Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK I

“KONSEP DAN ASKEP PADA NEONATUS RESIKO TINGGI :


PREMATURITAS”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 1 (A 2018-1)

Aisyah Zazirah 1811112294 Mariah Al Qhibtiyah 1811112144

Agnes Novita 1811112305 Nadiatul khairiyah 1811112310

Desmita Aulia 1811112265 Nurul Izzah 1811112068

Dita Fadhilla 1811112136 Nepta Yulita 1811112325

Eka Nofrida Fauzi 1811112186 Nurul Afdilla Fania 1811112196

Intan Pratiwi Edison 1811112318 Rafika Putri Kesuma 1811112235

Miftahul Jannah 1811112321 Windasari 1811110290

Mujahidah Hasibuan 1811112226

DOSEN PEMBIMBING
Ns. Oswati Hasanah, M.Kep.,Sp.Kep.An

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Konsep dan
Askep Pada Neonatus Resiko Tinggi : Prematuritas”. Tidak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Anak I pada Semester Genap (IV) Fakultas Keperawatan, jurusan Ilmu
Keperawatan tahun ajaran 2020/2021.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, Maret 2020

Tim
Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Prematuritas..............................................................................................................4
2.2 Etiologi Prematuritas..............................................................................................................4
2.3 Klasifikasi Prematuritas.........................................................................................................5
2.4 Patofisiologi & WOC Prematuritas........................................................................................6
2.5 Faktor resiko Prematuritas.....................................................................................................10
2.6 Manifestasi klinis Prematuritas..............................................................................................11
2.7 Klasifikasi Prematuritas.........................................................................................................12
2.8 Komplikasi Prematuritas........................................................................................................12
2.9 Perawatan bayi dengan Prematuritas.....................................................................................14
2.10 Asuhan Keperawatan pada Bayi dengan Prematuritas..........................................................15
2.11 Penatalaksanaan Prematuritas...............................................................................................27
2.12 Pencegahan Prematuritas......................................................................................................29
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.............................................................................................................................31

3.2 Saran........................................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang pasti dilalui


oleh setiap manusia yang lahir. Pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai
sejak pembuahan ovum oleh sperma sampai seseorang tersebut dewasa.
Pertumbuhan dan perkembangan ini merupakan proses bertambahnya ukuran sel,
jaringan dan organ serta meningkatnya fungsi organ sesuai dengan tahap
pertumbuhan dan perkembangan (Soetjiningsih, 2008). Setiap yahap
pertumbuhan dan perkembangan, memiliki peran yang berbeda-beda. Menurut
Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang perubahan Undang-undang No 23
Tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan bahwa masa anak-anak
yaitu masa seseorang sebelum berusia 18 tahun termasuk juga janin dalam
kandungan ibunya. Masa ini merupakan salah satu fase tumbuh kembang yang
harus diperhatikan dengan cermat, sebab keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan pada masa ini memiliki peran besar untuk tahap tumbuh kembang
selanjutnya (Soetjiningsih, 2008).

Setiap masa pertumbuhan dan perkembangan memiliki masalah,


termasuk pada fase bayi salah satunya adalah bayi dengan kelahiran premature.
Bayi dengan kelahiran premature adalah bayi yang lahir dengan usia kehamilan
baru mencapai 37 minggu sesuai dengan perhitungan hari pertama haid terakhir.
Bayi yang mengalami prematuritas belum siap sepenuhnya untuk berkembang,
karena kondisi organ yang belum matang, tentu memiliki masalah yang
kompleks pada seluruh system, seperti system pernafasan, system persarafan,
system pencernaan, ginjal dan termoregulasi (Kementerian kesehatan RI, 2014).

1
Permasalahan pada kelahiran premature sudah menjadi masalah global.
Seperti halnya dari 184 negara yang ada di dunia, terdapat kelahiran premature
sekitar 5% sampai 11% dari jumlah bayi yang lahir pertahun 2000 di Negara
maju. Sekitar 50% bayi yang dilahirkan terlalu dini terdapat di Negara dengan
penghasilan rendah, seperti Afrika 15% dan Sudan 3%. Indonesia merupakan
salah satu Negara yang secara umum memiliki peghasilan rendah sehingga
Indonesia lebih beresiko dengan kejadian kelahiran premature (World Health
Organization, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka didapatkanlah rumusan masalah:
a. Apa itu definisi Prematuritas?
b. Bagaimana etiologi Prematuritas?
c. Bagaimana patofisiologi dan WOC Prematuritas?
d. Apa saja faktor resiko Prematuritas?
e. Bagaimana manifestasi klinis Prematuritas?
f. Apa saja klasifikasi dari Prematuritas?
g. Apa saja komplikasi dari Prematuritas pada ibu?
h. Apa saja komplikasi dari Prematuritas pada bayi?
i. Bagaimana penatalaksanaan dari Prematuritas?
j. Bagaimana pencegahan dari Prematuritas?
k. Bagaimana perawatan yang dilakukan pada bayi dengan prematuritas?
l. Bagaimana Asuhan Keperawatan yang diberikan pada bayi dengan
prematuritas?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Untuk mengetahui defenisi dari prematuritas
b. Untuk mengetahui bagaimana etiologi dari prematuritas
c. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari prematuritas
d. Untuk mengetahui apa-apa saja faktor resiko dari prematuritas

2
e. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari prematuritas
f. Untuk mengetahui apa-apa saja klasifikasi dari prematuritas
g. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari prematuritas pada ibu
h. Untuk mengetahui bagaimana komplikasi dari prematuritas pada bayi
i. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari prematuritas
j. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan dari prematuritas
k. Untuk mengetahui bagaimana perawatan yang diberikan pada bayi dengan
prematuritas
l. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi
dengan prematuritas

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Prematuritas


Persalinan prematur adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007).
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya,
semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya
(Saifuddin, 2009).

