Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

IBU DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI


Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan
Maternitas
Dosen pengampu : Hj. Suyatini SPd, M.Kes.

Disusun oleh :
GADIS INTANOVIA ADINDA
P27904117023

TINGKAT III/V

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PRODI D IV KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
A. Gangguan System Reproduksi
1.Disminore
Dismenorhea merupakan rasa sakit dibagian bawah abdomen pada
saat menstruasi yang mengganggu aktivitas wanita. Selama dismenorhea
terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga
menyebabkan vasospasme dari arteriol urin yang menyebabkan
terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bagian bawah yang akan
merangsang rasa nyeri disaat menstruasi (Llewellyn,2001).
Disminorea adalah nyeri haid menjelang atau selama haid, sampai
membuat wanita tersebut tidak dapatbekerja dan harus tidur. Nyeri sering
bersamaan dengan rasa mual, sakit kepala, perasaan mau pingsan, lekas
marah. Suzannec (2001) mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri
saat menstruasi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram.
Menurut Manuaba dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang
menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan
sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan menstruasi yang sangat
menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung
bawah yang terasa seperti kram (Varney, 2004).
Klasifikasi Dismenorea :
a. Dismenorea primer
Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan
anatomis genitalis yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer
timbul pada masa remaja, yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah
menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun. Akan
tetapi, dysmenorrhea primer juga mengenai sekitar 50-70% wanita
yang masih menstruasi. Dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat
dari pembentukan prostaglandin yang berlebih, yang menyebabkan
uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan
vasospasme anteriolar. Nyeri dymenorrhea primer seperti mirip
kejang spasmodik, yang dirasakan pada perut bagian bawah (area
suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah dapat
juga disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri
pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri mulai
dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa bertahan selama 48-72
jam (Baradero, 2006 & Suzannec, 2001).
b. Dismenorea sekunder
Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri haid sebelum
menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea
sekunder terjadi pada wanita berusia 30-45 tahun dan jarang sekali
terjadi sebelum usia 25 tahun. Nyeri dysmenorrhea sekunder
dimulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin
hebat serta mencapai puncak pada akhir menstruasi yang bisa
berlangsung selama 2 hari atau lebih. Secara umum, nyeri datang
ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar
pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi
peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal
dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika
gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber
rasa nyeri. Penyebab dysmenorrhea sekunder seperti:
endometriosis, adenomiosis, radang pelvis, sindrom menoragia,
fibroid dan polip dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan,
dan perdarahan yang abnormal.
Berdasarkan derajat nyerinya dismenorea dibedakan menjadi :
a. Dismenorea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu
menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa
pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak
mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi
tetap berlokasi di daerah peruh bawah.
b. Dismenorea sedang
Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut
merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari,
menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan
memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah
mengkonsumsi obat anti nyeri, kadangkadang mengganggu
aktivitas hidup sehari-hari.
c. Dismenorea berat
Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah
pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh
lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare.
Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang
bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih,
dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.
Etiologi Dismenorea :
a. Faktor Psikis
Ada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea
primer mudah terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor
psikis, faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri.
Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea hilang, dan
jarang sekali dysmenorrhea menetap setelah melahirkan. Mungkin
kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa
perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis.
Disamping itu, psikoterapi terkadang mampu menghilangkan
dysmenorrhea primer.
b. Vasopresin
Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer
sangat tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea.
Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan
meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada
uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, peranan pasti vasopresin
dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas.
c. Prostaglandin
Prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya
dysmenorrhea. Prostaglandin yang berperan di sini yaitu
prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan
prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan
rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin
menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabutserabut
saraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan
peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan
intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi
miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang
disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah,
sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan
timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam
jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain
dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan muntah.
d. Faktor Hormonal
Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea
primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan.
Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa dysmenorrhea tidak
terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya
disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron. Kadar
progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam
jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi
korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran
lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2
yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin
melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat.
Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti
turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan
peningkatan tonus miometrium dan kontraksi.
Patofisiologi Dismenorea :
a. Dismenorea Primer
Bila tidak terjadi kehamilan, maka korpus luteum akan
mengalami regresi dan hal ini akan mengakibatkan penurunan
kadar progresteron. Penurunan ini akan menyebabkan labilisasi
membrane lisosom, sehingga mudah pecah dan melepaskan enzim
fosfolipase A2. Fosfolipase A2 ini akan menghidrolisis senyawa
fosfolipid yang ada di membrane sel endometrium dan
menghasilkan asam arakhidonat. Adanya asam arakhidonat
bersama dengan kerusakan endometrium akan merangsang kaskade
asam arakhidonat yang akan menghasilkan prostaglandin, antara
lain PGE2 dan PGF2 alfa. Wanita dengan disminorea primer
didapatkan adanya peningkatan kadar PGE dan PGF2 alfa di dalam
darahnya, yang akan merangsang miometrium dengan akibat
terjadinya pningkatan kontraksi dan disritmi uterus. Akibatnya
akan terjadi penurunan aliran darah ke uterus dan ini akan
mengakibatkan iskemia. Prostaglandin sendiri dan endoperoksid
juga menyebabkan sensitisasi dan selanjutnya menurunkan ambang
rasa sakit pada ujung-ujung syaraf aferen nervus pelvicus terhadap
rangsang fisik dan kimia.
b. Dismenorea Sekunder
Adanya kelainan pelvis, misalnya : endometriosis, mioma
uteri, stenosis serviks, malposisi uterus atau adanya IUD akan
menyebabkan kram pada uterus sehingga timbul rasa nyeri.
Manifestasi Klinis Dismenorea :
Secara umum dismenorea memiliki tanda da gejala sebagai berikut:
a. Nyeri tidak lama timbul sebelum atau bersama-sama dengan
permulaan haid dan berlangsung beberapa jam atau lebih. Sifat rasa
nyeri ialah kejang yang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada
perut bawah. Tetapi dapat merambat ke daerah pinggang dan paha.
b. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat di jumpai rasa mual, muntah,
sakit kepala, diare, dan mudah tersinggung
Pemeriksaan Penunjang Dismenorea :
a. Ultrasonography
Ultrasonography dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan
dalam anatomi rahim, misalnya: posisi, ukuran dan luas ruangan
rahim
b. Histerosalphingographi
Histerosalphingographi dilakukan untuk mencari tahu adanya
kelainan dalam rongga rahim, seperti polypendometrium, myoma
submukosa atau adenomyosis.
c. Hesteroscopy
Hesteroscopy dilakukan untuk membuat gambar dalam rongga
rahim, seperti polyp atau tumor lain.
d. Laparoscopy
Laparoscopy dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya
endometriosis dan penyakit-penyakit lain dalam rongga panggul.
Penatalaksanaan Dismenorea :
Terapi medis untuk klien disminorea diantaranya :
a. Pemberian obat analgesik
b. Terapi hormonal
c. Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
d. Dilatasi kanalis serviksalis (dapat memberikan keringanan karena
memudahkan pengeluaran darah haid dan prostaglandin di
dalamnya)
Komplikasi Dismenorea
Komplikasi yang biasa muncul akibat gangguan haid adalah
infertilitas dan stress emosional pada penderita sehingga dapat
meperburuk terjadinya kelainan haid lebih lanjut. Terutama pada
amenorrhea komplikasi yang biasa terjadi ialah munculnya gejala-
gejala lain akibat insufisiensi hormon seperti osteoporosis. Sedangkan
pada dismenorrhea komplikasi yang dapat terjadi adalah syok dan
hilangnya kesadaran.
2.3.9 WOC Disminore

Ovulasi

Poliferasi endoemetrium Posisi rahim tidak


dan meluruh pada siklus normal
Peningkatan hormon Hormon Prostaglandin menstruasi
progesteron meningkat
Ukuran rahim terlalu
kecil

Tumor
Kontraksi miometrium dan Dismenore primer Kerusakan Jaringan
pembuluh darah uterus↑
Penyakit lain: TBC,
anemia
MK: Nyeri

Dismenore Dismenore Udara terlalu dingin


Hipoksia ↑ sekunder

Keluhan pada seluruh bagian tubuh


Nyeri

Cemas dan tegang


MK: Ansietas
MK: Intoleransi aktivitas Nyeri haid 18
2. Endometriosis

Endometriosis adalah kasus jaringan endometrium (lapisan dinding


Rahim) yang tumbuh di luar rahim (implant endometrium). Kata
endometrium sendiri berasal dari Bahasa Latin (Yunani) endo (di dalam)
dan metra ( Rahim).
Endometriosis paling sering ditemukan di ovarium. Endometriosis
juga dapat terjadi di luar uterus, pada ligamen sakro-uterinum dan
ligamen latum, serta peritoneum. Area lain yang lebih jarang terjadi
endometriosis antara lain adalah dinding usus, kandung kemih, serviks,
vagina, vulva, dan umbilicus serta jaringan parut. Endometriosis
terkadang terjadi di paru. (Andrews, 2009)
Endometriosis merupakan jaringan mirip selaput lendir yang
menutupi permukaan rongga rahim (endometrium) yang berada di luar
rongga rahim pada tempat yang tidak semestinya (Center for Young
Women’s Health, 2006 dalam Oepomo, 2007)
Endometriosis adalah kondisi abnormal dimana jaringan
endometrium ditemukan pada lokasi internal selain uterus. Lokasi
relokasi jaringan yang paling umum adalah rongga pelvis, terutama
ovarium dan bagian peritoneum pelvis yang menggantung. Jaringan
jarang ditemukan di luar pelvis, seperti pada parut bedah dan paru-paru.
Dalam siklus haid, endometrium menebal dengan tumbuhnya
pembuluh darah dan jaringan untuk mempersiapkan diri menerima sel
telur yang akan dilepaskan oleh indung telur. Rahim (uterus) dan indung
telur (ovarium) terhubungkan dengan saluran telur, yang juga disebut
sebagai tuba falopii (fallopian tube). Apabila telur yang sudah matang itu
tidak dibuahi oleh sperma, maka lapisan dinding rahim tadi akan
mengelupas pada akhir siklus. Lepasnya lapisan dinding rahim itulah
yang disebut peristiwa haid. Keseluruhan proses itu diatur hormon
reproduksi, dan biasanya memerlukan waktu antara 28 sampai 30 hari,
dan kembali lagi ke awal proses.
Etiologi dan Faktor Resiko Endometriosis :
Penyebab endometriosis tidak diketahui, walaupun telah
dikemukakan beberapa teori. Mestruasi retrogad, teori yang paling
diterima menyatakan bahwa sekresi menstruasi mengalir balik melalui
tuba fallopi dan mengendapkan partikel jaringan endometrium hidup di
luar rongga uterus yang menyebabkan fragmen-fragmen kecil
endometrium normal tertanam di rongga peritoneum bawah.
Wanita dengan periode menstruasi lebih lama (lebih dari 8 hari) dan
siklus menstruasi yang lebih pendek (kurang dari 27 hari) beresiko tinggi
mengalami endometriosis. Kondisi ini tergantung estrogen, terjadi pada
wanita berusia 15 sampai 44 tahun, dan jarang terjadi pada wanita
sebelum masa puber atau setelah menopause. Sering melakukan olahraga
aerobik terbukti memberi perlindungan terhadap endometriosis karena
dapat menurunkan tingkat produksi estrogen. (Barbieri, 1990 dalam
Reeder, 2011)
Endometriosis lebih sering ditemukan pada wanita yang menunda
kehamilan sampai usia tiga puluhan, walaupun keadaan ini dapat pula
timbul pada usia remaja. Terdapat peningkatan prevalensi sebanyak 7%
pada saudara kandung dan anak dari ibu yang mendapat gangguan ini.
Patofisiologi Endometriosis :
Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang
memiliki ibu atau saudara perempuan yang menderita endometriosis
memiliki resiko lebih besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan
adanya gen abnormal yang diturunkan dalam tubuh wanita tersebut.
Gangguan menstruasi seperti hipermenorea dan menoragia dapat
mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh akan memberikan respon
berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang menyebabkan
gangguan pertumbuhan sel endometrium. Sama halnya dengan
pertumbuhan sel endometrium biasa, sel-sel endometriosis ini akan
tumbuh seiring dengan peningkatan kadar estrogen dan progesteron
dalam tubuh.
Faktor penyebab lain berupa toksik dari sampah-sampah perkotaan
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikroorganisme
tersebut akan menghasilkan makrofag yang menyebabkan resepon imun
menurun yang menyebabkan faktor pertumbuhan sel-sel abnormal
meningkat seiring dengan peningkatan perkembangbiakan sel abnormal.
Jaringan endometrium yang tumbuh di luar uterus, terdiri dari
fragmen endometrial. Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari
infundibulum tuba falopii menuju ke ovarium yang akan menjadi tempat
