Di Susun Oleh:
PROBOLINGGO
2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
MAHASISWA
A. Masalah Utama
Kehilangan dan berduka
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Definisi
a. Kehilangan
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu
yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda (Prabowo, 2014 : 117).
Kehilangan (loss) adalah suatu situasi actual maupun potensial yang dapat
dialami individu ketika berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, baik
sebagian atau keseluruhan, atau terjadi perubahan dalam hidup sehingga terjadi
perasaan kehilangan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami
oleh setiap individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan berekasi terhadap kehilangan.
Respons terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respons individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Hidayat, 2016 : 243).
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama rentang kehidupannya. Sejak lahir, individu sudah mengalami
kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk
yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan. Respons
terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu terhadap
kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry, 1997: Mega maria,2018)
b. Berduka
Berduka (grieving) merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Hal
ini diwujudkan dalam berbagai cara yang unik pada masing – masing orang dan
didasarkan pada pengalaman pribadi, ekspektasi budaya, dan keyakinan
spiritual yang dianutnya (Prabowo, 2016 : 244).
Berduka adalah respon emosi yang di ekspresikan terhadap kehilangan
yang di maniefestasikan adanya perasaan sedih cemas, sesak nafas, susah
tidur dan lain sebagainya, berduka merupaka respon normal pada semua
kejadian kehilangan. (Nugroho, 2014 : Mega maria,2018)
Dalam Hidayat (2012), grieving (berduka) adalah reaksi emosional dari
kehilangan dan terjadi bersamaan dengan kehilangan baik karena perpisahan,
perceraian maupun kematian. Sedangkan istilah bereavement adalah keadaan
berduka yang ditunjukan selama individu melewati rekasi atau masa berkabung
(mourning).
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
1) Faktor Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan didalam keluarga yang mempunyai
riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi
suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan
(Hidayat, 2014 : 246 ).
2) Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur, cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik (Prabowo, 2014 : 116).
3) Kesehatan mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu
dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam
menghadapi situasi kehilangan (Hidayat, 2014 : 246).
4) Pengalaman kehilangan dimasa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak –
kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan kehilangan
pada masa dewasa (Hidayat, 2014 : 246).
5) Struktur kepribadian
Individu dengan konsep yang negative, perasaan rendah diri akan
menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap
stress yang dihadapi (Prabowo, 2014 : 116).
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi dimasyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan (Prabowo, 2014 : 117).
3. Jenis
a. Kehilangan
1) Kehilangan objek eksternal (misalnya kecurian atau kehancuran akibat
bencana alam).
2) Kehilangan lingkungan yang dikenal (misalnya berpindah rumah, dirawat
dirumah sakit, atau berpindah pekerjaan).
3) Kehilangan sesuatu atau seseorang yang berarti (misalnya pekerjaan,
kepergian anggota keluarga dan teman dekat, perawat yang dipercaya, atau
binatang peliharaan).
4) Kehilangan suatu aspek diri (misalnya anggota tubuh dan fungsi psikologis
atau fisik).
5) Kehilangan hidup (misalnya kematian anggota keluarga, teman dekat, atau
diri sendiri) (Hidayat. 2016 : 243).
b. Berduka
Menurut hidayat ( 2009 : 244) berduka dibagi menjadi beberapa antara lain:
1) Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal
terhadap kehilangan. Misalnya kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian,
dan menarik diri dari aktivitas untuk sementara.
2) Berduka antisipatif, yaitu proses melepaskan diri yang muncul sebelum
kehilangan dan kematian yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, ketika
menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan
dan menyelesaikan berbagai urusan di dunia sebelum ajalnya tiba.
3) Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap
berikutnya, yaitu tahap kedukaan normal. Masa berkabung seolah – olah
tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang
bersangkutan dengan orang lain.
4) Berduka tertutup, kedukaan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara
terbuka. Contohnya kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami
kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya dikandungan atau
ketika bersalin.