Paritas ibu, riwayat prematur sebelumnya dan trauma ibu diduga merupakan
penyebab terjadinya persalinan prematur. Persalinan prematur merupakan
penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh
dunia. Indonesia memiliki angka kejadian prematur sekitar 19% dan merupakan
penyebab utama kematian perinatal.

2.2 Etiologi Prematuritas


Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), bayi dengan kelahiran prematur dapat
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:

1. Faktor ibu
Faktor ibu merupakan hal dominan dalam mempengaruhi kejadian
prematur, faktor-faktor tersebut di antaranya adalah:
a. Toksemia gravidarum (preeklampsia dan eklampsia).
b. Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi dan anemia sel sabit.
c. Kelainan bentuk uterus (misal: uterus bikurnis, inkompeten serviks).
d. Tumor (misal: mioma uteri, eistoma).

4
e. Ibu yang menderita penyakit seperti penyakit akut dengan gejala panas
tinggi (misal: thypus abdominalis, dan malaria) dan penyakit kronis (misal:
TBC, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal).
f. Trauma pada masa kehamilan, antara lain jatuh.
g. Kebiasaan ibu (ketergantungan obat narkotik, rokok dan alkohol).
h. Usia ibu pada waktu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
i. Bekerja yang terlalu berat.
j. Jarak hamil dan bersalin terlalu dekat.

2. Faktor Janin
Beberapa faktor janin yang mempengaruhi kejadian prematur antara
lain kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini, cacat bawaan, kelainan
kromosom, infeksi (misal: rubella, sifilis, 11 toksoplasmosis), insufensi
plasenta, inkompatibilitas darah ibu dari janin (faktor rhesus, golongan darah
A, B dan O), infeksi dalam rahim.

3. Faktor Lain
Selain faktor ibu dan janin ada faktor lain yaitu faktor plasenta, seperti
plasenta previa dan solusio plasenta, faktor lingkungan, radiasi atau zat-zat
beracun, keadaan sosial ekonomi yang rendah, kebiasaan, pekerjaan yang
melelahkan dan merokok.

2.3 Klasifikasi Prematuritas


Menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), berdasarkan klasifikasinya
penyebab kelahiran bayi prematur dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:
1. Bayi prematur tipe SMK (bayi prematur sesuai masa kehamilan) disebabkan
oleh:
a. Berat badan ibu yang rendah, ibu hamil yang masih remaja, kehamilan
kembar.
b. Pernah melahirkan bayi prematur sebelumnya.

5
c. Cervical incompetence (mulut rahim yang lemah hingga tak mampu
menahan berat bayi dalam rahim).
d. Perdarahan sebelum atau saat persalinan (antepartum hemorrhage).
e. Ibu hamil yang sedang sakit.

2. Bayi prematur tipe KMK (bayi prematur kecil untuk masa kehamilan)
disebabkan oleh:
a. Ibu hamil yang kekurangan nutrisi.
b. Ibu memiliki riwayat hipertensi, pre eklampsia dan anemia.
c. Kehamilan kembar.
d. Malaria kronik dan penyakit kronik lainnya.
e. Ibu hamil merokok.

2.4 Patofisiologi & WOC Prematuritas


Secara umum, penyebab persalinan prematur dapat dikelompokan dalam 4
golongan yaitu :

1. Aktivasi prematur dari pencetus terjadinya persalinan


2. Inflamasi/infeksi
3. Perdarahan plasenta
4. Peregangan yang berlebihan pada uterus
Mekanisme pertama ditandai dengan stres dan anxietas yang
biasa terjadi pada primipara muda yang mempunyai predisposisi
genetik. Adanya stres fisik maupun psikologi menyebabkan aktivasi
prematur dari aksis Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA) ibu dan
menyebabkan terjadinya persalinan prematur. Aksis HPA ini
menyebabkan timbulnya insufisiensi uteroplasenta dan mengakibatkan
kondisi stres pada janin. Stres pada ibu maupun janin akan
mengakibatkan peningkatan pelepasan hormon Corticotropin Releasing
Hormone (CRH), perubahan pada Adrenocorticotropic Hormone

6
(ACTH), prostaglandin, reseptor oksitosin, matrix metaloproteinase
(MMP), interleukin-8, cyclooksigenase-2, dehydroepiandrosteron
sulfate (DHEAS), estrogen plasenta dan pembesaran kelenjar adrenal.

Mekanisme kedua adalah decidua-chorio-amnionitis, yaitu


infeksi bakteri yang menyebar ke uterus dan cairan amnion. Keadaan ini
merupakan penyebab potensial terjadinya persalinan prematur. Infeksi
intraamnion akan terjadi pelepasan mediator inflamasi seperti pro-
inflamatory sitokin (IL-1β, IL-6, IL-8, dan TNF-α ). Sitokin akan
merangsang pelepasan CRH, yang akan merangsang aksis HPA janin
dan menghasilkan kortisol dan DHEAS. Hormon-hormon ini
bertanggung jawab untuk sintesis uterotonin (prostaglandin dan
endotelin) yang akan menimbulkan kontraksi. Sitokin juga berperan
dalam meningkatkan pelepasan protease (MMP) yang mengakibatkan
perubahan pada serviks dan pecahnya kulit ketuban.

Mekanisme ketiga yaitu mekanisme yang berhubungan dengan


perdarahan plasenta dengan ditemukannya peningkatan hemosistein
yang akan mengakibatkan kontraksi miometrium. Perdarahan pada
plasenta dan desidua menyebabkan aktivasi dari faktor pembekuan Xa
(protombinase). Protombinase akan mengubah protrombin menjadi
trombin dan pada beberapa penelitian trombin mampu menstimulasi
kontraksi miometrium.

7
Mekanisme keempat adalah peregangan berlebihan dari uterus
yang bisa disebabkan oleh kehamilan kembar, polyhydramnion atau
distensi berlebih yang disebabkan oleh kelainan uterus atau proses
operasi pada serviks. Mekanisme ini dipengaruhi oleh IL-8,
prostaglandin, dan COX-2.

8
Woc bayi prematur

9
2.5 Faktor Resiko Prematuritas
Faktor resiko persalinan prematuritas adalah sebagai berikut :
a. Karakteristik pasien
1. Status sosio-ekonomi yang rendah termasuk di dalamnya penghasilan yang
rendah, pendidikan yan rendah dan nutrisi yang kurang.
2. Ras, di Amerika orang kulit hitam yang melahirkan prematur lebih banyak
dibandingkan orang yang berkulit putih ( 16,3%:7,7%) .
3. Kehamilan di usia 16 tahun dan primigravida >30 tahun
4. Riwayat memiliki pengalaman melahirkan prematur sekali, memiliki resiko
4 kali lebih besar, sedangkan yg pernah mengalami 2 kali memiliki resiko 6
kali lebih besar.
5. Pekerjaan dan Aktifitas, pekerjaan yang berat dan tekanan pekerjaan
(stress) atau kecemasan yang tinggi dapat meningkatkan resiko.
6. Merokok lebih dari 10 batang perhari.
7. Pengguna obat bius/ kokain

b. Komplikasi persalinan yang merupakan kejadian predisposisi


1. Infeksi saluran kemih
2. Penyakit ibu, hipertensi dalam kehamilan, asma, hypertiroid.
3. Keadaan yang menyebabkan di stensil uterus yang berlebihan, yaitu:
kehamilan multipel, diabetes
4. Pendarahan antepartum
5. Infeksi umum pada ibu
6. Tindakan bedak kepada ibu selama kehamilan
7. Kehamilan dengan AKAN

10
2.6 Manifestasi Klinis Prematuritas
Berikut adalah manifestasi klinis dari prematuritas:
a. Usia kehamilan kurang dari 37 minggu
b. Berat bayi sama dengan atau kurang dari 2500 gr.
c. Panjang badan kurang dari 46 cm.
d. Lingkar kepala kurang daro 33cm.
e. Lingkar dada kurang dari 30cm.
f. Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas.
g. Diselimuti bulu halus (lanugo) yang tumbuh lebat di suluruh tubuh.
h. Bentuk mata tidak sebulat bayi normal karena kekurangan lemak tubuh.
i. Suhu tubuh rendah.
j. Sulit bernapas karena perkembangan paru-paru belum sempurna.
k. Belum siap menelan dan menerima asupan dengan sempurna, sehingga sulit
menerima asupan makanan.
l. Kulit lebih tipis dan lebih banyak pembulu darah yang tampak.
m. Alat kelamin pada bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada skrotum kurang.
Testis belum turun kedalam skrotum.
n. Alat kelamin pada bayi perempuan klirotis menonjol, labia minora belum
tertutup oleh labia mayora.
o. Tonus otot lemah, sehingga bayi kurak aktif dalam pergerakan atau lemah.
p. Verniks kaseosa sedikit atau tidak ada.
q. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan reflek hisap,
menelan dan batuk masih lemah atau tidak efektif, dan tangisan lemah.
r. Jaringan kelenjer mamae masih kurang karena pertumbuhan otot dan jaringan
lemak masih kurang.

11
2.7 Klasifikasi Prematuritas
Menurut Prawirohardjo (2002 ), klasifikasi prematur adalah:
a. Bayi yang sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu. Bayi
dengan gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di negara
yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30
minggu masih mungkin dapat hidup dengan perawatan yang intensif.
b. Bayi pada derajat prematur sedang (moderately premature): 31-36 minggu.
Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup lebih jauh lebih baik dari
golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya dikemudian hari juga
lebih ringan, asal saja pengelolaan terhadap bayi ini betul-betul intensif.
c. Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu. Bayi ini mempunyai
sifat-sifat prematur dan matur. Biasanya beratnya seperti bayi matur dan
dikelola seperti bayi matur. Sehingga bayi ini harus diawasi dengan
seksama.

2.8 Komplikasi Prematuritas


Bayi prematur beresiko memiliki masalah kesehatan pada awal kehidupan karena
berhubungan dengan imaturitas organ. Masalah sistem tubuh bayi prematur
antara lain ketidakstabilan suhu tubuh, masalah pernapasan, masalah pencernaan
dan imunitas (Hockenberry & Wilson,2009). Bayi prematur beresiko mengalami
beberapa masalah yaitu:

1. Ketidakstabilan suhu tubuh


Ketidakstabilan suhu tubuh terjadi karena peningkatan hilangnya panas,
kurangnya lemak sub kutan, rasio luas permukaan terhadap berat badan yang
besar, produksi panas berkurang akibat lemak tidak memadai dan
ketidakmampuan untuk menggigil (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz,
2008).

12
2. Masalah pernapasan
Masalah pernapasan akibat defisiensi surfaktan paru, risiko aspirasi
karena belum terkoordinasinya refleks batuk, refleks menghisap dan refleks
menelan, otot pembantu respirasi yang lemah,serta pernapasan yang periodik
dan apnea.
3. Masalah gastrointestinal
Adanya kelainan gastrointestinal dan nutrisi akibat refleks hisap dan
menelan yang buruk sebelum 34 minggu, motalitas usus yang menurun,
pengosongan lambung yang tertunda, serta pencernaan dan absorbsi vitamin
yang larut dalam lemak kurang.
4. Imaturitas imunologi atau risiko infeksi tinggi
Masalah imunitas terjadi akibat tidak banyak tansfer igG maternal
melalui plasenta selama trimester ke tiga, fagositosis terganggu, dan
penurunan faktor komplemen (Kosim,dkk, 2014; Hockenberry & Wilson,
2009).

Komplikasi yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :


A. Komplikasi jangka pendek

Komplikasi jangka pendek, yaitu gangguan pernapasan dan


peningkatan risiko infeksi. Bayi prematur kemungkinan akan mengalami
berbagai gangguan pada organ tubuh seperti jantung, otak, darah, serta
gangguan sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem metabolisme,
kekebalan tubuh, dan kesulitan mengendalikan suhu tubuh. Selain itu, bayi
juga akan berpotensi untuk mengalami penyakit kuning karena organ hati
belum matang.

B. Komplikasi jangka panjang

13
Komplikasi jangka panjang, kelahiran prematur meningkatkan
risiko penyakit tidak menular, seperti hipertensi dan diabetes. Bayi
prematur mengalami komplikasi jangka panjang seperti lumpuh otak
(seperti gangguan gerak), gangguan keterampilan kognitif, gangguan
penglihatan, gangguan pendengaran, masalah pada gigi, gangguan
psikologis, hingga sindrom kematian bayi mendadak (komplikasi yang
paling parah).

2.9 Perawatan Bayi dengan Prematuritas

Mengingat belum sempurnanya kerja alat-alat tubuh yang perlu untuk


pertumbuhan dan perkembangan serta penyesuaian diri dengan lingkungan
hidup di luar uterus maka perlu diperhatikan pengaturan suhu lingkungan,
pemberian makanan dan bila perlu oksigen, mencegah infeksi serta mencegah
kekurangan vitamin dan zat besi.

1. Pengaturan suhu badan bayi prematuritas

Bayi prematuritas dengan cepat akan kehilangan panas badan


dan menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badan belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya rendah dan permukaan badan
relatif luas oleh karena itu bayi prematuritas harus dirawat di dalam
inkubator sehingga panas badannya mendekati dalam rahim. Bila bayi
dirawat dalam inkubator maka suhu bayi dengan berat badan , 2 kg
adalah 35 derajat celcius dan untuk bayi dengan berat badan 2-2,5 kg
adalah 33-34 derajat celcius. Bila inkubator tidak ada bayi dapat
dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi air
panas, sehingga panas badannya dapat dipertahankan.
2. Makanan bayi prematur

Alat pencernaan bayi prematur masih belum sempurna,

14
lambung kecil, enzim pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan
protein 3-5 gr/kg BB dan kalori 110 kal/kg BB sehingga
pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian minum bayi sekitar 3 jam
setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan lambung. Refleks
menghisap masih lemah,sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit
demi sedikit, tetapi frekwensi yang lebih sering. ASI merupakan
makanan yang paling utama,sehingga ASI lah yang paling dahulu
diberikan. Bila faktor menghisapnya kurang maka ASI dapat diperas
dan diminumkan dengan sendok perlahan-lahan atau dengan memasang
sonde menuju lambung. Permulaan cairan diberikan sekitar 50-60 cc/kg
BB/ hari dan terus dinaikkan sampai mencapai sekitar 200 cckg BB/
hari.
3. Menghindari infeksi

Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya


tahan tubuh yang masih lemah,kemampuan leukosit masih kurang dan
pembentukan anti bodi belum sempurna. Oleh karena itu, upaya
preventif sudah dilakukan sejak pengawasan antenatal sehingga tidak
terjadi persalinan prematuritas ( BBLR). Dengan demikian perawatan
dan pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan
baik.

2.10 Asuhan Keperawatan Prematuritas


A. Pengkajian.
1. Sirkulasi
Nadi apikal mungkin cepat dam atau tidak teratur dalam batas
normal (120 -160dpm) murmur jantung yang dapat didengar dapat
menanadakan duktus arterious paten (PDA).
2. Makanan/cairan

Berat badan < 2500 g (5 1b 8oz)

15
3. Neurosensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut.
Ukuran kepala besar dalam hubungarnya dengan tubuh, sutura
mungkin mudah di gerakkan ,fontenetal mungkin atau tidak terbuka
lebar.dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputar . edema
kelopak mata umum terjadi, mata mungkin merapat( tergantung pada
usia gestasi).
4. Pernafasan
Skor agar mungkin rendah. Pernapasan mungkin dakal, tidak
teratur; retraksi diafragmatik intermirten atau periodik (40-60x/mnit).
Mengorok, pernafan cuping hidung, retraksi superasternal atau
substernal, atau berbagai drajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi
“ampelas” pada auskultasi , menandakan sindro distres
pernafasan(RDS).
5. Keamanan
6. Seksualitas
Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayor
dengan klitoris menonjol; Testis pria mungkin tidak turun, rugea
mungkin banyak atau tidak ada pda skrotum.
7. Pemeriksaan Diagnostik

Pilihan tes yang di perkirakan tergantug padda adanya masalah


dan koplkasi sekinder. Studi cairan amniotik : untuk rasia lesetin
terhadap sfingofielin, profil paru janin, dan fosfatidigliserol /
fosfatidilinositol mungkin telah di lakukan selama kehamilan untuk
mengkaji maturitas janin.

a. Jumlah darah lengkap : penurunan pada hemoglobinhematokrit


mungkin di hubungkan dengan anemia atau kehilangan darah . sel
darah putih mungkin kurang dari 10.000/mm3 dengan pertukaran

16
ke kiri ( kelebihan didni dari netrofil dan pita), yang biasanya
berhubungan dengan penyakit bakteri berat.
b. Dekstrostik: menyatakan hipoglekimia. Tes glukosa serum
mungkin di perluan bila hasil dekstrostik kurang dari 45mg/ml.
c. Serum: mungkin rendah.
d. Elektrolit : biasanya dalam btas normal pada awalnya.
e. Gas darah arteri (GDA): PO2 mungkin rendah : pco2 mungkin
meningkat dan menunjukan asidosis ringan , spesis ,atau kesulitan
nafas yang lama.
f. Protein C (beta globulin ): ada dalam serum sesuai dengan
proporsi beratnya prosis radang infeksi atau non infeksi.
g. Kadar fibrinogen: dapat menurun selama koagulasi intravaskuler
diseminata (KID) atau menjadi meningkat selama cedera.
B. Diagnosa dan Intervensi
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidak
seimbanagan perfusi ventilasi/ketidak adekutan kadar
surfaktan/imaturitas otot arteriol pulmunal/imaturitas sistem saraf
pusat dan sistem neoro muscular/ketidak efektifan bersihan jalan
nafas, anemia dan stres dingin ditandai den hiperkapnia, hipoksia,
takipnia, sianosis.

Hasil yang diharapkan : mempertahankan kadar po2/pco2 dalam


batas normal. Menderita RDS minimal, dengan penurunan kerja
pernapasan dan tidak ada morbiditas. Bebas dari displasia
bronkopulmonal.

Tindakan/ Intervensi :

a. Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi,


seperti lama persalinan, tipe kelahiran, agar skor, kebutuhan
tindakan resusitas saat kelahiran, dan obat-obatan ibu yang di

17
gunakan selama ke hamilan / kelahirann, termasuk
betametason.

Rasional : Persalinan yang lama meningkatakn resiko


hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah
pemberian atau pengunaan obat oleh ibu. Selain itu, bayi yang
memerlukan tindakan resusitatif pada kelahiran , atau yang
apgar skornya rendah, mungkin memerlukan intervensi lebih
untuk menstabilkan gas darah dan mungkin dan mungkin
menderita cedra SSP dengan kerusakan hipotalamus, yang
mengontrol pernafasan.( catatn : ppemnerian kortokosteroid
pada ibu dalam minggu 1 kelhiran membantu mengembangkan
maturitas bayi dan produksi surfaktan.

b. Perhatikan usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin.

Rasional: neonatus lahir sebelim gestasi mingu ke-30 dan /


atau brat badan kurang dari 1500 g beresiko tinggi terhadap
terjadinya RDS. Selain itu, pria 2 kali rentnnya dari pada
wanita. (catatan : mayoritas kematian berhubungan dengan
RDS terjadi pada bayi dengan berat badan < 1500 g).

c. Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda disters


pernafasan ( mis: retraksi, pernafasan cuping hidung ,
mengorok, retraksi, ronki, atau krekels).

Rasional: menandakan distress pernafasan , khususnya bila


pernafasan lebih besar dari 60x/mnit setelah 5 jam pertama
kehidupan pernafasan mengorok menunjukan upaya untuk
mempertahankan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung
adalah mekanisme kompensasi untuk menambah diameter
hidung dan meningkatakan masukan oksigen. Krekels/ ronki
dapat menandakan fasokontriksi pulmunal yang berhubungan

18
dengan TDA, hipoksemia asedemia,atau imaturitas otot
areterior, yang gagal untuk kontraksi sebagai respons terhadap
peningkatan kadar oksigen.

d. Gunakan pemantauan oksigen transkuta atau oksimeter nadi.


Catat kadar tiap jam, ubah sisi alat setiap 3-4 jam.

Rasional: memberikan pemantaaun noninfasiv konstan


terhadap kadar oksigen, (cataan: insufisiensi polmunal
biasanya memburuk 24-48 jam pertama, kemudian mencapai
pelatihan).

e. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan


btasi waktu obstruksi jalan nafas dengan kateter 5-10 detik.
Observasi pemantauan oksigen trankutan oksimeter nadi
sebelum dan selam penghisapan berikan “kantung” ventilasi
setelah penghisapan.

Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan


jalan nafas, khususnya pada bayi yang menerima pentilasi bayi
pertem tidak mngembangkan reflek terkoordinasi untuk
menghisap menelan, dan bernafas sampai gestasi [ada minggu
ke-32 sampai ke-34. Silia tidak berkembang dengan penuh atau
mungkin rusak dari penggunaan selam indoktrial fase eksudat
berhubngan dengang RDS pada kira-48 jam pascapartum
dapat memperberat kesutan bayi dalam mengatasi vagus,
menyebabkan bradikardi, hipoksemia, bronkospasme. Kantung
ventilasi meningkatkan perbaikan kadar oksigen yang cepat .

f. Pertahankan kenetralan suhu dengan suhu tubuh pada 97,7F


(dalam 0,5F). Rujuk pada DK: termoregolasi, tidak efektif
resiko tinggi terada).

19
Rasional : Stres dingin menigkatkan konsumsi oksigen bayi ,
dapat meningkatkan asidosis, dan selanjutnya kerusakan
produksi surfaktan.

g. Pantau masukan luaran cairan: timbang berat badan sesuai


indikasi berdasarkan protokol.

Rasional : dehidrasi merusak kemampuan untuk


membersihkan jalan nafas saat mukus menjadi kental. Hidrasi
berlebihan dapat memperberat infiltrat alveolar/ edema
pulmonal. Penurunan berat badan dan peningkatan haluran irin
daoat menandakan fase diuretik dari RDS, biasanya mulai pada
72-96 jam dan mendahului resolusi kondisi.

h. Tingkatan istirahat; minimalkan rangsangan dan pengunaan


energi. Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan
matras”tidak rata” sesuai indikasi

Rasional: menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.


Memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernafasan
dan pertumbuhan ventrikel.

i. Observasi terhadap tanda-tanda vital dan lokasi sianosis.

Rasional: sianosiss adalah tanda lanjut dari poa2 rendah dan


tamapak sampai ada sedikit lbih dafri 3 g /dl penurunan Hb
pada darah erteri sentrl. Atau 4-6 g/dl pada darah kapiler, atau
sampai satursai oksigen haqnya 75-85 % dengan kadar po2 42
-41 mmhg.

2. Pola pernapasan tidak efektif berhubunga dengan imaturitas pusat


pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy
ditandai dengan dyspnea/takipnea/periode apnea, pernafasan

20
cuping hidung, penggunaan bantuan otot, sianosis , GDA
abnormal, takikardia.

Hasil yang diharapkan: Mempertahankan pola pernafasan


periodik ( periode apenik berakhir 5-10 dtk diikuti dengan
periode pendek ventilasi cepat). Dengan membran mukosa merah
muda dan frekuensi jantung DBN.

Tindakan/Intervensi :

a. Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan


adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung , tonus jantung,
tonus otot, dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau
perawatan. Lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang
kontinu.

Rasional : membantu dalam memberikan periode perputaran


pernfasan normal dari serangan apneik sejati, yang terutama
sering terjadi seblum gestasi minggu ke-30.

b. Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.

Rasional : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan


napas.

c. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat


memperberat depresi pernapasan pada bayi.

Rasional : madnesium sulfat dan narkotik menekan pusat


pernafasan

d. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan


gulungan pokok di bawah bahu untuk menghasilkan sedikit
hiperektensi .

21
Rasional: posisi ini dapat mempermudah pernafasan dan
menurunkan episode apneik, khususnya pada adanya hipoksia,
asidosis metabolik, atau hiperkapnia.

e. Pertahankan suhu tubuh optimal


Rasional: bahkan adanya sedikit peningkatan atau penurunan
suhu lingkungan dapat menimbulkan apnea.
f. Berikan rangsangan taktil yang segera.( mis, gosokan
punggung bayi) bila terjadi apnea. Perhatikan adanya sianosis,
bradikardi, atau hipotonia. Anjurakan kontak orang tua.

Rasional: merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh


dan kembalinya pernafasan spontan. Kadang-kadang, bayi
mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau tidak ada , atau
bradikardia bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.

g. Tempatkan bayi pada matras bergelombang.

Rasional: gerakan memberikann rangsangan, yang dapat


menurunkan kejadian apneik.

h. Pantau pemeriksaan laboratorium (Mis,. GDA, glikosa serum,


elekrolit, kultur,mdan kadar obat) sesuai indikasi.

Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia,


hipoglekimia, hipokalsemia,dan sepsis dapat memperberat
serangan apneik. Toksisitas obat, yang menekan fungsi
pernafasan dapat terjadi karena pernafasan dapat terjadi karena
keterbatasan ekskresi dan waktu paruh obat yang lama.

i. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:


3. Risiko regulasi berhubungan dengan perkembangan SSP imatur
(pusat regulasi suhu). Penurunan rasio masa tubuh terhadap area
permukaan, penurunan lemak subkutan . keterbatasan simpanan

22
lemak coklat , ketidak mampuan merasakan dingin atau
berkeringat. Cadangan metabolik buruk, respon mati terhadap
hipotermia.

Hasil yang diharapkan : Mempertahankan suhu kulitt /aksila dalam


95,9-99,1 F(35,5-37,30C) bebas dari tanda-tanda stres dingin.

Tindakan/Intervensi:

a. Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya;


selanjutnya, periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat
dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi setiap 15
mnt selama penghangatan ulang,

Rasional: hipotermia mebuat bayi cendrung pada stres dingin,


penggunaan simpanan lemak coklat yang tidak dapat
diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitifitas untuk
meningkatkan kadar karbon dioksida ( hiperkapnia) atau
penurunan kadat oksigen( hipoksia). (catatan: penghangatan
ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi apneik, ini dapat
menyebabkan depessi pernafasan lanjut sebagai pengganti
pernapasan. Mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan
oksigen.)

b. Tempatkan bayi pada penghangat, tempat tidur terbuka dengan


penyebar hangat, atau tempat tidur bayi terbuka dengan
pakaian tepat untuk bayi yang lebih besar, gunakan bantal
pemanas di bawah bayi bila perlu.
Rasional ; mempertahankan lngkungan termonal membantu
mencegah stres dingin.
c. Gunakan lampu pemanas selam prosedur. Tutup penyebar
hangat atau bayi dengan penutup plastik atau kertas alumunium

23
bil tepat. Objek panas dengan tubuh bayi, seperti stetoskop,
linen, dan pakaian.

Rasional; menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang


lebih dingin dari ruangan.

d. Kurangi pemajanan pada aliran udara: hindari pembukaan


pagar isolette yang tidak semestinya.

Rasional : menurunkan kehilangan panas karena


konveksi/konduksi. Membatasi kehilangan panas melalui
radiasi.

e. Ganti pakaian atau linen tempat bila basah. Pertahankan kepala


bayi tetap tertutup.

Rasional: menurunkan kehilangan melalui evaporasi.

f. Pantau system pengatur suhu, penyebar hangat, atau incubator.


(pertahankan batas atas pada bayi 98,6oF, tergantung pada
ukuran atau usia bayi).

Rasional : hipertemie akibat peningkatan pada laju


metabolisme, kebutuhan oksigen dan glukosa dan kehilangan
air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan yang
dapat dikontrol, terlalu tinggi.

g. Pertahankan kelembapan relatif 50-80%. Oksigen lembap


hangat 88-93 F(31-34C)

Rasional; mencegah evaporasi berlebihan , menurunkan


kehilngan cairan tidak kasat mata..

h. Perhatikan adanya takipnea atau apnea: sianosis umum,


akrosianosis , atau kulit belang: bradikardia , menangis buruk,

24
atu latergi . evaluasi derajat dan lokasi ikterik. (rujukan
padaMK:Bayi baru lahir:hiperbiliribinemia.

Rasional: tanda-tanda ini menandakan stres dingin, yang


meninkatkan konsumsi oksigen dan kalori serta mebuat bayi
cendrung pada asidosis berkenaan dengan metabolisme
anerobik. Hipoytmia meningkatkan reiko kernikterus, saat
asam lemak dilepasakan pada metabolisme lemak coklat
bersaing dengan bilirubin untuk bagian pada albumin. (catan :
warna kulit mungkin merah terang pada perifer, dengan
sianosis terlihat pada bagian tengah sebagai akibat darike
gagalan disoiasi oksihemoglobin .

i. Berikan penghangatan bertahap untuk bayi yang stres dingin.

Rasional: Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat


menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan apnea.

j. Kaji haluaran dan berat jenis urin.

Rasional: peningkatan haluaran dan peningkatan berat jenis


urin di hubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama
periode stres dingin.

4. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan imaturitas


dan kerusakan SSP ( ambang rendah untuk rangsangan dan stress
nyeri), kemampuan organisasi yang buruk, keterbatasan
kemampuan untuk menguntrol lingkungan ditandai dengan
disorganisasi aktivitas motorik dan siklus bangun-tidur, iritabilitas,
ketidakmampuan menyampaikan isyarat tapat pada pemberian
perawatan sehingga stressor dapat dikurangi atau dihilangkan.

Hasil yang diharapkan neonatal akan : meminimalkan/


menurunkan isyarat perilaku yang menandakan stress. Mkemajuan

25
dengan tepat, sesui pola individu dalam pertumbuhan dan
perkembangan.

Tidakan/Intervensi:

a. Berikan perawatn primer kapan pun mungkin.

Rasional : perawatan yang konsisten dan dapat diperkirakan


memungkinkan bayi mengembangkan ras percaya pada
pemberi perawatan, lingkunagan, dan diri sendiri serta
memudahkan koping. Pemberian perawatan yang banyak
membinggungkan bayi, meningkatkan distress selama makan,
menyebabkan irribilitas dan mengganggu perhatian visual.

b. Kaji bayi terhadap isyarat perilaku yang menandakan stress,


perhatikan faktor — faktor penyebab dan hilangkan atau
kurangi stressor bila mungkin.
Rasional : pengenalan dengan perilaku respon lazim dan sifat
kepribadian bayi perlu untuk mengidentifikasi perubahan yang
tidak nyata yang menandakan stress dan perlunya intervensi
untuk menurunkan sters ini.
c. Buat suasana seperti didalam uterus bilamana mungkin
menutupi isolette untuk periode lama dan menghidupkan bunyi
— bunyian rekaman plasenta atau bunyi jantung maternal.
d. Memberikan lingkungan gelap, tenag, menurunkan stress,
meningkatkan adaptasi, dan didapati berhubungan secara
positif dengan penambahan berat badan, penyapihan dini dari
oksigen atau ventilator dan pulang lebih dini.

Rasional : rekaman bunyi ibu cebderung menurunkan atau


menghilangkan persepsi bayi tentang kebisingan dari isolette.

26
e. Ubah posisi bayi dengan menggunakan gulungan popok yanh
ditempatkan pada punggung dan bagian depan bila bayi pada
posisi miring atau pada sisinya bayi dapat mentoleransi posisi
tengkurap.

Rasional : imaturitas neuromuscular dapat merusak


kemampuan bayi untuk mencari posisi yang nyaman atau
menghilangkan stress dari perubahan posisi. Sulungan popok
di sekitar bayi memberikan rasa aman dan mempunyai efek
menenangkan. Posisi telungkup meningkatkan tidur dan
relaksasi optimal.

f. Tutup bagian atas penyebar hangat dengan penutup plastic, bila


dibutuhkan.

Rasional : menurunkan stress lingkungan aliran dari udara,


yang mengejutkan bayi saat petugas bergerak melewati
penghangat.

2.11 Penatalaksanaan Prematuritas


Menurut Rukiyah & Yulianti (2012), beberapa penatalaksanaan atau
penanganan yang dapat diberikan pada bayi prematur adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan suhu tubuh dengan ketat. Bayi prematur mudah
mengalami hipotermi, oleh sebab itu suhu tubuhnya harus dipertahankan
dengan ketat.
2. Mencegah infeksi dengan ketat. Bayi prematur sangat rentan dengan
infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan infeksi termasuk mencuci
tangan sebelum memegang bayi.
3. Pengawasan nutrisi. Reflek menelan bayi prematur belum sempurna, oleh
sebab itu pemberian nutrisi harus dilakukan dengan cermat.

27
4. Penimbangan ketat. Perubahan berat badan mencerminkan kondisi
gizi/nutrisi bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab
itu penimbangan berat badan harus dilakukan dengan ketat.
5. Kain yang basah secepatnya diganti dengan kain yang kering dan bersih
serta pertahankan suhu tetap hangat.
6. Kepala bayi ditutup topi dan beri oksigen bila perlu.
7. Tali pusat dalam keadaan bersih.
8. Beri minum dengan sonde/tetes dengan pemberian ASI.

Sedangkan menurut Proverawati & Sulistyorini (2010), ada beberapa


penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan pada bayi prematur, yaitu
sebagai berikut:

1. Mempertahankan suhu tubuh bayi


Bayi prematur akan cepat mengalami kehilangan panas badan dan
menjadi hipotermia, karena pusat pengaturan panas badannya belum
berfungsi dengan baik, metabolismenya juga masih rendah, dan
permukaan badan yang relatif luas. Oleh karena itu, bayi prematur harus
dirawat dalam inkubator sehingga panas tubuhnya dapat sama atau
mendekati dengan panas dalam rahim. Jika tidak ada inkubator, bayi
dapat dibungkus dengan kain dan disampingnya ditaruh botol yang berisi
air panas atau menggunakan metode kangguru.
2. Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi
Pengaturan dan pengawasan intake nutrisi dalam hal ini adalah
menentukan pilihan susu, cara pemberian, dan jadwal pemberian yang
sesuai dengan kebutuhan bayi.
3. Pencegahan infeksi
Bayi prematur sangat mudah terserang infeksi, terutama disebabkan oleh
infeksi nosokomial. Hal ini karena kadar immunoglobulin serum bayi
prematur masih rendah, aktivitas bakterisidal neotrofil dan efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah serta fungsi imun yang belum berpengalaman.

28
Oleh karena itu bayi prematur tidak boleh kontak dengan penderita
infeksi dalam bentuk apapun.
4. Penimbangan berat badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi atau nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan
berat badan harus dilakukan dengan ketat.

5. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi prematur
akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2 yang diberikan
sekitar 30%-35% dengan menggunakan head box, karena konsentrasi O2
yang tinggi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan retina bayi dan dapat menimbulkan kebutaan.
6. Pengawasan jalan nafas
Terhambatnya jalan nafas dapat mengakibatkan asfiksia dan hipoksia
yang akan berakhir dengan kematian. Bayi prematur dapat berisiko
mengalami serangan apneu dan defisiensi surfaktan, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Oleh karena itu, perlu pembersihan jalan nafas segera setelah
bayi lahir.

2.12 Pencegahan Prematuritas


Langkah pencegahan utama kelahiran prematur adalah dengan menjaga
kesehatan, sebelum dan selama masa kehamilan. Upaya ini dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu:
1. Lakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Melalui pemeriksaan
kehamilan, dokter dapat memantau kesehatan ibu hamil dan janin dalam
kandungan, serta mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi selama
kehamilan.

29
2. Menjalani diet sehat sebelum hamil. Konsumsi makanan sehat yang kaya
protein, buah, dan biji-bijian sebelum hamil, dapat mengurangi risiko
kelahiran prematur.
3. Hindari paparan bahan kimia dan substansi berbahaya, seperti asap rokok,
makanan kaleng, kosmetik, alkohol, dan NAPZA.
4. Konsumsi suplemen kalsium. Konsumsi suplemen kalsium 1000 mg atau
lebih per hari, dapat mengurangi risiko kelahiran prematur dan preeklamsia.
5. Mempertimbangkan jarak kehamilan. Kehamilan yang hanya berjarak
kurang dari 6 bulan dari persalinan terakhir, dapat meningkatkan kelahiran
prematur.
6. Menggunakan pesarium (cervical pessary). Ibu hamil dengan ukuran serviks
yang pendek disarankan memakai pesarium guna menyangga rahim agar
tidak turun. Bentuk alat ini menyerupai cincin yang dipasang di mulut rahim.
7. Menganjurkan menikah pada usia matang (tidakterlalu muda)
8. Mencegah dan mengobati secara tuntas infeksi Intrauterine
9. pemberian obat tokolitik pada ibu dan pemberian terapi antenatal
kortikosteroid. Kortikosteroid antenatal digunakan untuk membantu
perkembangan paru janin.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Persalinan premature adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal
minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke-37 (Varney, 2007).
Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang
dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500
gram. Masalah utama dalam persalinan prematur adalah perawatan bayinya,
semakin muda usia kehamilannya semakin besar morbiditas dan mortalitasnya
(Saifuddin, 2009).
Paritas ibu, riwayat prematur sebelumnya dan trauma ibu diduga merupakan
penyebab terjadinya persalinan prematur. Persalinan prematur merupakan
penyebab utama yaitu 60-80% morbiditas dan mortalitas neonatal di seluruh
dunia. Cara pencegahan yang bisa dilakukan yaitu dengan sering melakukan
pemeriksaan kehamilan, menjalani diet sebelum kehamilan, mengatur jarak
kehamilan, menghidari paparan zat berbahaya, konsumsi suplemen kalsium,
menggunakan pesarium dan menikah pada usia matang.

3.2 Saran

31
Dalam menangani kasus ibu dengan persalinan prematur seperti ini diperlukan
kerjasama antara keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Sebagai keluarga
disarankan untuk memberikan support agar ibu dengan persalinan dapat pulih
kembali dari keadaannya. Dan sebagai perawat, kita dapat memberikan edukasi
terkait apa saja yang harus dilakukan oleh ibu dan keluarganya.

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak kesalahan dan jauh


dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah ini dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai makalah ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

Ariana, Dhina Novi. Dkk. 2011. “Faktor Risiko Kejadian Persalinan


Prematur” (Studi di Bidan Praktek Mandiri Wilayah Kerja Puskesmas
Geyer dan Puskesmas Toroh Tahun 2011). Jurnal Universitas
Muhammadiyah Semarang.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jur_bid/article/download/555/605
Asrining Surasmi. Dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi Cetakan I.
Jakarta: EGC
Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Obstetri Patologi Edisi 2. Jakarta: EGC
Suspimantari. 2014. Prematuritas. Jurnal  Undip. Jawa

33

Anda mungkin juga menyukai