Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH GINEKOLOGI

GANGGUAN PADA OVARIUM DAN PCOS

Disusun Oleh :
1. Neli Marwati
2. Syarifah Misfara
3. Serlina Panggabean
4. Winda Aryani Sardi
5. Cut Sriwahyuni
6. Surya Ningsih Sitorus
7. Cut Rosida Amalia
8. Nonong Rahmatillah
9. Rismayani
10. Opi Milda Sari

INSTITUT KESEHATAN HALVETIA MEDAN


PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN
T.A 2020/2021

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunianya, sehingga kami dapat membuat dan menyelesaikan makalah yang berjudul
“GANGGUAN PADA OVARIUM DAN PCOS “ ini dengan lancar. Makalah ini di susun untuk
memenuhitugas dari mata kuliah Ginekologi.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Mata Kuliah Ginekologi
atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga dapat di selesaikan nya
makalah ini dengan baik.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang jauh lebih
baik. Kami berharap dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat
menambah wawasan kita mengenai gangguan pada ovarium dan pcos, khususnya bagi kami
penyusun.

Dan harapan kami sebagai penyusun adalah semoga hasil dari penyusunan makalah
ini dapat di manfaatkan bagi generasi mendatang.

Akhir kata, melalui kesempatan ini kami penyusun makalah mengucapkan banyak
terima kasih.

Hormat kami

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………….................................................... i

DAFTAR ISI ………………………...........................................………............ ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................…………………….......... 1

BAB II PEMBAHASAN …………………………............................................. 3

2.1 Gangguan Ovarium Berdasarkan Gejalanya ................................ 3

2.2 Jenis-Jenis Gangguan pada Indung Telur ........................................... 3

2.3 Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) .......................................... 4

2.4 Gejala Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) .................................... 4

2.5 Kapan harus ke dokter ........................................................................ 5

2.6 Penyebab Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) .......................... 5

2.7 Diagnosis Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) ........................... 5

2.8 Pengobatan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) ....................... 6

2.9 Komplikasi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) ......................... 6

2.10 Pencegahan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) ................... 7

BAB III PENUTUP ……………………………………........................................ 8

A. Kesimpulan ………………………………………...........……….....….. 8

B. Saran …………………………………………………………..................8

DAFTAR PUSTAKA ……………………………..............................…...............9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Ovarium adalah bagian penting pada organ reproduksi wanita. Organ ini berfungsi
menghasilkan hormon dan melepaskan sel telur agar dapat terjadi kehamilan. Jika terdapat
masalah pada indung telur, seorang wanita berisiko tinggi untuk sulit hamil. Oleh karena itu,
penting untuk mengenali gejala gangguan pada indung telur.
Gangguan pada Ovarium dapat dikenali dari rasa sakit di sekitar area organ ini, meliputi di
bagian perut bawah, sekitar panggul, dan juga di bawah pusar. Gangguan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari kista hingga tumor.
World Health Organization (WHO) tahun 2019 menyebutkan pasangan infertil baru setiap
tahun terus meningkat, diperkirakan kasus infertilitas sebesar 10%. Gambaran secara global
populasi infertilitas sekitar 50-80 juta pasangan atau terjadi pada 1 dari 7 pasangan.
Infertilitas di negara berkembang terjadi lebih tinggi yaitu sekitar 30% dibandingkan negara
maju hanya 5–8%.2 Dalam studi di Ghana tahun 2013 menyebutkan persentase infertilitas
26,9% wanita dan 21,1% pria.3 Amerika Latin dan Karibia memiliki sekitar 1,5% tingkat
infertilitas primer.4 Infertilitas di Asia tertinggi terdapat di Turkmenistan sebesar 43,7% dan
21,3% di Indonesia.

Pada tahun 2013 angka infertilitas di Indonesia telah meningkat mencapai 15-25% dari
seluruh pasangan suami istri.5 Dari 39,8 juta pasangan usia subur, 10–15% dinyatakan
infertil dan 4–6 juta pasangan memerlukan pengobatan infertilitas untuk mendapatkan
keturunan.6 Infertilitas pada wanita seca4ra umum disebabkan oleh gangguan ovulasi, salah
satu penyebab terjadinya gangguan ovulasi adalah Polycystic Ovary Syndrome (PCOS).
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) masih menjadi masalah di bidang kesehatan reproduksi
secara global.

Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) merupakan salah satu gangguan yang kerap menyerang
wanita yang menyebabkan kesulitan memperoleh kehamilan. PCOS menyebabkan 5-10%
wanita usia reproduktif menjadi infertil.7 Di Indonesia sendiri, insidensi pasti dari PCOS
belum diketahui. Menurut penelitian Wahyuni tahun 2015, didapatkan 67 dari 93 pasien
PCOS (72,04%) mengalami infertilitas.8 Pada tahun 2015 sebanyak 5,8% penderita
Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) mengalami infertilitas.

Perempuan usia reproduksi di seluruh dunia, 4-18% diantaranya mengalami PCOS.10


Sementara Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) pada wanita usia subur sekitar 6-21% dari
populasi seluruh dunia.11,12,13 Di Eropa sebesar 26% wanita menderita PCOS,14 di
Amerika terdapat sekitar 5-10% angka kejadian Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) dan
44,9% ditemukan di Beijing.4 Berdasarkan penelitian di Palembang, kejadian Polycystic
Ovary Syndrome (PCOS) sebesar 78,8% pada wanita di Praktik Swasta Dokter Obstetri
Ginekologi Palembang tahun 2014-2017.

Sebagian besar penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) tidak mengetahui bahwa
dirinya mengalami sindrom tersebut. Hal tersebut tidak lepas dari faktor pendorong atau
pencetus. Terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh (p=0,047
OR=1,943), hirsutism (p=0,003 OR=8,361) dengan sindrom ovarium polikistik.17 Indeks
Massa Tubuh (IMT) terbagi menjadi beberapa kategori, menurut Asia Pasifik kategori
underweight 30 kg/m2 . Sementara 3 menurut WHO kategori underweight 30 kg/m2 . Wanita
dengan PCOS memiliki indeks massa tubuh lebih tinggi dibanding wanita yang tidak
terdiagnosis PCOS.

Penelitian di Amerika Serikat didapatkan bahwa lebih dari setengah pasien dengan PCOS

1
mengalami kelebihan berat badan atau obese. 19 Pasien PCO dengan obesitas 2,7 kali lebih
berisiko mengalami gangguan proses pematangan folikel ovarium dibanding pasien PCO
yang tidak mengalami obesitas (p=0,006;OR=2,7) (CI,95%:1,329–5,34).19 Penelitian yang
dilakukan Ayuningtyas tahun 2017 menyebutkan bahwa obesitas tidak berhubungan secara
signifikan dengan infertilitas, namun kelebihan berat badan menjadi hal yang patut
dipertimbangkan karena adanya variasi etnik yang menyebabkan kelebihan berat badan
dapat meningkatkan risiko.

PCOS secara signifikan juga berhubungan dengan peningkatan indeks massa tubuh
(OR=1,14), lingkar pinggang lebih besar (OR=1,06, 95% CI:1,01-1,11), hirsutisme
(OR=20,83, 95% CI:5,35-81,13), dan amenorea (OR=0,18, 95% CI:0,04-0,69). Penelitian
yang dilakukan pada 263 wanita ditemukan wanita obese dengan PCOS dan mengalami
gangguan siklus menstruasi sebanyak 88%, sedangkan wanita yang tidak obese sekitar
72%.

Obesitas memiliki risiko 3 kali mengalami anovulatory infertility. Menurut Missmer et al. tahun
2013 sebanyak 30% orang PCOS mengalami anovulasi.21 Gangguan siklus menstruasi
dikatakan oligomenorea bila siklus lebih 35 hari. Berdasarkan penelitian dari 249 wanita
PCOS, didapatkan 4 sebanyak 235 orang (77,8%) mengalami siklus haid yang tidak teratur,
sementara kategori IMT yang paling banyak mengalami Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)
adalah kategori obesitas (IMT > 25 kg/m2 ) sebesar 119 orang (47,79%).15 Gangguan siklus
menstruasi dikatakan oligomenorea bila seorang wanita memiliki lamanya siklus menstruasi
lebih dari 35 hari.

Penelitian mengenai topik siklus menstruasi dan IMT dengan kejadian Polycystic Ovary
Syndrome (PCOS) telah cukup banyak dilakukan. Oleh karena itu, dibutuhkannya suatu
kesimpulan dari berbagai penelitian yang sudah ada dengan beralih menjadi systematic
review. Systematic review adalah cara yang tepat untuk menggabungkan penelitian-
penelitian yang telah ada terkait topik masalah ini. Tujuannya untuk membantu peneliti lebih
memahami latar belakang dari penelitian yang menjadi subyek topik yang dicari serta
memahami kenapa dan bagaimana hasil dari penelitian tersebut sehingga dapat menjadi
acuan untuk penelitian baru. Kelebihan dalam menggunakan systematic review yaitu
memberikan suatu summary of evidence bagi para klinis dan pembuat keputusan yang tidak
memiliki banyak waktu untuk mencari berbagai bukti primer yang jumlahnya sangat banyak
dan menelaahnya satu-persatu.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Gangguan Ovarium Berdasarkan Gejalanya
Ovarium adalah bagian penting pada organ reproduksi wanita. Organ ini berfungsi
menghasilkan hormon dan melepaskan sel telur agar dapat terjadi kehamilan. Jika
terdapat masalah pada Ovarium, seorang wanita berisiko tinggi untuk sulit hamil. Oleh
karena itu, penting untuk mengenali gejala gangguan pada indung telur.
Gangguan pada Ovarium dapat dikenali dari rasa sakit di sekitar area organ ini, meliputi di
bagian perut bawah, sekitar panggul, dan juga di bawah pusar. Gangguan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari kista hingga tumor.
Nyeri pada indung telur dapat bersifat akut atau kronis. Nyeri akut timbul dan hilang secara
cepat, sementara nyeri kronis terasa secara bertahap dan dapat menetap hingga berbulan-
bulan. Pada sebagian kasus, rasa sakit bisa sangat ringan, sehingga penderita hampir tidak
merasakannya. Namun, ada kalanya rasa sakit akan memburuk saat menjalani aktivitas
tertentu, seperti saat buang air kecil atau berolahraga.

2.2 Jenis-Jenis Gangguan pada Indung Telur


Berikut ini adalah tiga jenis gangguan pada indung telur yang banyak dialami kaum hawa:
- Kista indung telur
Kista indung telur atau ovarium adalah kantong berisi cairan pada indung telur. Kista
dapat terbentuk saat sel telur tidak dilepaskan, atau ketika kantong yang menyimpan
sel telur tidak luruh setelah telur dilepaskan.
Umumnya, kista ini terbentuk saat ovulasi dan menghilang dengan sendirinya. Meski
sering kali tidak menimbulkan gejala apa pun, kista indung telur tetap berisiko
mendatangkan rasa sakit yang tidak tertahankan jika ukurannya besar atau pecah.
Gejala lain yang dapat menyertai kista indung telur adalah mual dan muntah,
kembung, rasa nyeri saat buang air besar atau berhubungan seksual, menstruasi tidak
teratur, nyeri panggul di awal dan akhir masa menstruasi.
Pengobatan penyakit ini tergantung kepada usia, jenis dan ukuran kista, serta gejala
yang dialami. Dokter mungkin akan memantau ukuran kista dengan melakukan USG
secara rutin, guna mengetahui apakah ukuran kista berubah atau tidak. Selain itu,
pemberian obat-obatan serta operasi pengangkatan kista bisa saja disarankan jika
gejala yang dirasakan cukup berat atau kista bertambah besar.

- Endometriosis
Saat sel telur tidak dibuahi, dinding rahim meluruh dan keluar dari tubuh melalui
proses yang disebut menstruasi. Tetapi pada sebagian wanita, jaringan yang
menyerupai dinding rahim ini bisa tumbuh di bagian tubuh lainnya, seperti indung
telur, saluran telur (tuba falopi), dan vagina.
Jaringan ini kemudian membengkak dan mengalami pendarahan tiap bulan, tetapi
tidak memiliki tempat untuk meluruh. Kondisi ini mengakibatkan luka dan rasa sakit
yang disebut endometriosis.

Penyakit ini bisa dikenali dari beberapa gejala, seperti nyeri berat saat
menstruasi, perdarahan vagina di luar masa menstruasi, gangguan pencernaan
seperti perut kembung dan sakit perut saat menstruasi, sulit hamil, menstruasi
berkepanjangan, serta timbulnya rasa sakit saat berhubungan seksual.
3
Guna memastikan ada atau tidaknya jaringan endometriosis pada indung telur Anda,
dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan penunjang seperti USG, MRI,
dan laparoskopi. Pengobatan untuk endometriosis meliputi pemberian obat antinyeri
untuk mengatasi nyeri ringan, terapi hormon, serta tindakan operasi jika langkah
pengobatan lain tidak berhasil.

- Tumor indung telur


Tumor indung telur dapat bersifat ganas (kanker) atau jinak. Tumor indung telur lebih
umum terjadi pada wanita yang telah memasuki masa menopause. Gejala tumor
indung telur tidak khas, umumnya berupa gangguan pencernaan, hilang nafsu makan,
nyeri perut bagian bawah, serta berat badan turun tanpa sebab yang jelas.

Guna mendiagnosis tumor indung telur, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, seperti MRI untuk melihat keberadaan tumor, dan tes darah
untuk mendeteksi protein CA-125. Protein ini cenderung meningkat pada wanita yang
menderita tumor indung telur.

Pengobatan untuk gangguan indung telur ini meliputi kemoterapi dan radioterapi, serta
operasi pengangkatan indung telur dan rahim.

Selain penyakit-penyakit di atas, ada juga kondisi medis lain yang dapat menimpa sistem
reproduksi dan indung telur wanita. Beberapa kondisi medis ini termasuk sindrom ovarium
polikistik (PCOS), radang panggul, dan kehamilan ektopik.

Gangguan pada indung telur yang telah dipaparkan di atas bisa menyerang kaum hawa pada
usia berapa pun. Mengingat gejala-gejalanya bisa sangat umum, maka Anda dianjurkan
untuk segera memeriksakan diri ke dokter jika merasakan nyeri atau keluhan lain pada organ
reproduksi, sebab bisa saja itu adalah tanda awal gangguan indung telur.

2.3 Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) adalah gangguan hormon
yang terjadi pada wanita di usia subur. Penderita PCOS mengalami gangguan menstruasi
dan memiliki kadar hormon maskulin (hormon androgen) yang berlebihan.
Hormon androgen yang berlebih pada penderita PCOS dapat mengakibatkan ovarium atau
indung telur memproduksi banyak kantong-kantong berisi cairan. Akibatnya, sel telur tidak
berkembang sempurna dan gagal dilepaskan secara teratur.
Akibat dari polycystic ovarian syndrome juga dapat menyebabkan penderitanya tidak subur
(mandul), serta lebih rentan terkena diabetes dan tekanan darah tinggi.

2.4 Gejala Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Gejala sindrom ovarium polikistik bisa timbul ketika seorang wanita mengalami haid pertama
kali saat masa pubertas. Meski gejala PCOS sering muncul saat remaja, ada juga penderita
PCOS yang baru mengalami gejalanya setelah dewasa atau saat periode tertentu, misalnya
ketika mengalami kenaikan berat badan secara signifikan. Berikut adalah gejala PCOS:

- Gangguan Mentruasi
PCOS kerap ditandai dengan periode menstruasi yang tidak teratur atau
berkepanjangan. Sebagai contoh, penderita PCOS hanya akan mengalami haid
kurang dari 8-9 kali dalam setahun. Jarak antar haid dapat kurang dari 21 hari atau
lebih dari 35 hari, atau darah menstruasi mengalir deras.
4
- Gejala akibat kadar hormon androgen yang meningkat
Peningkatan kadar hormon androgen pada wanita dengan PCOS dapat menyebabkan
munculnya gejala fisik seperti pria, seperti tumbuhnya rambut yang lebat di wajah dan
tubuh (hirsutisme), serta munculnya jerawat yang parah dan kebotakan.

- Menderita kista ovarium yang banyak


Pada penderita PCOS, bisa ditemukan kantong-kantong kista di sekitar sel telur
(ovarium).

- Warna kulit menjadi gelap


Beberapa bagian tubuh penderita PCOS bisa menjadi gelap, terutama di daerah
lipatan, yaitu lipatan leher, selangkangan, dan bagian bawah payudara.

2.5 Kapan harus ke dokter


Periksakan diri ke dokter jika muncul gejala PCOS, seperti haid yang tidak teratur. Polycystic
ovarian syndrome yang tidak ditangani bisa mengakibatkan penderitanya sulit untuk hamil
atau mandul karena sel telur tidak dapat dilepaskan (tidak ada ovulasi).
Penderita PCOS yang sedang hamil juga berisiko melahirkan bayi secara prematur,
mengalami keguguran, menderita tekanan darah tinggi, dan mengalami diabetes gestasional.
Oleh karena itu, lakukan kontrol rutin ke dokter kandungan selama hamil agar kondisi
kesehatan ibu dan janin terpantau.

2.6 Penyebab Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti apa yang menyebabkan PCOS. Namun, ada
beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab PCOS, yaitu:

- Kelebihan hormon insulin


Hormon insulin adalah hormon yang menurunkan kadar gula dalam darah. Insulin
yang berlebih akan membuat tubuh meningkatkan produksi hormon androgen dan
mengurangi sensitivitas tubuh terhadap insulin.

- Faktor genetik
Hal ini karena sebagian penderita PCOS juga memiliki anggota keluarga yang
menderita PCOS.

2.7 Diagnosis Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


Tidak ada tes yang dapat dilakukan untuk langsung mendiagnosis PCOS. Oleh karena itu,
biasanya dokter akan menanyakan ada tidaknya gejala polycystic ovarian syndrome pada
penderita. Selain itu, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan
tanda-tanda dari penyakit ini.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat adanya pertumbuhan rambut berlebih atau adanya
jerawat yang parah. Pemeriksaan fisik ini juga termasuk pemeriksaan dalam untuk
memeriksa organ reproduksi wanita.
Setelah pemeriksaan fisik dilakukan, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang yang
meliputi:

 Tes darah, untuk memeriksa kadar hormon androgen, tes toleransi terhadap gula
darah, dan kadar kolestrol yang sering kali meningkat pada penderita PCOS.
 USG panggul, untuk memeriksa ketebalan lapisan rahim pasien dengan bantuan
gelombang suara.

Jika penderita sudah dipastikan menderita PCOS, maka dokter akan melakukan sejumlah tes
lain untuk mendeteksi komplikasi yang mungkin terjadi akibat PCOS.

5
2.8 Pengobatan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Pengobatan bagi tiap penderita PCOS berbeda-beda, tergantung pada gejala yang
dialaminya, seperti kemandulan, hirsutisme, atau jerawat parah. Secara umum, PCOS dapat
ditangani dengan beberapa cara berikut ini:

a. Perubahan gaya hidup


Dokter akan merekomendasikan olahraga dan diet rendah kalori untuk menurunkan berat
badan. Hal ini karena gejala sindrom ovarium polikistik akan mereda seiring penurunan berat
badan penderita. Olahraga juga berguna untuk meningkatkan efektivitas obat dan membantu
meningkatkan kesuburan penderita PCOS.

b. Obat-obatan
Dokter dapat memberikan kombinasi pil KB dengan obat lain untuk mengontrol siklus
menstruasi. Hormon estrogen dan progesteron dalam pil KB dapat menekan produksi
hormon androgen dalam tubuh.
Dokter juga dapat merekomendasikan konsumsi hormon progesteron saja selama 10-14 hari
selama 1-2 bulan. Penggunaan hormon ini dapat mengatur siklus haid yang terganggu.
Obat-obatan lain yang dapat digunakan untuk menormalkan kembali siklus haid dan
membantu ovulasi adalah:

 Clomifene
 Letrozole
 Metformin

Selain pil KB, untuk mengurangi gejala hirsutisme akibat hormon androgen yang berlebih,
dokter dapat memberikan obat spironolactone. Spironolactone dapat menangkal efek
androgen pada kulit, yaitu tumbuhya rambut yang lebat dan jerawat yang parah.

c. Prosedur medis khusus


Selain beberapa metode pengobatan di atas, dokter dapat menganjurkan pasien untuk
melakukan electrolysis untuk menghilangkan rambut di tubuh. Dengan aliran listrik
rendah, electrolysis akan menghancurkan folikel rambut dalam beberapa kali terapi.

2.9 Komplikasi Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)


PCOS yang tidak ditangani dapat membuat penderitanya berisiko mengalami  komplikasi
berikut ini:

 Gangguan tidur
 Gangguan makan
 Gangguan kecemasan dan depresi
 Kemandulan
 Keguguran atau kelahiran bayi prematur
 Hipertensi saat hamil
 Diabetes dan diabetes gestasional
 Hepatitis
 Sindrom metabolik
 Kanker endometrium

6
2.10 Pencegahan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)
PCOS sulit dicegah, tetapi dengan menjaga berat badan ideal, gejala dan risiko
komplikasinya dapat dikurangi. Berikut adalah cara yang bisa dilakukan untuk menjaga berat
badan ideal:

 Batasi konsumsi makanan manis


 Perbanyak konsumsi serat
 Olahraga secara teratur

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Ovarium adalah bagian penting pada organ reproduksi wanita. Organ ini
berfungsi menghasilkan hormon dan melepaskan sel telur agar
dapat terjadi kehamilan. Jika terdapat masalah pada Ovarium, seorang wanita berisiko
tinggi untuk sulit hamil. Oleh karena itu, penting untuk mengenali gejala gangguan
pada indung telur.Gangguan pada ovarium dapat dikenali dari rasa sakit di sekitar area
organ ini, meliputi di bagian perut bawah, sekitar panggul, dan juga di bawah pusar.
Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, mulai dari kista hingga tumor.
Sindrom polikistik ovarium atau polycystic ovarian syndrome (PCOS) adalah gangguan
hormon yang terjadi pada wanita di usia subur. Penderita PCOS mengalami gangguan
menstruasi dan memiliki kadar hormon maskulin (hormon androgen) yang berlebihan. Hormon
androgen yang berlebih pada penderita PCOS dapat mengakibatkan ovarium atau indung
telur memproduksi banyak kantong-kantong berisi cairan. Akibatnya, sel telur tidak
berkembang sempurna dan gagal dilepaskan secara teratur. Akibat dari polycystic ovarian
syndrome juga dapat menyebabkan penderitanya tidak subur (mandul), serta lebih rentan
terkena diabetes dan tekanan darah tinggi.

3.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis akan menyampaikan saran yang di


harapkan dapat berguna bagi pembaca, antara lain :
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang lebih dan terampil dengan
perkembangan zaman yang semakin maju serta meningkatkan mutu asuhan
kebidanan dalam hal penanganan gangguan ovarium dan pcos secara cepat dan
tepat.
2. Pelayanan Kesehatan
Diharapkan kepada pelayanan kesehatan baik di instansi pemerintah maupun swasta
agar dapat menyediakan sarana yang memadai dalam upaya peningkatan kesehatan,
memberikan pelayanan yang bermutu dan berkualitas sesuai dengan standar.

8
DAFTAR PUSTAKA

- https://www.klikdokter.com/penyakit/pcos

- http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3216/3/Chapter1.pdf

https://www.alodokter.com/tiga-jenis-gangguan-pada-indung-telur-berdasarkan-

gejalanya

- https://www.alodokter.com/pcos

Anda mungkin juga menyukai