4. Rentang respon
Rentang Respon Kehilangan (Hidayat, 2016)
(Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan menurut Kubler-Ross)
Respon Adaptif Respon Maladaptif
b. Berduka
Menurut Dalami (2009) tanda dan gejala berduka diantaranya :
1) Efek fisik
Kelelahan, kehilangan selera, masalah tidur, lemah,berat badan menurun,
sakit kepala, berat badan menurun, sakit kepala, pandangan kabur, susah
bernapas, palpitasi dan kenaikan berat , susah bernapas.
2) Efek emosi
Mengingkari, bersalah , marah, kebencian, depresi,kesedihan, perasaan
gagal, perasaan gagal, sulit untuk berkonsentrasi, gagal dalam menerima
kenyataan, iritabilita, perhatian terhadap orang yang meninggal.
3) Efek social.
a) Menarik diri dari lingkungan.
b) Isolasi (emosi dan fisik) dari istri, keluarga dan teman.
7. Akibat
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan
adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(Husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktur). Apa bila kondisi tersebut
tidak tercapai, maka akan berdampak pada terjadinya depresi. Pada saat individu
depresi sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada
keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan,
susah tidur, letih, dorongan libido manurun( Prabowo, 2014 : 117).
8. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain :
Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan proyeksi yang
digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan.
Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam
keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan
tidak tepat (Prabowo, 2014 : 117 – 118).
a. Denail
Dalam psikologi, terma “denail” artinya penyangkalan dikenakan pada seseorang
yang dengan kuat menyangkal dan menolak serta tak mau melihat fakta-fakta
yang menyakitkan atau tak sejalan dengan keyakinan, pengharapan, dan
pandangan-pandangannya. Denialisme membuat seorang hidup dalam dunia
ilusifnya sendiri, terpangkas dari kehidupan dan nyaris tidak mampu keluar dari
cengkeramannya. Ketika seseorang hidup dalam denial “backfire effect” atau
“efek bumerang” sangat mungkin terjadi pada dirinya. Orang yang hidup dalam
denial tentu saja sangat ridak berbahagia. Dirinya sendiri tidak berbahagia, dan
juga membuat banyak orang lain tidak berbahagia (Prabowo, 2014 : 118).
b. Represi
Represi merupakan bentuk paling dasar diantara mekanisme lainnya. Suatu cara
pertahanan untuk menyingkirkan dari kesadaran pikiran dan perasaan yang
mengancam. Represi adalah mekanisme yang dipakai untuk menyembuhkan hal-
hal yang kurang baik pada diri kita kea lam bawah sadar kita. Dengan
mekanisme ini kita akan terhindar dari situasi tanpa kehilangan wibawa kita
(Prabowo, 2014 : 118).
c. Intelektualisasi
Intelektualisasi adalah pengguna logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menganggu perasaannya. Dengan
intelektualisasi, manusia dapat mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak
menyenangkan, dan memberikan kesempatan untuk meninjau permasalahan
secara objektif (Prabowo, 2014 : 118).
d. Regresi
Yaitu menghadapi stress dengan perilaku, perasaan dan cara berfikir mundur
kembali ke ciri tahap perkembangan sebelumnya (Prabowo, 2014 : 118).
e. Disosiasi
Beban emosi dalam suatu keadaan yang menyakitkan diputus atau diubah.
Mekanisme dimana suatu kumpulan proses-proses mental dipisahkan atau
diasingkan dari kesadaran dengan bekerja secara merdeka atau otomatis, afek
dan emosi terpisah, dan terlepas dari ide, situasi, objek, misalnya pada selektif
amnesia (Prabowo, 2014 : 118).
f. Supresi
Suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan tetapi
sebenarnya merupakan analog dari represi yang disadari. Perbedaan supresi
dengan represi yaitu pada supresi seseorang secara sadar menolak pikirannya
keluar alam sadarnya dan memikirkan yang lain. Dengan demikian supresi tidak
begitu berbahaya terhadap kesehatan jiwa, Karena terjadinya dengan sengaja,
sehingga ia mengetahui apa yang dibuatnya (Prabowo, 2014 : 118).
g. Proyeksi
Proyeksi merupakan usaha untuk menyalahkan orang lain mengenai
kegagalannya, kesulitannya atau keinginan yang tidak baik. Dolah dan Holladay
(1967) berpendapat bahwa proyeksi adalah contoh dari cara untuk memungkiri
tanggung jawab kita terhadap impuls-impuls dan pikiran-pikiran dengan
melimpahkan kepada orang lain dan tidak pada kepribadian diri sendiri (Prabowo,
2014 : 118).
9. Penatalaksanaan
Menurut Dalami, dkk (2018) isolasi social termasuk dalam kelompok
penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan media yang bisa
dilakukan adalah :
a. Electro Convulsive Therapy (ECT)
Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus
listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan
dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan
kejang grand mall yang berlangsung 25 – 30 detik dengan tujuan terapeutik.
Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan
biokimia dalam otak.
Tujuan ECT adalah untuk mengembalikan fungsi mental klien dan untuk
meningkatkan ADL klien secara periodic (Prabowo, 2014 : 118).
b. Psikoterapi
Membutuhkan waktu yang relative cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi : memberikan rasa
aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati,
menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat mengungkapkan
perasaanya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada pasien.
c. Terapi okupasi
Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan pasrtisipasi seseorang dalam
melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk
memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang. Tujuan
terapi okupasi itu sendiri adalah untuk mengembalikan fungsi penderita
semaksimal mungkin, dan kondisi abnormal ke normal yang dikerahkan pada
kecacatan fisik maupun mental, dengan memberikan aktivitas yang terencana
dengan memperhatikan kondisi penderita sehingga penderita diharapkan dapat
mandiri di dalam keluarga maupun masyarakat (Prabowo, 2014 : 118).
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN “KEHILANGAN BERDUKA”
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah kumpulan data yang berisikan status
kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola kesehatan dan keperawatannya
terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis atau profesi kesehatan
lainnya. Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1. Pengkajian tanda klinis berupa
adanya distres somatis seperti gangguan lambung, rasa sesak, sering
mengeluh.
2. Pengkajian agar mengetahui apa
yang mereka pikirkan dan rasakan adalah :
a. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
b. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut (Yusuf, 2015):
1. Identitas pasien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan pasien tentang: nama
mahasiswa, nama panggilan, nama pasien. nama pangg lan pasien, tuluan
waktu, tempat pertemuan. topik yangakan dibicarakan Tanyakan dan catat usia
pasien dan No RM tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
a. Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien
tentang nama, perawat, nama klien,panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat
peremuan, topic yang akan dibicarakan.
b. Usia
c. NO.RM
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Mahasiswa menuliskan sumber data/informasi
2. Keluhan utama atau alasan masuk
Apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya apa yang sudah dilakukan
keluarga untuk mengatasi masalah ini.
Tanyakan pada klien atau keluarga
a. Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang kerumah sakit saat ini?
b. Bagaimana gambaran gejala tersebut?
3. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
a. Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga
yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
b. Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih
tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
c. Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang
mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya
pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya sangat
peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
d. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan
orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu
dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa
e. Struktur Kepribadian : Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah
diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif
terhadap stress yang dihadapi.
4. Faktor Presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.
Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi :
a. Kehilangan kesehatan
b. Kehilangan fungsi seksualitas
c. kehilangan harga diri
d. Kehilangan peran dalam keluarga, pekerjaan
e. Kehilangan posisi di masyarakat
f. Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
g. Kehilangan kewarganegaraan
5. Respon yang diakibatkan karena
kehilangan dan berduka antara lain :
a. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
b. Respon Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imun dan endokrin
c. Respon Emosional
1) Merasa sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
d. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
e. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah, perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
6. Mekanisme Koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi,
Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang
dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada
pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping
tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Berduka
2. Ansietas
3. Koping Tidak Efektif
4. Harga Diri Rendah
5. Isolasi Sosial
C. Intervensi
NO. STANDART DIAGNOSA STANDART LUARAN KEPERAWATAN STANDART INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI) INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
1. BERDUKA Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan proses berduka
Penyebab : selama ....x24 jam diharapakan kondisi 1. Observasi
1. kematian keluarga atau orang yang psikologis padien dapat berubah. a. Identifikasi kehilangan yang dihadapi
berarti 1. Tingkat Berduka b. Identidikasi proses berduka yang dialami
2. antisipasi kematian keluarga atau Kriteria hasil 1 2 3 4 5 c. Identifikasi sifat keterikatan pada benda
orang yang berarti Verbalisasi menerima yang hilang atau orang yang meninggal
kehilangan
3. kehilangan (objek, pekerjaan, fungsi Verbalisasi harapan d. Identifikasi reaksi awal terhadap
status, bagian tubuh, hubungan Verbalisasi perasaan kehilangan
berguna
sosial) Verbalisasi perasaan 2. Terapeutik
4. antisipasi kehilangan (objek, sedih a. Tunjukkan sikap menerima dan empati
Verbalisasi perasaan
pekerjaan, fungsi status, bagian bersalah atau b. Motivasi agar mau mengungkapkan
tubuh, hubungan sosial) menyalahkan orang lain perasaan kehilangan
Menangis
Verbalisasi mimpi buruk c. Motivasi untuk menguatkan dukungan
Gejala Dan Tanda Fobia keluarga atau orang terdekat
Marah
Mayor d. Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai
Panik
Subjektif : Pola tidur dengan budaya, agama dan norma
Konsentrasi
1. Merasa bersedih sosial
Imunitas
2. Merasa bersalah atau menyalahkan Keterangan : e. Fasilitasi mengekspresikan perasaan
orang lain 1 : Meningkat dengan cara yang nyaman (mis,
3. Tidak menerima kehilangan 2 : Cukup meningkat membaca buku, menulis, menggambar
4. Merasa tidak ada harapan 3 : Sedang atau bermain)
Objektif : 4 : Cukup menurun f. Diskusikan strategi koping yang dapat
1. Menangis 5 : Menurun digunakan
2. Pola tidur berubah 3. Edukasi
3. Tidak mampu berkonsentrasi a. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa sikap mengingkari, marah, tawar-
Minor menawar, depresi dan menerima adalah
Subjektif wajar dalam menghadapi kehilangan
1. Mimpi buruk atau pola mimpi b. Anjurkan mengidentifikasi ketakutan
berubah terbesar pada kehilangan
2. Merasa tidak berguna c. Anjurkan mengekpresikan perasaan
3. Fobia tentang kehilangan
1. Marah bertahap
2. Tampak panik
3. Fungsi imunitas terganggu
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sedang duduk di luar kamar jenazah. Klien tampak lemah dengan
kondisi terus-menerus menangis. Klien meluapkan emosi dengan memarahi dokter
dan perawat yang tidak becuh merawat anaknya. Selain itu, klien sering mengatakan
bahwa ialah penyebab dari semua ini, bila saja ia memiliki biaya yang cukup untuk
mengobati anaknya maka ia tidak akan kehilangan anaknya.
2. Diagnosa keperawatan
Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan orang yang dicintai.
3. Tujuan Khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka.
4. Tindakan keperawatan
a. Memberikan salam terapeutik
b. Memperkenalkan diri kepada klien
c. Menjelaskan tujuan interaksi kepada klien
d. Membuat kontrak waktu bersama klien dengan tepat
e. Menciptakan lingkungan yang aman dan tenang bagi klien untuk berinteraksi
f. Mendorong dan memberi kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaanya
g. Mendengarkan ungkapan klien dengan empati
h. Menjawab pertanyaan klien secara langsung, menunjukkan sikap menerima dan
empati.
i. Memberi reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaanya.
a. Orientasi
1) Salam terapeutik
“Selamat pagi Ibu.”
“Perkenalkan saya perawat yang bertugas hari ini, nama saya Purwa, saya
mahasiswi Poltekkes Denpasar Jurusan Keperawatan. Bisa saya duduk di sini?”
“Boleh saya tau nama Ibu? Ibu senang di panggil siapa?”
2) Evaluasi
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini ?” Apakah ibu sudah sarapan ?
3) Kontrak
a) Topik
Ibu, bisakah kita berbincang-bincang hari ini untuk saling mengenal ? saya
ingin menemani ibu sampai proses perawatan jenazah anak ibu selesai. Saya
juga ingin mengetahui alasan ibu terus menangis dan marah terhadap dokter
maupun perawat.
b) Waktu
Berapa lama waktu yang Ibu bisa luangkan untuk berbicara dengan saya ?
Bagaimana bila saya temani Ibu hingga proses perawatan jenazah selesai ?
kira-kira sampai 15 menit ke depan. Apakah Ibu bersedia ? Jadi dari pukul
08.00 hingga 08.15 saya akan temani Ibu ya ?
c) Tempat
Ibu ingin berbincang-bincang di mana ? Bagaimana bila di taman atau tempat
lain yang ibu senangi ?
b. Kerja
1. Ibu, tadi Ibu sudah menyebutkan nama Ibu, lalu boleh saya tahu berapa usia Ibu
sekarang ?
2. Boleh saya tahu Ibu berasal dari mana?...
3. Apakah ibu ingin menyampaikan sesuatu ? Saya yakin ada yang ingin Ibu
ceritakan …
4. Coba Ibu ceritakan apa yang menyebabkan ibu terus berduka… Apa yang
menyebabkan Ibu merasa bersalah ? … apakah dokter dan perawat di sini telah
membuat kesalahan terhadap anak Ibu ?...
5. Baiklah Ibu, saya paham dengan perasaan Ibu saat ini. Memang wajar setiap
orang akan mengalami kesedihan ketika kehilangan orang yang disayangi. Kami
semua di sini pun ikut bersedih Bu, tetapi semua itu tidak terlepas dari kehendak
Yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanya mampu berserah diri dan menerima
semua ini…
6. Ibu ingin minum ? saya ambilkan ya Bu… Bagaimana dengan makan ? Coba
sedikit ya Bu agar Ibu tidak lemas..
7. Wah… bagus sekali Ibu sudah menghabiskan sarapannya…
8. Bagaimana kalau sekarang Ibu bercerita tentang hobi Ibu ?
9. Wah….ternyata bagus sekali hobi Ibu. Ada empat hobi yang ibu kuasai..
10. Ternyata banyak kegiatan yang Ibu bisa lakukan untuk menghalau kesedihan
Ibu…
c. Terminasi
1. Evaluasi
(Subyektif) : Setelah kita ngobrol tadi, bagaimana perasaan Ibu saat ini?
(obyektif) : Klien mau menjawab pertanyaan perawat dan sesekali
melihat perawat. Klien masih nampak sedih walaupun sedikit berkurang.
2. Tindak lanjut
Nah Bu, ini sudah 15 menit. Apakah ingin dilanjutkan ? Jadi kita cukupkan saja
dulu perbincangan kita.. Sekarang Ibu istirahat dulu. Usahakan Ibu makan dan
minum ya Bu, supaya tubuhnya tidak lemas.. Kalau nanti ada yang ingin Ibu
ceritakan atau tanyakan kepada saya, Ibu bisa sampaikan saat pertemuan kita
berikutnya.
3. Kontrak yang akan datang
Bagaimana kalau nanti siang sesudah makan siang kita ngobrol-ngobrol lagi
sekitar pukul 14.00 WITA? Dan bagaimana kalau nanti kita membicarakan
tentang kondisi Ibu? Apakah Ibu bersedia? Ibu nanti ingin mengobrol dimana?
Apakah di tempat ini lagi? Baik bu nanti kita berbincang-bincang lagi, kalau begitu
saya permisi dulu Bu, terima kasih karena Ibu sudah mau berbincang-bincang
dengan saya.
DAFTAR PUSTAKA