Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GASTRITIS

Disusun Oleh :

NAMA: SULTAN ISLAM

NIM: 202020729048

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
T.A 2020-2021
A. Konsep Gastritis

1. Definisi Gastritis
Gastritis adalah suatu peradangan permukaan mukosa
lambung yang bersifat akut, dengan kerusakan Erosive karena
permukaan hanya pada mukosa. Gastritis adalah peradangan
pada lapisan lambung. Gastritis adalah proses inflamasi pada
lapisan mukosa dan sub mukosa lambung. Mendefinisikan
Gastritis sebagai inflamasi mukosa Gaster akut atau kronik.
Gastritis yaitu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa
lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa
dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain. Jadi Gastritis
adalah suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat
akut, kronik, diffus atau lokal. Sebagian besar Gastritis
disebabkan oleh infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis.
Selain itu beberapa bahan yang sering dimakan dapat
menyebabkan rusaknya sawar mukosa pelindung lambung
(Andra dan Yessie, 2013, p. 127).
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau
perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis,
diffus, atau lokal. Dua jenis Gastritis yang sering terjadi adalah
Gastritis superficial akut dan Gastritis atrofik kronis (Amin dan
Hardhi, 2013, p. 177).

2. Klasifikasi Gastritis
a. Gastritis Superfiscial Akut
Adalah suatu peradangan permukaan lambung yang akut
dengan kerusakan-kerusakan erosi.
b. Gastritis Atropik Kronik
1) Suatu peradangan bagian permukaan lambung yang menahun.
Gastritis ini ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai
kehilangan sel parietal
2) Terjadi akibat produksi HCL, pepsis dan factor intrinsik menurun,
sehingga dinding lambung menjadi tipis, dan mukosa tidak rata
3) Gastritis ini sering dihubungkan dengan anemia pernisiosa, tukak
lambung dan kanker
(Andra dan Yessie, 2013, p. 128 - 130)

3. Etiologi Gastritis
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap
asam yang kuat. Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan
peradangan karena beberapa penyebab :
a. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh
Helicobacter Pylori (bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil
lendir di lapisan lambung). Tidak ada bakteri lainnya yang dalam
keadaan normal tubuh di dalam lambung yang bersifat asam, tetapi
jika lambung tidak mengasilkan asam, berbagai bakteri bisa tumbuh di
lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan Gastritis menetap atau
Gastritis sementara.
b. Gastritis karena stres akut, merupakan jenis Gastritis yang paling
berat, yang disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang
terjadi secara tiba – tiba. Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai
lambung seperti yang terjadi pada luka bakar yang luas atau cedera
yang menyebabkan perdarahan hebat.
c. Gastritis erosif kronik bisa merupakan akibat dari : bahan – bahan
seperti obat – obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-
steroid lainnya, penyakit kronik, infeksi virus dan bakteri. Gastritis ini
terjadi secara perlahan pada orang – orang yang sehat, bisa disertai
dengan perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka),
paling sering terjadi pada alkoholik.
d. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit
menahun atau penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan.
e. Gastritis Eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi
terhadap infestasi cacing gelang. Eosinofil (sel darah putih) terkumpul
di dinding lambung.
f. Gastritis arofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung,
sehingga lapisan lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan
sebagian atau seluruh selnya yang menghasilkan asam dan enzim.
Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut Gastritis ini juga
cenderung terjadi pada orang – orang yang sebagian lambungnya telah
diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial). Gastritis
atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi
penyerapan vitamin B12 dari makanan.
g. Penyakit Meniere merupakan jenis Gastritis yang penyebabnya tidak
diketahui. Dinding lambung menjadi tebal, lipatanya menebal,
kelenjarnya membesar dan memiliki kista yang terisi cairan. Sekitar
10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung.
h. Gastritis sel plasma merupakan Gastritis yang penyebabnya tidak
diketahui. Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di
dalam dinding lambung dan organ lainnya. Gastritis bisa terjadi jika
seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi penyinaran
dengan dosis yang berlebihan. (Andra dan Yessie, 2013, p. 127-128)

4. Manifestasi Klinis Gastritis


Manifistasi klinis bervariasi mulai dari keluhan ringan hingga
muncul perdarahan saluran cerna bagian atas dan bahkan pada beberapa
pasien tidak menimbulkan gejala yang khas. Manifestasi Gastritis akut
dan kronik hampir sama, seperti dibawah ini :
a) Anoreksia
b) Rasa penuh
c) Nyeri pada epigastrium
d) Mual dan muntah
e) Sendawa
f) Hematemesis