tumbuhnya. Oleh karena itu, ovarium merupakan bagian pertama dalam
rongga pelvis yang dikenai endometriosis.
Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa,
sehingga sel endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran
regional tubuh dan menuju ke bagian tubuh lainnya.
Dimanapun lokasi terdapatnya, endometrial ekstrauterine ini dapat
dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi oleh siklus
endokrin, maka pada saat estrogen dan progesteron meningkat, jaringan
endometrial ini juga mengalami perkembangbiakan. Pada saat terjadi
perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang,
jaringan endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di
daerah pelvis.
Perdarahan di daerah pelvis ini disebabkan karena iritasi peritonium
dan menyebabkan nyeri saat menstruasi (dysmenorea). Setelah
perdarahan, penggumpalan darah di pelvis akan menyebabkan
adhesi/perlekatan di dinding dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan
nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga nyeri pada daerah permukaan yang
terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan saat melakukan hubungan
seks. Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan tuba fallopii.
Adhesi di uterus menyebabkan uterus mengalami retroversi,
sedangkan adhesi di tuba fallopii menyebabkan gerakan spontan ujung-
ujung fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal-
hal inilah yang menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.
Klasifikasi Endometriosis :
Menurut letaknya endometriosis dapat digolongkan menjadi 3 golongan,
yaitu :
a. Endometriosis genetalia interna, yaitu endometriosis yang letaknya di
dalam uterus
b. Endometriosis eksterna, yaitu endometriosis yang letaknya di dinding
belakang uterus, di bagian luar tuba dan di ovarium
c. Endometriosis genetalia eksterne, yaitu endometriosis yang letaknya
di pelvio peritoneum dan di kavum douglas, rekto sigmoid, kandung
kencing
Tingkatan Endometriosis :
Secara garis besar endometriosis ini dibagi menjadi empat tingkatan
berdasarkan beratnya penyakit(American Fertility Society):
1. Stage 1 (minimal) : lesi bersifat superficial, ada perlengketan di
permukaan saja
2. Stage 2 (ringan) : adanya pelengketan sampai di daerah cul-
de-sac
3. Stage 3 (sedang) : sama seperti stage 2, namun disertai
endometrioma yang kecil pada ovarium da nada perlengketan juga
yang lebih banyak
4. Stage 4 (berat) : sama seperti stage 3, namun disertai
endometrioma yang besar dan perlengketan yang sangat luas
Pada endometriosis berat, ovarium, tuba fallopi, uterus, dan usus
menyatu dan dapat terfiksasi adhesi yang padat. Satu ovarium dapat
berubah posisi di belakang uterus atau kavum Douglas. Kondisi ini
menimbulkan dyspareunia dalam dengan nyeri menetap selama beberapa
jam. Pasangan wanita yang menderita endometriosis ikut terganggu
akibat kenyataan bahwa mereka yang memicu nyeri tersebut sehingga
kondisi ini seringkali berpengaruh buruk pada kondisi mereka, terutama
dalam segi seksual. Pelepasan ovum dan perjalanan ovum selanjutnya
melalui tuba pada situasi tersebut dapat sangat sulit sehingga wanita
dapat mengalami masalah konsepsi.
Manifestasi Klinis Endometriosis
Manifestasi klinis endometriosis berkaitan lebih kepada lokasi
dibandingkan terhadap beratnya penyakit. Gejala endometriosis
meliputi :
1. Nyeri, adalah manifestasi yang paling khas. Nyeri secara khas
dimulai sebelum periode menstruasi mencapai puncaknya tepat
sebelum onset atau selama 1 atau 2 hari pertama menstruasi. Nyeri
dapat berlangsung selama durasi menstruasi dan kadang-kadang
hingga beberapa hari setelahnya. Nyeri dapat berlokasi di berbagai
tempat, menyebabkan diagnosis lebih sulit dikonfirmasi.
2. Disparaunia, adalah menstruasi tidak teratur
3. Menoragi. Pasien yang menderita endometriosis sering mengalami
menstruasi yang diawali dengan perdarahan bercak berwarna gelap
selama dua atau tiga hari. Selain itu menstruasi pasien tersebut
sangat banyak
4. Infertilitas, sekitar sepertiga pasien endometriosis
mengalami infertilitas. Infertilitas mungkin merupakan satu-satunya
gejala yang muncul.
Penatalaksanaan Endometriosis :
1. Pengobatan medis
Endometriosis jarang terjadi setelah menopause sehingga hanya
terjadi pada wanita yang menjalani terapi sulih hormone. Kehamilan
memiliki efek yang terbatas, bahkan sering kali berefek kuratif pada
penyakit ini, tetapi infertilitas merupakan salah satu gejala penyakit
ini, andaipun wanita menginginkan seorang bayi. Dengan demikian,
pengobatan medis dilakukan dengan menekan fungsi ovarium.
a. Danol (Danazol). Danol dapat digunakan hingga 9 bulan dan
jika efek samping dapat ditoleransi, obat ini meringankan
endometriosis. Endometriosis dapat kambuh jika siklus
menstruasi normal kembali terjadi meski beberapa wanita
mengalami perbaikan gejala
b. Pil kontrasepsi kombinasi. Pil kontrasepsi ini dapat bekerja
efektif untuk pengobatan kasus ringan, terutama jika kontrasepsi
juga diperlukan. Perdarahan lepas obat dan perdarahan bercak
dapat terjadi, tetapi tidak terlalu bermasalah jika dibandingkan
dengan endometriosis yang terjadi
c. Progesterone, noretisteron, didrogesteron, atau
medroksiprogesteron asetat yang diberikan dalam dosis tinggi
memiliki efek hormonal yang sama seperti kehamilan. Efek
samping progesterone hampir sama dengan gejala sindrom
pramenstruasi, serta dapat terjadi perdarahan lepas obat yang
mengganggu.
d. Analog GnRH. Obat ini efektif dalam menekan endometriosis,
tetapi hanya dapat diberikan dalam jangka pendek karena
beresiko menimbulkan osteoporosis
e. Terapi pelengkap dan terapi alternatif. Banyak wanita
melaporkan perbaikan gejala dengan mengonsumsi vitamin,
unsur renik mineral, atau ramuan herbal. Terapi pelengkap dan
terapi alternatif merupakan area yang belum “dilirik” untuk
diteliti, tetapi manfaat terapi ini dalam pengobatan sindrom
pramenstruasi mendorong penderita endometriosis untuk
mencobanya. Perubahan alam perasaan, vagina kering yang
nyeri, dan nyeri menyerupai kram, dilaporkan berkurang dengan
penggunaan minyak evening primrose. Vitamin B (terutama B6)
serta unsur renik, seperti zink dan magnesium juga terbukti
efektif. Tanpa dukungan penelitian ilmiah ternama, peran efek
placebo dalam pengobatan ini tidak diketahui.
2. Pengobatan melalui pembedahan
Teknik yang menggunakan pengobatan ablative local, dengan
diaterni atau laparoskop laser, dikembangkan di beberapa klinik
ginekologis dengan laporan keberhasilan bervariasi. Ooforektomi
atau sistektomi ovarium dapat direkomendasikan. Waktu pemulihan
yang diperlukan setelah dilakukan teknik pembedahan mikro lebih
singkat, tetapi peralatan yang diperlukan sangat mahal dan
ketersediaannya terbatas. Akibatnya banyak wanita harus menjalani
pembedahan mayor. Masalah kekambuhan masih tetap ada walaupun
terapi supresif sebelum pembedahan dapat membantu mengurangi
masalah tersebut.
Histeroktomi dan salpingo-ooforektomi bilateral dapat
dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir bagi wanita yang mengeluh
nyei dan konsekuensi nyeri tersebut selama beberapa tahun.
Keputusan untuk menjalani pembedahan mungkin membuat pasien
lebih tenang, tetapi akan lebih bijaksana jika sebelumnya petugas
kesehatan membantu pasien mengkaji perasaannya terhadap
fertilitasnya.
3. Laparoscopy
Laparoscopy adalah prosedur operasi yang paling umum untuk
diagnosis dari endometriosis. Laparoscopy adalah prosedur operasi
minor (kecil) yang dilakukan dibawah pembiusan total, atau pada
beberapa kasus-kasus dibawah pembiusan lokal. Ia biasanya
dilakukan sebagai suatu prosedur pasien rawat jalan. Laparoscopy
dilakukan dengan pertama memompa perut dengan karbondioksida
melalui sayatan kecil pada pusar. Sebuah alat penglihat
(laparoscope) yang panjang dan tips kemudian dimasukan kedalam
rongga perut yang sudah dipompa untuk memeriksa perut dan pelvis.
Endometrial implants kemudian dapat dilihat secara langsung.
Selama laparoscopy, biopsi-biopsi (pengeluaran dari contohcontoh
jaringan kecil untuk pemeriksaan dibawah mikroskop) dapat juga
dilakukan untuk diagnosis. Adakalanya biopsi-biopsi yang diperoleh
selama laparoscopy menunjukan endometriosis meskipun tidak ada
endometrial implants yang terlihat selama laparoscopy.
4. Ovarektomi (pengangkatan ovarium)
Tindakan ini hanya dilakukan jika nyeri perut atau panggul tidak
dapat dihilangkan dengan obat-obatan dan penderita tidak ada
rencana untuk hamil lagi. Setelah pembedahan, diberikan terapi sulih
estrogen. Terapi bisa dimulai segera setelah pembedahan atau jika
jaringan endometrium yang tersisa masih banyak, maka terapi baru
dilakukan 4-6 bulan setelah pembedahan.
Prognosis Endometriosis :
Endometriosis pada umumnya terjadi pada usia reproduksi,
walaupun demikian telah ditemukan pula endometriosis pada usia remaja
dan pasca menopause. Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15%
wanita subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa
juga terjadi pada usia remaja. Endometriosis yang berat bisa
menyebabkan kemandulan karena menghalangi jalannya sel telur dari
ovarium ke rahim.
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada
keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor
lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah memiliki
rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas 30 tahun.
WOC Endometriosis
Gangguan menstruasi Faktor eksternal: Toksik
Faktor genetik (hipermenorea dan
menoragia)
Mikroorganisme masuk ke
dalam tubuh
System hormonal tubuh

Mikroorganisme
menghasilkan makrofag
Gangguan sekresi estrogen &
progesteron

Respon imun↓

Gangguan pertumbuhan sel


endometrium
Pertumbuhan sel-sel
abnormal ↑

Perkembangbiakan
sel abnormal ↑ Respon imun↓

Jaringan endometrium terdiri


dari fragmen endometrial

Tumbuh di ovarium dan organ


lain
ENDOMETRIOSIS

Iritasi peritonium

Perdarahan di daerah pelvis Penggumpalan darah

Dismenore
1. Identitas
Nyeri saat menstruasi Adhesi di pelvis Adhesi di uterus

B. Asuhan Keperawatan
Adhesi di tuba
(Dysminore ) falopi

Retroversi
MK: Nyeri Akut Uteri Gerakan
Nyeri saat Nyeri saat BAK spontan ujung
hubungan fimbrae
seksual

MK: Gangguan
MK:Risk for Pola Eliminasi Membawa
bleeding Urine
MK: Gangguan Pola ovum ke
Seksual uterus
terhambat

Infertil

MK: Gangguan Citra


MK:Ansietas
Tubuh
Identitas nama pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa,
agama, pendidikan, alamat
2. Keluhan Utama : Keluhan umum yang sering muncul pada pasien
dismenore, pasien mengeluh nyeri dibagian abdomen dan daerah sekitar
abdomen
3. Riwayat Penyakit Sekarang : Biasanya pasien mengeluhkan merasakan
nyeri pada abdomen ketika haid dan sampai menjalar pada pinggang
bawah, mengalami sakit kepala/pusing kepala, badan lemas/rasa letih,
mual, muntah, sakit daerah bawah pinggang
4. Riwayat Penyakit Dahulu : Tanyakan atau perlu dikaji apakah pasien
mempunyai riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan
dismenore, dan kaji riwayat nyeri yang serupa timbul pada saat setiap
siklus haid. Disminore primer biasanya mulai saat setelah menarche.
Riwayat gejala neurologis seperti kelelahan yang berlebihan ketika siklus
haid
5. Riwayat Penyakit Keluarga : Tanyakan atau perlu dikaji apakah ada
keluarga yang memiliki gejala penyakit gangguan mestruasi sama seperti
pasien, atau adakah penyakit keturunan dari keluarga
6. Riwayat Menstruasi
Menarche : Umur 12 tahun Siklus : Teratur 28 hari
Banyaknya : Normal Lamanya : 7 hari
Keluhan : Disminore
7. Pola Kebiasaan
a. Nutrisi : Status nutrisi pasien
b. Tidur / Istirahat : Kecukupan pola istirahat pasien
c. Aktivitas : Aktivitas atau latihan pasien
d. Konsep Diri : Keadaan psikososial pasien terhadap disminore
yang dialaminya, seperti pengetahuan klien mengenai penyakitnya

8. Pemeriksaan Fisik Dilakukan secara Head to Toe


a. Kepala : Bentuk normal, tidak ada pembengkakan dan tidak ada
keluhan
b. Mata : Kulit kelopak mata normal, gerakan mata deviasi normal
dan mistagmus, konjungtiva normal, sklera normal, reflek
cahaya normal
c. Hidung : Tidak ada reaksi alergi, tidak ada nyeri tekan sinus
d. Mulut dan Tenggorokan : Gigi geligi normal, tidak ada kesulitan
menelan
e. Dada dan Aksila
Mammae : Membesar ( ) ya (√) tidak
Areolla mammae : Normal
Papila mammae : Normal
f. Pernapasan : Jalan nafas normal, Suara nafas normal, tidak
menggunakan otot-otot bantu pernafasan
g. Sirkulasi Jantung
Kecepatan denyut apikal : Takikardi
Irama : Normal teratur
Kelainan bunyi jantung : Tidak ada
h. Abdomen
Mengecil :-
Linea dan Striae : - Luka bekas Operasi : -
Kontraksi :-
Lainnya : Nyeri pada abdomen bawah
i. Genitourinari :
Perineum : Normal
Vesika Urinaria : Oliguri
j. Ekstermitas (Integumen/Muskuloskletal) : Turgor kulit normal,
warna kulit normal, kontraktur pada persendian ekstremitas tidak
ada, kesulitan dalam pergerakan tidak ada kesulitan
k. Pemeriksaan Abdomen : Abdomen lunak tanpa adanya rangsangan
peritoneum atau suatu keadaan patologik yang terlokalisir. Bising
usus normal
l. Pemerkisaan Pelvis : Pada kasus disminore primer, pemeriksaan
pelvis adalah normal

Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen ketika haid
2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai
dengan iskemia dengan meningkatnya kontraksi uterus
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri
abdomen ketika haid

Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan penyebab nyeri
abdomen ketika haid
NOC : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
klien dapat menunjukkan tingkat kecemasan dengan kriteria hasil :
Tingkat Kecemasan
a. Klien dapat menunjukkan perasaan gelisah
b. Klien dengan tidak merasakan otot tegang
c. Klien dapat mengatasi dalam kesulitan berkonsentrasi
d. Klien dapat menunjukkan rasa cemas yang disampaikan secara lisan
NIC : Pengurangan Kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
ketakutan
c. Lakukan usapan pada punggung dengan cara yang tepat
d. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
e. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi

2. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis yang ditandai


dengan iskemia dengan meningkatnya kontraksi uterus
NOC : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam,
rasa nyeri klien dapat berkurang dan teratasi dengan kriteria hasil :
Tingkat Nyeri
a. Klien dapat melaporkan dari tingkat nyeri
b. Klien dapat mengekspresikan nyeri wajah
c. Ketegangan otot
d. Klien dengan frekuensi nafas (RR) normal
e. Klien dengan detak jantung (HR) normal
f. Klien dengan Nadi normal
g. Klien dengan TD normal
NIC : Manajemen Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri
b. Gunakan strategi komunikasi terpeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan penerimaan pasien terhadap nyeri
c. Gali bersama pasien faktor-faktor yang dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
d. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri disminore,
berapa lama nyeri akan dirasakan
e. Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respons
pasien terhadap ketidaknyamanan
f. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
1) Berikan diuresis natural (vitamin), tidur dan istirahat
2) Lakukan latihan ringan
3) Lakukan teknik relaksasi
4) Hangatkan bagian perut
g. Dukung istirahat atau tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan
h. Beri tahu dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan pasien saat ini berubah signifikan dari pengalaman nyeri
sebelumnya

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas akibat nyeri


abdomen ketika haid
NOC : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24
jam, klien dapat beraktivitas seperti semula dengan kriteria hasil :
Daya Tahan
a. Klien dapat melakukan aktivitas rutin
b. Klien dapat melakukan aktivitas fisik
c. Klien dapat berkonsentrasi
d. Klien dapat menjaga daya tahan otot
e. Oksigen darah ketika beraktivitas
f. Klien tidak terasa kelelahan
NIC : Terapi Aktivitas
a. Bantu klien untuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas-
aktivitas yang bisa dilakukan
b. Ciptakan lingkungan yang aman untuk periode istirahat tanpa
gangguan, dorong istirahat sebelum makan
c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
e. Bantu klien untuk meningkatkan motivasi diri dan penguatan
Endometriosis
1. Data Demografi
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga
negara, bahasa yang digunakan, dan penanggung jawab yang meliputi
nama, alamat, dan hubungan dengan klien.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pernah terpapar agen toksin berupa pestisida, atau pernah ke daerah
pengolahan katu dan produksi kertas, serta terkena limbah pembakaran
sampah medis dan sampah perkotaan
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Dysmenore primer ataupun sekunder
b. Nyeri saat latihan fisik
c. Dispareun
d. Nyeri ovulasi
e. Nyeri pelvis terasa berat dan nyeri menyebar ke dalam paha, dan
nyeri pada bagian abdomen bawah selama siklus menstruasi.
f. Nyeri akibat latihan fisik atau selama dan setelah hubungan seksual
g. Nyeri pada saat pemeriksaan dalam oleh dokter
h. Hipermenorea
i. Menoragia
j. Nyeri sebelum, sesudah dan saat defekasi.
k. Konstipasi, diare, kolik
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Memiliki ibu atau saudara perempuan (terutama saudara kembar) yang
menderita endometriosis.
5. Riwayat Obstetri dan Menstruasi
Mengalami hipermenorea, menoragia, siklus menstruasi pendek, darah
menstruasi yang berwarna gelap yang keluar sebelum menstruasi atau
akhir menstruasi.
Pemeriksaan Fisik
1. Pada pemeriksaan fisik umum
Jarang dilakukan kecuali penderita menunjukkan adanya gejala fokal
siklik pada daerah organ non ginekologi. Pemeriksaan dilakukan untuk
mencari penyebab nyeri yang letaknya kurang tegas dan dalam.
Endometrioma pada parut pembedahan dapat berupa pembengkakan
yang nyeri dan lunak fokal dapat menyerupai lesi lain seperti
granuloma, abses dan hematom.
2. Pada pemeriksaan fisik ginekologik
Pada genitalia eksterna dan permukaan vagina biasanya tidak ada
kelainan. Lesi endometriosis terlihat hanya 14,4% pada pemeriksaan
inspekulo, sedangkan pada pemeriksaan manual lesi ini teraba pada
43,1% penderita. Ada keterkaitan antara stenosis pelvik dan
endometriosis pada penderita nyeri pelvik kronik. Paling umum, tanda
positif dijumpai pada pemeriksaan bimanual dan rektovaginal.16 Hasil
pemeriksaaan fisik yang normal tidak menyingkirkan diagnosis
endometriosis, pemeriksaan pelvik sebagai pendekatan non bedah untuk
diagnosis endometriosis dapat dipakai pada endometrioma ovarium.
Status Ginekologis
a. Abdomen:
Inspeksi: perut datar, tidak tampak benjolan, striae (-)
Palpasi: teraba massa di regio suprapubis sebesar telur ayam,
dengan konsistensi kistik, permukaan licin, batas tegas, terfiksir,
nyeri tekan
(-), nyeri lepas (-)
Perkusi: pekak daerah massa, shifting dullness (-)
Auskultasi: bising usus (+) normal
b. Genitalia:
Inspeksi: vulva dan uretra tenang
Inspekulo: vulva dan vagina tenang, portio kenyal, permukaan
licin, OUE tertutup, fluksus (-), erosi (-), laserasi (-), polip (-),
massa (-), fluor albus (-)
c. Pemeriksaan dalam/ bimanual:
1) Vagina tenang
2) Portio kenyal, permukaan licin, OUE tertutup
3) Korpus uteri tidak teraba
4) Teraba massa kistik di parametrium sinistra
5) Kavum Douglass: menonjol
3. Review of system
a. Breath : Tachikardi
b. Blood : Anemia
c. Brain : -
d. Bladder : Oliguri
e. Bowel : Konstipasi
f. Bone : Nyeri
g. Reproduction system : Nyeri saat menstruasi dan koitus.

Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman status infertile.
2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen cedera biologi, ditandai
dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
3. Risk for bleeding berhubungan dengan iritasi peritonium

Intervensi Keperawatan
1. Ansietas berhubungan dengan ancaman status infertile.
NOC : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24
jam, klien dapat menunjukkan tingkat kecemasan dengan kriteria hasil :
Tingkat Kecemasan
a. Klien dapat menunjukkan perasaan gelisah
b. Klien dengan tidak merasakan otot tegang
c. Klien dapat mengatasi dalam kesulitan berkonsentrasi
d. Klien dapat menunjukkan rasa cemas yang disampaikan secara
lisan

NIC : Pengurangan Kecemasan


a. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
b. Berada disisi klien untuk meningkatkan rasa aman dan mengurangi
ketakutan
c. Lakukan usapan pada punggung dengan cara yang tepat
d. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
e. Identifikasi pada saat terjadi perubahan tingkat kecemasan
f. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik relaksasi
Manajemen teknologi reproduksi
a. Berikan pendidikan tentang macammacam terapi modalitas
reproduksi
b. Membantu pasien untuk fokus pada bidang kehidupan yang sukses
tidak terkait dengan status kesuburan
c. Rujuk klien untuk melakukan konseling terkait dengan proses
reproduksi
d. Beritahu keluarga untuk tetap memberi semangat kepada klien
ketika terjadi kegagalan proses fertilisasi.

2. Nyeri akut berhubungan dengan dengan agen cedera biologi, ditandai


dengan peluruhan endometrium dan endometriosis saat menstruasi.
NOC : Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 1x24 jam, nyeri
klien akan berkurang dengan kriteria hasil:
Level Nyeri :
a. Ekspresi wajah menahan nyeri berkurang (3-5)
b. Lama waktu episode nyeri
c. Tidak mengerang dan menangis (3-5)
d. Ketegangan otot berkurang (3-4)
Kontrol Nyeri :
a. Mengenali timbulnya nyeri (4-5)
b. Laporkan gejala yang tidak terkontrol kepada perawat/dokter (3-4)
c. Menggunakan langkah-langkah pencegahan (3-4)
d. Menggunakan analgesik sesuai yang dianjurkan (3-5)
NIC : Pemberian analgesik
a. Periksa kembali instruksi dokter, berikan obar dengan prinsip 5S
b. Evalusi respon klien terhadap analgesik yang diberikan
c. Cek riwayat alergi
d. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik
Manajemen Lingkungan : Kenyamanan
a. Berikan lingkungan yang bersih dan aman bagi klien
b. Jelaskan sumber-sumber kenyamanan bagi klien
c. Hindari pencahayaan yang berlebihan
d. Posisikan klien senyaman mungkin
Manajemen Nyeri
a. Berikan informasi tentang nyeri, penyebab, berapa lama, dan cara
mengantisipasinya
b. Dampingi klien dan keluarga untuk bisa memberikan semangat
ketika nyeri timbul
c. Tanyakan kepada klien, hal-hal apa saja yang bisa meningkatkan
da memperburuk nyeri
d. Ajarkan teknik-teknik distraksi nyeri, seperti mendengarkan
musik.
e. Dorong klien untuk bisa memonitor nyerinya sendiri dan
mengintervensi sebisanya.

3. Risk for bleeding berhubungan dengan iritasi peritonium

NOC : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24


jam, perdarahan klien dapat teratasi dan jumlah darah klien kembali
normal dengan kriteria hasil :
Keparahan Kehilangan Darah
a. Kehilangan darah terlihat (4)
b. Perdarahan vagina (4)
c. Kecemasan (4)
d. Penurunan hemoglobin (Hb) (4)
e. Penurunan hematokrit (Ht) (4)
NIC : Penurunan pendarahan
a. Mengidentifikasi penyebab pendarahan
b. Memonitor jumlah dan sifat kehilangan darah
c. Perhatikan hemoglobin hematokrit tingkat sebelum dan setelah
kehilangan darah
d. Mempertahankan kepatenan akses IV
e. Mengelola produk darah (misalnya, trombosit dan plasma beku
segar), sesuai
f. Hematest semua ekskresi dan mengamati darah di emesis, dahak,
tinja, urine, drainase NG, dan drainase luka, yang sesuai
g. Mengevaluasi psikologis pasien dalam menanggapi perdarahan dan
persepsi peristiwa
h. Mengajar pasien dan keluarga tindakan pada tanda-tanda
pendarahan dan tepat memberitahu perawat, harus lebih lanjut
perdarahan terjadi
i. Menginstruksikan pasien pada pembatasan aktivitas
j. Mengajar pasien dan keluarga pada keparahan kehilangan darah
dan tindakan yang tepat yang dilakukan
Pengajaran: Prosedur / Pengobatan
a. Menginformasikan pasien tentang kapan dan di mana prosedur /
pengobatan akan berlangsung, yang sesuai
b. Menginformasikan pasien tentang berapa lama prosedur /
perawatan diperkirakan berlangsung
c. Menginformasikan pasien tentang siapa yang akan
melakukan prosedur pengobatan
d. Memperkuat kepercayaan pasien dalam staf yang terlibat, yang
sesuai
e. Menentukan pengalaman pasien sebelumnya dan tingkat
pengetahuan yang berkaitan dengan prosedur / perawatan
f. Menjelaskan tujuan prosedur / perawatan
g. Menggambarkan kegiatan preprocedure / pengobatan
h. Menjelaskan prosedur / perawatan
i. Mendapatkan saksi / informed consent pasien untuk prosedur /
pengobatan sesuai dengan kebijakan lembaga, yang sesuai
j. Anjurkan pasien tentang cara untuk bekerja sama / berpartisipasi
selama prosedur / perawatan, yang sesuai
k. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik diarahkan
untuk mengendalikan aspek-aspek tertentu dari pengalaman
(misalnya, relaksasi dan mengatasi citra), yang sesuai
DAFTAR PUSTAKA

Alam, S. & Hardibroto, I. 2007. Endometriosis. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama

Andrews, Gilly. 2010. Buku Ajar Kesehatan reproduksi Wanita. Jakarta:


EGC

Black, Joyce M dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal


Bedah:
Manajemen Klinis untuk Hasil yang DIharapkan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika

Bulechek, Gloria M., [et al.]. (2013). Nursing Interventions Classification


(NIC), Sixth Edition. United States of America: Mosby Elsevier

Giudice, Linda C., Johannes L. H. Evers, & David L. Healy. 2012.


Endometriosis Science and Practice. USA: Wiley Blackwell. Page: 108 & 117

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). 2014. NANDA International


Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition.
Oxford: Wiley Blackwell

Irianto, Koes. 2014. Anatomi dan Fisiologi (Edisi Revisi). Bandung:


Alfabeta

Kee, Joyce L dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan


Proses Keperawatan. Jakarta: EGC

Moorhead, Sue., [et al.]. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC):


measurement of health outcomes, Fifth Edition. United States of America: Mosby
Elsevier

Oepomo, Tedjo Danudjo. 2007. Dampak Endometriosis pada Kualitas


Hidup Perempuan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret

Reeder, Martin, dan Koniak Griffin. 2011. Keperawatan Maternitas:


Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga Ed.18 Vol 1. Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Yatim, faisal. 2005. Penyakit Kadungan, Myoma, Kanker Rahim/Leher


Rahim dan Indung Telur, Kista, serta Gangguan Lainnya. Jakarta: Pustaka
Populer Obor

Anda mungkin juga menyukai