DOSEN PENGAMPU:
Ns.Sumitro Adi Putra, S.Kep, M.Kes
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
1.ADE WIDYA NINGSIH
2.DESSY HERMAWATY
3.DWI FITRIYANI
4.M.FAJRI MUMTAZAH
5.MARINI RUSADI
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….….iii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………......1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Tujuan…………………………………………………………………………2
1.3 Manfaat……………………………………………………………………......2
BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………………3
2.1 Konsep Dasar Teori……………………………………………………………3
2.1.1 Anatomi dan Fisiologi…………………………………………...………3
2.1.2 Pengertian………………………………………………………..………3
2.1.3 Tipe Konstipasi…………………………………………………..……...4
2.1.4 Etiologi…………………………………………………………………..4
2.1.5 Patofisiologi…………………………………………………………......5
2.1.6 Manifestasi Klinik……………………………………………………….7
2.1.7 Pemeriksaan…………………………………………………………......8
2.1.8 Penatalaksanaan………………………………………………………....9
2.1.9 Pencegahan……………………………………………………………..10
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan…………………………………………10
2.2.1 Pengkajian……………………………………………………………...10
2.2.2 Analisa Data…………………………………………………………....11
2.2.3 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………12
2.2.4 Intervensi dan Rasional………………………………………………...12
BAB III PENUTUP……………………………………………………………...13
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..15
3.2 Saran………………………………………………………………………....15
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
2.1.2 Pengertian
2.1.4 Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005
adalah sebagai berikut:
1.Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk
defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2.Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani (misalnya
daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni (makanan penutup yang
berat) sering mengalami masalah konstipasi, karena bergerak lebih lambat
didalam saluran cerna. Asupan cairan yang rendah juga memperlambat peristaltik.
3.Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur menyebabkan
konstipasi.
4.Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi normal.
Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan sempurna, memerlukan
waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.
5.Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk
menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat
menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam kalsium atau
aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat menyebabkan konstipasi.
6.Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot abdomen,
dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering mengonsumsi makanan rendah
serat.
7.Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI (gastrointestinal),
seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.
8.Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya cedera
pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9.Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau
hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.
Ada juga penyebab yang lain dari sumber lain, yaitu:
1.Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan
konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin
dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan
konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan
periode bertukar-tukarnya antara diare dan konstipasi.
2.Umur
Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada orang
tua turut berperan menyebabkan konstipasi.
2.1.5 Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk
mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi
adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal
(Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui
empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi
otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik,
dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini
dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar
yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna.
Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi
dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh
saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus
eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan
simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup
beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan
yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh
bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan
dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan
konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada
mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut
yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus,
termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan
mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah
dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita
konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada
mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi
sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada
kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien
dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid
akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus.
Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-
endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate
endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate
yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan
menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan
otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan
konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil
dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat
berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih
lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga
perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:
1.Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan
sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih besar
regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter eksterna dan
interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum sering didapatkan
impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan untuk BAB sering sudah
tumpul. Diskesia rektum juga dapat diakibatkan karena tanggapnya atau
penekanan pada dorongan untuk BAB seperti yang dijumpai pada penderita
demensia, imobilitas, atau sakit daerah anus dan rektum
2.Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter anus
eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan peningkatan
tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3.Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable Bowel
Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang
berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada
sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
1.Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja (jika
tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita dapat terlihat
seperti sedang hamil).
2.Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada biasanya,
dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat berbentuk bulat-
bulat kecil bila sudah parah).
3.Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-kadang
harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan tinja.
4.Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5.Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit akibat
bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6.Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada
biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan atau sama
sekali tidak bisa buang
7.Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit buang
air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau lebih).
8.Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling
sedikit 2 dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
1.Konsistensi feses yang keras,
2.Mengejan dengan keras saat BAB,
3.Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4.Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
2.1.7 Pemeriksaan
2.1.8 Penatalaksanaan
2.1.9 Pencegahan
2.2.2.Analisa Data
Intervensi Rasional
1.Mandiri:
a.Tentukan pola defekasi bagi a.Untuk mengembalikan
klien dan latih klien untuk keteraturan pola defekasi klien
menjalankannya
b.Atur waktu yang tepat untuk b.Untuk memfasilitasi refleks
defekasi klien seperti sesudah defekasi
makan
c.Berikan cakupan nutrisi berserat c.Nutrisi serat tinggi untuk
sesuai dengan indikasi melancarkan eliminasi fekal
d.Berikan cairan jika tidak d.Untuk melunakkan eliminasi
kontraindikasi 2-3 liter per hari feses
2.Kolaborasi:
Pemberian laksatif atau enema Untuk melunakkan feses
sesuai indikasi
Intervensi Rasional
1.Mandiri:
a.Bantu pasien untuk lebih aKlien dapat mengalihkan
berfokus pada aktivitas dari nyeri perhatian dari nyeri
dengan melakukan penggalihan b.Hati-hati dalam pemberian
melalui televisi atau radio. anlgesik opiate
b.Perhatikan bahwa lansia c.Hati-hati dalam pemberian
mengalami peningkatan obat-obatan pada lansia
sensitifitas terhadap efek
analgesik opiat
c.Perhatikan kemungkinan
interaksi obat – obat dan obat
penyakit pada lansia
2.Kolaborasi
a.Observasi a.Observasi
1)Minta pasien untuk menilai 1)Mengetahui tingkat nyeri
nyeri atau ketidak nyaman pada yang dirasakan klien
skala 0 – 10 2)Mengetahui karakteristik
2)Gunakan lembar alur nyeri nyeri
3)Lakukan pengkajian nyeri yang 3)Agar mngetahui nyeri secara
komperhensif spesifik
b. Health education
1)Instruksikan pasien untuk b.Health Education
meminformasikan pada perawat 1) Perawat dapat melakukan
jika pengurang nyeri kurang tindakan yang tepat dalam
tercapai mengatasi nyeri klie
2) Berikan informasi tetang 2)Agar pasien tidak merasa
nyeri cemas
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konstipasi atau sembelit adalah terhambatnya defekasi (buang air besar) dari
kebiasaan normal. Dapat diartikan sebagai defekasi yang jarang, jumlah feses
kurang, atau fesesnya keras dan kering. Konstipasi bisa terjadi di mana saja, dapat
terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik dengan WC-nya, bingung caranya
buang air besar seperti sewaktu naik pesawat dan kendaraan umum lainnya.
Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik, efek samping obat, faktor
neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga karena faktor kelainan organ
di kolon seperti obstruksi organik atau fungsi otot kolon yang tidak normal atau
kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan dapat disebabkan faktor idiopatik
kronik. Mencegah konstipasi secara umum ternyata tidaklah sulit. Kuncinya
adalah mengonsumsi serat yang cukup. Serat yang paling mudah diperoleh adalah
pada buah dan sayur.
3.2 Saran
Saran dari kami tim penulis adalah sebaiknya bagi penderita kuncinya adalah
dengan mengonsumsi makanan yang berserat.
DAFTAR PUSTAKA