(Suratun dan Lusianah, 2010, p. 60)

Pola gejala yang khas hanya terlihat pada sekitar 50% pasien.
Gejala – gejala Gastritis umumnya tergantung pada lokasi tukak dan usia
pasien. Banyak penderita (terutama lansia) tidak mengalami gejala (atau
hanya sedikit gejala). Nyeri adalah gejala yang paling lazim dan biasanya
terlokalisir pada Epigastrium atau Gastrium tengah. Nyeri ini
digambarkan sebagai rasa panas yang menggangu dan konstan, dan
kadang-kadang disertai rasa lapar. Sifatnya cenderung kronik dan
berulang. Nyeri yang timbul dapat dikurangi dengan makan atau antasida.
Meskipun kadang tidak terlihat, Gastritis kemungkinan ditandai oleh
regurgitasi asam atau muntah. Meskipun jarang terjadi, muntah darah
dapat terjadi dan dikenal sebagai Gastritis hemoragik (Syamsudin, 2016,
p. 36).

5. Patofisiologi Gastritis
Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang
masuk kedalam lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya
sehingga lambung kehilangan barrier (pelindung). Selanjutnya terjadi
peningkatan difusi balik ion hidrogen. Gangguan difusi pada mukosa dan
peningkatan sekresi asam lambung yang meningkat. Asam lambung dan
enzim-enzim pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan
terjadilah reaksi peradangan.
Demikian juga terjadi peradangan dilambung karena bakteri HP
(Helicobacteri Pylori) langsung melekat pada sel-sel dinding lambung
oleh bakteri dan terinfeksi. Dan kemudian menghancurkan lapisan
mukosa lambung. Peradangan ini termanifestasi seperti perasaan perih di
epigastrium, rasa panas atau terbakar dan nyeri tekan.
Spasme lambung juga mengalami peningkatan diiringi gangguan
pada spinkter esophagus sehingga terjadi mual-mual sampai muntah. Bila
iritasi / erosi pada mukosa lambung sampai pada jaringan lambung dan
mengenai pembuluh darah. Sehingga kontinuitasnya terputus dapat
menimbulkan hematemesis maupun melena (Amin dan Hardhi, 2013, p.
179).
6. Pathway Gastritis

Obat - obatan (NSAID,


aspirin, sulfanomida Helicobacter Kafein
Pylori
Streroid, dietalis)

Melekat pada epitel Menurunnya


Menganggu pembentukan lambung produksi
sawat mukosa lambung bikarbonat (HCO₃⁻)

Menghancurkan lapisan
mukosa sel lambung
Menurunnya
kemampuan protektif
terhadap asam

Menurunnya Berrier lambung


terhadap asam dan pepsin

Menyebabkan difusi kembali asam


lambung dan pepsin

Inflamasi

Nyeri epigastrium

Nyeri akut

Gambar 2.1 Pathway


Sumber : (Amin dan Hardhi, 2013, p. 179)
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya
defisiensi B12.
c. Analisa feses bertujuan untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
d. Analisis gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCL lambung.
Achlordidria menunjukkan adanya Gastritis atropi.
e. Test Antibody serum. Bertujuan untuk megetahui adanya anti body sel
parietal dan faktor intrinsik lambung terhadap Helicobakter Pylori.
f. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum
g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

(Suratun dan Lusianah, 2010, p. 62)

8. Penatalaksananan Gastritis
Bila telah terjadi perdarahan akibat erosi mukosa lambung maka
perlu dilakukan tranfusi darah untuk mengganti cairan yang keluar dari
tubuh dan dilakukan lavage (bilas) lambung. Pembedahan yang dapat
dilakukan pada klien dengan Gastritis adalah Gastrektomi Parsial,
Vagotomi Pyloraplasti. Injeksi Intravena Cobalamin dilakukan bila
terdapat Anemia Pernisiosa. Fokus intervensi keperawatan adalah
bagaimana mengevaluasi dan mengeliminasi faktor penyebab gastritis
antara lain anjurkan klien untuk tidak menkonsumsi alkohol, kafein, teh
panas, atau zat iritan bagi lambung serta merubah gaya hidup dengan pola
hidup sehat dan meminimalisasi stress (Suratun dan Lusianah, 2010, p.
62).
9. Komplikasi Gastritis
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat timbul pada gastritis akut adalah
hematemesis atau melena.
b. Gastritis Kronis
Pendarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, perforasi dan
anemia karena gangguan absorpsi vitamin B12 (anemia pernisiosa).
(Suratun dan Lusianah, 2010, p. 63)

B. Gangguan Nyeri Pada Gastritis


1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah peradangan yang tidak nyaman yang sangat subyektif
dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut. Secara umum, nyeri dapat didefinisikan
sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat. (Wahit dan
Nurul, 2008, p. 204)
2. Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu masih
belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri dirasakan
dan hingga derajat mana nyeri tersebut menggangu dipengaruhi oleh
interaksi antara sistem algesia tubuh dan transmisi sistem syaraf serta
interpretasi stimulus (Wahit dan Nurul, 2008, p. 204)
3. Batasan Karakteristik Nyeri
a. Data Subjektif
Komunikasi (verbal atau kode) dari pemberi gambaran nyeri.
b. Data Objektif
1) Perilaku melindungi, protektif
2) Memfokuskan pada diri sendiri
3) Penyempitan fokus (perubahan persepsi waktu, menarik diri dari
kontak sosial, kerusakan proses pikir)
4) Prilaku distraksi (merintih, menangis, mondar-mandir, mencari
orang lain dan/atau aktivitas, gelisah)
5) Wajah tampak menahan nyeri (mata takbersemangat, “tampak
terpukul, “gerakan terfiksasi atau menyebar, meringis)
6) Perubahan pada tonus otot (dapat berkisar dari malas sampai kaku)
7) Responst autonomik tidak terlihat pada nyeri stabil kronis
(diaforesis, perubahan tekanan darah dan nadi, pupil, dilatasi,
peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan)
(Carpenito, L. J., & Moyet, 2000, p. 225)

4. Jenis-jenis Nyeri dan Bentuk Nyeri


a. Ada tiga klasifikasi jenis-jenis nyeri :
1) Nyeri Perifer
Nyeri ini ada tiga macam : a) nyeri superfisial, yakni rasa
nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa. b)
nyeri viseral, yakni rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, kranium dan toraks. c) nyeri
alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
2) Nyeri Sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulus pada medula spinalis,
batang otak, dan talamus.
3) Nyeri Psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata
lain, nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri. Seringkali,
nyeri ini muncul karena faktor psikologis, bukan fisiologis.
(Wahit dan Nurul, 2008, p. 208).
b. Bentuk nyeri
1) Nyeri Akut
Nyeri yang biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan.
Awitan gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi
nyeri sudah diketahui. Nyeri Akut ditandai dengan peningkatan
tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan
persepsi nyeri (Wahit dan Nurul, 2008, p. 209).
2) Nyeri Kronis
Nyeri yang berlangsung lebih dari 6 bulan. Sumber nyeri
bisa diketahi atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan
biasanya tidak dapat disembuhkan. Selai itu, penginderaan nyeri
menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukkan
lokasinya. Dampak dari nyeri ini, antara lain penderita menjadi
mudah tersinggung dan sering mengalami insomnia. Akibatnya,
mereka menjadi kurang perhatian, sering merasa putus asa, dan
terisolir dari kerabat dan keluarga. Nyeri Kronis biasanya hilang
timbul dalam periode dalam waktu tertentu. Ada kalanya penderita
terbebas dari rasa nyeri (Wahit dan Nurul, 2008, p. 210).
5. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
a. Etnik dan nilai budaya
Latar belakan etnik dan budaya merupakan faktor yang
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Sebagai
contoh, individu dari budaya tertentu cenderung ekspresif dalam
mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya lain justru
lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan
orang lain.
b. Tahap perkembangan
Usia dan tahap perkembangan seseorang merupakan variabel
penting yang akan mempengaruhi reaksi dan ekspresi terhadap nyeri.
Dalam hal ini anak-anak cenderung kurang mampu mengungkapkan
nyeri yang mereka rasakan di banding orang dewasa, dan kondisi ini
dapat menghambat penanganan nyeri untuk mereka. Di sisi lain,
prevalensi nyeri pada individu lansia lebih tinggi karena penyakit akut
atau kronis yang mereka derita. Walaupun ambang batas nyeri tidak
berubah karena penuaan, tetapi efek analgesik yang diberikan menurun
karena perubahan fisiologis yang terjadi.
c. Lingkungan dan individu pendukung
Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat
memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang
terdekat menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi
persepsi nyeri individu. Sebagai contoh, individu yang sendiri, tanpa
keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung
merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat
dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat.
d. Pengalaman nyeri sebelumnya
Pengalaman masa lalu juga berpengaruh terhadap persepsi nyeri
individu dan kepekaannya terhdap nyeri. Individu yang pernah
mengalami nyeri atau menyaksikan penderitaan orang terdekatnya saat
mengalami nyeri cenderung merasa teracam dengan peristiwa nyeri
yang akan terjadi dibandingkan individu lain yang belum pernah
mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode
penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan
individu terhadap penanganan nyeri saat ini.
e. Ansietas dan stres
Ansietas sering kalimenyertai peristiwa nyeri yang terjadi.
Ancaman yang tidak jelas alasan dan ketidak mampuan mengontrol
nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri.
Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol
nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan
kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka.
(Wahit dan Nurul, 2008, p. 211-212)

6. Cara mengukur Intensitas nyeri


Mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (Painometer) dengan skala
longitudinal yang pada salah satu ujungnya tercantum nilai 0 (untuk
keadaan tanpa nyeri) dan ujung lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri
paling hebat). Untuk mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan
yang menurutnya paling menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir
kali ia rasakan, dan nilai dapat dicatat pada sebuah grafik yang dibuat
menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya subjektif dan dipengaruhi oleh
banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi, jumlah distraksi, tingkat
aktivitas, dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat dijabarkan dalam
sebuah sekala nyeri dengan beberapa kategori (Wahit dan Nurul, 2008, p.
212).
Tabel 2.1 Skala Nyeri menurut Hayward
Skala Keterangan
0 Tidak nyeri
1-3 Nyeri ringan
4-6 Nyeri sedang
7-9 Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikontrol dengan
aktivitas yang biasa dilakukan
10 Sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol

Sumber : (Wahit dan Nurul, 2008, p. 212).


Sedangkan skala nyeri (McGill Scale) mengukur intensitas nyeri
dengan menggunakan lima angka, yairu: 0 : Tidak nyeri, 1 : Nyeri ringan,
2 : Nyeri sedang, 3 : Nyeri berat, 4 : Nyeri sangat berat, 5 : nyeri hebat.
Selain ke dua sekala di atas, ada pula skala wajah, yakni Wong-
Baker Faces Rating Scale yang ditunjukkan untuk klien yang tidak mampu
menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini termasuk anak-
anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal dan lansia yang
mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
Gambar 2.2 Skala Wajah Wong-Beker

Sumber : (Wahit dan Nurul, 2008, p. 213).


C. Pengelolaan Nyeri Pada Gastritis
1. Tindakan non farmakologis
a. Teknik Distraksi
Distraksi mencakup mengalihkan perhatian pasien pada sesuatu
selain nyeri, dapat menjadi strategi yang sangat berhasil dan mungkin
merupakan mekanisme yang bertanggungjawab terhadap teknik
kognitif efektif lainnya. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi
nyeri dengan menstimulasi sistem kontrol desenden, yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri yang ditansmisikan ke otak
(Smeltzer S C., & Bare B G., 2002, p. 233)
Teknik distraksi yang dapat dilakukan :
1) Menonton televisi
2) Berbincang-bincang dengan orang lain
3) Mendengarkan musik
b. Teknik relaksasi
Teknik relaksasi yang dilakukan yaitu menganjurkan pasien
untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,
menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan,
kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil
terus berkosentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang, dan rileks
(Hidayat, 2012, p. 221)
c. Hipnoterapi (hipnosis)
Hipnoterapi merupakan salah satu jenis Terapi Komplementer
Mind Body Intervention dimana terapi ini merupakan pemberdayaan
kapasitas pikiran untuk mengoptimalkan fungsi tubuh. Fokus terapi ini
adalah menciptakan keseimbangan antara pikiran, emosi, dan
pernapasan. Hipnoterapi menggunakan sugesti yaitu membuat pasien
mengalami relaksasi yang dalam atau pengaruh kata-kata yang
disampaikan dengan teknik-teknik tertentu. Satu-satunya kekuatan
hipnoterapi adalah komunikasi (Ratnawati D., 2014)
2. Tindakan Farmakologik
Menurut Hidayat A. (2012, p. 221) pemberian obat analgetik, yang
dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.

D. Konsep Dasar Keperawatan pada Klien dengan Nyeri


1. Pengkajian
Menurut Hidayat A. (2012, p. 218) pengkajian dapat dilakukan
dengan cara PQRST:
a. P (provoking atau pemicu), yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
b. Q (quality) kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau
tersayat
c. R (region) yaitu daerah perjalanan ke daerah nyeri lain
d. S (severity) adalah keganasan, keparahan atau intensitas nyeri
e. T (time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

Fokus pengkajian:

Menurut Dongoes (2000), fokus pengkajian pada pasien Nyeri adalah:

1) Identitas
Identitas klien nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, suku atau bangsa, status, diagnosa medik, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian dan alamat
2) Keluhan utama
Adalah keluhan klien yang bersifat subjektif pada saat dikaji.
Apakah menangis, mual-mual, muntah.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menguraikan keluhan utama yang muncul secara kronologis
meliputi faktor yang mencetuskan memperingati gejala, kualitas, lokasi
atau penyebaran, upaya yang dilakukan serta waktu dirasakannya
keluhan, durasi.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji mengenai latar belakang kehidupan klien sebelum masuk
rumah sakit yang menjadi faktor predisposisi seperi kegiatan sebelum
sakit atau aktivitas sehari-hari klien.
5) Riwayat keluarga
Dikaji tentang riwayat kesehatan keluarga adalah dalam
keluarga yang mengalami penyakit dengan klien saat ini dan riwayat
penyakit keturunan.
6) Adapun data-data yang menjadi data fokus adalah sebagai berikut:
a) Aktivitas / Istirahat
(1) Gejala : kelemahan, kelelahan
(2) Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap
aktivitas)
b) Sirkulasi
(1) Gejala : hipotensi (termasuk postural)
(2) Tanda :
(a) takikardia, disritmia (hipoksemia)
(b) kelemahan / nadi perifer lemah
(c) pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi)
(d) warna kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah
kehilangan darah)
(e) kelemahan kulit dan membrane mukosa : berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
c) Integritas ego
(1) Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan
kerja), perasaan tak berdaya.
(2) Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
d) Eliminasi
(1) Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena
perdarahan Gastro Interitis (GI) atau masalah yang
berhubungan dengan GI, misal: gaster, gastritis, bedah gaster.
Perubahan pola defekasi dan karakteristik feses.
(2) Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi
(3) Bunyi usus : sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif
setelah perdarahan.
(4) Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau
kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk. Konstipasi
dapat terjadi (perubahan diet).
(5) Pengeluaran urine : menurun, pekat.
e) Makanan / Cairan
(1) Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang
diduga obstruk sipilorik bagian luar sehubungan dengan luka
duodenal).
(2) Masalah menelan : cegukan, nyeri ulu hati, sendawa bau asam,
mual, muntah
(3) Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan
atau tanpa bekuan darah.
(4) Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor
kulit buruk (perdarahan kronis).
f) Neurosensi
(1) Gejala : rasa berdenyut, pusing atau sakit kepala karena sinar,
kelemahan.
(2) Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari
agak cenderung tidur, bingung, sampai pingsan dan koma
(tergantung pada volume sirkulasi dan oksigenasi).
g) Nyeri dan Kenyamanan
(1) Gejala :
(a) nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar,
perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa
ketidak nyamanan samar-samar setelah makan banyak dan
hilang dengan makan (Gastritis Akut).
(b) Nyeri epigastrum kiri sampai tengah atau menyebar ke
punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan
antasida (Ulkus Gaster).
(c) Nyeri epigastrum kiri sampai atau menyebar ke punggung
terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung
kosong dan hilang dengan makanan (ulkus duodenal).
(d) Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan
obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik,
ibuprofen).
(2) Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat, berkeringat, perhatian menyempit.
h) Keamanan
(1) Gejala :alergi terhadap obat / sensitife
(2) Tanda : peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar
(menunjukkan sirosis / hipertensi portal)
i) Penyuluhan dan Pembelajaran
(1) Gejala : adanya penggunaan obat resep / dijual bebas yang
mengandung alkohol, steroid. NSAID (Nonsteroid Anti-
Inflammation Drungs) menyebabkan perdarahan lambung.
Keluhan saat ini dapat diterima karena (misal : anemia) atau
diagnosa yang tak berhubungan (misal : trauma kepala), flu
usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lama
misal : sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan
(Doengoes, 2000, p. 455)

2. Diagnosa Keperawatan
a) Definisi Nyeri Akut
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensi atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association For The Study Of Pain) : awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6 bulan.
b) Batasan Karakteristik
1) Perubahan selera makan
2) Perubahan tekanan darah
3) Perubahan frekwensi jantung
4) Perubahan frekwensi pernafasan laporan isyarat
5) Perilaku distraksi (contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan
atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
6) Mengekspresikan wajah (contoh : gelisah, merintih, menangis,
waspada, nafas panjang atau berkeluh kesah)
7) Sikap melindungi area nyeri
8) Fokus menyempit (misalnya : gangguan persepsi nyeri, hambatan
proses berfikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
9) Indikasi nyeri yang dapat di amati
10) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
11) Sikap tubuh melindungi
12) Dilatasi pupil
13) Melaporkan nyeri secara verbal
14) Gangguan tidur
c) Faktor yang berhubungan
Agen-agen penyebab cedera ; biologis, kimia, fisik dan psikologis
(Amin dan Hardhi, 2013, p. 314)
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan pada klien dengan Nyeri yang sesuai
dengan diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan mukosa lambung
teriritasi menurut (Amin & Hardhi, 2013, p. 314) adalah:
Tujuan : Nyeri teratasi, Nyeri terkontrol sampai hilang
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan managemen
nyeri
c. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Rencana Intervensi
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, frekuensi, karakteristik nyeri dengan
menggunakan skala rentang nyeri (0-10)
Rasional: membantu mengkaji kebutuhan untuk intervensi
2) Observasi reaksi non verbal terhadap ketidaknyamanan
Rasional: respon non verbal membantu mengevaluasi derajat nyeri dan
perubahannya
3) Pantau tanda-tanda vital
Rasional: peningkatan nyeri atau ketidaknyamanan atau terjadi respon
terhadap demam
4) Ajarkan melakukan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional: memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan
ketegangan otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
5) Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang
penting
Rasional: menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
6) Bantu melakukan latihan rentang gerak dan dorong ambulasi dini
Rasional: menurunkan kekuatan sendi dan otot
7) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
Rasional: lingkungan bisa menjadi pemicu meningkatnya derajat nyeri
8) Kurangi faktor presipitasi nyeri
Rasional: dengan mengurangi faktor pemicu nyeri diharapkan terjadi
kenyamanan pasien
9) Kolaborasi dengan tim medik dalam pemberian analgetik sesuai
kebutuhan
Rasional: afek analgetik dapat mengurangi nyeri

4. Tindakan Keperawatan
Menurut Doengoes, 2000 implementasi adalah tindakan pemberian
keperawatan yang dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada
rencana tindakan keperawatan yang telah disusun. Setiap tindakan
keperawatan yang dilaksanakan dicatat dalam catatan keperawatan yaitu
cara pendekatan pada klien efektif, teknik komunikasi terapeutik serta
penjelasan untuk setiap tindakan yang diberikan kepada pasien.

Dalam melakukan tindakan keperawatan menggunakan 3 tahap


pendekatan, yaitu independen, dependen, interdependen. Tindakan
keperawatan secara independen adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan
oleh perawat tanpa petunjuk dan perintah dari dokter atau tenaga
kesehatan lainnya. Interdependen adalah tindakan keperawatan yang
menjelaskan suatu kegiatan dan memerlukan kerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial, ahli gizi, dan dokter. Sedangkan
dependen adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan rencana
tindakan medis. Keterampilan yang harus dipunyai perawat dalam
melaksanakan tindakan keperawatan yaitu kognitif, sikap dan psikomotor.
Dalam melakukan tindakan khususnya pada klien dengan gastritis yang
harus diperhatikan adalah pola nutrisi, skala nyeri klien, serta melakukan
pendidikan kesehatan pada klien.

5. Evaluasi
Menurut Doengoes, 2000 evaluasi adalah tingkatan intelektual
untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Kemungkinan yang dapat terjadi pada tahap evaluasi
adalah masalah dapat diatasi, masalah teratasi sebagian, masalah belum
teratasi atau timbul masalah baru. Evaluasi yang dilakukan adalah evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi yang harus
dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk
membantu keefektifitasan terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi yang dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
keseluruhan sesuai dengan waktu yang ada pada tujuan. Adapun evaluasi
dari diagnosa keperawatan gastritis secara teoritis adalah apakah rasa nyeri
klien berkurang, apakah klien dapat mengkonsumsi makanan dengan baik,
apakah terdapat tanda-tanda infeksi, apakah klien dapat melakukan
aktivitasnya secara mandiri, apakah klien mampu mengungkapkan
pemahaman tentang penyakit gastritis.
DAFTAR PUSTAKA

Amin & Hardhi (2013). Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC-NOC Jilid 1 dan 2. Yogyakata : Mediaction Publishing.
Andra & Yessie (2013). Keperawatan Medikal Bedah 1. Yogyakarta : Muha
Medika.
Carpenito, L. J., & Moyet. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10.
Jakarta : EGC.
Dinkes Provinsi Jateng, (2009), Data Penyakit Gastritis Tahun 2008-2009 Di
Jawa Tengah, Semarang : UKR Dinkes Propinsi Jawa Tengah. (online)
(http://lib.unnes.ac.id/2702/1/3470.pdf diakses 1/6/2011)
Dongoes, Marilyn E. Moorhouse Mary Frances & Geiisler, Alice C. (2000).
Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Terjemahan oleh Made
Kariasa. 2000. Jakarta : EGC
Hancok Cristine, (1999). Kamus Keperawatan (Dictionary of Nursing) Edisi 17.
Terjemahan oleh Yasmin Asih. Jakarta : EGC
Harison, (2000), dalam, Hastuti:2007. Poltekkes 2010. KTI Tentang Gastritis Bab
I Pendahuluan (online), (http://perawat-2010.blogspot.co.id/, diakses
Rabu, 10 April 2013
Hidayat, A. (2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta Selatan: Salemba Medika
http://pionas.pom.go.id/monografi/deksketoprofen-trometamol
Http://pionas.pom.go.id/monografi/sukralfat
http://puputpadyb.blogspot.co.id/2015/06/standar-opersional-prosedur-sop-
kompres.html
Judha, M., Sudarti., & Fauziah, A., ( 2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri
Persalinan. Nuha Medika : Yogyakarta (online) (01-gdl-novitawidy-296-
1-ktinovi-i.pdf, diakses 24 / 9 / 2013)
Maulidiyah U (2006). Hubungan Antara Stres dan Kebiasaan Makan dengan
Terjadinya Kekambuhan Penyakit Gastritis. Tersedia di (online)
(http://adln.lib.unair.ac.id/) [21 Juli 2014].
Morgan. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan Pediatrik .Terjemahan oleh
Julianus dan Renata komalasari. Edisi 3. Jakarta : EGC
Potter, P. A, Perry, A. G (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, dan Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata
Komalasari, dkk. Jakarta : EGC (online) (01-gdl-novitawidy-296-1-
ktinovi-i.pdf, diakses 24 / 9 / 2013)
Price Sylvia A. & Wilson Lorraine M., (2006). Patofisiologi : konsep klinis proses
- proses penyakit. Edisi 6 Vol 2. Jakarta : EGC.
Ratnawati, D. (2014). Keperawatan Holistik II Terapi Komplementer dan
Alternatif “Hipnosis (Hipnoterapi)” (online) (http://www.academia.edu
/8659531/Keperawatan_Holistik_II_Terapi_Komplementer_Dan_Alterna
tif_Hipnosis_Hipnoterapi_Dosen_Ns diakses tanggal 29 Januari 2016)
Saydam. (2011). Memahami Berbagai Penyakit (Penyakit Pernapasan dan
Gangguan Pencernaan). Bandung : Alfabeta, (online), (http://repository.
unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/5489/JURNAL%20MKMI.pdf
diakses 23 / 7 / 2013)
Smeltzer S. C., & Bare B. G., (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal -
Bedah Brunner & Suddarth. 8th Ed. Jakarta : EGC.
Sudoyo A. W. & Setyohadi B. (Eds). (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : EGC
Suratun & Lusianah (2010). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta : CV Trans Info Media
Syamsudin (2016). Farmakoterapi Gangguan Saluran Pencernaan. Jakarta : EGC
Terjemahan Paramita, (2010). Kamus Kedokteran Webster’s New World Edisi 3.
Jakarta : Indeks

Wahit & Nurul (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan
Aplikasi dalam Praktik. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai