Anda di halaman 1dari 63

EVIDENCE BASED NURSING

APLIKASI FOOT MASSAGE UNTUK MENSTABILKAN HEMODINAMIK


PADA PASIEN TN. L DENGAN KASUS CHF DI RUANG INTENSIVE
CARE UNIT (ICU)
RUMAH SAKIT SANTA THERESIA JAMBI

Disusun oleh:
SAGITA FRANSISKA
NIM : 202254059

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Pujian dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas praktek profesi Ners untuk mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah III dalam Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
(STIKES) Panti Rapih Yogyakarta.

Makalah yang berjudul “Aplikasi Foot Massage untuk Menstabilkan Hemodinamik


pada Pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Santa Theresia
Jambi” yang dilakukan dengan menganalisa sejumlah jurnal terkait yang telah
dikumpulkan.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan tulus
memberikan doa, bantuan, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Penulis menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan waktu dan tempat serta keterbatasan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu penulis mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan
dunia keperawatan.

Penulis

Sagita Fransiska
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pasien di unit perawatan intensif (Intensive Care Unit/ ICU) adalah pasien
yang dalam keadaan terancam jiwanya karena kegagalan atau disfungsi
satu/ multiple organ yang disertai gangguan hemodinamik dan masih ada
kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan
dan pengobatan intensif.

Kondisi yang sering terjadi pada pasien yang dirawat di ruang ICU yaitu
hemodinamik yang tidak stabil dan dapat dilihat dari peningkatan MAP,
denyut jantung, frekuensi pernafasan dan penurunan saturasi oksigen
(Malbrain et al., 2016). Pada keadaan gangguan hemodinamik, diperlukan
pemantauan dan penanganan yang tepat karena kondisi hemodinamik
sangat mempengaruhi fungsi penghantaran oksigen dalam tubuh dan
melibatkan fungsi jantung. Oleh sebab itu, penilaian dan penanganan
hemodinamik merupakan bagian penting pada pasien ICU. (Leksana, 2011).

Penanganan hemodinamik pasien ICU bertujuan memperbaiki penghantaran


oksigen (DO2) dalam tubuh yang dipengaruhi oleh curah jantung (Cardiac
Output/ CO), hemoglobin (Hb), dan saturasi oksigen (SaO2). Apabila
penghantaran oksigen mengalami gangguan akibat CO menurun, diperlukan
penanganan tepat. Curah jantung merupakan variabel hemodinamik yang
penting dan tersering dinilai pada pasien ICU yang salah satunya didasarkan
pada NIBP dan pada perhitungan nilai mean arterial pressure (MAP).
Hingga kini penilaian hemodinamik, khususnya Cardiac Output , masih
dianggap penting dalam manajemen pasien-pasien ICU, bahkan disarankan
sudah perlu dinilai sejak pasien belum masuk ICU. Estimasi secara kasar
dengan pengukuran tekanan darah, dan tekanan rata-rata arteri (MAP),
dapat menunjukkan keadaan curah jantung secara tidak langsung yaitu
menunjukkan keadaan hemodinamik pada monitoring non invasif sehingga
dapat mengurangi resiko komplikasi pasien kritis.

Pasien yang dilakukan perawatan di ruang rawat intensif mendapatkan


tindakan dan pengawasan selama 24 jam dalam sehari, selain itu pasien juga
terpasang alat-alat observasi yang menimbulkan suara dan alarm sehingga
dapat mempengaruhi psikologi. Suara yang ditimbulkan oleh alat-alat di
ruang rawat intensif dapat meningkatkan kerja cardiovaskuler, meningkatkan
pengeluaran gastric, tekanan darah, adrenalin, dan dapat menyebabkan
gagal jantung (Gattinoni et.al, 2013).

Tekanan psikologi di ruang rawat intensif dapat menyebabkan kegelisahan


yang dikarenakan pasien terpapar secara langsung pada ancaman terhadap
kematian, tindakan medis, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan
hilangnya kontrol terhadap diri sendiri yang dapat meningkatkan
kemungkinan pasien menjadi stress. Respon dari psikofisiologi dapat
mengaktifkan hipotalamus, kelenjar pitutiari, adrenal, sistem saraf simpatik
yang dapat mempengaruhi satatus hemodinamik pasien seperti
meningkatkan nadi, tekanan darah dan cardiac output sedangkan respon dari
kegelisahan dapat meningkatkan kerja jantung yang dapat mengancam
nyawa pasien (Jevon, 2009).

Meningkatnya kegelisahan pada pasien dapat menyebabkan perubahan


hemodinamik pada sistem kardiovaskuler, selain itu juga dapat mengaktifkan
saraf simpatik yang meningkatkan produksi norepinehrine yang dapat
menyebabkan meningkatnya kemungkinan terjadinya resisten peripheral
(Aaronson, 2010) yang dapat menyebabkan menyebabkan ketidaksetabilan
hemodinamik.

Ada 2 terapi umum yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah


ketidakstabilan MAP yang muncul di ruang rawat intensif, yaitu terapi
farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan dan
efektif dalam mengatasi masalah yaitu obat-obatan sedasi dan analgesik
yang digunakan untuk memberikan rasa nyaman dan ketenangan pada
pasien. Tetapi penggunaan obat-obatan farmakologi secara terus menerus
dapat menyebabkan ketergantungan (Soemah, et.al. 2015). Sedangkan
terapi non farmakologi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah di
ruang rawat intensif seperti relaksasi nafas dalam, relaksasi otot progresif,
terapi musik, foot massage dan aromaterapi.

Terapi non farmakologi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan,


gangguan tidur, dan stabilitas status hemodinamik dan masalah psikologi
yang lainnya. Terapi non farmakologi digunakan untuk membuat seseorang
menjadi terbebas dari tekanan dan kecemasan yang dapat berefek terhadap
status hemodinamik pasien (Trappe Hans-Joachim, 2012).

Salah satu jenis terapi komplementer yang menurut literature banyak terbukti
berpengaruh terhadap kesejahteraan bagi tubuh, yaitu foot massage
(Kusharyadi, 2011). Terapi foot massage merupakan tindakan manipulasi
jaringan ikat dengan tekniki pijatan, gosokan atau meremas untuk
memberikan dampak pada peningkatan sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan
memberikan efek relaksasi (Potter, 2019). Beberapa penelitian telah
membuktikan manfaat foot massage secara luas, salah satunya adalah
pengaruh foot massage terhadap perubahan parameter hemodinamik non
invasif. Foot massage dapat menurunkan MAP, nadi, dan RR (Çankaya, A.,
& Saritaş, S. 2018).

Penelitian sebelumnya oleh Ristanto, R. (2017) mengungkapkan bahwa foot


massage dapat menurunkan TD, nadi, dan SpO2. Hasil penelitian ini sejalan
dengan hasil penelitian oleh Dr. S. Aruna (2017) dari Saveetha University,
Thandalam, Chennai, India yang menyatakan bahwa terdapat penurunan
tekanan darah, frekuensi nadi, dan tingkat nyeri secara signifikan setelah
dilakukan tindakan pijat kaki pada pasien dengan pasca operasi. Oleh karena
itu, perawat dituntut agar dapat memberikan perawatan non farmakologi
yang tidak memiliki dampak negatif dan dapat melengkapi terapi farmakologi
yang selama ini sudah diberikan dalam pengelolaan pasien di ICU ( Morton,
P.G. and Fontaine, D.K. (2009).

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka menjadi langkah yang baik


apabila terapi foot massage diaplikasikan pula oleh para perawat di Ruang
ICU Rumah Sakit Santa Theresia Jambi untuk sebagai salah satu terapi non
farmakologis untuk membangun stabiltas status hemodinamik para pasien,
sekaligus sebagai terapi pendamping pada aplikasi terapi farmakologis di
ICU Rumah Sakit Santa Theresia Jambi.
.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengimplementasikan hasil penelitian ke dalam
asuhan keperawatan dengan terapi foot massage untuk mengatasi
instabiltas status hemodinamik pada pasien di Ruang ICU.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa dapat membuat analisa hasil dari PICO tersebut yang
berkaitan dengan terapi foot massage untuk mengatasi instabilitas status
hemodinamik pada pasien di Ruang ICU.
1.2.2.2 Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan berdasarkan hasil
penelitiankepada pasien dengan instabiltas status hemodinamik di Ruang
ICU.
1.2.2.3 Mahasiswa mengetahui tingkat keefektifitasan penerapan hasil Evidence
Based Nursing (EBN) terapi foot massage dalam rangka menstabilkan
status hemodinamik pada pasien di Ruang ICU.

1.3 Manfaat
Evidence Based Pratice dapat menjadikan gambaran bagi mahasiswa dan
perawat serta teman sejawat dalam pemberian intervensi berdasarkan
hasil penelitian dalam mengatasi instabilitas status hemodinamik di Ruang
ICU dengan terapi foot massage. .
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)/GAGAL JANTUNG KONGESTIF


2.1.1 Pengertian CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini
mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah
lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot
jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk
waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan
menahan air dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan
dalam beberapa organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya
sehingga tubuh klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2020).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa


kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/ kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Mansjoer dan Triyanti, 2017).

Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur atau
fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (Darmojo, 2014 cit Ardini 207).
2.1.2 Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
kelas 1 Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tampa keluhan
kelas 2 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktivitas
sehari-hari tanpa keluhan.
kelas 3 Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
keluhan.
kelas 4 Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan
harus tirah baring.

2.1.3 Etiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari
normal. Bila curah jantung berkurang, sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung. Bila
mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan
yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus
menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat
meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua
ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut
miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi
singkat.
Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel.
Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya
tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan
dan timbul edema paru atau edema sistemik.

Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan


tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa
sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan
memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang
akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya meningkatkan
preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan
cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena
itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu
terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sistem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.


Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital,
tetapi jika aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke
ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah
penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus,
yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin-
angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan
resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan penigkatan afterload ventrikel kiri
sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi
cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat
peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi
terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

2.1.4 Patofisiologi
2.1.4.1 Pathflow CHF
Disfungsi Beban Beban Peningkatan Beban Penyakit Aterosklerosis Hipertensi
miokard (AMI) tekanan Sistolik kebutuhan Volume jantung
metabolisme koroner pulmonal
Miokarditis berlebih berlebih meningkat (Stenosis
katup AV,
Stenosis
Beban katup Gangguan
Kontraktilitas
systole Preload tarnponade,
aliran
perikardium,
darah ke
pericarditis
konstruktif otot
Kontraktilitas jantung

Hambatan
pengosongan Disfungsi
tentrikel Miokardium

Beban Atrofi
COP jantung serabut
otot

GAGAL JANTUNG CHF

PENURUNAN Gagal Pompa


CURAH Ventrikel Kanan
Gagal Pompa Ventrikel Kiri
JANTUNG
Tidak dapat
mengakomodir
Backward Failure Tekanan semua darah
Forward Failure
Distole secara normal
kembali dari
LEVD sirkulasi vena
Tekanan
Suplai darah Suplai Renal Atrium Pembesaran Retensi
jaringan O2 Otak Flow Tekanan Kanan cairan pada
vena di
Vena abdomen ekstremilitas
Pulmonis bawah
Metabolisme Sinkop AAA Anorexia & mual
Anerob Lien Hepar
Tekanan
Kapiler DEFISIT
PERFUSI Retensi Paru Spinomegali NUTRISI
Penimbunan
PERIFER Na+H2O
asam laktat & Hepatomegali
ATP TIDAK Piting
EFEKTIF Edema
HIPERVOLEMIA NYERI
Fatigue Mendesak Tekanan
Diafragma Pembuluh
Edema Beban Portal
INTOLERAN AKTIVITAS Ventrikel
Paru
Kanan Sesak
Cairan terdorong
Nafas
ke rongga abdomen
Ronkhi Hipertropy
Basah Ventrikel GANGGUAN
POLA NAFAS
Kanan TIDAK EFEKTIF Asitea INTEGRITAS
KULIT
GANGGUAN
Penyempitan
PERTUKARAN
Lumen
GAS Ventrikel
Kanan
2.1.5 Komplikasi
Menurut Wijaya & Putri (2013) komplikasi pada gagal jantung yaitu :
2.1.5.1 Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri
2.1.5.2 Syok kardiogenik, yaitu stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat keorgan
vital (jantung dan otak)
2.1.5.3 Episode trombolitik, yaitu trombus yang terbentuk karena imobilitas pasien
dan gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat
pembuluh darah.
2.1.5.4 Efusi perikardial dan tamponade jantung, yaitu masuknya cairan kekantung
perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran
maksimal. CPO menurunkan aliran balik vena kejantung menuju tomponade
jantung

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Udjianti (2020) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
adalah:
2.1.6.1 Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau polisitemia
vera
2.1.6.2 Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
2.1.6.3 Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik.
2.1.6.4 Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang merupakan
resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan.
2.1.6.5 Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan penyakit
adrenal.
2.1.6.6 Sedimentasi meningkat akibat adanya inflamasi akut.
2.1.6.7 Tes fungsi ginjal dan hati: menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal
2.1.6.8 Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
2.1.6.9 Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran ruang jantung,
hipertropi ventrikel
2.1.6.10 Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang menunjang
penurunan kemampuan kontraksi.
2.1.6.11 Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema paru.
2.1.6.12 Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
2.1.6.13 EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan disritmia

2.1.7 Penatalaksanaan Medis


Menurut Mansjoer dan Triyanti (2007), penatalaksanaan medis untuk pasien
dengan diagnose CHF dilakukan sebagai berikut:
2.1.7.1 Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas
2.1.7.2 Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
b. Digitalisasi
1). Dosis digitalis
a) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2). Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari.
untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
4) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat:
a). Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.
b). Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.

2.1.8 Penatalaksanaan Keperawatan Non Farmakologi :


2.1.8.1 CHF Kronik
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
b. Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
c. Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
d. Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
e. Olahraga secara teratur.
2.1.8.2 CHF Akut
a. Oksigenasi (ventilasi mekanik)
b. Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)

Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
b. Monitoring difokuskan pada : monitoring BB setiap hari dan intake
natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF : pemberian makanan tambahan yang
banyak mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dan lain-lain
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi
dengan bantuan terapi.
2.2 Hemodinamika
2.2.1 Pengertian Hemodinamika
Hemodinamika adalah ilmu yang mempelajari pergerakan darah dan daya
yang berperan di dalamnya. Hemodinamika erat kaitannya dengan
mekanisme sirkulasi darah dalam tubuh (Saputro, 2013). Hemodinamik
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan volume, jantung, dan
pembuluh darah. Hemodinamik ini diatur oleh system saraf simpatik dan
parasimpatik (Katili, 2015). Sistem peredaran darah terdiri dari jantung dan
system pembuluh darah bercabang yang luas, yang fungsi utamanya adalah
transportasi oksigen, nutrisi dan zat-zat lain serta panas ke seluruh tubuh.

Dalam konteks medis, istilah hemodinamik merujuk pada ukuran dasar fungsi
kardiovaskular, seperti tekanan arteri atau curah jantung (Secomb, 2017).
Evaluasi utama dari kondisi hemodinamik dilakukan dengan menilai denyut
jantung (HR) dan tekanan darah rata-rata (BP) sebagai pengganti perfusi
jaringan (Truijen, et al, 2017).

2.1.2 Pemantauan Hemodinamik, yaitu pengamatan parameter fisiologi dari sistem


kardiovaskular, dibutuhkan untuk pasien yang dirawat di unit perawatan
intensif karena ketidakstabilan hemodinamik yang menyebabkan
ketidakseimbangan antara pengiriman dan permintaan oksigen (Huygh,
2016) Ketidakstabilan hemodinamik ini didasari atas 3 (tiga) kelainan
hemodinamik utama, yaitu perubahan volume sirkulasi (hipovolemia),
disfungsi jantung dan perubahan tonus vaskular (misalnya syok vasoplegik
pada sepsis) yang akan mengakibatkan disfungsi organ, gagal multi organ,
dan akhirnya kematian (Teboul, 2016)
Pasien di unit perawatan intensif dibagi atas pasien dengan hemodinamik
stabil dan tidak stabil. Pasien dengan hemodinamik stabil membutuhkan
pemantauan tidak lebih dari elektrokardiografi kontinu, pengukuran tekanan
darah tidak invasif secara regular, dan saturasi oxygen perifer (SpO2).
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil atau berisiko tidak stabil harus
mendapatkan akses arterial untuk pengukuran tekanan darah invasif kontinu
dan analisa gas darah regular (Huygh, 2016).

Pasien yang mendapat vasopresor dan inotropik memerlukan akses vena


sentral untuk pemberian obat, pengukuran tekanan vena sentral, dan
pemeriksaan saturasi oxygen vena sentral (ScvO2 ). Bila resusitasi awal
gagal memperbaiki hemodinamik dan status respirasi maka dibutuhkan
pemantauan hemodinamik lanjut seperti curah jantung (CO), pulmonary
arterial pressure (PAP), stroke volume variasi (SVV) dan lain-lain dalam
menuntun management medis (Huygh, 2016).

Pengukuran curah jantung (cardiac output=CO) dan komponennya (preload,


afterload dan contractility) memberi informasi tentang perlunya resusitasi
cairan, dan pemberian obat vasopressor atau obat inotropik. Digunakan juga
sebagai alat yang menentukan type shock (hypovolemic, cardiogenic,
obstructive atau distributive) sesuai profile hemodinamik (Huygh, 2016).
Perkembangan pemantauan hemodinamik telah bergeser dari pemantau
invasif kepada kurang invasif atau minimal invasif sampai teknik tidak invasif.
Perangkat pemantau hemodinamik ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
kalibrasi yang dibagi atas teknik kalibrasi atau tidak kalibrasi, berdasarkan
tingkatan invasif (invasif, kurang atau minimal invasif, atau tidak-invasif) dan
yang bersifat statis atau dinamis. Pada teknik kalibrasi dilakukan dengan
maksud menghilangkan atau mengurangi bias pada pengukuran kontinu
sehingga didapatkan hasil lebih akurat. (De Backer, 2016).

Metode pemantauan curah jantung didasarkan pada Ficks principle,


thermodilution, doppler, analisa kontur nadi, dan bioimpendance (Mehta,
2014). Syarat pemantau curah jantung yang ideal adalah harus kurang
invasif atau tidak invasif, kontinu (dinamis), hemat biaya, dapat digandakan,
dapat dipercaya selama perubahan fisiologis dan memiliki waktu respons
yang cepat (Walters, 2013).

Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk menilai kecukupan perfusi,


khususnya dalam mempertahankan kecukupan tekanan perfusi dalam
penghantaran oxygen ke jaringan,sehingga didapatkan informasi klinik yang
akan memengaruhi pembuatan keputusan medik, untuk melakukan
intervensi sebelum terjadi komplikasi seperti gagal organ dan kematian. Jadi
pemantauan hemodinamik berperan dalam diagnostik, terapi dan resusitasi.
(Kipnis, 2012)

2.2.2 Komponen Hemodinamik


Menurut Susanto (2015), hemodinamik adalah ilmu yang memepelajari
peredaran darah dan daya yang berperan di dalamnya. Hemodinamik erat
kaitannya dengan mekanisme sirkulasi darah dalam tubuh. Komponen
hemodinamik secara umum terdiri atas tiga komponen utama yaitu:
a. Volume (darah dan cairan)
b. Pembuluh darah (arteri, vena, dan kapiler)
c. Jantung sebagai pompa

Hemodinamik dapat dipantau secara invasif dan noninvasif. Pemantauan


hemodinamik secara noninvasif terdiri dari beberapa komponen antara lain
tekanan darah, nadi, heart rate, pernapasan, indikator perfusi perifer,
produksi urin, saturasi oksigen, dan GCS (Katili, 2015).

2.1.3 Pemantauan Hemodinamik


a. Invasif
Pemantauan parameter hemodinamik invasif dapat dilakukan pada
arteri, vena sentral ataupun arteri pulmonalis. Metode pemeriksaan
tekanan darah langsung di intrarterial adalah mengukur secara aktual
tekanan dalam arteri yang dikanulasi, yang hasilnya tidak dipengaruhi
oleh isi atau kuantitas aliran darah. Kanulasi di vena sentral merupakan
akses vena yang sangat bermanfaat pada pasien sakit kritis yang
membutuhkan infus dalam jumlah besar, nutrisi parenteral dan obat
vasoaktif.

Sistem pemantauan hemodinamik terdiri dari 2 kompartemen: elektronik


dan pengisian cairan (fluid-filled). Parameter hemodinamik dipantau
secara invasif sesuai azas dinamika sistem pengisian cairan.
Pergerakan cairan yang mengalami suatu tahanan akan menyebabkan
perubahan tekanan dalam pembuluh darah yang selanjutnya
menstimulasi diafragma pada transducer. Perubahan ini direkam dan
diamplifikasi sehingga dapat dilihat pada layar monitor.

b. Non Invasif
Menurut Marik dan Baram (2007) parameter non invasif yang sering
digunakan untuk menilai hemodinamik pasien adalah:
1) Pernapasan
Frekuensi pernapasan atau RR pada pasien yang menggunakan
ventilasi mekanik ditentukan pada batas atas dan batas bawah.
Batas bawah ditentukan pada nilai yang dapat memberikan
informasi bahwa pasien mengalami hipoventilasi dan batas atas
pada nilai yang menunjukkan pasien mengalami hiperventilasi.
Pengaturan RR pada pasien disesuaikan dengan usia pasien
(Sundana, 2008). Frekuensi pernapasan normal pada usia
neonates: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 bulan sampai 1 tahun:
30 sampai dengan 60 kali/menit, 1 sampai 2 tahun: 25 sampai
dengan 50 kali/menit, 3 sampai 4 tahun: 20 sampai dengan 30
kali/menit, 5 sampai 9 tahun dan usia lebih dari 10 tahun: 15 sampai
dengan 30 kali/menit. Pada pasien dewasa lebih sering digunakan
pada angka 12-24x/menit (Matondang, Wahidiyat & Sastroasmoro,
2009).
2) Saturasi Oksigen (SaO2)
Pemantauan SaO2 menggunakan pulse oximetry untuk mengetahui
prosentase saturasi oksigen dari hemoglobin dalam darah arteri.
Pulse oximetry merupakan salah satu alat yang sering dipakai untuk
observasi status oksigenasi pada pasien yang portable, tidak
memerlukan persiapan yang spesifik, tidak membutuhkan kalibrasi
dan non invasif. Nilai normal SaO2 adalah 95-100% (Fergusson,
2008).

3) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah
terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang
terkandung di dalam pembuluh dan daya regang, atau ditensibilitas
dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut
diregangkan). Pada saat sistole ventrikel, satu sisi sekuncup darah
masuk ke arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga
dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke
arteriol. Selama diastol, tidak ada darah yang masuk ke arteri,
sementara darah terus keluar dari arteri, didorong oleh recoil elastic.

Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu darah


disemprotkan ke dalam pembuuh tersebut selama sistole (tekanan
sistole), rerata adalah 120 mmHg sedangkan tekanan diastole rerata
adalah 80 mmHg. Pada saat Pengukuran tekanan darah rutin
merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri, yang dapat digunakan
sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata (Sherwood,
2014).

Di dalam tubuh terjadi empat proses fisiologis utama untuk tetap


menjaga variasi tekanan dalam batas normal yaitu: pengaturan saraf
(simpatis dan parasimpatis), mekanisme pengaturan fisik intrinsik,
mekanisme autoregulasi dan mekanisme hormonal. Berbagai
proses fisiologis tersebut memiliki proses yang berbeda yang
dikelompokkan menjadi mekanisme jangka pendek, menengah dan
jangka panjang. Untuk output jangka pendek akan menjadi koreksi
untuk perubahan tekanan darah sesaat, untuk jangka menengah
akan menjadi koreksi variasi tekanan darah periode singkat dan
untuk jangka panjang akan menjadi koreksi yang menyebabkan
keseimbangan total selama bertahun-tahun (Srivastava dan
Waghmare, 2016).

Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor.


Nilai normal sesuai usia pasien adalah sebagai berikut: usia 1 bln:
85/50 mmHg, 6 bulan: 90/53 mmHg, 1 tahun: 91/54 mmHg, 2 tahun:
91/56 mm Hg, 6 tahun: 95/57 mmHg, 10 tahun: 102/62 mm Hg, 12
tahun: 107/64 mmHg, 16 tahun: 117/67 mmHg dan 20 tahun ke atas
120/80 mmHg. Pada pasien dewasa lebih sering digunakan pada
angka 110/70 sampai dengan 120/80 mmHg (Ramesh, 2003).

4) Mean Arterial Pressure (MAP) atau tekanan arteri rata-rata


Tekanan arteri rata-rata merupakan tekanan rata-rata selama satu
siklus denyutan jantung yang dihitung sebagai tekanan diastolik
ditambah sepertiga dari tekanan nadi (Kundu et all, 2017). Setiap
siklus jantung, tekanan arteri lebih dekat dengan tekanan diastole
daripada sistole untuk periode yang lama dari tiap siklus jantung.
Pada kecepatan jantung istirahat, sekitar dua pertiga siklus jantung
dihabiskan dalam diastol dan sepertiga dalam sistole (Sherwood,
2014).

Mean Arterial Pressure (MAP) merupakan penentu utama perfusi


jaringan dan merupakan parameter kunci yang mempengaruhi
fungsi jantung dan sifat dinding arteri sentral. Kadar Mean Arterial
Pressure (MAP) yang tinggi terkait dengan penyakit kardiovaskular
(CV) dan kerusakan organ target, sedangkan kadar yang rendah
dapat merugikan pasien hemodinamik yang tidak stabil dan dalam
keadaan kritis (Kundu dkk, 2017).

Perhitungan MAP dilakukan dengan alat bantu monitor untuk


memberikan informasi terkait perfusi ke arteri
repository.unimus.ac.id 18 koronari, organ tubuh dan kapile. Rumurs
perhitungan MAP adalah 1/3 sistolik + 2/3 diastolik atau perhitungan
nilai normal berkisar 90-100 mmHg.

5) Frekuensi denyut jantung (Heart Rate).


Denyut nadi adalah aliran darah yang teraba dengan jelas
diberbagai titik di tubuh. Darah mengalir melalui tubuh dalam suatu
jalur yang terus menerus. Denyut nadi merupakan indikator status
sirkulasi (Potter & Perry, 2013). Denyut nadi adalah kontraksi dari
vertical kiri jantung yang menimbulkan gelombang darah. Ketika
arteri seseorang, seperti yang terjadi karena usia, tekanan yang
lebih besar diperlukan untuk memompa darah ke arteri (Berman at
al, 2015).

Frekuensi denyut jantung dengan mudah dapat diukur dengan


mengukur denyut nadi. Denyut nadi adalah denyut jantung yang
dihantarkan lewat arteri dan dirasakan sebagai denyut (Kasenda
dkk, 2014). Denyut nadi merupakan gelombang suatu gelombang
yang teraba pada arteri bila darah di pompa keluar jantung. Denyut
nadi dapat dirasakan atau diraba pada arteri yang dekat dengan
permukaan tubuh, seperti areri temporalis yang terletak di atas
tulang temporal, arteri dorsalis pedis yang terletak di belokan mata
kaki, arteri brakhialis yang terletak di depan lipatan sendi siku, arteri
radialis yang terletak di depan pergelangan tangan, dan arteri karotis
yang terletak di ketinggian tulang rawan tiroid.

Frekuensi denyut nadi untuk orang normal jumlahnya sama dengan


denyut jantung (Silva et all, 2018). Banyak hal yang mempengaruhi
frekuensi denyut nadi di antaranya adalah jenis kelamin, umur,
posisi tubuh, dan aktivitas fisik. Frekuensi 12 denyut nadi istirahat
anak laki-laki lebih rendah daripada anak perempuan seusianya.
Pada umur 2-7 tahun anak laki-laki memiliki rata-rata denyut nadi
istirahat sebesar 97 denyut per menit, sedangkan anak perempuan
memiliki rata-rata 98 denyut per menit. Anak laki-laki pada umur 8-
14 tahun, mempunyai rata-rata frekuensi denyut nadi istirahat 76
denyut per menit sedangkan anak perempuan sebanyak 94 denyut
per menit. Rerata denyut nadi istirahat anak laki- laki pada umur 21-
28 tahun adalah 73 denyut per menit sedangkan anak perempuan
sebesar 80 denyut per menit. Orang laki-laki pada usia tua yaitu 70-
77 tahun, mempunyai rata-rata frekuensi denyut nadi istirahat 67
denyut per menit sedangkan perempuan 81 denyut per menit
(Sandi, 2016).

Pengaruh umur terhadap frekuensi denyut nadi istirahat dapat dilihat


dari denyut nadi istirahat. Denyut nadi normal dapat dikategorikan
sesuai umur yaitu: dewasa 60-80, anak 80-100 dan bayi 100-140
(Kasenda dkk, 2014)

2.2. Foot Massage


2.2.1 Pengertian
Terapi pijat atau massage adalah salah satu terapi komplementer yang saat
ini digunakan untuk hipertensi. Massage merupakan terapi paling efektif
untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi karena dapat
menimbulkan efek relaksasi pada otot-otot yang kaku sehingga terjadi
vasodilatasi yang menyebabkan tekanan darah turun secara stabil. Macam-
macam metode massage yaitu metode Swedish massage, aroma massage,
massage therapy, accupoint massage, scalp massage, without massage,
back massage, classic massage, single session massage, mechanical
massage, foot massage, dan whole body massage (Ardiansyah, 2019).

Foot massage merupakan salah satu terapi komplementer yang aman dan
mudah diberikan dan mempunyai efek meningkatkan sirkulasi,
mengeluarkan sisa metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi,
mengurangi rasa sakit, merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman
pada pasien (Afianti, 2017). Foot massage adalah manipulasi jaringan lunak
pada kaki secara umum dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada
telapak kaki yang berhubungan dengan bagian lain pada tubuh
(Abduliansyah, 2018).

Foot massage bertujuan untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi


kegiatan jantung dalam memompa, dan mengurangi mengerutnya dinding-
dinding pembuluh nadi halus sehingga tekanan pada dinding-dinding
pembuluh darah berkurang dan aliran darah menjadi lancar sehingga
tekanan darah akan menurun (Patria, 2019).

Sebagai salah satu terapi non konvensional yang dapat digunakan sebagai
salah satu alternatif, foot massage terbukti dapat menimbulkan efek relaksasi
pada otot-otot yang kaku sehingga terjadi vasodilatasi yang menyebabkan
tekanan darah turun secara stabil (Ainun dkk., 2021). Terapi ini bertujuan
untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi kegiatan jantung dalam
memompa, dan mengurangi mengerutnya dinding-dinding pembuluh nadi
halus sehingga tekanan pada dinding dinding pembuluh darah berkurang dan
aliran darah menjadi lancar.

Selain aman dan mudah diberikan juga mempunyai efek meningkatkan


sirkulasi, mengeluarkan sisa metabolisme, meningkatkan rentang gerak
sendi, mengurangi rasa sakit, foot massage merelaksasikan otot dan
memberikan rasa nyaman pada pasien. Pemberian foot massage dapat
manipulasi jaringan lunak pada kaki secara umum dan tidak terpusat pada
titik-titik tertentu pada telapak kaki yang berhubungan dengan bagian lain
pada tubuh.

Berdasarkan hasil penelitian Wuisan(2019) dan Ginting (2018), pada pasien


yang dirawat di ruang (ICU), diketahui di ruang ICU banyak pasien yang
memiliki ketidakstabilan hemodinamika karena penyebab diantaranya
lingkungan, kebisingan, pencahayaan, dan terapi obat. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penelitian terhadap pasien di ruang ICU menyatakan
bahwa foot massage sebagai intervensi yang digunakan pada pasien kritis
dikarenakan kaki mudah diakses, mampu merangsang sirkulasi peredaran
darah yang dapat membuat suasana hati pasien menjadi nyaman, relaks,
dan memiliki pengaruh yang positif sehingga akan mempengaruhi stabilitas
hemodinamik pasien.

Menurut Naikwadi, dkk. (2020) pengaruh pijat kaki ini memberikan


kenyamanan seperti rasa relak pada tubuh, mengurangi persepsi nyeri,
memperbaiki kualitas tidur, dengan mempengaruhi sistem lokomotor dan
sistem saraf serta sistem kardiovaskular. Selain obat tekanan darah, diet,
perubahan gaya hidup, terapi pijat kaki juga dapat meningkatkan kualitas
tidur, karena pasien terbanyak adalah tidak mampu mempertahankan
tekanan darah yang sehat dengan mudah dan durasi tidur yang normal.

Hasil penelitian Yusman (2020), menyatakan kondisi pada pasien post


operasi biasanya timbul ketidaknyamanan fisik pada pasien diantaranya
adalah timbul nyeri yang disertai dengan kegelisahan dan mengakibatkan
sulit untuk tidur. Salah satu terapi untuk meningkatkan kualitas tidur yaitu
dengan pemberian foot massage yang dimulai dari pemijatan kaki dan
diakhiri dengan pemijatan telapak kaki sehingga merespon sensor syaraf
kaki yang kemudian pijatan pada kaki ini meningkatkan neurotransmiter
serotonin dan dopamin yang rangsangannya diteruskan ke hipotalamus dan
menghasilkan Corticotropin Releasing Factor (CRF) yang merangsang
kelenjar pituary untuk meningkatkan produksi Proopioidmelanocortin
(POMC) dan merangsang medula adrenal meningkatkan sekresi endorfin
yang mengaktifkan 210 parasimpatik sehingga terjadi vasodilatasi pada
pembuluh serta memperlancar aliran darah sehingga membantu otot-otot
yang tegang menjadi relaks sehingga RAS (Retikuler Aktivating System)
terstimulasi untuk melepaskan serotonin dan membantu munculnya
rangsangan tidur serta meningkatkan kualitas tidur seseorang.

Hasil penelitian Unal dkk (2016), pada pasien hemodialisis yang mengalami
kelelahan karena berbagai alasan yaitu ketidakseimbangan cairan elektrolit,
abnormal pengeluaran energi, dan depresi yang menyebabkan pasien
mengalami gangguan tidur. Hasil pada penelitian mereka menyatakan bahwa
pijat efektif dalam meningkatkan kualitas tidur. Terapi pijat dianggap
menghasilkan efek terapeutik dan untuk menurunkan kadar kortisol,
norepinefrin,dan epinefrin dengan merangsang sistem saraf, sehingga
meningkatkan kualitas tidur pasien. Tetapi pijat pada kaki lebih efektif karena
pijat kaki bagian bawah secara sistematik dan ritmik akan mengurangi
ketegangan otot, menciptakan suasana relaks yang pada akhirnya dapat
memperbaiki kualitas tidur pasien.

Berdasarkan hasil penelitian Tussolihah (2018) menyatakan bahwa adanya


pengaruh foot massage terhadap pasien Coronary Artery Disease (CAD)
karena dapat memperlancar peredaran darah, memberikan rasa rileks pada
tubuh, menghilangkan stress, memberikan kebugaran pada tubuh, dan
adanya peningkatan dalam kestabilan hemodinamika. .

2.2.2 Tahapan Foot Massage


2.2.2.1 Tahap persiapan
a. Menyediakan alat
b. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan.
c. Mengamati perimeter Status Hemodinamik sebelum terapi
2.2.2.2 Tahap kerja
a. Massage bagian punggung kaki
1) Ambilah posisi mengahadap ke kaki klien dengan kedua lutut berada
disamping betisnya.
2) Letakkan tangan kita sedikit diatas pergelangan kaki dengan jari-jari
menuju keatas dengan satu gerak tak putus luncurkan tangan ke
atas pangkal paha dan kembali turun disisi kaki mengikuti lekuk kaki.
3) Tarik ibu jari dan buat bentuk V (posisi mulut naga). Letakkan tangan
diatas tulang garas dibagian bawah kaki. Gunakan tangan secara
bergantain untuk memijat perlahanhingga ke bawah lutut dengan
tangan masih pada posisi V urut keatas dengan sangat lembut
hingga ke tempurung lutut, pisahkan tangan dan ikuti lekuk
tempurung lutut pijat ke bagian bawah.
4) Lalu ulangi pijat keatas bagian tempurung lutut.
5) Tekanlah dengan sisi luar telapak tangan membuat lingkaran secara
bergantian mulai dari atas lutut hingga pangkal paha dan
mendorong otot.
6) Dengan kedua tangan pijatlah kebawah pada sisi kaki hingga ke
pergelangan kaki. Kemudian remas bagian dorsum dan plantaris
kaki dengan kedua tangan sampai ke ujung jari.
7) Ulangi pada kaki kiri.
b. Massage bagian telapak kaki
1) Letakan alas yang cukup besar dibawah kaki klien.
2) Tangkupkan telapak tangan kita disekitar sisi kaki kanannya
3) Rilekskan jari-jari serta gerakan tangan kedepan dan kebelakang
dengan cepat, ini akan membuat kaki rileks.
4) Biarkan tangan tetap memegang bagian atas kaki
5) Geser tangan kiri kebawah tumit kaki, dengan lembut Tarik kaki
kearah pemijat mulai dari tumit. Dengan gerakan oval putar kaki
beberapa kali ke setiap arah.
6) Pegang kaki pasangan dengan ibu jari kita berada diatas dan
telunjuk dibagian bawah.
7) Kemudian dengan menggunakan ibu jari, tekanan urat-urat otot
mulai dari jaringan antara ibu jari dan telunjuk kaki. Tekan
diantaranya urat-urat otot dengan ibu jari ulangi gerakan ini pada
tiap lekukan.
8) Pegang tumit kaki dengan tangan kanan, gunakan ibu jari dan
telunjuk tangan kiri pemijat untuk menarik kaki dan meremas jari
kaki. Pertama-tama, letakkan ibu jari pemijat diatas ibu jari kaki dan
telunjuk dibawahnya, kemudian pijat dan tarik ujungnya, dengan
gerakan yang sama pijat sisi-sisi jari. Lakukan gerakan ini pada jari
yang lain.
2.2.2.3 Evaluasi
a. Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya
b. Kaji parameter status hemodinamik pasca terapi
BAB 3
PENERAPAN EVIDENCE BASED NURSING (EBN)

3.1. Kasus
Nama pasien : Tn. L
Usia : 86 tahun
Dikaji tanggal : 19 Januari 2023 (jam 08.00WIB)
Keluhan pasien saat dikaji:
Keluhan utama saat dikaji adalah sesak nafas disertai badan lemas, batuk
berdahak. Saat dikaji didapatkan data objektif TD: 150/90MmHg HR: 95x/mnt
RR: 30x/mnt . terpasang 0ksigen 3L/mnt nasal kanul. Saturasi 97% dengan
nasal kanul, 93% on air. MAP: 110 MmHg. Pada pemeriksaan paru terdengar
suara tambahan ronchi. Pasien Riwayat perokok berat diwaktu mudanya dan
Riwayat berhenti merokok tahun usia 59 th.
3.2 Telaah Jurnal

TELAAH
JURNAL 1 JURNAL 2
JURNAL
Judul Jurnal Aplikasi Foot Massage untuk Pengaruh Terapi Pijat Kaki
Menstabilkan Hemodinamik di Terhadap Status
Ruang Intensive Care Unit Hemodinamik pada Pasien
Rumah Sakit Umum Pusat dr. Terpasang Ventilator di
Soeradji Tirtonegoro Klaten Intensive Care Unit (ICU)
RSUD Ulin Banjar Masin
Nama Penulis Arditya Kurniawan Izma Daud
Beti Kristinawati Revina Nurul Sari
Nur Widayati
Tahun 2019 2020
P Problem: Problem:
31 pasien yang di rawat di
6 dari 8 pasien di Ruang ICU
Ruang ICU pada rentang
mengalami ketidakstabilan
Desember 2019 – Januari 2020
hemodinamik yaitu yang
mengalami
ditandai dengan Tekanan
ketidakstabilanhemodinamik
Darah, MAP, Heart Rate,
dengan parameter yang terdiri
Respiratory rate, dan Saturasi
atas: tekanan darah, heart rate.
O2 mengalami keadaan yang
MAP, saturasi oksigen dan
berubah-ubah dari batas
respirasi.
normal.
Populasi: Populasi:
10 pasien yang di rawat di 31 responden yang diteliti
ruang ICU RSUP dr. Soeradji diruang ICU RSUD Ulin
Tirtonegoro Klaten, Banjarmasin sebagian
Karakterisitk reponden dari 10 besar responden dengan
pasien, 7 orang berjenis jenis kelamin laki-laki yaitu
kelamin laki-laki dan 3 pasien berjumlah 21 orang (68%)
berjenis kelamin perempuan, dan perempuan berjumlah
dan rata-rata usia terbanyak 10 orang (32%).
adalah diatas 60 tahun
I Intervensi foot massage Intervensi foot massage
sebanyak 2 (dua) kali pada sebanyak 1 (satu) kali pada
pasien di Ruang ICU untuk pasien di Ruang ICU untuk
menstasbilkan status menstasbilkan status
hemodinamik hemodinamik
C foot massage memberi Foot massage berpengaruh
pengaruh terhadap penurunan terhadap penurunan tekanan
MAP, penurunan denyut darah sistol dan diastol, mean
jantung, penurunan frekuensi arteri pressure, heart rate, dan
pernafasan, namun terdapat respirasi dan tidak
peningkatan saturasi oksigen berpengaruh terhadap saturasi
oksigen.
O Penerapan aplikasi foot Penerapan foot massage
massage yang dilakukan pada therapy yang dilakukan pada
pasien kritis dengan pasien kritis yang terpasang
ketidakstabilan hemodinamik di ventilator di Ruang ICU
Ruang ICU memberikan memberikan manfaat
manfaat menstabilkan menstabilkan hemodinamik
hemodinamik pada HR, RR, pada tekanan darah, nadi,
dan MAP, sehingga dapat MAP, dan respirasi.
menurunkan hari perawatan
pasien di ICU.

3.3 Pembahasan Jurnal


Kedua jurnal menunjukkan bahwa pada pasien-pasien yang dirawat di ICU
dengan masalah gangguan pada jantung akan mengalami ketidak tabilan
hoemodinamik seperti tensi darah, nadi, Mean Arteri Pressure (MAP) dan
respirasi yang tidak stabil setiap saat bisa mengalami perubahan, untuk itu di
ruang ICU /ICCU perlu dipantau setiap waktu dengan monitor dan
pengawasan ketat oleh petugas. Pada beberapa-penelitian tersebut, telah
terbukti bahwa pemberian terapi pijat kaki dapat berguna sebagai terapi
komplementer yang dapat berpengaruh terhadap hemodinamik pasien.

Pada jurnal 1 dan 2, Terapi Foot Massage dilakukan kepada responden


pasien yang dirawat di ruang ICU selama 2 bulan yang mengalami
ketidakstabilan tensi, nadi, dan pernafasan. Berdasarkan hasil pengamatan,
para pasien mengalami penurunan tensi dan nadi serta pernafasan setelah
dilakukan terapi foot massage selama 30 menit. Berdasarkan penelitian di
atas pula, foot massage yang dilakukan kepada pasien kritis di ICU
memberikan manfaat dalam menstabilkan hemodinamik pada tekanan
darah, nadi, MAP dan respirasi.
Seseorang yang mendapatkan terapi foot massage akan mengalami efek
relaksasi yang dapat menstimulus diproduksinya hormon endorphin
sehingga dapat menurunkan aktifitas sistems simpatis dan sistem aktifitas
parasimpatis. Efek yang ditimbulkan dapat menyegarkan dan menimbulkan
perasaan santai dan nyaman karena terjadinya rangsangan pada saraf
perifer dapat meningkatkan sirkulasi kulit perifer melalui saraf simpatis yang
menimbulkan respon relaksasi pada otot dan memperluas sirkulasi pembuluh
darah, membuat rasa nyaman yang dapat menstabilkan status hemodinamik.

Berdasarkan jurnal dan hasil-hasil penelitian di atas, penulis tertarik untuk


menerapkan Terapi Foot Massage terhadap pasien yang mengalami
gangguan hemodinamik yang menderita Congestive Heart Failure (CHF)
atau disebut juga pasien gagal jantung di Ruang ICU Rumah Sakit Santa
Theresia Jambi.

Terapi Foot Massage ini dipilih untuk diterapkan karena kaki merupakan
daerah yang mudah diakses, tidak memerlukan terlalu banyak pergerakan
dan merupakan salah satu terapi komplementer yang aman dan mudah
diberikan dan mempunyai efek meningkatkan sirkulasi, mengeluarkan sisa
metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi, mengurangi rasa sakit,
merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien (Afianti,
2017).

3.4 Implementasi
3.4.1 Terapi Foot Massage pada Tn. L (86 tahun)
Tanggal: 19 Januari 2023, Waktu: Pkl. 08.00 WIB sd 08.10 WIB
Subjektif : Pasien mengatakan sesak nafas, badan lemas
Objektif : Pasien tampak lemah, kesadaran : CM TD: 140/90 MmHg,
HR: 90x/mnt RR: 32x/mnt, SPO2: 97% dengan O2 3l/mnt
nasal canul dan 93% dengan udara bebas. MAP:106.6
MmHg
Analisis : Gangguan pertukaran gas
Intervensi : Penerapan Terapi Foot Massage

Implementasi Hari Ke-1: 19 Januari 2023


Waktu : Pkl. 08.20 WIB sd 08.45 WIB :
Intervensi : Melakukan massage punggung kaki kiri pasien kemudian
punggung kaki kanan pasien dari atas kebawah, kemudian
melakukan massage pada telapak kaki kiri ke telapak
kanan selama 20 menit dengan mengolesi baby oil.
Evaluasi : PkL. 09.00 WIB
Subjek : Pasien mengatakan merasa nyaman saat dipijat, sesak
masih ada tapi mulai berkurang.
Objektif : TD: 130/90 MmHg HR: 88x/mnt RR: 30x/mnt SPO2 : 98%
O2: 2 liter nasal. MAP: 103.3 MmHg
Analisis : Gangguan pertukaran gas sebagian teratasi
Planning : Lanjutkan tindakan Terapi Foot Massage setiap hari
selama 20 menit sampai dengan pasien pulang.

Implementasi Hari ke-2: 20 Januari 2023


Waktu : Pkl. 08.00 WIB sd 09.00 WIB
Intervensi : Melakukan massage punggung kaki kiri pasien kemudian
punggung kaki kanan pasien dari atas kebawah, kemudian
melakukan massage pada telapak kaki kiri ke telapak
kanan selama 20 menit dengan mengolesi baby oil.
Evaluasi : Pkl. 09.00 WIB
Subjek : Pasien mengatakan merasa nyaman saat dipijat, sesak
masih ada tapi mulai berkurang.
Objektif : Pasien tampak rileks TD: 114/60 MmHg HR: 90x/mnt RR:
3x/mnt SPO2 : 98%, O2 2 liter nasal. MAP: 98 MmHg
Analisis : Gangguan pertukaran gas sebagian teratasi
Planning : Lanjutkan tindakan Terapi Foot Massage setiap hari
selama 20 menit sampai dengan pasien pulang.
Implementasi hari ke-3: 21 Januari 2023
Waktu : Pkl. 08.00 WIB sd 09.10 WIB
Intervensi : Melakukan massage punggung kaki kiri pasien kemudian
punggung kaki kanan pasien dari atas kebawah, kemudian
melakukan massage pada telapak kaki kiri ke telapak
kanan selama 20 menit dengan mengolesi baby oil.
Evaluasi : Pkl. 09.30 WIB
Subjek : Pasien mengatakan merasa nyaman saat dipijat, sesak
mulai berkurang.
Objektif : Pasien tampak rileks TD: 130/90 MmHg HR: 90x/mnt RR:
30x/mnt SPO2 : 99% HR: 80x/mnt. MAP: 103.3 MmHg
Analisis : Gangguan pertukaran gas sebagian teratasi
Planning : Lanjutkan tindakan Terapi Foot Massage setiap hari
selama 20 menit sampai dengan pasien pulang.

3.4.2 Pembahasan
Pasien CHF yang dirawat di Ruang ICU rata-rata mengalami ketidakstabilan
hemodinamik yang ditandai dengan peningkatan MAP, denyut jantung dan
frekuensi pernafasan serta penurunan saturasi oksigen. Hemodinamik
adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan
karakteristik fisiologis fascular verifier.

Tekanan psikologis di ruang rawat intensif dapat menyebabkan kegelisahan


yang dikarenakan pasien terpapar secara langsung pada ancaman terhadap
kematian, Tindakan medis, ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan
hilangnya kontrol terhadap diri sendiri yang dapat meningkatkan
kemungkinan pasien menjadi stress seperti yang terjadi pada kasus TN. L
yang sudah dirawat selama 2 (dua) hari di ruang ICU Rumah Sakit St.
Teresia: pasien mengalami tensi darah yang naik-turun serta MAP dan HR
RR yang tinggi.

Pada aplikasi Terapi Foot Massage yang dilakukan selama 3 hari bertutut-
turut terhadap Tn. L didapati data TTV sebelum dilakukan terapi foot
massage yaitu : TD: 140/90 MmHg HR: 90x/mnt RR: 32x/mnt terpasang O2
3 liter per menit nasal canul SPO2: 97%, MAP: 106 MmHg pasien mengeluh
lemas dan sesak. Setelah dilakukan terapi foot massage selama 3 (tiga)
hari terjadi perbaikan terhadap tanda-tanda vital pasien. Pada pengukuran
akhir didapatkan data TD: 130/90 MmHg HR: 80x/mnt RR: 30x/mnt SPO2 :
99% dengan O2 2liter nasal dan 95 % O2 udara bebas, MAP: 103MmHg.
Pasien mengatakan sesak berkurang dan lemas berkurang. Pasien terlihat
lebih rieks dari sebelum dilakukan terapi foot massage. Hal itu
menunjukkan banhwa penerapan terapi memberikan respon positif pada
perbaikan TTV pasien dan keluhan pasien yaitu: rasa lelah berkurang sesak
berkurang.

Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Tussolihah (2018) menyatakan


bahwa adanya pengaruh foot massage terhadap pasien Coronary Hearth
Faillure (CHF) karena dapat memperlancar peredaran darah, memberikan
rasa rileks pada tubuh, menghilangkan stress, memberikan kebugaran pada
tubuh, dan adanya peningkatan dalam kestabilan hemodinamika. .

3.5 Hambatan
3.5.1 Hambatan yang dialami penulis adalah kurangnya jumlah responden karena
penulis hanya bisa menerapkan terapi foot massage kepada 1 (satu) orang
pasien, sebab saat penulis bertugas/berdinas hanya ada 1 (satu) orang
pasien dengan CHF yang dirawat di Rumah Sakit Santa Teresia Jambi.

3.5.2 Kurang banyaknya sampel penelitian membuat penulis tidak bisa


membandingkan pengaruh terapi foot massage terhadap satu pasien
dengan pasien yang lainnya.

BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Gagal Jantung Kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis berupa
kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Mansjoer dan Triyanti, 2017). Pada pasien-pasien dengan diagnosa gagal
jantung biasanya selalu terjadi ketidak seimbangan hemodinamik.

Hemodinamik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan volume,


jantung, dan pembuluh darah. Hemodinamik ini diatur oleh system saraf
simpatik dan parasimpatik (Katili, 2015). Sistem peredaran darah terdiri dari
jantung dan system pembuluh darah bercabang yang luas, yang fungsi
utamanya adalah transportasi oksigen, nutrisi dan zat-zat lain serta panas ke
seluruh tubuh.

Salah satu therapi komplementer yang direkomendasikan dan sudah terbukti


untuk diterapkan pada pasien-pasien yang mengalami ketidakstabilan
hemodinamik adalah terapi foot massage. Terapi foot massage
merupakan salah satu terapi komplementer yang aman dan mudah diberikan
dan mempunyai efek meningkatkan sirkulasi, mengeluarkan sisa
metabolisme, meningkatkan rentang gerak sendi, mengurangi rasa sakit,
merelaksasikan otot dan memberikan rasa nyaman pada pasien (Afianti,
2017). Terapi foot massage adalah manipulasi jaringan lunak pada kaki
secara umum dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak kaki
yang berhubungan dengan bagian lain pada tubuh (Abduliansyah, 2018).

Foot massage bertujuan untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi


kegiatan jantung dalam memompa, dan mengurangi mengerutnya dinding-
dinding pembuluh nadi halus sehingga tekanan pada dinding-dinding
pembuluh darah berkurang dan aliran darah menjadi lancar sehingga
tekanan darah akan menurun (Patria, 2019).

Aplikasi Terapi foot massage terbukti berhasil diterapkan pada pasien


dengan diagnosa CHF di Ruang ICU Rumah Sakit Santa Theresia Jambi.
Sebelum diakukan Terapi foot massage, pasien mengalami
ketidakstabilan pada tensi darah, HR, RR dan SPO2. Setelah dilakukan
therapi foot massage selama 3 (tiga) hari berturut-turut, keluhan lemas pada
pasien pun berkurang, Tensi darah mulai stabil di sekitaran angka
130/90MmHg sd140/90 MmHg. HR yang semula 90 - 99 x/menit setelah
mendapatkan terapi, menjadi 80x/mnt – 88 x/mt. dan untuk pernafasan yang
semula 32x/mnt dengan SPO2 93% setelah dilakukan foot massage SPO2
menjadi tinggi di atas 95%.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Perawat dan Rumah Sakit
Aplikasi terapi foot massage sebagai suatu terapi komplementer dapat
dijadikan sebagai pilihan non farmakologi dalam asuhan keperawatan pada
pasien yang mengalami gangguan ketidak seimbangan hemodinamik
khususnya pasien-pasien yang berada di ruangan ICU rumah sakit. Selain
karena mudah dilakukan dan tidak beresiko untuk pasien-pasien yang dalam
perawatan ICU juga terbukti dapat meningkatkan kestabilan hemodinamik
pada tensi, nadi, MAP, RR dan saturasi oksigen.

4.2.2 Bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Terapi foot massage ini dapat digunakan sebagai bahan masukkan dalam
kegiatan proses belajar mengajar khususnya dalam menstabilkan
hemodinamik pada pasien yang dirawat di ruang ICU maupun ruangan rawat
inap lainnya.

4.2.3 Bagi peneliti selanjutnya


Diharapkan pada peneliti selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang
senada dengan pemberian terapi foot massage ini dapat dilakukan pada
pasien-pasien yang mengalami ketidakstabilan hemodinamik di ruangan
rawat inap

DAFTAR PUSTAKA
Aaronson, I. Philip. and Ward, P.T. Jeremy., (2010). At a Glance Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : EGC.

Adam Ginting, Dameria (2020) Pengaruh Foot Massage Terhadap Kualitas Tidur
Pasien.

Afianti & Mardhiyah (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas Tidur Pasien
di Ruang ICU

Ardini, Desta N. (2017). Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia
Lanjut dengan Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari -
Desember 2016. Semarang: UNDIP

Ainun, H., Ndruru, G. B., Baeha, K. Y., & Sunarti. (2020). PENGARUH TERAPI
MASSAGE PUNGGUNG TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS TIDUR
PADA LANSIA DI PANTI JOMPO YAYASAN GUNA BUDI BAKTI MEDAN
TAHUN 2020. Jurnal Ilmiah Keperawatan IMELDA, 6(2), 93-98.
https://doi.org/10.52943/jikeperawatan.v6i2.388

Ardiansyah. & Huriah, T. (2019). Metode Massage Terhadap Tekanan Darah Pada
Penderita Hipertensi: a Literatur Review. Jurnal Penelitian Keperawatan,
5(1). https://doi.org/10.32660/jurnal.v5i1.334

Abduliansyah, M. R. (2018). Analisa Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien


Hipertensi Primer dengan Intervensi Inovasi Terapi Kombinasi Foot
Massage dan Terapi Murrotal Surah Ar- Rahman terhadap Penurunan
Tekanan Darah di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Sama. Karya Ilmiah Akhir Ners, 1–45.
https://dspace.umkt.ac.id/handle/463.2017/760

Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas
Tidur Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1),
86–97. https://doi.org/10.24198/jkp.v5n1.10

Çankaya, A., & Saritaş, S. (2018). Effect of Classic Foot Massage on Vital Signs,
Pain, and Nausea/Vomiting Symptoms After Laparoscopic
Cholecystectomy. Surgical laparoscopy, endoscopy & percutaneous
techniques, 28(6), 359–365.

Daud & Sari. (2020). Pengaruh Terapi Pijat Kaki terhadap Status Hemodinamik pada
Pasien Terpasang Ventilator di Intensive Care Unit (ICU) RSUD Ulin
Banjarmasin. Universitas Muhammadiyah Banjarmasin Journal of Nursing
Invention Vol.1 No.1 2020

Dr. Aruna (2017). Effectiveness of Foot Massage On Pain, Heart Rate Among
Patient Underwent Abdominal Surgery, International Journal of
Development Research, 7, (11), 16708-16710

De Backer D (2016) What is the role of invasive hemodynamic monitoring in critical


care?. Dalam : Deutschman CS, Neligan PJ, penyunting. Evidence-Based
Prac Crit Care. Elsevier; 2016. Hlm. 83–7

Ferguson RP, Phelan T, Haddad T, Hinduja A, Dubin NH. (2008) Survival after in-
hospital cardiopulmonary resuscitation. Southern Medical Journal.
Oct;101(10):1007-1011. DOI: 10.1097/smj.0b013e318184ac77. PMID:
18791505.
Gattinoni, L., Taccone, P., Carlesso, E., & Marini, J. J. (2013). Prone position in
acute respiratory distress syndrome. Rationale, indications, and
limits. American journal of respiratory and critical care medicine, 188(11),
1286–1293. https://doi.org/10.1164/rccm.201308-1532CI

Hans-Joachim, Trappe. (2012). Tachycardias. What must the emergency physician


know. Medizinische Klinik, 107(5):351-357. doi: 10.1007/S00063-012-0079-
0

Huygh J, Peeters Y, Bernards J, Malbrain MLNG. (2016). Hemodynamic monitoring


in the Critically ill: an overview of current cardiac output monitoring
methods. F1000Research 2016;5: 2855.

Jevon, P & Ewens, B. (2009). Pemantauan Pasien Kritis, Edisi 2. Jakarta : Erlangga.

Jayanti, N. (2020). Gagal Jantung Kongestif. Dimuat dalam


http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/
(diakses pada 6 Februari 2021)

Kozier, Erb, Berman, & Snyder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses & Praktik. Jakarta: EGC

Kurniawan, Kristinawati & Widayati. (2019). Aplikasi Foot Massage untuk


Menstabilkan Hemodinamik di Ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit
Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. The 10th University Research
Colloqium 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong
Kushariyadi, Setyoadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Penerbit: Salemba Medika. Jakarta.

Leksana, Ery. (2011). Pengelolaan Hemodinamik. Jurnal CDK. No.38 vol.7.


Semarang : RSUP Kariadi.

Malbrain, M.L.N.G., Van Regenmortel, N., Saugel, B. et al. (2018). Principles of fluid
management and stewardship in septic shock: it is time to consider the four
D’s and the four phases of fluid therapy. Ann. Intensive Care 8, 66
https://doi.org/10.1186/s13613-018-0402-x

Mansjoer, A dkk. (2007). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Matondang, Wahidiyat, Sastroasmoro. (2009). Diagnosis Fisis pada Anak, CV


Sagung Seto, Jakarta

Mehta Y, Arora D. (2014). Newer Methods of Cardiac Output Monitoring. World J


Cardiol;6(9):1022–9.

Morton, P.G. and Fontaine, D.K. (2009) Critical Care Nursing, a Holistic Approach.
9th Edition, J.B Lippincott Company, China.

Naikwadi et al., (2020). Effectiveness of Foot Massage on Quality of Sleep among


Patients with Hypertension

Patria, A. (2019). Pengaruh Masase Kaki Terhadap Penurunan Tekanan Darah


pada Kelompok Dewasa yang Mengalami Hipertensi. Jurnal Kesehatan
Panca Bhakti Lampung, 7(1), 48. https://doi.org/10.47218/jkpbl.v7i1.60

Potter dan Perry. (2011). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses, dan


Practice. Jakarta: EGC

Ristanto, R. (2017). Hubungan Respiratory Rate (RR) dan Oxygen Saturation


(SpO2) Pada Klien Cedera Kepala. Jurnal Kesehatan Hesti Wira Sakti, 5(2),
85-90. Retrieved from https://jurnal.poltekkes-
soepraoen.ac.id/index.php/HWS/article/view/206

Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

Soemah & Khotimah. (2015). Pengaruh aromaterapi bunga lavender terhadap


kualitas tidur lansia di RSU Dr Wahidin Sudiro Husodo
Jurnal Keperawatan Bina Sehat, 11 (1)

Sundana, k. (2014). Ventilator Pendekatan Praktis Di Unit Perawatan Kritis.


Bandung: CICU Bandung

Sutanto. (2010). Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern (Hipertensi,


Stroke, Jantung, Kolesterol, dan Diabetes). Yogyakarta: Andi

Teboul JL, Saguel B, Cecconi M, De Backer D, Hofer CK, Monnet X, dkk. (2016).
Less Invasive Hemodynamic Monitoring in Critically Ill Patients. Inten Care
Med. ;42(9):1350– 9.

Truijen J, Lieshout JJ, Wesselink WA, Westerhof BE. (2012). Noninvasive


continuous hemodynamic monitoring. J Clin Monit Comput.; 26:267–78.
Tussolihah, M., & Hidayat, F. R., (2018). Analisa Praktek Klinik Keperawatan pada
Pasien Coronary Artery Disease (CAD) NON STEMI dengan Intervensi
Inovasi Terapi Pijat Kaki terhadap Kualitas Tidur di Ruang Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU) RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2018.

Udjianti, Wajan J. (2010). Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Unal, K. S., & Akpinar, R. B., (2016). The effect of foot reflexology and back
massage on hemodialysis patients' fatigue and sleepquality.
Complementary therapies in clinical practice, 24, 139- 144.

Waghmare, L. S., & Srivastava, T. K. (2016). Conceptualizing physiology of arterial


blood pressure regulation through the logic model. Advances in physiology
education, 40(4), 477–479. https://doi.org/10.1152/advan.00074.2016

Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Wuisan, Y. S. (2019). Pengaruh foot massage terhadap kualitas tidur pada pasien di
ruangan intensif RSUD dr H. MM Dunda Limbo. Skripsi
LAMPIRAN
Lampiran I
Lembar pelaksanaan keperawatan hari I
Lampiran 2
Lembar pelaksanaan keperawatan hari II
Lampiran 3
Lembar pelaksanaan keperawatan hari III
Lampiran 4
Lembar Observasi tanda-tanda vital
Lampiran 5
Foto – foto kegiatan
Lampiran 6 Standar Prosedur Operasional (SPO)

Anda mungkin juga menyukai