Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah : Keperawatan Anak dalam Konteks Klinik dan Komunitas
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1
Erna Herawati, S.Kep.,Ns
215120026
Kansia Anastasia Terok, S.Kep.,Ns
215120032
Fitri Diana Astuti, S.Kep.,Ns 215120066
A. Latar Belakang
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak
(Soetjiningsih, 1995). Anak yang lebih banyak mendapat stimulasi cenderung lebih cepat
berkembang. Stimulasi juga berfungsi sebagai penguat (reinforcement). Dengan memberikan
stimulasi yang berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak, berarti telah
memberikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Menurut
Moersintowarti (2002), stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak
yang datangnya dari lingkungan diluar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tuanya,
anggota keluarga atau orang dewasa lain di sekitar anak. Orang tua hendaknya menyadari pentingnya
memberikan stimulasi bagi perkembangan anak. Berdasarkan pedoman pelaksanaan SIDTK (2005)
stimulasi adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6 tahun agar anak tumbuh dan
berkembang secara optimal. Setiap anak perlu mendapat stimulasi rutin sedini mungkin dan terus
menerus pada setiap kesempatan.Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah.
Dengan mengasah kemampuan anak secara terus menerus, akan semakin meningkatkan kemampuan
anak. Untuk memberikan stimulasi, dapat dilakukan dengan latihan dan bermain. Anak yang
mendapatkan stimulasi yang terarah akan cepat berkembang dibanding anak yang kurang mendapat
stimulasi. Aktivitas bermain tidak selalu menggunakan alat-alat permainan, meskipun alat permainan
penting untuk merangsang perkembangan anak.
Membelai, bercanda, petak umpet dan sejenisnya yang dilakukan oleh orang tua, merupakan
aktivitas bermain yang menyenangkan bagi bayi dan balita serta memberikan kontribusi yang penting
bagi perkembangan anak. Meskipun tidak menghasilkan komoditas tertentu misalnya keuntungan
financial (uang), orang tua harus memahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain.
Dengan bermain anak akan memperoleh stimulasi mental yang merupakan cikal bakal proses
belajar untuk pengembangan, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama,
kepribadian, moral, etika, dan sebagainya. Selain itu anak bebas mengekspresikan perasaan takut,
cemas, gembira atau perasaan lainnya, sehingga dengan memberikan kebebasan bermain, orang tua
tahu suasana hati anak.
Bermain pada anak dapat disamakan dengan bekerja pada orang dewasa karena sama-sama
melakukan suatu aktivitas. Misalnya dalam bermain, anak dapat peran sebagai orang tua dan anak,
akan ada pembagian tugas siapa yang memerankan ibu, bapak dan anak. Walaupun stimulasi
merupakan kebutuhan yang penting bagi anak, tetapi saudara harus tahu bahwa dalam stimulasi ada
prinsip-prinsip yang harus diperhatikan. Selanjutnya pelajari tentang prinsip-prinsip dalam stimulasi
tumbuh kembang berikut ini.
Membelai, bercanda, petak umpet dan sejenisnya yang dilakukan oleh orang tua, merupakan
aktivitas bermain yang menyenangkan bagi bayi dan balita serta memberikan kontribusi yang penting
bagi perkembangan anak. Meskipun tidak menghasilkan komoditas tertentu misalnya keuntungan
financial (uang), orang tua harus memahami bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Dengan
bermain anak akan memperoleh stimulasi mental yang merupakan cikal bakal proses belajar untuk
pengembangan, kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral, etika,
dan sebagainya. Selain itu anak bebas mengekspresikan perasaan takut, cemas, gembira atau perasaan
lainnya, sehingga dengan memberikan kebebasan bermain, orang tua tahu suasana hati
B. Tujuan
Untuk dapat mengetahui peran dan fungsi bermain dalam perkembangan berdasarkan periode anak:
neonatus dan infant
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian bermain
1. Pengertian Bermain Menurut Para Ahli
Banyak ahli yang membahas bermain menurut riset dan pandangan mereka masing-masing. Para
ahli sepakat, anak-anak perlu bermain agar mereka dapat mencapai perkembangan yang optimal.
Tanpa bermain, anak akan bermasalah di kemudian hari. Berikut ini, akan Anda baca pandangan
singkat para ahli tentang bermain. Sambil membaca, Anda catat poin-poin yang penting.
a. Herbert Spencer
Menurut Herbert Spencer (Catron & Allen, 1999) anak bermain karena mereka punya energi
berlebih. Energi ini mendorong mereka untuk melakukan aktivitas sehingga mereka terbebas
dari perasaan tertekan. Hal ini berarti, tanpa bermain, anak akan mengalami masalah serius
karena energi mereka tidak tersalurkan
b. Moritz Lazarus
Menurut Moritz Lazarus, anak bermain karena mereka memerlukan penyegaran kembali atau
mengembalikan energi yang habis digunakan untuk kegiatan rutin sehari-hari. Hal ini
mengandung pengertian bahwa apabila tidak bermain anak akan menderita kelesuan akibat
ketiadaan penyegaran.
c. Erikson
Menurut Erikson (1963), bermain membantu anak mengembangkan rasa harga diri.
Alasannya adalah karena dengan bermain anak memperoleh kemampuan untuk menguasai
tubuh mereka, menguasai, dan memahami benda-benda, serta belajar keterampilan sosial.
Anak bermain karena mereka berinteraksi guna belajar mengkreasikan pengetahuan. Bermain
merupakan cara dan jalan anak berpikir dan menyelesaikan masalah. Anak bermain karena
mereka membutuhkan pengalaman langsung dalam interaksi sosial agar mereka memperoleh
dasar kehidupan sosial.
d. Sigmund Freud
Sigmund Freud (1920) melihat bermain dari kaca mata psikoanalitis. Dengan demikian,
teorinya disebut teori bermain psikoanalisis. Menurutnya, bermain bagi anak merupakan suatu
mekanisme untuk mengulang kembali peristiwa traumatik yang dialami sebelumnya sebagai
upaya untuk memperbaiki atau menguasai pengalaman tersebut demi kepuasan anak. Dengan
demikian, Freud melihat bermain sebagai sarana melepaskan kenangan dan perasaan yang
menyakitkan. Hal ini berarti anak bermain karena mereka butuh melepaskan desakan emosi
secara tepat (Freud, 1958; Isenberg & Jalongo, 1993). Para mahasiswa juga perlu tahu bahwa
Freud lah yang mengembangkan teori perspektif psikoanalisis untuk bermain. Gagasan Freud
(1958) ini telah mempengaruhi perkembangan terapi bermain, dan wilayah ini cukup diminati
sebagai topik-topik penelitian dewasa ini.
e. Froebel
Froebel terkenal dengan pendekatan dan ide-idenya yang berpusat pada anak yang kita kenal
sekarang sebagai bermain bebas. Froebel percaya bahwa anak-anak membutuhkan pengalaman
nyata dan aktif secara fisik. Di sini lah terdapat kaitan antara bermain dan belajar. Lagu dan
ritme diperkenalkan dan menjadi stimulasi lanjutan. Froebel juga menunjukkan pentingnya
permainan out-door dan alat main natural yang diperoleh dari lingkungan sekitar. Froebel lalu
mendirikan Taman Kanak-kanak yang kemudian banyak berpengaruh terhadap teori-teorinya
di kemudian hari.
Bermain, menurut Smith and Pellegrini (2008) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak diorientasikan pada
hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Hal ini berarti, bermain bukanlah kegiatan yang dilakukan
demi menyenangkan orang lain, tetapi semata-mata karena keinginan dari diri sendiri. Oleh karena
itu, bermain itu menyenangkan dan dilakukan dengan cara-cara yang menyenangkan bagi
pemainnya. Di dalam bermain, anak tidak berpikir tentang hasil karena proses lebih penting
daripada tujuan akhir. Bermain juga bersifat fleksibel, karenanya anak dapat membuat kombinasi
baru atau bertindak dalam cara-cara baru yang berbeda dari sebelumnya. Bermain bukanlah
aktivitas yang kaku. Bermain juga bersifat aktif karena anak benar-benar terlibat dan tidak pura-
pura aktif. Bermain juga bersifat positif dan membawa efek positif karena membuat pemainnya
tersenyum dan tertawa karena menikmati apa yang mereka lakukan. Dengan demikian, bermain
adalah kegiatan yang menyenangkan, bersifat pribadi, berorientasi proses, bersifat fleksibel, dan
berefek positif. Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan
dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa
paksaan atau tekanan dari pihak luar (Hurlock, 1997).
Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan social dan bermain
merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak akan berkata-kata, belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan dan mengenal waktu,
jarak, serta suara (Wong,2004).
Bermain juga merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktekkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, serta mempersiapkan diri
untuk berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat,2005).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam
kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak
dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Nursalam,2005).
Menurut tiga definisi diatas dapat disimpulkan bermain merupakan suatu aktivitas baik fisik,
intelektual, emosional dan sosial yang penting dalam meningkatkan kesehjateraan anak.
B. Fungsi Bermain
Pada Anak Telah disinggung bahwa dunia anak tidak bisa dipisahkan dengan dunia bermain.
Keduanya bersifat universal pada semua bangsa dan kultur. Diharapkan dengan bermain, anak
mendapatkan stimulasi yang cukup agar dapat berkembang secara optimal. Anak bermain pada
dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar
mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cintakasih.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak diantaranya :
1. Perkembangan sensori motor Aktivitas sensori motor merupakan bagian yang berkembang paling
dominan pada masa bayi. Perkembangan sensori motor ini didukung stimulasi visual, stimulasi
pen- dengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik. Stimulasi sensorik yang diberikan
oleh lingkungan anak akan direspons dengan memperlihatkan aktivitas-aktivitas motoriknya.
2. Stimulasi visual merupakan stimulasi awal yang penting untuk tahap permulaan perkembangan
anak. Anak akan meningkatkan perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui penglihatannya
misalnya dengan memberikan mainan berwarna-warni pada usia tiga bulan pertama. Stimulasi
pendengaran (stimulasi auditif) sangat penting untuk perkembangan bahasanya (verbal), terutama
untuk tahun pertama kehidupannya. Adanya sentuhan (stimulasi taktil) yang cukup pada anak
berarti memberikan perhatian dan kasih sayang yang diperlukan anak. Stimulasi semacam ini akan
menimbulkan rasa aman dan percaya diri anak sehingga akan lebih responsif dan berkembang.
Stimulasi kinetik akan membantu anak mengenal lingkungan yang berbeda.
3. Perkembangan kognitif (Intelektual). Anak belajar mengenal warna, bentuk/ukuran, tekstur dari
berbagai macam obyek, angka, dan benda. Anak belajar merangkai kata, berpikir abstrak, dan
memahami hubungan ruang seperti naik, turun, di bawah dan terbuka. Aktivitas bermain juga
dapat membantu perkembangan keterampilan dan mengenal dunia nyata atau fantasi.
4. Sosialisasi Sejak awal masa anak, bayi telah menunjukkan ketertarikan dan kesenangan terhadap
orang lain, terutama terhadap ibu. Dengan bermain, anak akan mengembangkan dan memperluas
sosialisasi, belajar mengatasi persoalan yang timbul, mengenal nilai-nilai moral dan etika, belajar
hal yang salah dan benar, serta bertanggung jawab terhadap hal yang diperbuatnya. Pada tahun
pertama, anak hanya mengamati obyek di sekitarnya.
5. Kreativitas Tidak ada situasi yang lebih menguntungkan/menyenangkan untuk berkreasi daripada
bermain. Anak-anak dapat bereksperimen dan mencoba ide-idenya. Sekali anak merasa puas untuk
mencoba sesuatu yang baru dan berbeda, ia akan memindahkan kreasinya ke situasi yang lain.
Oleh karena itu untuk mengembangkan kreasi anak diperlukan lingkungan yang mendukung.
6. Kesadaran Diri Dengan aktivitas bermain, anak akan menyadari dirinya berbeda dengan yang lain,
memahami dirinya sendiri
7. Nilai-nilai Moral Anak belajar perilaku yang benar dan salah dari lingkungan rumah maupun
sekolah. Interaksi dengan kelompoknya memberi makna untuk latihan moral mereka. Jika masuk
dalam suatu kelompok, anak harus taat terhadap aturan, misalnya kejujuran. Nilai Terapeutik
Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari lingkungan. Dengan bermain, anak dapat
mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan atas situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat
diekspresikan di dunia nyata.
C. Pola – Pola Bermain
Hurlock mendefinisikan bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang
ditimbulkan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Hurlock juga membagi pola bermainan meurut
tingkat perkembangan dari bayi hingga masa anak-anak :
1. Sensomotorik
Merupakan bentuk permainan yang paling awal dan terdiri dari tendangan, gerakan-gerakan,
mengangkat tubuh, bergoyang-goyang, menggerak-gerakkan jari jemari tangan dan kaki,
memanjat, ber-celothe dan menggelinding.
2. Menjawab
Dengan berkembangnya koordinasi lengan dan tangan, bayi mulai mengamati tubuhnya dengan
menarik rambut, menghisap jari-jari tangan dan kaki, memasukkan jari kedalam pusar, dan
memainkan alat kelamin. Mulai mengocok, membuang, membanting, menghisab dan menarik
narik mainan dan menjelajah dengan cara menarik, membanting dan merobek benda-benda yang
dapat diraihnya.
2. Meniru
Mencoba untuk menirukan orang- orang yang ada disekitarnya, seperti halnya membaca majalah,
menyapu lantai, atau menulis dengan pensil dan krayon.
3. Berpura-pura
Selama tahun kedua, kebanyakan anak banyak memberikan sifat kepada mainannya seperti sifat
yang sesungguhnya. Seperti boneka hewan diberikan sifat seperti hewan. Mobil- mobilan
dianggap seperti orang atau mobil.
4. Permainan
Sebelum berusia satu tahun anak mulai memainkan cilukba, petak umpet dan sebagainya bersama
dengan orang tua, dan kakaknya.
5. Hiburan
Bayi senang dinyanyikan, diceritai, dan dibacakan dongeng- dongeng kebanyakan bayi
menyenangi siaran radio dan televisi dan suka melihat gambar- gambar
D. Pengaruh Aktivitas Bermain
Menurut Elizabeth B.Horlock, aktivitas bermain memiliki pengaruh yang besar diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Perkembangan fisik. Bermain aktif penting bagi anak untuk mengembangkan otot dan melatih
seluruh bagian tubuh.
2. Dorongan berkomunikasi. Agar dapat berkomunikasi dengan anak lain.
3. Penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan dan keinginan yang tidak dapat dipenuhi
dengan cara lain seringkali dapat dipenuhi dengan cara bermain.
4. Sumber belajar. Bermaian memberi kesempatan untuk mempelajari berbagai hal melalui buku,
televisi,majalah, dan lingkungan.
5. Rangsangan bagi kreativitas.
6. Perkembangan wawasan diri. Dengan bermain anak mengetahui tingkat kemampuannya
dibandingkan dengan teman bermainnya. Ini memungkinkan mereka untuk mengembangkan
konsep dirinya (selfconcept) dengan lebih pasti dan nyata.
7. Belajar bermasyarakat dan bersosialisasi.
8. Belajar bermain sesuai dengan peran dan jenis kelamin.
9. Perkembangan ciri kepribadian yang diinginkan. Hal ini bisa dilihat dari hubungan dengan
anggota kelompok teman sebaya dalam bermain, belajar bekerja sama, murah hati, jujur, sportif,
dan disukai orang.
E. Macam-macam Permainan
Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, di antaranya bersifat aktif dan
bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda. Dikatakan bermain
aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan
melaksanakannya. Sedangkan bermain pasif terjadi jika anak memberikan respons secara pasif
terhadap permainan dan lingkungan yang memberikan respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita
dapat mengenal macam-macam dari permainan di antaranya (Nursalam, 2005) :
1. Berdasarkan kelompok usia
Anak usia bayi
Bayi usia 0-3 bulan. Seperti yang disinggung pada uraian sebelumnya, situasi khas
permainan bagi usia bayi adalah interaksi sosial yang menyenangkan antara bayi dan orang tua
atau orang dewasa di sekitarnya. Selain itu, perasaan senang juga menjadi ciri khas dari
permainan untuk bayi usia ini. Alat permainan yang biasa digunakan, misalnya mainan gantung
yang berwarna terang dengan bunyi musik yang menarik. Dari permainan tersebut, secara visual
diberi objek yang berwarna terang dengan tujuan menstimulasi penglihatannya. Oleh karena itu,
bayi harus ditidurkan atau ditempatkan pada posisi yang memungkinkan agar dapat memandang
bebas ke sekelilingnya. Secara auditori ajak bayi Berbicara, beri kesempatan untuk mendengar
pembicaraan, musik, dan nyanyian yang menyenangkan.
Bayi usia 4-6 bulan. Untuk menstimulasi penglihatan, dapat melakukan permainan,
seperti mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna
terang, serta dapat pula dengan memberi cermin dan meletakkan bayi di kamar sehingga
memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin.
Bayi usia 4-6 bulan. Untuk menstimulasi penglihatan, dapat melakukan permainan,
seperti mengajak bayi menonton TV, memberi mainan yang mudah dipegangnya dan berwarna
terang, serta dapat pula dengan memberi cermin dan meletakkan bayi di kamar sehingga
memungkinkan bayi dapat melihat bayangan di cermin. Stimulasi pendengaran dapat dilakukan
dengan cara selalu membiasakan memanggil nama, suara yang dikeluarkannya, dan sering
berbicara dengan bayi, serta meletakkan mainan yang berbunyi di dekat telinganya. Untuk
stimulasi taktil, berikan mainan yang dapat digenggamnya, lembut, dan lentur; atau pada saat
memandikan, biarkan bayi bermain air di dalam bak mandinya.
Bayi usia 7-9 bulan. Untuk stimulasi penglihatan, dapat dilakukan dengan memberikan
mainan yang berwarna terang, atau berikan kepadanya Rertas dan alat tulis, biarkan ia mencoret-
coret sesuai keinginannya. Stimulasi pendengaran dapat dilakukan dengan memberi bayi boneka
yang berbunyi, mainan yang bisa dipegang dan berbunyi jika digerakkan. Untuk itu, alat
permainan yang dapat diberikan pada bayi, misalnya buku dengan warna yang terang dan
mencolok, gelas dan sendok yang tidak pecah, bola ds besar, berbagai macam boneka, dan / atau
mainan yang dapat mendukung.
2. Berdasarkan isinya
a. Bermain afektif social (Social affective play)
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak
dengan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan atau orang lain. Contoh : bermain
“cilukba”, berbicara sambil tersenyum / tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi
untuk menggenggamnya.
b. Bermain bersenang-senang (Senseof pleasure play)
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan
biasanya mengasyikan. Misalnya : anak bermain gerincingan. Ciri khas permainan ini adalah
anak akan semakin lama semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan
permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan.
c. Bermain keterampilan (skillplay)
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya
motorik kasar dan motorik halus. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan
kegiatan permainan yang dilakukan.
d. Games atau permainan
Games dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu dengan
menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau
dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional
maupun modern. Misalnya : ular tangga, congklak, puzzle.
e. Unoc cupied behavior
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum, tertawa,jinjit-jinjit,
bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada disekitarnya. Jadi,
sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau objek yang ada
disekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan.
f. Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sabagai orang lain
melalui permainanya. Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu
guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin ia tahu. Apabila anak bermain
dengan temannya,akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka
tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.
3. Berdasarkan karakteristik sosial:
a. Onlookerplay
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada
inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi
ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
b. Solitaryplay
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain
sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan
alat permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerjasama ataupun komunikasi dengan
teman sepermainanya.
c. Parallelplay
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama tetapiantara satu
anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehinggaantara anak satu dengan
anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak
toddler.
d. Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak laintetapi tidak
terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainandan tujuan permainan
tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermainboneka,bermainhujan-hujanan,dan
bermainmasak-masakan.
e. Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini juga tujuan
dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan
anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam
permainan tersebut. Misalnya,pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin
permainan, aturan mainharus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan
bersama yaitu memenangkan permainan dengan memasukan bola kegawang lawan mainnya.
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bermain Pada Anak
Menurut Supartini (2004), ada beberapa factor yang mempengaruhi bermain, yaitu :
1. Tahap perkembangan anak
Aktifitas bermain yang dilakukan anak harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan
perkembangannya. Artinya, permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan
perkembangan anak usia sekolah, begitupun sebaliknya. Permainan adalah alat stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga jenis dan alat permainannya pun harus sesuai
dengan karakteristik anak untuk tiap-tiap tahap usianya.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktifitas bermain diperlukan energi. Walaupun demikian, bukan berarti anak
tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anaksama halnya dengan
kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi anak sedang menurun
atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anakyang
sedang dirawat dirumah sakit.
3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitanya dengan permainan anak.
Permainan adalah salah satu alat untuk membantu mengenal identitas diri sehingga sebagian alat
permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak lakilaki.
4. Lingkungan
Terselanggaranya aktifitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah satunya
dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu
harus yang dibeli ditoko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus
imajinasi dan kreatifitas anak, bahkan sering kali mainan tradisonal yang dibuat sendiri dari atau
berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak lebih merangsang anak untuk kreatifitas.
5. Alat dan jenis permainan
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai
dengan tahapan tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih
dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Orang tua dan
anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi harus diingat bahwa alat permainan harus aman
bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus membantu anak memilihkan mainan yang aman.
G. Pedoman Untuk Keamanan Bermain
Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-
hal seperti :
1. Ekstra energy
Untuk bermain diperlukan energy ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan untuk
melakukan permainan.
2. Waktu
Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulusang diberikan dapat
optimal.
3. Alat permainan
Untuk bermain, alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak serta
memiliki unsur edukatif bagi anak.
4. Ruang untuk bermain
Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat tidur.
5. Pengetahuan cara bermain
Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan lebih
berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut.
6. Teman bermain
Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam
menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan
orang tua dan anak menjadi lebih akrab.
7. Alat Permainan Edukatif (APE)
Alat permainan edukatif (APE) adalah alat permainan yang dapat mengoptimalkan
perkembangan anak sesuai usia dan tingkat perkembangannya yang berguna untuk
pengembangan aspek fisik, bahasa, kognitif, dan sosial (Soetjiningsih, 1995). Pengembangan
aspek fisik dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang atau merangsang
pertumbuhan fisik anak, seperti belajar berjalan atau merangkak, naik turun tangga, dan
bersepeda. Pengembangan bahasa dilakukan dengan melatih bicara dan menggunakan kalimat
yang benar. Pengembangan aspek kognitif dilakukan dengan pengenalan suara, ukuran, bentuk,
warna obyek, dan lain-lain, sedangkan pengembangan aspek sosial dilakukan dengan
berhubungan atau berinteraksi dengan orang tua, saudara, keluarga dan masyarakat.
Untuk memberikan stimulasi berbagai aspek perkembangan, diperlukan alat permainan
yang bervariasi. Permainan yang monoton membuat anak merasa bosan atau jenuh. Misalnya,
saat anak bermain pasir atau crayon perlu diselingi dengan aktivitas otot seperti bermain tali,
naik sepeda dan lain-lain. Dengan demikian ada keseimbangan antara bermain aktif dan bermain
pasif. Bermain pasif merupakan suatu hiburan atau kesenan- gan yang diperoleh dari orang lain.
Anak hanya melihat atau mendengar saja, misalnya melihat gambar, mendengarkan cerita,
menonton TV, dan lain-lain.
Sedangkan bermain aktif merupakan aktivitas bermain yang membuat anak memperoleh
kesenangan yang dilakukan sendiri, yang bisa dilakukan dengan :
1. Mengamati atau menyelidiki (exploratory play), misalnya memeriksa, memperhatikan alat
permainan, mencium, menekan dan kadang berusaha membongkar;
2. Membangun (construction play), misalnya berusaha menyusun balok-balok menjadi bentuk
rumah, mobil, dan lain-lain;
3. Bermain peran (dramatic play), misalnya bermain sandiwara, rumah-rumahan, dan boneka
4. Bermain bola voli, sepak bola dan lain-lain. Alat permainan hendaknya tidak membahayakan
anak dan sesuai tahapan usianya. Alat bermain untuk anak dibawah satu tahun, tentunya
tidak sesuai untuk anak diatas 1 tahun.
Sebaliknya mainan anak berusia 2-3 tahun seperti puzzle atau manik-manik tentunya akan
membahayakan bayi jika diberikan. Ada beberapa syarat alat permainan edukatif yang perlu
diperhatikan, yaitu;
1. Keamanan Alat
Permainan untuk anak di bawah 1 tahun hendaknya tidak terlalu kecil, catnya tidak beracun,
tidak ada bagian yang tajam dan tidak mudah pecah, karena anak suka memasukkan benda
kedalam mulut.
2. Ukuran dan berat
Prinsipnya mainan tidak membahayakan dan sesuai dengan usia anak. Bila mainan terlalu
besar atau berat, anak akan sukar menjangkau atau memindahkannya. Sebaliknya, bila terlalu
kecil, mainan akan mudah tertelan.
3. Desain APE
Sebaiknya mempunyai desain yang sederhana, namun mempunyai ukuran, susunan dan
warna yang jelas. Selain itu, hendaknya tidak terlalu rumit untuk menghindari kebingungan
anak.
4. Fungsi yang jelas
APE sebaiknya mempunyai fungsi yang jelas untuk menstimuli ke 4 aspek perkembangan
anak.
5. Variasi APE
APE sebaiknya dapat dimainkan secara bervariasi (dapat dibongkar pasang), hendaknya tidak
terlalu sulit agar anak tidak frustasi, sebaliknya bila terlalu mudah, anak akan cepat bosan.
6. Universal
APE sebaiknya mudah diterima dan dikenali oleh semua kultur dan bangsa. Jadi, dalam
menggunakannya, APE mempunyai prinsip yang bisa dimengerti oleh semua orang.
7. Tidak mudah rusak
Mudah didapat, dan terjangkau masyarakat luas Karena APE berfungsi untuk stimulasi
perkembangan anak, setiap lapisan mas- yarakat, baik yang bertingkat sosial ekonomi tinggi
maupun yang rendah, hendaknya dapat menyediakannya. APE bisa didesain sendiri asal
memenuhi persyaratan.
H. Stimulasi dan Aktivitas Bermain
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa agar anak dapat tumbuh dan berkembang optimal perlu ada
stimulasi, salah satunya dengan aktivtas bermain. Dalam melaksanakan aktivitas bermain, selalu
harus dipertimbangkan usia dan tingkat perkembangan anak, mengingat alat permainan yang
digunakan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi perkembangan anak. Menurut Wong
(1998), aktivitas bermain dapat diklasifikasikan berdasarkan isi dan karakteristik sosial (Wong,
1998).
Berdasarkan isi, bermain ditekankan atau diutamakan pada aspek fisik, meskipun demikian
hubungan sosial tidak dapat diabaikan. Bermain diawali dengan yang sederhana sampai yang lebih
kompleks. Bermain berdasarkan isi, dapat dibedakan atas permainan yang berhubungan dengan orang
lain (social effective play), permainan yang berhubungan dengan kesenangan (sense pleasure play),
permainan dengan memperhatikan saja (unocupied behavior), dan permainan tentang ketrampilan
(skill play).
Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara anak dan orang dewasa dan
dipengaruhi oleh usia anak. Pada tahun-tahun pertama, anak lebih suka bermain sendiri. Tipe bermain
berdasarkan karakteristik sosial di antaranya adalah permainan dengan mengamati teman-temannya
bermain (onlooker play), permainan dengan bermain sendiri (solitary play), permainan bersama
teman tanpa interaksi (parallel play), permainan dengan bermain bersama tanpa tujuan kelompok
(associative play), permainan dengan bermain bersama yang diorganisir (cooperative play). Agar
stimulasi dapat efektif, tentunya disesuaikan dengan usia dan tahap perkemban- gan anak.
1. Masa bayi (0 – 1 tahun )
Stimulasi yang diberikan pada anak seharusnya sudah dimulai sejak dalam kandungan,
misalnya dengan bisikan, sentuhan pada perut ibu, gizi ibu cukup, dan menghindari pemicu stres
yang mempengaruhi psikologis ibu.
Setelah lahir, stimulasi langsung dilakukan pada bayi. Pada tahun pertama kehidupan,
stimulasi diberikan untuk perkembangan sensori motor, meskipun pada tahun berikutnya tetap
harus dilakukan. Stimulasi pada masa bayi bertujuan untuk :
a. Melatih dan mengevaluasi reflek-reflek fisiologis;
b. Melatih koordinasi mata dan tangan, mata dan telinga;
c. Melatih mencari obyek yang tidak kelihatan;
d. Melatih sumber asal suara;
e. Melatih kepekaan perabaan.
Karakteristik permainan pada masa bayi adalah permainan yang memungkinkan anak berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya (social affektive play) dan permainan yang memberikan kesenangan (sense
of pleasure play)
BAB III
ANALISIS TEORI DAN APLIKASI
Manfaat bermain
Anak-anak biasanya akan kegirangan saat kita mengajak mereka bermain. Suasana yang
menyenangkan, penuh canda tawa, bertabur mainan dan akan menjadi kenangan bagi anak. Namun,
bagaimana dengan bayi? Ternyata, bermain juga menjadi sesuatu yang menarik untuk bayi. Meski
biasanya terkadang kita tidak menyadarinya, tetapi manfaat bermain untuk bayi sangat luar biasa.
Bahkan, hanya melakukan hal kecil dengan waktu yang tidak terlalu lama. Sains bisa membuktikan
bahwa terdapat manfaat saat kita bermain dengan bayi.
1. Mengembangkan Ketrampilan Sosial
Dilansir American Academy of Pediatrics, bermain sangat penting untuk perkembangan otak
anak. Melalui permainan, bayi bisa berinteraksi dan bereksplorasi dengan dunia di sekitarnya.
"Waktu bermain dengan bayi akan membantu mengembangkan keterampilan sosial, intelektual,
bahasa, dan pemecahan masalah bayi," kata Marilyn Segal, PhD, direktur program studi anak
usia dini di Nova Southeastern University di Fort Lauderdale.
2. Meningkatkan Ketrampilan Motorik
Bermain dan memainkan mainan akan membantu Si Kecil belajar menguasai keterampilan
motorik dan mencari tahu hal-hal yang menarik baginya. Ketika dia menumpuk cincin mainan
misalnya, bayi akan menjelajahi bentuknya dan apa yang akan terjadi ketika dilempar. Bayi akan
mengembangkan koordinasi tangan-mata serta belajar mengenali pola dan warna, bagaimana
segala sesuatunya sama dan berbeda, dan konsep spasial seperti ‘naik’ dan ‘turun’.
3. Menjadi Lebih Dekat dengan Orang Tua
Hal terpenting dalam bermain bukanlah mainan, tetapi Moms. Saat bermain bersama, Si Kecil
akan menyukai perhatian dan senyuman yang Moms berikan untuknya. Bermain adalah cara
bonding yang baik, sehingga membuat Si Kecil menyukai Moms. Inilah hal lain yang akan dia
pelajari dari mainan dan aktivitas favoritnya - dan bagaimana Moms dapat memainkan pelajaran
penting ini.
4. Kualitas Tidur yang Baik
Manfaat bermain untuk bayi lainnya adalah Si Kecil akan memiliki kualitas tidur yang baik. Ia
juga dapat memiliki stabilitas emosional, peningkatan fokus, berkurangnya stres, berkurangnya
amarah, peningkatan kreativitas, dan tentunya mendapatkan banyak kebahagiaan.
A. Kesimpulan
Bermain bagi anak berkaitan dengan peristiwa, situasi, interaksi, dan aksi. Bermain mengacu
pada aktivitas, seperti berlaku pura-pura dengan benda, sosiodrama, dan permainan yang beraturan.
Bermain berkaitan dengan tiga hal, yakni keikutsertaan dalam kegiatan, aspek afektif, dan orientasi
tujuan. Lebih lanjut, anak-anak mengatakan bahwa bermain bersifat mana suka, sedangkan bekerja
tidak demikian. Bermain dilakukan karena ingin dan bekerja dilakukan karena harus. Bermain berkaitan
dengan kata “dapat” dan bekerja berkaitan dengan kata “harus”.
Bagi anak-anak, bermain adalah aktivitas yang dilakukan karena ingin, bukan karena harus
memenuhi tujuan atau keinginan orang lain. Bermain tidak memerlukan konsentrasi penuh, tidak
memerlukan pemikiran yang rumit. Sebaliknya, bekerja menuntut konsentrasi penuh, harus belajar, dan
menggunakan pikiran secara tercurah. Anak juga memandang bermain sebagai kegiatan yang tidak
memiliki target. Mereka dapat saja meninggalkan kegiatan bermain kapan pun mereka mau; dan
sebaliknya, bekerja memiliki target, harus diselesaikan, dan tidak dapat berbuat sekehendak hati. Bagi
mereka, bermain adalah kebutuhan, sedangkan bekerja adalah sebuah keharusan (Wing, 1996).
Bermain, secara umum, juga berfungsi sebagai pemeliharaan. Banyak orang dewasa yang
memanfaatkan bermain sebagai sarana pemeliharaan fungsi tubuh. Mereka berjingkrak-jingkrak,
menyapu sambil menggoyang-goyangkan badan, berpura-pura berjalan dalam titian, berjalan cepat
sambil memantul-mantulkan bola, dan kegiatan bermain lain yang bersifat spontan.
Secara umum, bermain bermanfaat, setidak-tidaknya untuk kenikmatan, kesenangan, relaksasi,
pelepasan energi, pengurangan ketegangan, serta ekspresi diri. Selain itu, bermain juga bermanfaat
menyalurkan hobi, memelihara kebugaran dan kesehatan, sarana mendidik anak, menerapi anak,
mengembangkan imajinasi, belajar perspektif, memunculkan ide baru, menemukan solusi, membangun
konstruk kerja sama, dan mendapatkan konsep sistem. Hal ini menunjukkan bahwa bermain mampu
menyegarkan, bahkan mengembangkan, kognisi melalui kreativitas, berpikir abstrak, memecahkan
masalah, menguasai konsep- konsep baru, dan keterampilan sosial.
B. Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, mengingat
akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh kami. Untuk itu kritik dan saran sangat kami
harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Tedjasaputra, Mayke S. 2001. Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Ball, David. 2012. “Risk and Safety.” Berada pada laman Children's Play Council website at
http://www.ncb.org.uk/cpc. Diunduh, 1 April 2012.
Gardner, S, dkk. (2016). Merenstein & Gardner’s Handbook of Neonatal Intensive Care (Eighth
edition). United States of America: Elsevier.
Hockenberry, M.J, dkk. (2017). Essentials of Pediatric Nursing (Tenth edition). Canada: Elsevier.
Supartini, Y. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC