Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN KASUS KEHILANGAN DAN BERDUKA

Ny. R DI DESA BUCOR KULON

Di Susun Oleh:

Lisa Sintiya, S. Kep


14901.07.20016

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKes HAFSHAWATY PESANTREAN HAFSHAWATY ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO
2020-2021

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DENGAN KASUS KEHILANGAN DAN BERDUKA

Ny. T DI DESA BESUK KIDUL

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

MAHASISWA

Lisa Sintiya, S.Kep

KOORDINATOR PRAKTIK PEMBIMBING AKADEMIK

Ka PRODI PROFESI NERS


LEMBAR KONSULTASI
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

Tangga Pembimbing Evaluasi Tanda


l Tangan
LAPORAN PENDAHULUAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

A. Masalah Utama
Kehilangan dan berduka
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda (Prabowo, 2014 : 117).
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan.
Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2016 : 243).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997: Mega maria,2018)
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya (Prabowo, 2016 : 244).
Berduka adalah respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan
yang di maniefestasikan adanya perasaan sedih cemas, sesak nafas, susah
tidur dan lain sebagainya, berduka merupaka respon normal pada semua
kejadian kehilangan. (Nugroho, 2014 : Mega maria,2018)
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari
kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung
(mourning).

2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
1) Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
(Hidayat, 2014 : 246 ).
2) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2014 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak –
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2014 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).

3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat
dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau
diri sendiri) (Hidayat. 2016 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
1) Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan
dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan atau
ketika bersalin.
4. Rentang respon
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2016)
(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Penyangkalan Marah Tawar-menawar Depresi Penerimaan


(Denial) (anger) (Bergaining)
a. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya
atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi,
dengan mengatakan “Tidak, saya tidak percaya itu terjadi” atau “itu tidak
mungkin terjadi”. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit
terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau
beberapa tahun. (Hidayat, 2016 : 245).
b. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia
menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh
dokter-perawat yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal. (Hidayat, 2016 :
245).
c. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia
akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan.
Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan sering berdoa”. Apabila proses ini oleh keluarga maka
pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
(Hidayat, 2016 : 245).
d. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai
klien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dan sebagainya. Gejala fisik yang
ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
manurun. (Hidayat, 2016 : 245).
e. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu
berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau
hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang
obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya
dinyatakan dengan “saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini
tampak manis” atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai,
maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan
kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia
akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan
selanjutnya. (Hidayat, 2016 : 245).

5. Proses terjadinya masalah


Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang
berarti, kehilangan yang ada pada diri sendiri, kehilangan objek eksternal misalnya
kehilangan milik sendiri atau bersama – sama, perhiasan, uang atau pekerjaan,
kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal
termasuk dari kehidupan latar belakang dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen, seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran
dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang
sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
Strees yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress
nyata, ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain
meliputi: kehilangan kesehatan, kehilangan fungsi seksualitas, kehilangan peran
dalam keluarga, kehilangan posisi dimasyarakat, kehilangan milik pribadi seperti:
kehilangan harta benda atau orang yang dicintai, kehilangan kewarganegaraan, dan
sebagainya (Prabowo, 2014 : 116).

6. Tanda dan gejala


a. Kehilangan Menurut Prabowo (2014 : 117) tanda dan gejala kehilangan
diantaranya:
1) Perasaan sedih, menangis
2) Perasaan putus asa, kesepian
3) Mengingkari kehilangan
4) Kesulitan mengekspresikan perasaan
5) Konsentrasi menurun
6) Kemarahan yang berlebihan
7) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
8) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
9) Reaksi emosional yang lambat
10) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
(Eko prabowo, 2017 : 117).

b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun,
sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah
bernapas, palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan
gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima
kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.

7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut
tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu
depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang
yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta
yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan
pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia
ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau
“efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam
denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan
juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan
mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
(Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek
dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya
keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak
begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja,
sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay
(1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri
tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan
melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo,
2014 : 118).

9. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2018) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan media yang bisa
dilakukan adalah :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk
meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaanya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Tujuan
terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita
semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada
kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana
dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN “KEHILANGAN BERDUKA”

A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian tanda klinis berupa
adanya distres somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, sering
mengeluh.
2. Pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka pikirkan dan rasakan adalah :
a. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
b. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut (Yusuf, 2015):

1. Identitas pasien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan pasien tentang: nama
mahasiswa, nama panggilan, nama pasien. nama pangg lan pasien, tuluan
waktu, tempat pertemuan. topik yangakan dibicarakan Tanyakan dan catat usia
pasien dan No RM tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang nama, perawat, nama klien,panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat
peremuan, topic yang akan dibicarakan.
b. Usia
c. NO.RM
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Mahasiswa menuliskan sumber data/informasi
2. Keluhan utama atau alasan masuk
Apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya apa yang sudah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah ini.
Tanyakan pada klien atau keluarga
a. Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang kerumah sakit saat ini?
b. Bagaimana gambaran gejala tersebut?
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa
e. Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
4. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. kehilangan harga diri
d. Kehilangan peran dalam keluarga, pekerjaan
e. Kehilangan posisi di masyarakat
f. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
g. Kehilangan kewarganegaraan
5. Respon yang diakibatkan karena
kehilangan dan berduka antara lain :
a. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
b. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imun dan endokrin
c. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
e. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah, perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
6. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping
tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka
2. Ansietas
3. Koping Tidak Efektif
4. Harga Diri Rendah
5. Isolasi Sosial
C. Intervensi
NO. STANDART DIAGNOSA STANDART LUARAN KEPERAWATAN STANDART INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI) INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
1. BERDUKA Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan proses berduka
Penyebab : selama ....x24 jam diharapakan kondisi 1. Observasi
1. kematian keluarga atau orang yang psikologis padien dapat berubah. a. Identifikasi kehilangan yang dihadapi
berarti 1. Tingkat Berduka b. Identidikasi proses berduka yang dialami
2. antisipasi kematian keluarga atau Kriteria hasil 1 2 3 4 5 c. Identifikasi sifat keterikatan pada benda
orang yang berarti Verbalisasi menerima yang hilang atau orang yang meninggal
kehilangan
3. kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi Verbalisasi harapan d. Identifikasi reaksi awal terhadap
status, bagian tubuh, hubungan Verbalisasi perasaan kehilangan
berguna
sosial) Verbalisasi perasaan 2. Terapeutik
4. antisipasi kehilangan (objek, sedih a. Tunjukkan sikap menerima dan empati
Verbalisasi perasaan
pekerjaan, fungsi status, bagian bersalah atau b. Motivasi agar mau mengungkapkan
tubuh, hubungan sosial) menyalahkan orang lain perasaan kehilangan
Menangis
Verbalisasi mimpi buruk c. Motivasi untuk menguatkan dukungan
Gejala Dan Tanda Fobia keluarga atau orang terdekat
Marah
Mayor d. Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai
Panik
 Subjektif : Pola tidur dengan budaya, agama dan norma
Konsentrasi
1. Merasa bersedih sosial
Imunitas
2. Merasa bersalah atau menyalahkan Keterangan : e. Fasilitasi mengekspresikan perasaan
orang lain 1 : Meningkat dengan cara yang nyaman (mis,
3. Tidak menerima kehilangan 2 : Cukup meningkat membaca buku, menulis, menggambar
4. Merasa tidak ada harapan 3 : Sedang atau bermain)
 Objektif : 4 : Cukup menurun f. Diskusikan strategi koping yang dapat
1. Menangis 5 : Menurun digunakan
2. Pola tidur berubah 3. Edukasi
3. Tidak mampu berkonsentrasi a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa sikap mengingkari, marah, tawar-
Minor menawar, depresi dan menerima adalah
 Subjektif wajar dalam menghadapi kehilangan
1. Mimpi buruk atau pola mimpi b. Anjurkan mengidentifikasi ketakutan
berubah terbesar pada kehilangan
2. Merasa tidak berguna c. Anjurkan mengekpresikan perasaan
3. Fobia tentang kehilangan

 Objektif d. Ajarkan melewati proses berduka secara

1. Marah bertahap

2. Tampak panik
3. Fungsi imunitas terganggu

Kondisi klinis terkait


1. Kematian anggota keluarga atau
orang terdekat
2. Amputasi
3. Cedera medula spinalis
4. Kondisi kehilangan perinatal
5. Penyakit terminasi (mis, kanker)
6. Putus hubungan kerja
2. ANSIETAS Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi ansietas
Penyebab : selama ....x24 jam diharapakan kondisi 1. Observasi
1. Krisis situasional psikologis pasien dapat berubah. a. Identifikasi saat tingkat ansietas
2. Kebutuhan tidak terpenuhi 4. Tingkat Ansietas berubah misalnya kondisi waktu stresor
3. Krisis maturasional Kriteria hasil 1 2 3 4 5 b. Identifikasi kemampuan mengambil
4. Ancaman terhadap konsep diri Verbalisasi kebingungan keputusan
Verbalisasi khawatir
5. Ancaman terhadap kematian akibat kondisi yang c. Monitor tanda-tanda ansietas (verbal
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan dihadapi dan non verbal)
Perilaku gelisah
7. Disfungsi sistem keluarga Perilaku tegang 2. Terapeutik
8. Hubungan orang tua anak tidak Keluhan pusing a. Ciptakan suasana terapeutik untuk
Anoreksia
memuaskan Palpitasi menumbuhkan kepercayaan
9. Faktor keturunan (tempramen mudah Frekuensi pernafasan b. Temaani pasien untuk mengurangi
Frekuensi nadi
teragitasi sejak lahir) kecemasan jika memungkinkan
Tekanan darah
10. Penyalahgunaan zat Diaforesis c. Pahami situasi yang membuat ansietsa
Tremor
11. Terpapar bahaya lingkunga (mis, d. Dengarkan dengan penuh perhatian
Pucat
toksin, polutan, dan lain-lain) Konsentrasi e. Gunakan pendekatan yang tenang dan
12. Kurang terpapar informasi Pola tidur meyakinkan
Perasaan keberdayaan
Kontak mata f. Tempatkan barang pribadi yang
Gejala dan tanda Pola berkemih memberikan kenyaman
Orientasi
Mayor Keterangan : g. Motivasi mengidentifikasi situasi yang
 Subjektif : 1 : Meningkat memicu kecemasan
1. Merasa bingung 2 : Cukup meningkat h. Diskusikan perencanaan realitas
2. Merasa khawatir dengan akibat 3 : Sedang tentang peristiwa yang akan datang
dari kondisi yang dihadapi 4 : Cukup menurun 3. Edukasi
3. Sulit berkonsentrasi 5 : Menurun a. Jelaskan prosedur termasuk sensasi
 Objektif : yang mungkin dialami
1. Tampak gelisah b. Informasikan secara faktual mengenai
2. Tampak tegang diagnosis, pengobatan dan prognosis
3. Sulit tidur c. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama
pasien jika perlu
Minor d. Anjurkan melakukan kegiatan yang
 Subjektif : tidak kompetitif sesuai kebutuhan
1. Mengeluh pusing e. Anjurkan mengungkapkan perasaan
2. Anoreksia dan persepsi
3. Palpitasi f. Latih kegiatan pengalihan untuk
4. Merasa tidak berdaya mengurangi ketegangan

 Objektif g. Latih pengurangan mekanisme

1. Frekuensi nafas meningkat pertahanan diri yang tepat

2. Frekuensi nadi meningkat h. Latih teknik relaksasi

3. Tekanan darah meningkat 4. Kolaborasi

4. Diaforesis Kolaborasi pemberian obat antiansietas,

5. Tremor jika perlu

6. Muka tampak pucat


7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait :
1. Penyakit kronis progresif (mis
kanker , penyakit autoimun)
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
5. Kondisi diagnosis penyakit belum
jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang
3. ISOLASI SOSIAL Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi sistem pendukung
Penyebab selama ....x24 jam diharapakan kondisi 1. Observasi
1. Keterlambatan perkembangan psikologis padien dapat berubah. a. Identifikasi respon psikologis terhadap
2. Ketidakmampuan menjalin hubungan 5. Keterlibatan Sosial situasi dan ketersediaan sistem
yang memuaskan Kriteria hasil 1 2 3 4 5 pendukung
3. Ketidaksesuaian minat dengan tahap Minat interaksi b. Identifikasi sumber daya untuk
Verbalisasi tujuan yang
perkembangan jelas ketersediaan pengasuh
4. Ketidaksesuaian nilai-nilai dengan Minat terhadap aktivitas c. Monitor situasi keluarga saat ini dan
Verbalisasi Isolasi
norma Verbalisasi sistem pendukung
5. Ketidaksesuaian perilaku sosial ketidakmampuan di 2. Terapeutik
tempat umum
dengan norma Perilaku menarik diri a. Berikan dukungan dan caring dalam
6. Perubahan penampilan fisik Verbalisasi perasaan pelayanan
berbeda dengan orang
7. Perubahan status mental lain b. Motivasi berpartisipasi dalam kegiatan
8. Ketidakadekuatan sumber daya Verbalisasi Preokupasi sosial dan masyarakat
dengan pikiran sendiri
personal (mis disfungsu berduka, c. Mootivasi membina hubungan dengan
Afek murung/sedih
pengendalian diri buruk) Perilaku bermusuhan pihak yang memiliki kebutuhan yang
Perilaku sesuai dengan sama
harapan orang lain
Gejala Dan Tanda Perilaku bertujuan d. Libatkan keluarga, orang penting, dan
Mayor Kontak mata teman dalam perawatan
Tujuan perkembangan
 Subjektif sesuai usia 3. Edukasi
1. Merasa ingin sendirian Keterangan : a. Jelaskan hubungan pada sistem
2. Merasa tidak aman di tempat umum 1 : Meningkat pendukung
2 : Cukup meningkat b. Informasikan jaringan sosial yang
 Objektif 3 : Sedang tersedia
1. Menarik diri 4 : Cukup menurun c. Informasikan tingkat sistem pendukung
2. Tidak berminat/menolak 5 : Menurun ( mis keluarga teman dan masyarakat)
berinteraksi dengan orang lain d. Anjurkan keluarga terlibat dalam
atau lingkungan perawatan
4. Kolaborasi
Minor a. Rujuk ke kelompok swadaya

 Subjektif b. Kolaborasi dengan program

1. Merasa berbeda dengan orang lain pencegahan atau pengobatan berbasis

2. Merasa asyik dengan pikiran sendiri masyarakat, jika perlu

3. Merasa tidak mempunyai tujuan


yang jelas
 Objektif
1. Afek datar
2. Afek sedih
3. Riwayat ditolak
4. Menunjukkan permusuhan
5. Tidak mampu memenuhi harapan
orang lain
6. Kondisi difabel
7. Tindakan tidak berarti
8. Tidak ada kontak mata
9. Perkembangan terlambat
10. Tidak bergairah/lesu

Kondisi klinis terkait


1. Penyakit alzheimer
2. AIDS
3. Tuberkolosis
4. Kondisi yang menyebabkan
gangguan mobilitas
5. Gangguan psikiatrik (mis depresi
mayor dan skhizophrenia)
Strategi Pelaksanaan Keperawatan pada Klien Kehilangan dan Berduka
(SP 1)
Masalah : kehilangan dan berduka (respon mengingkari terhadap kematian anak)
Pertemuan : ke-1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sedang duduk di luar kamar jenazah. Klien tampak lemah dengan
kondisi terus-menerus menangis. Klien meluapkan emosi dengan memarahi dokter
dan perawat yang tidak becuh merawat anaknya. Selain itu, klien sering mengatakan
bahwa ialah penyebab dari semua ini, bila saja ia memiliki biaya yang cukup untuk
mengobati anaknya maka ia tidak akan kehilangan anaknya.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang yang dicintai.
3. Tujuan Khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
 Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka.
4. Tindakan keperawatan
a. Memberikan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri kepada klien
c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien
d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk berinteraksi
f. Mendorong dan memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati
h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap menerima dan
empati.
i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaanya.

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan

a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi Ibu.”
“Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Purwa, saya
mahasiswi Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan. Bisa saya duduk di sini?”
“Boleh saya tau nama Ibu? Ibu senang di panggil siapa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini ?” Apakah ibu sudah sarapan ?
3) Kontrak
a) Topik
Ibu, bisakah kita berbincang-bincang hari ini untuk saling mengenal ? saya
ingin menemani ibu sampai proses perawatan jenazah anak ibu selesai. Saya
juga ingin mengetahui alasan ibu terus menangis dan marah terhadap dokter
maupun perawat.
b) Waktu
Berapa lama waktu yang Ibu bisa luangkan untuk berbicara dengan saya ?
Bagaimana bila saya temani Ibu hingga proses perawatan jenazah selesai ?
kira-kira sampai 15 menit ke depan. Apakah Ibu bersedia ? Jadi dari pukul
08.00 hingga 08.15 saya akan temani Ibu ya ?
c) Tempat
Ibu ingin berbincang-bincang di mana ? Bagaimana bila di taman atau tempat
lain yang ibu senangi ?

b. Kerja
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa usia Ibu
sekarang ?
2. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?...
3. Apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu ? Saya yakin ada yang ingin Ibu
ceritakan …
4. Coba Ibu ceritakan apa yang menyebabkan ibu terus berduka… Apa yang
menyebabkan Ibu merasa bersalah ? … apakah dokter dan perawat di sini telah
membuat kesalahan terhadap anak Ibu ?...
5. Baiklah Ibu, saya paham dengan perasaan Ibu saat ini. Memang wajar setiap
orang akan mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang disayangi. Kami
semua di sini pun ikut bersedih Bu, tetapi semua itu tidak terlepas dari kehendak
Yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya mampu berserah diri dan menerima
semua ini…
6. Ibu ingin minum ? saya ambilkan ya Bu… Bagaimana dengan makan ? Coba
sedikit ya Bu agar Ibu tidak lemas..
7. Wah… bagus sekali Ibu sudah menghabiskan sarapannya…
8. Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu ?
9. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Ada empat hobi yang ibu kuasai..
10. Ternyata banyak kegiatan yang Ibu bisa lakukan untuk menghalau kesedihan
Ibu…
c. Terminasi
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Ibu saat ini?
(obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali
melihat perawat. Klien masih nampak sedih walaupun sedikit berkurang.
2. Tindak lanjut
Nah Bu, ini sudah 15 menit. Apakah ingin dilanjutkan ? Jadi kita cukupkan saja
dulu perbincangan kita.. Sekarang Ibu istirahat dulu. Usahakan Ibu makan dan
minum ya Bu, supaya tubuhnya tidak lemas.. Kalau nanti ada yang ingin Ibu
ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita
berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-ngobrol lagi
sekitar pukul 14.00 WITA? Dan bagaimana kalau nanti kita membicarakan
tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu nanti ingin mengobrol dimana?
Apakah di tempat ini lagi? Baik bu nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu
saya permisi dulu Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang
dengan saya.
DAFTAR PUSTAKA

Creek. (2010). Occupational Terapy . London : COT


Dalami, E. (2011). Asuhan Keperawatan Jika Dengan Masalah Psikososial. Jakarta:
Trans Info Media.
Dkk, B. A. (2017). Manajement Keperawatan psikososial&kader kesehatan jiwa . jakarta :
EGC.
Hidayat, A, Aziz Alimul. 2014. Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
Hidayat, A. A. (2016). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Laluyan,Maria Mega (Mega (2018) Gambaran Tahapan Kehilangan dan Berduka pasca
Banjir pada Masyarakat di Kelurahan Perkamil Kota Manado
Prabowo, E. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa . Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai