati sensori dan
neuropati otonom (Hotma, 2014)

2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
1. Identitas pasien
Identitas klien, meliputi : Nama pasien, tanggal lahir,umur, agama, jenis
kelamin, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, No rekam medis.
2. Keluhan utama

a. Kondisi hiperglikemi: Penglihatan kabur, lemas, rasa haus dan banyak


kencing, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
b. Kondisi hipoglikemi : Tremor, perspirasi, takikardi, palpitasi, gelisah,
rasa lapar, sakit kepala, susah konsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan
daya ingat, patirasa di daerah bibir, pelo, perubahan emosional,
penurunan kesadaran.
3. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit


yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata
kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliurea,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kram otot, gangguan tidur/istirahat, haus, pusing/sakit
kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
4. Riwayat Kesehatan dahulu
DM dapat terjadi saat kehamilan, penyakit pankreas, gangguan
penerimaan insulin, gangguan hormonal, konsumsi obat-obatan seperti
glukokortikoid, furosemid, thiazid, beta bloker, kontrasepsi yang
mengandung estrogen. Riwayat kesehatan keluarga : Adanya riwayat
anggota keluarga yang menderita DM.
5. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas dan Istirahat


Gejala: lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, kram otot, tonus
otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan
aktivitas, letargi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi

Gejala : adanya riwayat penyakit hipertensi, infark miokard akut,


klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki,
penyembuhan yang lama. Tanda : takikardia, perubahan TD postural,
nadi menurun, disritmia, krekels, kulit panas, kering dan kemerahan,
bola mata cekung.

c. Integritas ego

Gejala : stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang


berhubungan dengan kondisi.
Tanda : ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi

Gejala : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa nyeri


terbakar, kesulitan berkemih, ISK, nyeri tekan abdomen,
diare.
Tanda : urine encer, pucat, kuning, poliuri, bising usus lemah,
hiperaktif pada diare.

e. Makanan dan cairan

Gejala: hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti diet,


peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan
berat badan, haus, penggunaan diuretik.
Tanda: kulit kering bersisik, turgor jelek, kekakuan, distensi abdomen,
muntah, pembesaran tiroid, napas bau aseton
f. Neurosensory

Gejala: pusing, kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parastesia,


gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma, gangguan
memori, refleks tendon menurun, kejang.

g. Kardiovaskuler

Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,


hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)

h. Pernafasan

Gejala: merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa sputum.


Tanda: pernapsan cepat dan dalam, frekuensi meningkat.

i. Seksualitas

Gejala: rabas vagina, impoten pada pria, kesulitan orgasme pada


wanita

j. Gastrointestinal

Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen,


anseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun.

k. Muskuloskletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
l. Integumen

Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Ketidakstabilan gula darah berhubungan dengan disfungsi pancreas.
b. Ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan diuresis
osmotic.
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan gangguan
vaskularisasi perifer.
d. Deficit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpapar
informasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
f. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan ditandai dengan
peningkatan metabolism.

2.2.3 Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
. Keperawatan
1. Ketidakstabilan gula Kestabilan kadar Managamen Hyperglikemi
darah berhubungan glukosa darah pasien Observasi
meningkat setelah 1. Identifkasi kemungkinan
dengan disfungsi
dilakukan tindakan penyebab hiperglikemia
pancreas perawatan selama 5 x 2. Identifikasi situasi yang
24 jam dengan kriteria: menyebabkan kebutuhan
- Kesadaran insulin meningkat (mis.
meningkat penyakit kambuhan)
- Mengantuk 3. Monitor kadar glukosa darah,
menurun jika perlu
- Pusing menurun 4. Monitor tanda dan gejala
- Lelah menurun hiperglikemia (mis. poliuri,
- Keluhan lapar polidipsia, polivagia,
menurun kelemahan, malaise,
- Gemetar menurun pandangan kabur, sakit
- Berkeringat kepala)
menurun Terapeutik
- Mulut kering 1. Berikan asupan cairan oral
menurun 2. Konsultasi dengan medis jika
- Rasa haus tanda dan gejala hiperglikemia
menurun tetap ada atau memburuk
- Kadar glukosa 3. Fasilitasi ambulasi jika ada
dalam darah hipotensi ortostatik
membaik Edukasi
- Kadar glucose 1. Anjurkan olahraga saat kadar
dalam urine
glukosa darah lebih dari 250
membaik
mg/dL
2. Anjurkan monitor kadar
glukosa darah secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap
diet dan Ajarkan indikasi dan
pentingnya pengujian keton
urine, jika perlu
4. Ajarkan pengelolaan
diabetes (mis. penggunaan
insulin, obat oral, monitor
asupan cairan,
penggantian karbohidrat,
dan bantuan professional
kesehatan)
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
Managemen hypoglikemi
Observasi
1. Identifkasi tanda
dan gejala
hipoglikemia
2. Identifikasi
kemungkinan penyebab
hipoglikemia
Terapeutik
1. Berikan karbohidrat
sederhana, jika
perlu
2. Batasi glucagon, jika perlu
3. Berikan karbohidrat
kompleks dan protein
sesuai diet
4. Pertahankan kepatenan jalan
nafas
Edukasi
1. Anjurkan membawa
karbohidrat sederhana
setiap saat
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah
3. Anjurkan berdiskusi dengan
tim perawatan diabetes
tentang penyesuaian
program pengobatan
4. Anjurkan pengelolaan
hipoglikemia(tanda dan
gejala, faktor risiko dan
pengobatan hipoglikemia)
5. Ajarkan perawatan mandiri
untuk mencegah
hipoglikemia (mis.
mengurangi insulin atau
agen oral dan/atau
meningkatkan asupan
makanan untuk berolahraga
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
dextros, jika perlu
2 Ketidakseimbang an Keseimbangan volume Managemen Cairan
cairan pasien Observasi
volume cairan
meningkat setelah 1. Monitor status hidrasi ( mis,
berhubungan dengan frek nadi, kekuatan nadi, akral,
dilakukan tindakan
pengisian kapiler, kelembapan
diuresis osmotic keperawatan selama 5 mukosa, turgor kulit, tekanan
x 24 jam dengan darah)
kriteria : 2. Monitor berat badan harian
- Asupan cairan 3. Monitor hasil pemeriksaan
meningkat laboratorium (mis. Hematokrit,
- Haluaran urine Na, K, Cl, berat jenis urin ,
meningkat BUN)
- Kelembaban Terapeutik
membranemukosa 1. Catat intake output dan hitung
meningkat balans cairan dalam 24 jam
- Asupan makan 2. Berikan asupan cairan
meningkat sesuai kebutuhan
3. Berikan cairan intravena bila
- Edema menurun
perlu Kolaborasi
- Dehidrasi menurun 4. Kolaborasi pemberian
- Tekanan darah diuretik, jika perlu
membaik
- Denyut nadi Pemantauan Cairan
membaik Observasi
- Turgor kulit 1. Monitor frekuensi dan
membaik kekuatan nadi
2. Monitor frekuensi nafas
3. Monitor tekanan darah
4. Monitor berat badan
5. Monitor waktu pengisian
kapiler
6. Monitor elastisitas atau turgor
kulit
7. Monitor jumlah, waktu dan
berat jenis urine
8. Monitor kadar albumin dan
protein total
9. Monitor hasil pemeriksaan
serum (mis. Osmolaritas
serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasi hasil
pemantauan Edukasi
3. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
4. Informasikan hasil
pemantauan
3. Gangguan integritas Integritas jaringan Perawatan Integritas Kulit
/ kulit pasien Observasi
kulit / jaringan
meningkat setelah 1. Identifikasi penyebab
berhubungan dengan gangguan integritas kulit (mis.
dilakukan tindakan
gangguan keperawatan Perubahan sirkulasi,
selam 5x24 jam perubahan status nutrisi,
vaskularisasi perifer
dengan kriteria : peneurunan kelembaban,
- Elastisitas suhu lingkungan ekstrem,
meningkat penurunan mobilitas)
- Hidrasii Terapeutik
meningkat 1. Ubah posisi setiap 2 jam jika
tirah baring
- Perfusi jaringan
2. Lakukan pemijatan pada area
meningkat
penonjolan tulang, jika perlu
- Kerusakan 3. Bersihkan perineal dengan air
intgritas hangat, terutama selama
jaringan periode diare
menurun 4. Gunakan produk berbahan
- Kerusakan lapisan petrolium atau minyak pada
kulit kering
kulit menurun
Edukasi
- Nyeri menurun 1. Anjurkan menggunakan
- Perdarahan pelembab (mis. Lotin, serum)
menurun 2. Anjurkan minum air yang
- Kemerahan cukup
menurun 3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Hematoma
menurun
- Nekrosis
menurun
- Suhu kulit
membaik
- Sensasi membaik
Tektur membaik
4. Deficit pengetahuan Tingkat Observasi
Pengetahuan 1. Identifikasi informasi yang
berhubungan dengan
pasien meningkat disampaikan
kurangnya terpapar 2. Identifikasi pemahaman
setelah dilakukan
tentang kondisi kesehatan
informasi tindakan saat ini
keperawatan 3. Identifikasi kesiapan
selama 5x 24 jam penerimaan informasi
dengan kriteria : Terapeutik
1. Lakukan penguatan potensi
- Perilaku sesuai
pasien dan keluarga untuk
anjuran meningkat menerima informasi
- Verbalisasi minat 2. Libatkan pengambilan
dalam belajar keputusan dalam keluarga
meningkat untuk menerima informasi
- Kemampuan 3. Fasilitasi mengenali kondisi
menjelaskan tubuh yang membutuhkan
layanan Kesehatan
pengetahuan
4. Dahulukan menyampaikan
tentang suatu topik informasi baik sebelum
meningkat informasi yang kurang baik
- Kemampuan terkait kondisi pasien
menggambarkan 5. Fasilitasi pelayanan
pengalaman kesehatan pada saat
sebelumny yang dibutuhkan
Edukasi
sesuai topik
1. Berikan informasi berupa alur,
meningkat leaflet atau gambar untuk
- Perilaku sesuai memeudahkan pasien
dengan mendapatkan informasi
pengetahuan Kesehatan
meningkat 2. Anjurkan keluarga
- Menjalani mendampingi pasien selama
fase akut, progress atau
pemeriksaan yang
terminal, jika memungkinkan
tidak tepat
menurun
5. Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas Manajemen Energi
pasien meningkat Observasi
berhubungan dengan
setelah dilakukan 1. Identifkasi gangguan fungsi
kelemahan tubuh yang mengakibatkan
tindakan
kelelahan
keperawatan 2. Monitor kelelahan fisik dan
selama 5x 24 jam emosional
dengan kriteria : 3. Monitor lokasi dan ketidak
- Frekuensi nadi nyamanan selama melakukan
menngkat aktivitas
- Saturasi Terapeutik
1. Sediakan lingkungan nyaman
okigen
dan rendah stimulus (mis.
meningkat cahaya, suara, kunjungan)
- Kemudahan 2. Lakukan rentang gerak pasif
dalam dan/atau aktif.
melakukan 3. Berikan aktivitas distraksi yang
aktivitas menyenangkan.
meningkat Edukasi
1. Anjurkan tirah baring
- Keluhan lelah
2. Anjurkan melakukan aktivitas
menurun secara bertahap
- Tekanan darah 3. Anjurkan menghubungi
membaik perawat jika tanda dan gejala
- Frekuensi kelelahan tidak berkurang
nafas Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
6. Ketidakseimbangan Status nutrisi Manajemen
nutrisi kurang dari pasien meningkat nutrisi
kebutuhan Ditandai setelah dilakukan Observasi
tindakan
denganpeningkatan 1. Identifikasi status nutrisi
keperawatan
metabolisme selama 5x 24 jam Identifikasi alergi dan
dengan kriteria : intoleransimakanan
- Porsi makan yang 3. Identifikasi makanan yang
dihabiskan disukai
meningkat
- Verbalisasi 4. Identifikasi kebutuhan
keinginan kalori dan jenis nutrient
untuk 5. Monitor asupan makanan
meningkatkan 6. Monitor berat badan
nutrisi
meningkat 7. Monitor hasil
- Pengetahuan pemeriksaan laboratorium
tentang pilihan Terapeutik
makanan dan 1. Fasilitasi menentukan
minuman
sehat pedoman diet (mis.
meningkat Piramida makanan)
- Pengetahuan 2. Sajikan makanan secara
tentang menarik dan suhu yang
standar sesuai
asuapan 3. Berikan makan tinggi
nutrisi yang
serat untuk mencegah
tepat
meningkat konstipasi
- Perasaan 4. Berikan makanan tinggi
cepat kenyang kalori dan tinggi protein
menueurn 5. Berikan suplemen
- Frekuensi makan makanan, jika perlu
membaik Edukasi
- Nafsu makan
membaik
1. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2017). “Standards of Medical Care in Diabetes2017”.


Vol. 40. USA : ADA

Damayanti, S., & Kurniawan, T. (2014). Dukungan Keluarga pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 dalam Menjalankan Self-Management Diabetes Family Support of Patients
Type 2 Diabetes Mellitus in Performing Diabetes Self-management. Jurnal
Keperawatan Padjajaran, 2(1).
Dyah R, P. (2015). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. In : FKUI (Vol. 15).

Hotma. 2014. Diabetes Melitus dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor : In Media
Mencegah.
Lemone, Priscilla. Burke, Karen M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah.

Jakarta: EGC.
Miharja, A., 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Pengendalian Gula Darah
Pada penderita Diabetes Melitus. Buku Kedokteran Indonesia.

Muhlisin, A., Ambarwati, W.N., Pratiwi, A. (2015). Model Terapi Kognitif Untuk
Meningkatkan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Komunitas.
University Research Colloquium. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi
dan Indikator Diagnostik. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia. Jakarta.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia. Jakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Penerbit: Dewan Pengurus Pusat Perawat
Nasional Indonesia. Jakarta.

Wijaya, A, S. & Putri, Y, M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta:


Nuha Mediak

Yasmara, Nursiswati, Arafat. (2014) Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai