Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KONSTIPASI

Makalah
Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah
Yang dibina oleh Bapak Dr. Tri Johan A Y, S.Kp, M.Kep

Oleh
Henoch Enggar Kinsnthi P17210183070
Alni Setianingsih P17210183072
Renata Devisa Ramadhani P17210183076
Yusmita Via Andriani P17210183083
Mohammad Arief P17210183089
Erfin Widiyanti P17210184095
Nawal Safika P17210184101
Jihan Salsabila P17210184107
Sevi Eka Angelina P17210184113
Siti Nurussarifatun Nisak P17210184119
Siwi Mangesti N W P17210184125

POLITEKNIK KESEHATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat dan
hidaya-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Konstipasi”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Keperawatan Medikal Bedah I sebagai salah satu mata kuliah yang harus
ditempuh di semester ketiga ini.
Mengingat bahwa makalah ini disusun dengan bantuan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu kami ucapkan terima
kasih kepada Bapak Dr. Tri Johan A Y, S.Kp, M.Kep selaku dosen penanggung
jawab mata ajar Keperawatan Medikal Bedah, juga rekan-rekan sekalian yang
turut ikut membantu dengan memberikan dukungannya.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh Karena itu, Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kelengkapan perbaikan makalah ini selanjutnya.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca sekalian.

Malang, 28 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .................................................. ...........................
1.2. Rumusan Masalah ............................................ ...........................
1.3. Tujuan ...........................................................................................
1.4. Manfaat ........................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Konstipasi ..................................................................
2.2. Fisiologi Defekasi ........................................................................
2.3. Etiologi ..........................................................................................
2.4. Patofisiologi ..................................................................................
2.5. Manifestasi Klinik .........................................................................
2.6. Penatalaksanaan ...........................................................................
BAB III STUDI KASUS
3.1 Kasus .............................................................................................
3.2 Analisa kasus .................................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ..................................................................................
4.2. Saran .............................................................................................
4.2.1. Bagi Mahasiswa ........................................................................
4.2.2. Bagi Institusi .............................................................................
4.2.3. Bagi Masyarakat.........................................................................
DAFTAR RUJUKAN
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini menjelaskan tentang (1) latar belakang, (2) rumusan masalah,
(3) tujuan, dan manfaat

1.1 Latar Belakang


Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
(kotoran) kurang, atau fesesnya keras dan kering. Semua orang dapat mengalami
konstipasi, terlebih pada lanjut usia (lansia) akibat gerakan peristaltik (gerakan
semacam memompa pada usus, red) lebih lambat dan kemungkinan sebab lain.
Kebanyakan terjadi jika makan kurang berserat, kurang minum, dan kurang
olahraga. Kondisi ini bertambah parah jika sudah lebih dari tiga hari berturut-
turut. Kasus konstipasi umumnya diderita masyarakat umum sekitar 4-30 persen
pada kelompok usia 60 tahun ke atas. Ternyata, wanita lebih sering mengeluh
konstipasi dibanding pria dengan perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi
meningkat seiring bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas.
Pada suatu penelitian pada orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat
penderita konstipasi sekitar 34 persen wanita dan pria 26 persen. Konstipasi bisa
terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan
WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan
kendaraan umum lainnya.
Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor
neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ
di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor
idiopatik kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Lagi-
lagi, kuncinya adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah
diperoleh adalah pada buah dan sayur. Jika penderita konstipasi ini mengalami
kesulitan mengunyah, misalnya karena ompong, haluskan sayur atau buah tersebut
dengan blender.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa konstipasi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa konstipasi
1.3.2 Tujuan Khusus
1. untuk mengetahui pengertian dari konstipasi
2. untuk mengetahui fisiologi defekasi
3. untuk mengetahui etiologi konstipasi
4. untuk mengetahui patofisiologi konstipasi
5. untuk mengetahui manifestasi klinis konstipasi
6. untuk mengetahui penatalaksanaan konstipasi
7. untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa
konstipasi

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi pembaca
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembaca tentag
asuhan keperawatan dengan diagnosa konstipasi
1.4.2 Bagi peneliti selanjutnya
Dapat dijadikan referensi penelitian bagi peneliti selanjutnya.
1.4.3 Bagi masyarakat
Sebagai sarana pembelajaran untuk menambah wawasan
pengetahuan sehingga dapat mengubah perilaku sebelumnya dalam
pencegahan konstipasi
1.4.4 bagi institusi
Sebagai referensi mengenai pembahasan tentang asuhan
keperawatan pada pasien dengan diagnosa konstipasi
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Konstipasi


Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar)
dari kebiasaan normal. Dapatdiartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi juga dapatdiartikan sebagai
keadaan dimana membengkaknya jaringan dinding dubur (anus) yang
mengandung pembuluhdarah balik (vena), sehingga saluran cerna seseorang yang
mengalami pengerasan feses dan kesulitan untuk melakukan buang air besar.
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan
frekunsi defekasi, yang diikutioleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tandayang terkait
dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama
terpapar pada dindingusus dan sebagian besar kandungan air dalam feses
diabsorpsi. !ejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkandan melumasi feses.
Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada rektum.
(Potter & Perry, 2005). Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2 sampai 3
hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap normal.
Penyedia layanan kesehatan biasanya menggunakan frekuensi buang air
besar (yaitu, kurang dari 3 x buang air besar per minggu) untuk mendefinisikan
konstipasi. Namun, kriteria Roma, awalnya diperkenalkan pada tahun 1988 dan
kemudian diubah dua kali untuk menghasilkan kriteria Rome III, telah menjadi
definisi standar konstipasi dalam penelitian ini.
Menurut kriteria Roma III untuk konstipasi, pasien harus mengalami
setidaknya 2 dari gejala berikut selama 3 bulan sebelumnya:
1) Buang air besar tidak lebih dari 3 per minggu
2) Mengejan
3) Tinja Lunak atau keras
4) Sensasi Tersumbat
5) Sensasi buang air besar yang tidak lampias
6) Bantuan manual yang diperlukan untuk buang air besar
2.2 Fisiologi Defekasi
Proses defekasi Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering
disebut dengan buang air besar atau proses pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus. Dolam proses
defekasi terjadi dua macam refleks yaitu :
a. Refleks defekasi intrinsiks
Refleks ini berawal dari feses yang masuk ke rectum sehingga terjadi distensi
rectum, yang kemudian menyebabkan rangsangan pada fleksus mesentrikus dan
terjadilah gerakan peristaltik. Setelah feses tiba di anus, secara sistematis spinter
interna relaksasi maka terjadilah defekasi.
b. Refleks defekasi parasimpatis
Feses yang masuk ke rectum akan merangsang saraf rectum yang kemudian
diteruskan ke spinal cord. Dari spinal cord kemudian dikembalikan ke kolon
desenden, sigmoid dan rectum yang menyebabkan intensifnya peristaltik,
relaksasi spinter internal, maka terjadilah defekasi.
Dorongan usus juga dipengaruhi oleh kontraksi otot abdomen, tekanan
diafragma, dan kontraksi oto elevator. Defekasi dipermudah oleh fleksi otot femur
dan posisi jongkok. (Tarwoto dan Wartonah,2006).
Waktu defekasi dan jumlah feses sangatlah bersifat individual. Orang dalam
keadaan normal, frekuensi buang air besar 1 kali sehari. Tetapi ada pula yang
buang air besar 3-4 kali seminggu. Ada yang buang air besar setelah sarapan pagi,
ada pula yang malam hari. Pola defekasi individu juga bergantung pada bowel
training yang dilakukan pada masa kanak-kanak. Umumnya, jumah feses
bergantung pada jumah intake makanan. Namun secara khusus, jumlah feses
sangat bergantung pada kandungan serat dan cairan pada makanan yang dimakan.
Pola defekasi akan berubah karena adanya konstipasi. Kondisi ini berpengaruh
terhadap konsistensi dan frekuensi buang air besar. (Asmadi, 2008).

2.3 Etiologi
Adapun etiologi dari konstipasi sebagai berikut :
1. Pola hidup : diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan buang air besar yang
tidak teratur, kurang olahraga.
a. Diet rendah serat :
Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses sehingga
menghasilkan produk sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses
defekasi. Makan rendah serat seperti ; beras, telur dan daging segar bergerak
lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu
meningkatkan pergerakan makanan tersebut (Siregar, 2004).
Diet rendah serat : Dietary Reference Intake (DRI) serat berdasarkan
National Academy of Sciences (Drummond and Brefere, 2007):
1. Anak-anak
a. 1 – 3 tahun : 19 gram/hari
b. 4 – 8 tahun : 25 gram/hari
2. Pria
a. 9 – 13 tahun : 31 gram/hari
b. 14 – 18 tahun : 38 gram/hari
c. 19 – 30 tahun : 38 gram/hari
d. 30 – 50 tahun : 38 gram/hari
e. >50 tahun : 30 gram/hari
3. Wanita
a. 9 – 13 tahun : 26 gram/hari
b. 14 – 18 tahun : 26 gram/hari
c. 19 – 30 tahun : 25 gram/hari
d. 30 – 50 tahun : 25 gram/hari
e. >50 tahun : 21 gram/hari
b. Kurang cairan/minum :
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang berlebihan
untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme
ketika ia lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan
cairan memperlambat perjalanan chyme di sepanjang intestinal, sehingga
meningktakan reabsorbsi dari chyme (Siregar, 2004).
c. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur :
Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah
kebiasaan BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau
diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika
kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi habis. Anak pada masa bermain
bisa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa mengabaikannya karena
tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buar air besar karena malu
menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang tidak nyaman. Perubahan
rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk
menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam kehidupan
(Siregar, 2004).
2. Obat – obatan
Banyak obat yang menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di
antaranya seperti ; morfin, codein sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik, melambatkan pergerakan dari kolon melalui kerja mereka pada
sistem syaraf pusat. Kemudian, menyebabkan konstipasi yang lainnya seperti: zat
besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal Universitas
Sumatera Utara pada mukosa usus untuk menyebabkan konstipasi. Zat besi juga
mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang
(Siregar, 2004).
3. Kelainan struktural kolon ; tumor, stiktur, hemoroid, abses perineum,
magakolon.
4. Penyakit sistemik ; hipotiroidisme, gagal ginjal kronik, diabetes mellitus.
5. Penyakit neurologik ; hirschprung, lesi medulla spinalis, neuropati otonom.
6. Disfungsi otot dinding dasar pelvis.
7. Idiopatik transit kolon yang lambat, pseudo obstruksi kronis
8. Irritable Bowel syndrome tipe konstipasi (Djojoningrat, 2009).

2.4 Patofisiologi
Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar yang menghantar
feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan merenggangkan ampula dari
rekum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna. Untuk menghindari pengeluaran
feses secara spontan, terjadi refleks kontraksi dari sfingter anus eksterna dan
kontraksi otot dasar pelvis yang dipersarafi oleh saraf pudendus. Otak menerima
rangsangan keinginan untuk buang air besar dan sfingter anus eksterna
diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya dengan
bantuan kontraksi otot dinding perut. Kontraksi ini akan menaikkan tekanan
dalam perut, relaksasi sfingter dan otot-otot levator ani (Pranaka, 2009).
Ketika serat yang dikonsumsi sedikit, kotoran akan menjadi kecil dan
keras. Konstipasi akan timbul, dimana dalam proses defekasi terjadi tekanan yang
berlebihan dalam usus besar (kolon) keluar dari otot, membentuk kantong kecil
yang disebut divertikula. Hemoroid juga bisa sebagai akibat dari tekanan yang
berlebihan saat defekasi (Wardlaw, Hampl, and DiSilvestro, 2004). Hampir 50%
dari pasien dengan penyakit divertikular atau anorektal, ketika ditanya,
menyangkal mengalami konstipasi/sembelit. Namun, hampir semua pasien ini
memiliki gejala ketegangan atau jarang defekasi (Basson, 2010)
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebab multipel mencakup
beberapa faktor yaitu:
1. Diet rendah serat , karena motalitas usus bergantung pada volume isi usus.
semakin besar volume akan semakin besar motalitas.
2. Gangguan refleks dan psikogenik. Hal ini termasuk (1) fisura ani yang terasa nyeri
dan secara refleks meningkatkan tonus sfingter ani sehingga semakin
meningkatnya nyeri; (2) yang disebut anismus (obstruksi pintu bawah panggul),
yaitu kontraksi (normalnya relaksasi) dasar pelvis saat rektum terenggang.
3. Gangguan transport fungsional, dapat terjadi karena kelainan neurogenik,
miogenik, refleks, obat-obatan atau penyebab iskemik (seperti trauma atau
arteriorsklerosis arteri mesentrika).
4. Penyebab neurogenik. Tidak adanya sel ganglion di dekat anus karena kelainan
kongenital (aganglionosis pada penyakit Hirschsprung) menyebabkan spasme
yang menetap dari segmen yang terkena akibat kegagalan relaksasi reseptif dan
tidak ada refleks penghambat anorektal (sfingter ani internal gagal membuka saat
rektum mengisi).
5. Penyakit miogenik. distrofi otot, sklerosisderma, dermatomiosistis dan lupus
eritamatosus sistemik.
6. Obstruksi mekanis di lumen usus (misal, cacing gelang, benda asing, batu
empedu).
7. Pada beberapa pasien konstipasi dapat terjadi tanpa ditemukannya penyebabnya.
Stress emosi atau psikis sering merupakn faktor memperberat keadaan yang
disebut irritable colon (Silbernag, 2006).

2.5 Manifestasi klinis


Beberapa keluhan yang berhubungan dengan konstipasi adalah :
1. Kesulitan memulai atau menyelesaikan buang air besar.
2. Mengejan keras saat buang air besar.
3. Massa feses yang keras dan sulit keluar.
4. Perasaan tidak tuntas saat buang air besar.
5. Sakit pada daerah rektum saat buang air besar.
6. Adanya pembesaran feses cair pada pakaian dalam.
7. Menggunakan bantuan jari- jari untuk mengeluarkan feses.
8. Menggunakan obat-obat pencahar untuk bisa buang air besar (Pranaka, 2009).

2.6 Penatalkasanaan
Sebagian tergantung pada pandangan pasien mengenai masalahnya
1. Diet dan Hidrasi
Pada pasien dengan gejala yang menggangu, langkah pertama adalah
mengoptimalkan asupan serat dan cairan.
2. Obat-obat pencahar, ada 4 tipe golongan obat pencahar
a. Memperbesar dan melunakkan masa feses, antara lain : Cereal, Methyl Selulose,
Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contoh Minyak Kasto,
Golongan docusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman digunakan, misalnya
pada penderita gagal ginjal, antara lain : Sorbitol, Lactulose, Glycerin.
d. Merangsang peristaltik sehingga meningkatkan motilitas usus besar (Pranaka,
2009).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar)
dari kebiasaan normal. Dapatdiartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah
feses kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadidi mana
saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WCnya,
bingung caranya buang air besar seperti secaktu naik pesawat dan kendaraan
umum lainnya. penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping
obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor
kelainan organ di kolonseperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang
tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvisdan dapat
disebabkan faktor idiopatik kronik. pencegah konstipasi secara umum ternyata
tidaklah sulit. Kuncinyaadalah mengonsumsi serat yang cukup. !erat yang
paling mudah diperoleh adalah pada buah dan sayur.

4.2 saran
saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya
adalah dengan mengonsumsi makananyang berserat.
DAFTAR RUJUKAN

Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC


Djojoningrat, D., 2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid I, Edisi 5. Jakarta : InternaPublishing.
Martono H dan Kris Pranaka. 2009.Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geiatri (Ilmu
Kesehatan Lanjut Usia).Edisi ke 4 Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta
Silbernagl, S. 2006. In: Silbernagl, S., Lang, F. editor. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah. (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses
Keperawatan. Edisi Ke-3. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai